I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia jumlah lanjut usia (usila) terus meningkat dari tahun
ke tahun tentunya akan menimbulkan persoalan-persoalan baru, tidak
saja di bidang sosial-ekonomi, tetapi juga di bidang kesehatan, baik
tingkat negara, masyarakat, maupun individu. Perubahan-perubahan
yang terjadi dapat mengakibatkan kemunduran fungsi sehingga
kemampuan fisik menurun (disability) atau kekacauan koordinasi
(disorder) sehingga dapat menimbulkan hambatan atau rintangan
(handicap), bahkan sampai dapat mengarah pada suatu penyakit
(disease). Perubahan-perubahan itu akan berjalan terus, dan akan
semakin cepat (progressive), setelah umur melampaui dekade ke-enam.
Dari sekian banyak Geriatric Giant (problem yang banyak diderita usila)
pada pria adalah inkontinentia urine (ketidak mampuan mengendalikan
diri dalam kencing) yang pada lanjut usia salah satu penyebabnya adalah
Pembesaran Prostat.
B. Tujuan
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan post prostatektomi.
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan post
prostatektomi.
c. Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan post
prostatektomi.
d. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan
post prostatektomi.
e. Pendokumentasian Asuhan keperawatan pada klien dengan
prostatektomi.
II. ISI
I. PENGERTIAN
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan. Price&Wilson (2005). Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah
pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar
atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan
hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia
(Sabiston, David C,2004)
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat.
( Yuliana elin, 2011)
II. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon
androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan
Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
III. TANDA DAN GEJALA
IV. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
(Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang
dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)
V. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40
tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologi anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal
menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular
pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron
(DHT) dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga
menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia
yamg disebabkan oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen
bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen berperan pada kemunculan
dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth
factor (b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan
konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat
jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF
dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari
kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan
membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada
tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan
detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh
edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena
detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi
uretra.
Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif.
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-
buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri.
Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks
dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia dan hemoroid.
VI. PATHWAY
VII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh
penyakitnya. (Ikatan Ahli Urologi Indonesia)
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan kondisi
pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat
berkemih maka kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin
digunakan kateter logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi
dibuat ke dalam kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang
adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara lain:
Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan
adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan
dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur
Terapi medikamentosa
Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu :
- Retensi urin berulang
- Hematuri
- Tanda penurunan fungsi ginjal
- Infeksi saluran kemih berulang
- Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
- Ada batu saluran kemih.
1. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah dan
optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang kemudian
dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop
pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi
erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan
jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat menyebabkan cairan seminal
mengalir ke arah belakang ke dalam kandung kemih dan bukan melalui uretra.
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu
insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi
dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan
spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Keuntungannya
adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih
lebih sedikit.
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan prostat
yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca prostatektomi
mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan bekuan, obstruksi
kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan
impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi
akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat
dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa prostatik telah
sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih
dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasi retrogard.
1. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
A. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
I.1. RIWAYAT
a. Biodata
biasanya terjadi pada laki2 dengan kisaran usia 50 tahun atau lebih.
b. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama : pada umumnya pasien sering mengeluhkan nyeri BAK,
dan retensio urine.
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 2x sehari 2 hari sekali bahkan
lebih
Konsistensi Padat Lunak
Warna kekuningan Kekuningan
Penggunaan pencahar Tidak iya
(laktasif)
Keluhan Tidak ada BAB tidak lancar
b. BAK
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi
Jumlah urine
Warna
Pancaran
Perasaan setelah
berkemih
Total produksi urine
Keluhan
b. Bawah
Kanan Kiri
Kekuatan otot
Rentang gerak
Akral
Edema
CRT
Keluhan
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan
adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml
tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate
specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat.
Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 ng/ml
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung
dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT,
BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan sitoskopi.
Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi buli, dan
volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik
sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat
kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari
fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok di
vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui
fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat
sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah
untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi) adalah
untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah
DX II
NOC : Risk kontrol
Tujuan : Setelah dilakukan tidakan keperawatan infection protection infeksi
tidak terjadi
Kriteria Hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukan perilaku hidup sehat
Keterangan Skala
1. Tidak menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Selalu menunjukan
NIC : infektion protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Monitor kerentanan terhadap penyakit menular
c. Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah
d. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
e. Ajarkan cara menghindari infeksi
DX III
NOC : Keseimbangan asam basa
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fluid monitoring selama
proses keperawatan kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil
a. Nadi dalam batas normal
b. Irama jantung dalam batas normal
c. Pernapasan dalam batas normal
d. Irama pernapasan dalam batas normal
Keterangan Skala
1. Berat
2. Baik
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fluid monitoring
a. Monitor intake dan output
b. Monitor status nadi,,pernapasan
c. Jaga catatan akurat intake cairan
d. Administrasi cairan,bila perlu
X. EVALUASI
DX I Skala
a. Mengenali faktor penyebab. 4
b. Menggunakan metode pencegahan non analgesik untuk mengurangi
nyeri. 4
c. Menggunakan analgesik sesuai kebutuhan. 4
d. Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan. 4
e. Mengenali gejala-gejala nyeri. 4
f. Mencatat pengalaman tentang nyeri sebelumnya 4
DX II
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 4
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 4
c. Jumlah leukosit dalam batas normal 4
d. Menunjukan perilaku hidup sehat 4
DX III
a. Nadi dalam batas normal 2
b. Irama jantung dalam batas normal 2
c. Pernapasan dalam batas normal 2
d. Irama pernapasan dalam batas normal 2
B. RESUME KASUS
pasien adalah Tn. T, usia 69 th. Dirawat diruang Teratai 2 dengan keluhan
susah BAK kurang lebih satu minggu, terpasang DC untuk membantu, dari hasil
pemeriksaan radiologi diketahui hasil USG ada pembesaran prostat 68 ml,
diagnosis dokter adalah BPH dengan tindaklanjut pembedahan prostatectomy.
