Anda di halaman 1dari 32

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
pembesaran dari kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak dari sel-sel yang biasa
terjadi pada laki-laki berusia lanjut (Sari, dkk. 2019).
Hipertropi Prostatitis Benigna (benign prostatic hypertopi – BPH) adalah
pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria (Nurfajri,
2017).

B. ETIOLOGI
Menurut Purnomo, 2011 terdapat perubahan mikroskopik pada prostat laki-
laki yang berusia 30-40 tahun, bila perubahan mikroskopik ini berkembang maka
akan terjadi perubahan patologik anatomi yang terjadi pada laki-laki yang berusia
60 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50% untuk usia > 60 tahun. Umur sangat
erat kaitannya dengan proses penuaan, penambahan usia akan meningkatkan
perubahan keseimbangan testosteron, kelemahan pada buli (otot detrusor) dan
penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh umur yang sudah tua
menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses
adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran Benigna Prostat Hiperplasia.
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada
beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain:
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi

1
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen –testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma –epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat
5. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Rahmawati,
Puspita. 2016).

C. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologi,
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan
hiperplasia jaringan penyangga stromal dan elemen glandular pada prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :

2
1. Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah
gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh
edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
2. Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena
detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi
uretra.
3. Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat
mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan
rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang
banyak dalam buli-buli.
4. Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena
pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar
miksi lebih pendek.
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang
selama tidur.
6. Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada
saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabile detrusor
sehingga terjadi kontraksi involunter,
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan spingter.
8. Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah
submukosa pada prostat yang membesar.
9. Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau
uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau

3
retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal
(hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
10. Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian
urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk
organisme infektif. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu
endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis
dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Gejala iritatif meliputi :
a. Peningkatan frekuensi berkemih
b. Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
c. Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
d. Nyeri pada saat miksi (disuria)
2. Gejala obstruktif meliputi :
a. Pancaran urin melemah
b. Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
c. Kalau mau miksi harus menunggu lama
d. Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
e. Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
f. Urin terus menetes setelah berkemih
g. Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinensia karena penumpukan berlebih.
h. Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk
sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume
residu yang besar.

4
3. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan
rasa tidak nyaman pada epigastrik.
4. Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi
a. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing
tidak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
b. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah heba
c. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis (Rakhmawati, Puspita.
2016).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit,
sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih,
batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan
hematuri. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi
dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik. Pemeriksaan prostate spesific
antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai
deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi.
Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen
density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >
0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10
ng/ml.

5
2. Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan
biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka
fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb,
leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt,
trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat
disfungsi buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat
lesi osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta
osteoporosis akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran
ureter berbelok-belok di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat
diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin
dan batu ginjal. BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal
apakah terlihat bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk
melihat /mengetahui fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-
buli dapat dilihat sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan.
Sebelum kencing adalah untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi
kencing (viding cystografi) adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah
kencing adalah untuk menilai residual urin (Rakhmawati, Puspita. 2016).

F. KOMPLIKASI
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harusmengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan hemoroid.

6
Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah
keluhan iritasidan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria
menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,yang dapat menyebabkan sistitis
dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis

G. PENATALAKSANAAN
1.Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat-obat dekongestan, mengurangi minum kopi dan
tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap 3
bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing, dan pemeriksaan colok dubur
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergik  (prazosin, tetrazosin) : menghambat reseptor pada
otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi relaksasi. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran
air seni dan gejala-gejala berkurang.
b. Penghambat enzim 5--reduktase, menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
3. Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi
bedah yaitu :
a. Retensi urin berulang
b. Hematuri
c.Tanda penurunan fungsi ginjal
d.Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
e. Ada batu saluran kemih.

7
4.Tindakan Pembedahan
a. Prostatektomi
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah
dan optikal dimasukan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat yang
kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil
dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang
menimbulakan disfungsi erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard
karena pengangkatan jaringan prostat pada kolum kandung kemih dapat
menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam kandung
kemih dan bukan melalui uretra.
5. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini
dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih
rendah di banding cara lainnya.
6. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini
memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan
invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal. TURP
merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan
terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama

8
prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi
dan reepitelisasi uretra pars prostatika. Setelah dilakukan TURP, dipasang
kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk
memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi
kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan
darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter
dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih
dengan lancar.TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah
gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram
dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka
pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena
bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra,
ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-
10 tahun kemudian. Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon tranuretral,
ablasi Jarum transurethral (Rakhmawati, Puspita. 2016).
Pengelolaan Pasien Secara umum di Ruang Rawat
1. Pre operasi
a. Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL).
b. Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
c. Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Ronten thorax
d. Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya
udara
2. Post operasi
a. Irigasi/Spoling dengan Nacl
1) Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit

9
2) Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
3) Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
4) Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
5) Hari ke 4 post operasi diklem
6) Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin
dalam kateter bening)
b. Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
c. Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
d. Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
e. Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
f. Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
g. DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
h. Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
i. Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
j. Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk
berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot
polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis
dapat membantu menghilangkan spasme.
k. Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
l. Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.

