Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Nn.M DENGAN PREOP DAN POST BPH

OLEH :

ERIYADI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER RUBINI


MEMPAWAH

JalanRadenKusnoNomor 1 Mempawah 78912


Telepon/ Fax (0561) 691981 Email: rs_rubini@yahoo.com
LAPORAN PENDAHULUAN BPH
A. PENGERTIAN
 Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,
(Corwin, 2000).
 Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
Price&Wilson (2005).
 Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah
hyperplasia (Sabiston, David C,2004)
 BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang
paling umum pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002)
.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang
erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma
dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat
5. Teori sel stem : Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

C. TANDA DAN GEJALA


1. Gejala iritatif meliputi :
 Peningkatan frekuensi berkemih
 Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
 Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
 Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
 Pancaran urin melemah
 Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
 Kalau mau miksi harus menunggu lama
 Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
 Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
 Urin terus menetes setelah berkemih
 Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia karena
penumpukan berlebih.
 Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
 Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak puas,
frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
 Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan mengeluh waktu
miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah hebat.
 Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa timbul aliran
refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan
pielonfritis, hidronefrosis.
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi yang
ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan
penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel
prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan
inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan
oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut.
Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (-FGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim
5-a-reduktase. -FGF dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan
infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim
sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,
serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-
masing gejala yaitu :

 kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal
dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada
prostat yang membesar.
 Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
 Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
buli-buli.
 Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang
tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
 Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal
dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
 Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga
terjadi kontraksi involunter,
 Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
 Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa
pada prostat yang membesar.
 Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra
prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin.
Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara
bertahap, serta gagal ginjal.
 Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap
berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme
infektif.
 Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli,
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
 Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid

.E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisa

Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih,
walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak
perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15,
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml

2. Pemeriksaan darah lengkap

Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua


defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan
pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT,
golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan
volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari
Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan
hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG
dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin
dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui fungsi
ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat sebelum, sementara
dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya
tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks
urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai residual urin.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu
melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran kemih dan apabila tidak
diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasidan
hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan
kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat
berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin
digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke
dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:

 Observasi (watchfull waiting)


Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa
kencing, dan pemeriksaan colok dubur

 Terapi medikamentosa

- Penghambat adrenergik  (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada otot


polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan menurunkan
tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala
berkurang.
- Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT sehingga prostat
yang membesar akan mengecil.

 Terapi bedah

Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah
yaitu :
- Retensi urin berulang
- Hematuri
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
- Ada batu saluran kemih.

1. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi erektil tetapi
dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan jaringan prostat pada
kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang
ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu
insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih
praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Lebih jauh
lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini.
Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta
bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Keuntungannya adalah
periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat
yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi
mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi
kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan
impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat
kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan
kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah sembuh. Setelah
ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan
bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi
retrogard.

2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen


melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini
diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif
dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan
mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra


menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan
umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman
dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami
pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan
secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan
reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika
(Anonim,FK UI,2005).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak
keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih.
Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat
berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi,
hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka
panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%).
Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan
timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
 Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon tranuretral, ablasi jarum transuretral
I. PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
- Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan
IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan
mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
- Irigasi/Spoling dengan Nacl
 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam kateter
bening)
- Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan serohemoragis
< 50cc)
- Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila
pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan
obat oral.
- Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
- Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin
- Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
- DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
- Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
- Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
- Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan dari
uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot polos dapat membantu
mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat membantu menghilangkan
spasme.
- Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak duduk
terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
- Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol berkemih.
Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
- Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian jernih
hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
- Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah bekuan
biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan kurang
kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon
yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan pada fossa prostatik.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter
2. Sesudah Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang
dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
a. Gangguan dalam berkemih seperti
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak
nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
5. Kaji pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan radiografi
- Urinalisa
- Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan
proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Pre operasi
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi
- Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses
bedah.
- Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor
biologi
- Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan spasme kandung kemih.
b. Post operasi
- Nyeri akut berhubungan agen injuri fisik (insisi sekunder pada TURP)
- Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv pembedahan
- Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan b.d kurangnya paparan
informasi.
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi pasca operasi.
- Disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten dari TURP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Nn.M DENGAN

