Tugas Mandiri
Disusun oleh :
I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Gambar 2.3 Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit
Gambar 2.5 Obstruksi saluran kemih karena urin tidak mampu lewati
prostat
Penyebab terjadinya BPH belum diketahui secara pasti, namun factor usia
dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. Beberapa hipotesis
menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat kaitannya dengan (Eko
Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014) :
a. Peningkatan DHT (dehidrosteron)
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Sel stem yang meningkat akan menyebabkan poliferasi sel transit dan
memicu terjadinya BPH.
Sel-sel yang mati akibat dari apoptosis, akan digantikan oleh sel-sel baru. Sel
stem inilah yang akan berproliferasi membentuk sel-sel baru tersebut.
Keberadaan sel ini bergantung kepada hormone androgen. Terjadinya
proliferasi sel pada penderita BPH diasumsikan sebagai bentuk dari
ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan
pada sel stroma maupun sel pada kelenjar (Purnomo, 2012).
E. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
prostat.
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
gejala yaitu :
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa
belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak
dalam buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan
yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama
tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin
tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
Prostat membesar
pembedahan
Retensi urin
Resiko infeksi
BPH adalah penyakit yang diderita oleh laki-laki usia rata-rata 50 tahun.
BPH merupakan gambaran klinis dari dampakn obstruksi saluran kencing, sehingga
pasien sulit untuk miksi (buang air kecil). Berikut beberapa gambaran klinis pada
klien BPH (Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014) :
a. Gejala prostismus (nokturia, urgency, penurunan aliran urine)
Pada awal obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, akan terjadi hesistansi,
intermitensi, urine menetes, dorongan mengejan yang kuat saat miksi, dan
retensi urine. Retensi urine sering dialami oleh penderita BPH krronik. Secara
fisiologis vesika urinaria memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urine
melalui kontraksi otot destrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan
membuat beban kerja m. destrusor semakin berat dan pada akhirnya akan
mengalami dekompensasi.
c. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui rectal toucher (RT) anterior. Biasanya didapatkan
gambaran pembesaran prostat dengan konsistensi jinak.
d. Inkontinensia
Tindakan ini dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh penyakit
penyerta lainnya, misalnya tumor vesika urinaria, vesikolithiasis, dan
adanya adenoma (Schwartz.2008)
I. Pemeriksaaa Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH)
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBB (Red Blood
Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya perdarahan / hematuria.
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data
pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH, karena obstruksi
yang berlangsung kronis seringkali menimbulkan hidronefrosis yang lambat
laun akan memperberat fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal ginjal.
4) PA ( Patologi Anatomi)
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur pancaran urine. Pada
obstruksi dini seringkali pancaran melemah bahkan meningkat.. hal ini
disebabkan obstruksi dari kelenjar prostat pada traktus urinarius. Selain itu,
volume residu urine juga harus diukur. Normalnya residual urine < 100ml.
namun, residual yang tinggi membuktikan bahwa vesika urinaria tidak mampu
mengeluarkan urine secara baik karena adanya obstruksi.
7) USG Ginjal dan Vesika Urinaria
USG ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi penyerta dari BPH,
misalnya hidronephrosis. Sedangkan USG pada vesika urinaria akan
memperliharkan gambaran pembesaran kelenjar prostat.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
a. Pengkajian
1. Anamnesa
Prostat hanya dialami pada laki-laki. Keluhan yang sering dialami oleh klien
dikenal dengan istilah LUTS (Lower Urininary Tract Symptoms), yaitu hesistansi,
pancaran urin lemah, intermittensi, urgensi, ada sisa urin pasca miksi, frekuensi
dan disuria (jika obstruksi meningkat)
2. Pemeriksaan Fisik
Peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak signifikan, kecuali ada penyakit
yang menyertai). Ini merupakan bentuk kompensasi dari nyeri akibat
obstruksi meatus uretralis dan adanya distensi bladder. Jika retensi urin
berlangsung lama akan ditemukan ditemukan tanda dari gejala urosespsis
(peningkatan suhu tubuh) .
Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH menimbulkan retensi urin
pada bladder hal ini akan memicu terjadinya refluks urin dan terjadi
hidronefrosis serta pyelonefrosis, sehingga jika kita palpasi secara secara
bimanual akan ditemukan rabaan pada ginjal. Pada palpasi suprasimfisis
akan teraba distensi bladder
pada pemeriksaan penis, pada pemeriksaan ini uretra dan skrotum tidak akan
ditemukan kelainan kecuali penyakit ini disertai oleh penyakit seperti
stenosis meatus, stiktur uretralis, uretralithiasis, kanker penis maupun
epididimitis.
Pemeriksaan rectal toucher, pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
sederhgana dan paling mudah untuk menegakkan BPH. Tujuannya adalah
menentukan konsistensi system persarafan unit resiko uretra dan besarntya
prostat.
3. Pemeriksaan Laboratorium
b. Diagnosa Keperawatan
e. Evaluasi