C . HASIL
Hasil diskusi dengan perawat senior di RSU Karanganyar menyatakan
bahwa pasien dengan resiko pembesaran prostat adalah laki – laki dengan usia >
50 th, kebiasaan gaya hidup juga mempengaruhi resiko terjadinya pembesaran
prostat.
Kebiasaan seperti kurangnya berolah raga, pola makan yang tidak sehat
ataupun keturunan dapat menjadi pemicu resiko pembesaran prostat. Usia rentan
terjadinya pembesaran prostat terjadi biasanya paling banyak di usia 70 – 80 th.
Faktor ekonomi dan lingkungan tempat tinggal biasanya membuat pasien kurang
menyadari tanda – tanda terjadinya pembesaran prostat.
D . PEMBAHASAN
Pada umumnya pembesaran prostat terjadi diusia lanjut berkisar >50 th,
resiko pembesaran prostat disebabkan oleh kebiasaan gaya hidup pasien dalm
berbagai jurnal penelitian disampikan Faktor risiko yang terbukti berpengaruh
terhadap terjadinya BPH adalah Umur, riwayat keluarga, kurangnya makan-
makanan berserat . hal ini menjadi alasan kenapa kebiasaan gaya hidup pasien
mempengaruhi terjadinya resiko pembesaran prostat. Faktor risiko yang terbukti
berpengaruh terhadap terjadinya BPH Laki-laki yang memiliki umur ≥ 50 tahun
memiliki risiko lebih besar dibanding dengan laki-laki yang berumur < 50 tahun.
Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam
mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena
pembesaran prostat. Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai
menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih cepat pada usia 60
tahun keatas. Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang pernah
menderita BPH lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat
keluarga yang pernah menderita BPH. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa
penelitian sebelumnya, hal ini menunjukkan adanya asosiasi kausal dari aspek
consistency. Seseorang akan memiliki risiko terkena BPH lebih besar bila pada
anggota keluarganya ada yang menderita BPH atau kanker Prostat. Dimana dalam
riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen yang menyebabkan fungsi gen
sebagai gen penekan tumor mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi
secara terus menerus tanpa adanya batas kendali. Hal ini memenuhi aspek
biologic plausibility dari asosiasi kausal. Hasil analisis pada penelitian ini
menunjukkan bahwa laki-laki dengan frekuensi yang rendah dalam
mengkonsumsi makanan berserat memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
BPH. lebih besar dibandingkan dengan yang mengkonsumsi makanan berserat
dengan frekuensi tinggi. Mekanisme pencegahan dengan diet makanan berserat
terjadi akibat dari waktu transit makanan yang dicernakan cukup lama di usus
besar sehingga akan mencegah proses inisiasi atau mutasi materi genetik di dalam
inti sel. Pada sayuran juga didapatkan mekanisme yang multifaktor dimana di
dalamnya dijumpai bahan atau substansi anti karsinogen seperti karoteniod,
selenium dan tocopherol. Dengan diet makanan berserat atau karoten diharapkan
mengurangi pengaruh bahan-bahan dari luar dan akan memberikan lingkungan
yang akan menekan berkembangnya sel-sel abnormal.
BAB III PENUTUP
A . KESIMPULAN
Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap terjadinya BPH adalah
Umur , riwayat keluarga , kurangnya makan-makanan berserat . hal ini
membuktikan bahwa selain usia dan riwayat keluarga , gaya hidup menjadi salah
satu faktor penyebab terjadinya pembesaran prostat.
B . SARAN
Berdasarkan simpulan tersebut maka disarankan bagi Dinas Kesehatan
untuk meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai faktor risiko,
tanda, gejala, pencegahan dan pengobatan BPH. Melakukan kegiatan monitoring
prevalensi BPH, dilaksanakan secara berkesinambungan. Bagi masyarakat
disarankan untuk melaksanakan pola hidup sehat, lebih waspada terhadap adanya
faktor risiko terhadap kejadian BPH terutama bagi laki-laki yang berumur lebih
dari 50 tahun, adanya keluhan yang mengarah ke penyakit BPH perlu diwaspadai.
DAFTAR PUSTAKA :
Presti, Joseph C. Benign Prostatic Hiperplasia Incidence & Epidemiology.
www.Health.am.
Kupelian V, dkk. Prevalence of Lower Urinary Tract Symptoms and Effect on
Quality of Life in a Racially and Ethnically Diverse Random Sample: The
Boston Area Community Health (BACH) Survey Arch Intern Med,
November 27, 2006;
166(21): 2381 - 2387. URL : http:// www.aje.oxfordjournals.org.
Brown J. S, dkk. Urologic Complications of Diabetes. Diabetes Care, January 1,
2005; 28(1): 177 - 185. URL : http:// www.aje.oxfordjournals.org.
Burke JP, dkk. Association of Anthropometric Measures with the Presence and
Progression of Benign Prostatic Hyperplasia. American Journal of
Epidemiology Advance Access originally published online on April 12, 2006.
164(1):41-46. URL : http://www.aje.oxfordjournals.org.