PREOP DAN POST BPH

I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
1) Nama: Tn. M
2) Umur: 69 tahun.
3) Jenis Kelamin: Laki-laki.
4) Alamat: : Parit Banjar
5) Diagnosa: Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
6) No Rekam Medis : 200919
7) Tanggal masuk : 01 – 10 – 2018
8) Tanggal keluar : 09 – 10 - 2018

B. Identitas Penanggung Jawab


1) Nama: Ny. M
2) Umur: 40 tahun.
3) Jenis Kelamin: Perempuan.
4) Pekerjaan: Ibu rumah tangga.
5) Hub. Dengan Klien: Isteri Tn. M
6) Alamat: Parit Banjar

II. RIWAYAT KESEHATAN


1) Keluhan Utama
Klien mengeluh sulit miksi.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh beberapa hari susah kencing sedikit-sedikit dan lama-lama kencing tidak
keluar.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ada

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak ada
III. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum baik
2) Tanda-tanda vital
Suhu : 36 0C
Nadi : 92 X/menit. Kuat dan teratur
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Respirasi : 16 x/menit
3) Body Systems
(1) Pernafasan (B 1 : Breathing)
Frekuensi 16 x/menit, Irama teratur, tidak terlihat gerakan cuping hidung, tidak terlihat
Cyanosis, tidak terlihat keringat pada dahi, hasil thorax foto : Tidak didapatkan kelainan
(normal).
(2) Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Nadi 92 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 130/90 mmHg, Suhu 36 0C, perfusi hangat. Cor
S1 S2 tunggal reguler, ekstra sistole/murmur tidak ada
Hasil ECG : Tidak didapatkan kelainan (normal).
(3) Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran (GCS) Membuka mata : Spontan (4)
Verbal : Orientasi baik (5)
Motorik : Menurut perintah (6)
Compos Mentis : Pasien sadar baik
4) Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)
Jumlah urine 2000 cc/24 jam, warna urine kuning pekat.
Genital Hygiene cukup bersih.
Hasil BOF : Tidak didapatkan kelainan (normal)..

5) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)


Peristaltik normal, tidak kembung, tidak terdapat obstipasi maupun diare, klien buang air besar 1
X/hari
6) Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Tidak terdapat kontraktur maupun dikubitus
Hasil BOF : Tidak didapatkan kelainan (normal).

Head To Toe
Kepala : bentuk normal, ukuran normal, posisi simetris, kulit kepala bersih
Rambut : kebersihan cukup
Mata : sklera tak icteric, konjunctiva tak anemis, pupil isokor, refleks cahaya ada,
tidak memakai alat bantu
Hidung : tidak ada benda asing, tidak epistaksis, tidak ada polip,
Telinga : tidak ada kelainan.
Mulut dan gigi : bibir kering, agak kering mukosa mulut stomatatitis tidak, peradangan
faring tidak
Leher : Tak ada pembesaran kelenjar getah bening, tak ada kaku kuduk
Thorax : pernafasan dada, simetris, Ronchi & whezing tidak ada
Abdomen : asites tidak ada, umbilikus datar,
Alat kelamin luar : bersih
Anus : bersih, Bab. terakhir tgl. 30 –04-2002,
Extremitas : atas dan bawah tak ada kelainan
Integumen : keadaan kulit bersih, tonus baik, turgor baik, akral hangat.

Pola aktivitas sehari-hari


(1) Pola Persepsi Dan Tata Laksana Hidup Sehatan
Klien jarang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, kecuali bila sangat terpaksa Klien
terbiasa meminum jamu-jamuan dan obat-obat tradisional.

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Klien dirumah biasa makan 3 X/hari dengan lauk yang cukup.Klien tidak alergi makanan
tertentu. Saat ini klien selalu menghabiskan porsi makanan yang diberikan dan minum air putih
sekitar 2 – 3 liter perhari.
(3) Pola Eliminasi
Klien buang air besar 1 X/hari.
Klien buang air kecil saat ini dengan menggunakan polly kateter, Jumlah urine 1200 cc/24 jam,
warna urine kuning pekat.
(4) Pola tidur.dan Istirahat
Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak terganggu dengan
kondisi ruang perawatan yang ramai.
(5) Pola Aktivitas dan latihan
Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat di Rumah Sakit sambil
menunggu rencana operasi.
(6) Pola Hubungan dan Peran
Hubungan dengan keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat tinggalnya biasa
sangat baik dan akrab.
(7) Pola Sensori dan Kognitif
Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik, klien tidak mengalami disorientasi.
(8) Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Klien mengalami cemas karena Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan
diagnostik dan tujuan tindakan yang diprogramkan.
(9) Pola Seksual dan Reproduksi
Selama dirawat Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti biasanya.
(10) Pola mekanisme/Penanggulangan Stress dan koping
Klien merasa sedikit stress menghadapi tindakan operasi. karena kurangnya pengetahuan tentang
Type pembedahan dan Jenis anesthesi.
(11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Terpasangnya kateter memerlukan adaptasi klien dalam menjalankan ibadahnya.