10
m. Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
n. Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi
pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatic (Rakhmawati, Puspita. 2016).

H. PROGNOSIS
Sekitar separuh dari pria berusia di atas 50 tahun mengalami pembesaran
prostat. Namun tidak semua pembesaran prostat berisiko kanker. Masih belum
diketahui mengapa ada pria yang terkena perbesaran prostat jinak dan ada yang
tidak. Perbesaran prostat jinak alias Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) terjadi
ketika sel-sel prostat tumbuh tidak normal. Ketika prostat membesar, prostat
menekan uretra, saluran yang membawa urin ke kandung kemih. Tekanan dari
prostat ini menyebabkan terjadinya gejala aliran urin yang lemah dan menetes.
Selain itu ada kebutuhan berkali-kali untuk berkemih di malam hari.
Sudah dilakukan penelitian di bidang kesehatan prostat. Namun para ilmuwan
masih belum tahu mengapa pria mendapatkan perbesaran prostat sementara yang
lain tidak. Belum diketahui juga hal-hal yang bisa mencegah perbesaran prostat.
Faktor risiko yang bisa dicatat dari perbesaran prostat adalah usia dan
riwayat keluarga. Hormon hanya dipercaya mempercepat pertumbuhan sel prostat.
Sebuah penelitian pernah menghubungkan asupan tinggi kalori juga diet tinggi
protein serta asam lemak tak jenuh ganda dengan perbesaran prostat. Para peneliti
tersebut menyimpulkan bahwa mengasup kelebihan kalori ada hubungannya
dengan stimulasi perbesaran prostat. Kelebihan kalori selanjutnya menyebabkan
pemumpukan lemak. Penumpukan lemak ini selanjutnya mempengaruhi hormon
yang kemudian memicu perbesaran prostat.

11
Banyak makan Sayur Bukti dari sejumlah penelitian menyimpulkan secara
tidak langsung bahwa jika pria menghindari asupan tinggi kalori, obesitas dan
resistensi insulin berarti mengurangi risiko perbesaran prostat. Sementara
penelitian lain menyimpulkan olahraga membantu melindungi pria dari kanker
prostat. Karena tubuh yang banyak bergerak mempengaruhi secara langsung kadar
hormon dan membantu kontrol berat badan, berolah raga juga mengurangi risiko
perbesaran prostat jinak. Selain rendah kalori, pria juga sebaiknya tak ragu-ragu
mengonsumsi banyak sayuran untuk mencegah perbesaran prostat. Jennifer
Nelson, MS, RD, dari Mayo Clinic, AS menyarankan mengonsumsi sayur yang
kaya vitamin C. Misalnya paprika, brokoli, kembang kol, tomat. Nelson juga
mengatakan makanan yang mengandung zinc juga bisa membantu pencegahan
perbesaran prostat. Misalnya, kerang, kepiting, daging domba dan sapi. Namun
daging domba dan sapi ini disarankan tanpa lemak. Pernah ada penelitian pria
Yunani yang makan banyak buah mengalami penurunan perbesaran prostat jinak.
Penyebabnya, buah kaya akan vitamin dan antioksidan alami bernama fitokimia.
Radikal bebas tampaknya ikut berperan dalam perbesaran prostat seperti halnya
peranannya dalam kanker prostat. Sebuah studi pernah menemukan bahwa
likopen, antioksidan yang terdapat dalam tomat yang dimasak bisa memperlambat
pertumbuhan sel kanker prostat.
Bila mengalami perbesaran prostat, tindakan paling baik adalah
berkonsultasi dengan dokter. Terutama bila pria mengalami sensasi terbakar, nyeri
atau darah ditemukan ketika sedang berkemih. Gejala-gejala tersebut bisa indikasi
terjadinya perbesaran prostat. Bisa juga kanker atau gangguan kesehatan lain yang
membutuhkan perawatan medis. Bila diagnosis dokter memang perbesaran prostat
jinak, pengobatan yang bisa ditawarkan dokter adalah obat-obatan atau operasi.
Suplemen yang mengandung saw palmetto menurut para ahli dari AS tidak terlalu
menjanjikan sebagai terapi alternatif untuk mengurangi gejala perbesaran prostat.
Untuk terapi pencegahan, ada sebuah studi yang meneliti pencegahan kanker
prostat dengan mengonsumsi kedelai, selenium, vitamin E dan D. Namun dampak

12
potensialnya pada kanker prostat maupun perbesaran prostat masih belum
diketahui. Hingga saat ini tindakan paling baik untuk mencegah perbesaran prostat
adalah dengan menjaga berat badan sehat dengan mengurangi kelebihan kalori
serta aktif secara fisik. Kemudian jangan lupa mengonsumsi banyak sayur, buah
dan kacang-kacangan. Pola makan serupa ini juga disarankan American Institute
for Cancer Research untuk menurunkan risiko kanker (Dhorothea.2016).

