I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia( BPH ) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil
dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat ( Nanda Nic-Noc, 2015 ).
Benigna Prostat Hiperplasia atau BPH adalah keadaan kondisi patologis yang paling
umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering ditemukan untuk
intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya. A & Putri. Y, 2013).
Hiperplasia Prostat Benigna (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,2004).
BPH (Hiperplasia Prostat Benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang
paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002).
BPH adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah ( Mansjoer. A, 2000 )
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang
pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
C. Tanda dan Gejala
1. Gejala iritatif
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia
karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.
i. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Jenis penangangan pada pasien tumor prostat tergantung pada berat gejala kliniknya.
Berat derajat klinik dibagi dalam empat gradasi berdasarkan penemuan colok dubur dan
sisa volume urin
DERAJAT COLOK DUBUR SISA VOLUME URINE
2. Terapi medikamentosa
Penghambat adrenergik (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada otot
polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang.
Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah
yaitu : - Retensi urin berulang
- Hematuri
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
- Ada batu saluran kemih.
a. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil
tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat
pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah
belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
1) Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas.
2) Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih
praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Lebih
jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari
cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter
eksternal serta bidang operatif terbatas.
3) Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter
kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat
yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi
mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi
kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan
impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi
akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat
dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah
sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih
dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasi retrogard.
b. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ) yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan
cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan
mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat
berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus
BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka
komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
c. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat ). TURP adalah suatu operasi pengangkatan
jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop
merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang
dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus
listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan
tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika .
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%),
impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka
biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
H. Pengelolaan Pasien
1. Pre operasi
Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
Hari ke 4 post operasi diklem
Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam
kateter bening)
b. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
c. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti
dengan obat oral.
d. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
e. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
f. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
g. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
h. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
i. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
j. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan dari
uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu
menghilangkan spasme.
k. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak
duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
l. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol berkemih.
Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
m. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian jernih
hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
n. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah bekuan
biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan kurang
kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga
balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa
prostatik.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Sebelum Operasi
Data Subyektif
Klien mengatakan nyeri saat berkemih
Sulit kencing
Frekuensi berkemih meningkat
Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
Pancaran urin melemah
Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
Kalau mau miksi harus menunggu lama
Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
Urin terus menetes setelah berkemih
Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
Data Obyektif
Ekspresi wajah tampak menahan nyeri
Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
Data Subyektif
Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
Data Obyektif
Ekspresi tampak menahan nyeri
Ada luka post operasi tertutup balutan
Tampak lemah
Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
Sering berkemih
Terbangun pada malam hari untuk berkemih
Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
Rasa tidak puas sehabis miksi
Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
Nyeri saat berkemih
Ada darah dalam urin
Kandung kemih terasa penuh
Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
f. Kaji pemeriksaan diagnostik : Pemeriksaan radiografi, urinalisa, lab seperti kimia
darah, darah lengkap, urin
g. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik ( spasme kandung kemih)
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses
bedah.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan spasme kandung kemih.
Retensi urine berhubungan dengan adanya sumbatan
Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan refluk urine
2. Post operasi
Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
Resiko perdarahan berhubungan dengan efek pembedahan
C. Intervensi Perawatan
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
keperawatan selama ….x 24 jam, Kaji secara menyeluruh tentang nyeri,
klien dapat: meliputi: lokasi, karakteristik, waktu
1. Mengontol nyeri kejadian, lama, frekuensi, kualitas,
indikator: intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
Mengenal faktor-faktor pencetus
penyebab Observasi isyarat-isyarat non verbal dari
Mengenal onset/waktu ketidaknyamanan
kejadian nyeri Berikan analgetik sesuai dengan anjuran
tindakan pertolongan non- Gunakan komunkasi terapeutik agar klien
analgetik dapat mengekspresikan nyeri
Menggunakan analgetik Kaji latar belakang budaya klien
melaporkan gejala-gejala Tentukan dampak dari ekspresi nyeri
kepada tim kesehatan terhadap kualitas hidup: pola tidur, nafsu
(dokter, perawat) makan, aktifitas mood, hubungan,
nyeri terkontrol pekerjaan, tanggungjawab peran
2. Menunjukkan tingkat nyeri Kaji pengalaman individu terhadap nyeri,
Indikator: Melaporkan nyeri, keluarga dengan nyeri kronis
frekuensi nyeri, lamanya Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan
episode nyeri, ekspresi nyeri: mengontrol nyeri yang telah digunakan
wajah, posisi melindungi Berikan dukungan terhadap klien dan
tubuh, perubahan vital sign keluarga
Berikan informasi tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
Kontrol faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan
Anjurkan klien untuk memonitor sendiri
nyeri
Ajarkan penggunaan teknik non-
farmakologi, ex: relaksasi, guided imagery,
terapi musik, distraksi, aplikasi panas-
dingin, massase)
Evaluasi keefektifan dari tindakan
mengontrol nyeri
Beritahu dokter jika tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
2. Pemberian Analgetik
Tentukan lokasi nyeri, karakteristik,
kualitas,dan keparahan sebelum pengobatan
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Cek riwayat alergi obat
Libatkan klien dalam pemilhan analgetik
yang akan digunakan
Pilih analgetik secara tepat /kombinasi lebih
dari satu analgetik jika telah diresepkan
Tentukan pilihan analgetik (narkotik, non
narkotik, NSAID) berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital, sebelum dan
sesudah pemberian analgetik, monitor
reaksi obat dan efeksamping obat
Dokumentasikan respon dari analgetik dan
efek-efek yang tidak diinginkan
3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
Batasi pengunjung
Tentukan hal-hal yang menyebabkan
ketidaknyamanan seperti pakaian lembab,
Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga
kenyamanan
Sediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
Tentukan temperatur ruangan yang paling
nyaman
Sediakan lingkungan yang tenang
Atur posisi pasien yang membuat nyaman.
D. Implementasi
Implementasi merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan
intervensi yang ada serta disesuaikan dengan tingkat kebutuhan klien.
Dalam pelaksanaan keperawatan haruslah melibatkan tim kesehatan lain dalam bentuk
tindakan kolaborasi dan serta berdasarkan atas kebijakan dari rumah sakit.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan menilai
keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dibuat. Dari rumusan seluruh rencana
keperawatan serta implementasinya, maka evaluasi akan di fokuskan pada masing-masing
criteria yang akan dicapai pada tiap masalah keperawatan yang timbul.
Dicharge Planning
Berhenti merokok
Biasakan hidup bersih
Makan makanan yang mengandung vitamin dan hindari minuman beralkohol
Olahraga secara teratur
Mengajarkan pasien untuk menilai tanda hematuria dan infeksi
Mendorong untuk selalu chek up
DAFTAR PUSTAKA