Personal Higiene
Kebiasaan di rumah klien mandi 2 X/hari, gosok gigi 2 X/hari, dan cuci rambut 1 X/minggu.

Ketergantungan
Klien tidak perokok, tidak minum-minuman yang mengandung alkohol.

Aspek Psikologis
Klien terkesan takut akan penyakitnya, merasa terasing dan sedikit stress menghadapi tindakan
operasi.

Aspek Sosial/Interaksi
Hubungan dengan keluarga, teman kerja maupun masyarakat di sekitar tempat tinggalnya biasa
sangat baik dan akrab. Saat ini klien terputus dengan dunia luar, kehilangan pencari nafkah (bagi
keluarganya), biaya mahal.

Aspek Spiritual
Klien dan keluarganya sejak kecil memeluk agama katolik, ajaran agama dijalankan setiap saat.
Klien sangat aktif menjalankan ibadah dan aktif mengikuti kegiatan agama yang diselenggarakan
oleh gereja di sekitar rumah tempat tinggalnya maupun oleh masyarakat setempat.
Saat ini klien merasa tergangguan pemenuhan kebutuhan spiritualnya

Data Penunjang
USG : Hipertrofi Prostat ( volume +/- 37 CC )
Kista Ginjal Kiri
Buli = sam. Neurosen bladder

Laboratoriun
Darah lengkap:
- HCT : 39 (L 40 – 47 P 38 – 42)%
- Hb :12,6 mg/dl (L 13,5 – 18,0 – P 11,5 – 16,0 mg/dl)
- Leukosit :1 7.260 4000 – 11.000
Gula darah : 102 mg/dl ( <180 mg/dl )
- HIV : Non Reaktif

Terapi dan Implikasi Keperawatan


Pre op :Iinfus RL 20 tpm
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp (Iv)
Injeksi metoclopramide 2x1 amp (Iv)
Cinam ( ST)
Terpasang dower kateter no 18

Post op : Infus RL + dripTKO ( Tramadol 1 amp, Ketorolac 1 amp, 1 ondansetron 1 amp )20
tpm s/s infus Asering : Infus Aminofluid/ 24 jam.
Injeksi Cinam 2x1,5 gr (Iv) Injeksi Ondansetron 3x1 amp (Iv)
Injeksi Ketorolac 3x1 amp (Iv) Infus Metronidazole 3x500 mg (Iv)
Injeksi Omeprazole 1x1 vial (Iv) Injeksi Kalnex 3x500 mg (Iv)
Channa kapsul 2x1
Irigasi Nacl 40 tpm ( macet, spolling ), puasa 4-6 jam post op.
Ganti perban / 2 hari
Cek PA
Ganti botol drain

Diagnosa Keperawatan
Pre op :
1) Nyeri Akut berhubungan dengan spasme kandung kemih.
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan sumbatan saluran pengeluaran kandung
kemih.
3) Ansietas berhubungan dengan dilakukan pembedahan dengan cara TUP-P.

Post op :
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi traktus urinarius, tindakan pasca bedah.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive trauma, pembedahan
Analisis data
No Data Etiologi Masalah
1. Do : Hiperplasia Prostat Nyeri Akut berhubungan
1) Klien mengeluh sakit saat ↓ dengan spasme kandung
miksi Otot destrutor menjadi kemih
2) Klien mengeluh miksi lelah dan mengalami
sedikit- sedikit dan lama- dekompensasi
lama kencing tidak keluar ↓
Ds : Tidak mampu
1) Kandung kemih tampak berkontraksi
penuh ↓
2) Klien meringis menahan Spasme otot spingter
kencing ↓
Nyeri Akut
2. Do : Hiperplasia Prostat Gangguan eliminasi urin
1) Klien mengeluh sudah ↓ berhubungan dengan
beberapa hari susah kencing. Otot destrutor menjadi sumbatan saluran
2) sedikit- sedikit dan lama- lelah dan mengalami pengeluaran kandung
lama kencing tidak keluar dekompensasi kemih
Ds : ↓
1) Pemeriksaan rectal toucher Tidak mampu
2) Dilakukan foto BNO berkontraksi

Spasme otot spingter

Nyeri saat miksi

Disfungsi Saluran kemih

Gangguan eliminasi urin
3 Ds : Hiperplasia Prostat Ansietas berhubungan
1) Pasien merasa takut untuk ↓ dengan dilakukan
melakukan operasi. Otot destrutor menjadi pembedahan dengan cara
Do : lelah dan mengalami TUP-P
1) Tidak ada dekompensasi

Tidak mampu
berkontraksi

Spasme otot spingter

kandung kemih penuh

Obstruksi

Dilakukan tindakan
pembedahan TUP-P

Ansietas

4 DS: obstruksi traktus urinarius Nyeri akut

Klien mengatakan nyeri tindakan pasca bedah


pada luka bekas operasi,
nyeri saat BAK, nyeri
ditusuk-tusuk, skala nyeri 6,
terus-menerus.

DO :
Wajah klien tampak tegang
menahan sakit
TTV:
TD: 140/90 mmHg, N: 86x/
menit, RR: 18x/ menit, S: 36

5 DS :
Klien mengatakan pada luka Prosedur invasive trauma Resiko infeksi
bekas operasi terasa panas
DO :
Tterlihat panjang luka Pembedahan
± 5 cm dan terdapat ± 5
jahitan.
Lluka bersih, tampak
kemerahan , tidak ada pus,
tidak bengkak.
. Intervensi
No Diagnosa Perencanaan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri Akut Untuk mengurangi rasa 1. Lakukan 1. Pengkajian nyeri dapat
berhubungan nyeri pada pasien pengkajian nyeri secara mengetahui nyeri pasien dan
dengan dengan mengontrol komperhensif termasuk pada skala berapa.
spasme Hasil Noc : lokasi, karakteristik,
kandung - Mampu mengontrol durasi, frekuensi dan
kemih nyeri (mengetahui kualitas.
penyebab nyeri,
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi 2. Observasi non verbal
teknik non farmakologi non verbal dari mengidentifikasikan bahwa
untuk mengurangi ketidaknyamanan. pasien sedang dalam keadaan
nyeri, mencari bantuan) nyeri dan tidak nyaman seperti
- Melaporkan bahwa pasien meringis pada saat
nyeri berkurang dengan miksi.
menggunakan
manajemen nyeri. 3. Gunakan teknik
- Mengatakan rasa terapeutik untuk 3. Komunikasi terapeutik
nyaman setelah nyeri mengetahui pengalaman merupakan komunikasi
berkurang. nyeri pasien. yang efektif untuk
berkomunikasi dengan
pasien sehingga dapat
4. Kurangi faktor mengetahui tingkat
presitivasi nyeri. nyeri.

5. Kolaborasi dengan 4. Apabila faktor presitivasi


dokter jika ada keluhan nyeri di kurangi maka nyeri
dan tindakan nyeri tidak juga akan berkurang.
berhasil. 5. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat
pengurang nyeri atau
penghilang nyeri.
2. Gangguan Pasien dapat miksi 1. Sediakan waktu 1. Waktu yang cukup untuk
eliminasi urine secara bebas dan tidak yang cukup untuk kandung kemih
b.d sumbatan sakit. mengosongkan kandung memungkinkan akan lebih
saluran Hasil Noc kemih (10 menit ). mudah dalam pengeluaran
pengeluaran - Untuk 2. Mengobservasi urine.
kandung mengkosongkan pengeluaran air kencing.
kemih kandung kemih secara 2. 2. Observaasi air kencing
penuh dapat mengetahui kelainan
- Tidak ada residu urine 3. Memantau tingkat yang terjadi dan mengetahui
tidak lebih dari 100- distensi kandung kemih apakan masih ada
200cc. dengan palpasi. penyumbatan dalam saluran
- Tidak ada spasme kencing.
blader 3. 3. Tingkat distensi
memungkinkan adanya
penyumbatan dalam kandung
kemih.

4 Ansietas Pasien dapat 1. Penurunan 1. Dengan cara


berhubungan mengendalikan diri ansietas dengan memberikan informasi
dengan terhadap ansietas. Hasil meminimalkan mengenai tindakan
dilakukan Noc : kekhawatiran, pembedahan yang dilakukan.
pembedahan - Pasien tidak menjadi ketakutan, prasangka
dengan cara cemas. atau perasaan tidak
TUP-P. - Pasien akan tenang yang
meneruskan aktivitas berhubungan dengan
yang dibutuhkan sumber bahaya yang
meskipun mengalami diantisipasi dan tidak
kecemasan. jelas.

2.Peningkatan koping 2. Dengan memberikan


dengan memantu pasien informasi yang jelas
untuk beradaptasi mengai tindakan
dengan persepsi stressor, pembedaha dan
perubahan, atau melakukan diskusi.
ancaman yang
menghambat
pemenuhan tuntunan
dan peran hidup.
5

Gangguan Setelah dilakukan O 1. Observasi pola 1. Mengetahui pengaruh iritasi


pola eliminasi tindakan keperawatan berkemih dan catat kandung kemih dengan
urine selama 3x24 jam produksi urine tiap 6 frekuensi miksi
berhubungan diharapkan pola jam,
dengan eliminasi klien normal 2.Motivasi klien untuk
obstruksi dan tidak mengalami menghindari minum 2. Mencegah oven distensi
pembesaran retensi dengan kriteria : banyak dalam waktu kandung kemih akibat tonus
prostat dan - Klien mampu singkat, hindari alcohol otot detrusor menurun.
respon pasca mengosongkan dan diuretik
bedah. kandung kemih 5-8x/24 3.Intervensi pasca bedah 3. Retensi dapat terjadi karena
jam : edema area bedah, bekuan
- Respon pasca bedah : 4. Observasi urine dan darah dan spasme kandung
kateter tetap kondisi sistem kateter/drainase, kemih.
baik, tidak ada khususnya selama Kateter biasanya dilepas 2-5
sumbatan aliran darah irigasi kandung kemih hari setelah bedah, tetapi
melalui kateter, tidak 5.Perhatikan waktu, berkemih dapat berlanjut
terjadi retensi pada saat jumlah berkemih dan menjadi masalah untuk
irigasi. ukuran aliran setelah beberapa waktu karena edema
kateter dilepas. uretra dan kehilangan tonus.
6.Dorong pemasukan 4.Mempertahankan hidrasi
cairan 3000 ml sesuai adekuat dan perfusi ginjal
6 toleransi . untuk aliran urine.

Nyeri akut Setelah dilakukan . 1. Observasi 1. Pengkajian nyeri adalah


berhubungan tindakan keperawatan intensitas nyeri langkah pertama dalam
dengan selama 3x24jam dengan skala 1-10. membuat rencana manajemen
obstruksi diharapkan nyeri klien nyeri.
traktus berkurang atau
urinarius, terkontrol dengan
tindakan pasca kriteria : 2. Fiksasi kateter 2. 2. Selang yang tertekuk
bedah - Klien dapat dengan cara mengakibatkan distensi dan
mengontrol nyeri yang tepat agar meningkatkan rasa nyeri
dengan menggunakan tetap stabi
skala nyeri 1 - 10 sehingga tidak
- Klien tampak rileks. menimbulkan 3.
- Klien dapat beristirahat gesekan baru
dengan tenang. pada mukosa
- TTV dbn urethra.
3. Fiksasi selang 3.Mengurangi gesekan pada
urine pada alat ureter
tenun disamping
klien dengan
menggunakan
klem yang telah
tersedia pada set
urine bag.
4. Gunakan kateter 4.Penyesuaian ukuran kateter
menetap dengan agar tidak menimbulkan iritasi
nomor atau pada urethra.
ukuran yang
sesuai.
5. Anjurkan pada 5. 5. Mengurangi rasa nyeri
klien untuk6. Teknik ini dapat
tehnik relaksasi meningkatkan konsentrasi
dengan cara untuk tidak merasakan
menarik napas stimulus nyeri
panjang dan
menghembuskan
nya.
6. Hindari gerakan 6.Medikasi nyeri diabsorbsi
atau tarikan dan dimetabolisme berbeda
mendadak pada tergantung klien, jadi
selang kateter efektivitasnya harus di
untuk evaluasi secara individual oleh
menghindari klien.
trauma baru pada
urethra.
7. Kolaborasi 7.Analgesik juga berefek
pemberian samping mulai dari ringan
analgetik dengan hingga mengancam jiwa.
medik bila
diperlukan.

Resiko infeksi NOC : NIC :


berhubungan 1. Immune Status
dengan 2. Knowledge : 1. Monitor
prosedur Infection kerentanan
invasive control terhadap infeksi
trauma, 3. -Risk control 2. Batasi
pengunjung
pembedahan. 4. Kriteria hasil 3. Pertahankan
5. Klien bebas dari teknik aseptik
tanda-tanda 4. Inspeksi kondisi
infeksi luka/ insisi
6. Mampu bedah
mencegah 5. Berikan
timbulnya perawatan luka
infeksi 6. Motivasi untuk
7. Jumlah leukosit istirahat
dalam jumlah 7. Motivasi
normal masukan nutrisi
8. Menunjukan yang cukup
perilaku hidup 8. Ajarkan Cuci
sehat tangan
9. Jika terlihat
G tanda-tanda
infeksi
colaborasikan
dengan Dokter
Tindakan dan Evaluasi Keperawatan

Diagnosa
Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tanggal/Hari/Jam
Senin, 01/10/20181. 1. Melakukan pengkajian nyeri S. S : Pasien mengatakan nyeri
08.oo wib secara komperhensif termasuk pada saat kencing.
Nyeri Akut lokasi, karakteristik, durasi, OO : Pasien terlihat meringis
berhubungan frekuensi dan kualitas. kesakitan.
dengan spasme 2. Mengobservasi reaksi non verbal Nyeri menusuk, terus
kandung kemih dari ketidaknyamanan. menerus, skala 7, terus
3. Mengunakan teknik terapeutik menerus.
untuk mengetahui pengalaman nyeri A : Masalah belum teratasi
pasien. P : Lanjutkan tindakan
4. Mengurangi faktor presitivasi
nyeri.
5. Melakukan kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil.

Senin, 01/10/2018 1. M enurunkan ansietas dengan A S : Pasien mengatakansudah


09.00 wib meminimalkan kekhawatiran, tidak cemas lagi dengan
Ansietas ketakutan, prasangka atau perasaan rencana operasi
berhubungan tidak tenang yang berhubungan OO : Pasien terlihat rileks
dengan dilakukan dengan sumber bahaya yang AA : Masalah teratasi
pembedahan dengan diantisipasi dan tidak jelas. P : Hentikan tindakan
cara TUP-P. 3. 2. Meningkatkan koping
dengan memantu pasien
untuk beradaptasi dengan
persepsi stressor, perubahan,
atau ancaman yang
menghambat pemenuhan
tuntunan dan peran hidup.
Senin, 01/10/2018 1. 1. Mengobservasi pola berkemih S : Pasien mengatakan masih
Gangguan pola dan catat produksi urine tiap 6 susah kencing.
eliminasi urine jam, 1) O : Pasien terlihat tidak rileks
berhubungan 2.Memotivasi klien untuk A : Masalah belum teratasi
dengan obstruksi menghindari minum banyak dalam
P P : Lanjutkan tindakan
pembesaran prostat waktu singkat, hindari alcohol dan
dan respon pasca diuretik
bedah. 3.Melakukan intervensi pasca
bedah :
4. Mengobservasi urine dan
sistem kateter/drainase, khususnya
selama irigasi kandung kemih
5.Memperhatikan waktu, jumlah
berkemih dan ukuran aliran setelah
kateter dilepas.
6.Mendorong pemasukan cairan
3000 ml sesuai toleransi .

G S : Pasien mengatakan terasa


Selasa, 02/10/2018 1. Observasi intensitas nyeri
nyeri daerah bekas operasi
Nyeri akut dengan skala 1-10.
O : Pasien terlihat meringis
berhubungan
2. Fiksasi kateter dengan cara kesakitan
dengan obstruksi Nyeri terus menerus, skala
yang tepat agar tetap stabil
traktus urinarius,
sehingga tidak menimbulkan nyeri 7, daerah abdomen
tindakan pasca
gesekan baru pada mukosa bawah.
bedah A : Masalah belum teratasi
urethra.
3. Fiksasi selang urine pada P : Lanjutkan tindakan
alat tenun disamping klien
dengan menggunakan klem
yang telah tersedia pada set
urine bag.
4. Gunakan kateter menetap
dengan nomor atau ukuran
yang sesuai. Zz
5. Anjurkan pada klien untuk
tehnik relaksasi dengan cara
menarik napas panjang dan
menghembuskannya. B
6. Hindari gerakan atau tarikan
mendadak pada selang
kateter untuk menghindari
trauma baru pada urethra. B
7. Kolaborasi pemberian
analgetik dengan medik bila
diperlukan.

Selasa,02/10/2018 1. Memonitor kerentanan terhadap D S : -


Resiko infeksi infeksi O : Luka daerah operasi
berhubungan 2. Membatasi pengunjung
3. Mempertahankan teknik aseptik terlihat ada sisa darah.
dengan prosedur
invasive trauma, 4. Melakukan inspeksi kondisi luka/ Rawat luka 2 hari setelah post
pembedahan. insisi bedah op
5. Memberikan perawatan luka
A : Masalah belum teratasi
6. Memberikan motivasi untuk
istirahat P : Lanjutkan tindakan
7. Memotivasi masukan nutrisi yang
cukup
8. Mengajarkan Cuci tangan
9. Melihat jika terlihat tanda-tanda
infeksi kolaborasikan dengan
Dokter

Rabu,03/10/2018 . 1. Mengobservasi pola berkemih M S : Pasien mengatakan sudah


Gangguan pola dan catat produksi urine tiap 6 tidak merasakan keluhan saat
eliminasi urine jam,
kencing lagi
berhubungan 2.Memotivasi klien untuk
dengan obstruksi menghindari minum banyak dalam O : Pasien terpasang kateter
pembesaran prostat waktu singkat, hindari alcohol dan Irigasi cairan Nacl sesuai
dan respon pasca diuretik
instruksi Dokter
bedah. 3.Melakukan intervensi pasca
bedah : A : Masalah mulai teratasi
4. Mengobservasi urine dan P : Lanjutkan tindakan
sistem kateter/drainase, khususnya
selama irigasi kandung kemih
5.Memperhatikan waktu, jumlah
berkemih dan ukuran aliran setelah
kateter dilepas.
6.Mendorong pemasukan cairan
3000 ml sesuai toleransi .

Rabu, 03/10/2018 1. Observasi intensitas nyeri


S : Pasien mengatakan terasa nyeri
Nyeri akut dengan skala 1-10.
daerah bekas operasi
berhubungan
dengan obstruksi 2. Fiksasi kateter dengan cara O : Pasien terlihat meringis
traktus urinarius, yang tepat agar tetap stabil kesakitan
tindakan pasca sehingga tidak menimbulkan Nyeri kadang hilang, skala
bedah gesekan baru pada mukosa nyeri 4, daerah abdomen
urethra. bawah.
3. Fiksasi selang urine pada A : Masalah mulai teratasi
alat tenun disamping klien P : Lanjutkan tindakan
dengan menggunakan klem
yang telah tersedia pada set
urine bag.
4. Gunakan kateter menetap
dengan nomor atau ukuran
yang sesuai.
5. Anjurkan pada klien untuk
tehnik relaksasi dengan cara
menarik napas panjang dan
menghembuskannya.
6. Hindari gerakan atau tarikan
mendadak pada selang
kateter untuk menghindari
trauma baru pada urethra.
7. Kolaborasi pemberian
analgetik dengan medik bila
diperlukan.

Rabu,03/10/2018
1. Memonitor kerentanan terhadap cc S : -
Resiko infeksi
berhubungan infeksi
O : Lukaoperasi sudah di ganti
2. Membatasi pengunjung
dengan prosedur balutan
3. Mempertahankan teknik aseptik
invasive trauma,
4. Melakukan inspeksi kondisi luka/ Luka daerah operasi
pembedahan.
insisi bedah terlihat bersih tidak ada sisa
5. Memberikan perawatan luka
6. Memberikan motivasi untuk darah atau pus
istirahat Tidak terdapat tanda
7. Memotivasi masukan nutrisi yang kemerahan.
cukup
Rawat luka post op /2 hari
8. Mengajarkan Cuci tangan
9. Melihat jika terlihat tanda-tanda A : Masalah teratasi sebagian
infeksi kolaborasikan dengan P : Lanjutkan tindakan
Dokter

Anda mungkin juga menyukai