13
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa
/ ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan
alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah
nyeri yang berhubungan dengan spasme buli – buli. Pada saat mengkaji
keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat atau
meringankan nyeri ( provokative / paliative ), rasa nyeri yang dirasakan
(quality), keganasan / intensitas ( saverity ) dan waktu serangan, lama,
kekerapan (time).
c. Riwayat penyakit sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower
Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin
lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai
miksi, urgensi, frekuensi dan disuria. Perlu ditanyakan mengenai
permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan keluhan
dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali atau
berulang.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan keadaan
penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus, Hipertensi,
PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan faal darah
dapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah. Ketahui pula
adanya riwayat penyakit saluran kencing dan pembedahan terdahulu.

14
e. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun seperti:
Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali .
2. Pemeriksaan fisik: Keadaan umum : kesadaran klien, keadaan penyakit dan
tanda-tanda vital. Sistem pernapasan, sirkulasi, neurologi, gastrointestinal,
dan sistem urogenital.
a. Gangguan dalam berkemih seperti : Sering berkemih, terbangun pada
malam hari untuk berkemih, perasaan ingin miksi yang sangat mendesa,
Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah, rasa tidak puas sehabis
miksi, jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih,
aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah
berkemih, ada darah dalam urin, kandung kemih terasa penuh, nyeri di
pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut, urin tertahan di kandung
kencing, terjadi distensi kandung kemih
b. Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik
c. Kaji status emosi : cemas, takut
d. Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
e. Kaji tanda vital
3. Pemeriksaan penunjang
a. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
1) Derajat I = beratnya ± 20 gram.
2) Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
3) Derajat III = beratnya > 40 gram.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.

15
2) Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
3) PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan.
c. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian :
1) Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.
2) Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
3) Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.
d. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
1) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase
pada tulang.
2) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual
urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan
supra pubik.
3) IVP (Pyelografi Intravena). Digunakan untuk melihat fungsi exkresi
ginjal dan adanya hidronefrosis.
4) Pemeriksaan Panendoskop. Untuk mengetahui keadaan uretra dan
buli – buli.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
Kode : D.0077
a. Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau

16
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan.
b. Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi, iskemis,neoplasma).
2) Agen pencedera kimiawi (mis.terbakar,bahan kimia iritan).
3) Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan.
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
- Mengeluh nyeri
2) Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
d. Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

2. Retensi urine
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Eliminasi
Kode : D.0050
a. Definisi
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap

17
b. Penyebab
1. Peningkatan tekanan uretra
2. Kerusakan arkus reflex
3. Blok spingter
4. Disfungsi neurologis
5. Efek agen farmakologis
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1. Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif:
1. Disuria/anuria
2. Distensi kandung kemih
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Dribbling
Objektif:
1. Inkontenensia berubah
2. Residu urin 150 ml atau lebih
e. Kondisi klinis terkait
1. Benigna prostat hyperplasia
2. Pembengkakan perineal
3. Cedera medulla spinalis
4. Rektokel
5. Tumor di saluran kemih

3. Intoleran aktivitas
Kategori : Fisikologis
Subkategori : Aktivitas dan Istirahat
Kode : D.0056

18
a. Definisi
Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari
b. Penyebab
1) Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
2) Tirah baring
3) Kelemahan
4) Imobilitas
5) Gaya hidup monoton
c. Gejala dan tanda mayor
Subyektif : Mengeluh Lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.
d. Gejala dan tanda minor
Subyektif :
6. Dispnea saat/setelah aktivitas
7. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
8. Merasa lemah
Objektif :
9. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
10. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktiivitas
11. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
12. Sianosis
e. Kondisi klinis terkait
1) Anemia
2) Penyakit jantung koroner
3) Gagal jantung kongestif
4) Penyakit katup jantung
5) Aritmia
6) Penyakit paru obstruktif kronis
7) Gangguan metabolic

19
8) Gangguan muskuloskeletal

4. Resiko perdarahan
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
Kode : D.0012
a. Definisi
Berisiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi di dalam tubuh)
maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh).
b. Faktor resiko
1. Aneurisma
2. Gangguan gastrointestinal
3. Gangguang fungsi hati
4. Komplikasi kehamilan
5. Komplikasi pasca partum
6. Gangguan koagulasi
7. Efek agen farmakologis
8. Tindakan pembedahan
9. Trauma
10. Kurang terpapar informasi tetang pencegahan perdarahan
11. Proses keganasan
c. Kondisi klinis terkait
1. Aneurisma
2. Koagulopati intravaskuler diseminata
3. Sirosis hepatis
4. Ulkus lambung
5. Varises
6. Trombositopenia
7. Ketuban pecah sebelum waktunya

20
8. Plasenta previa
9. Atonia uterus
10. Retensi plasenta
11. Tindakan pembedahan
12. Kanker
13. Trauma.

5. Resiko infeksi
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
Kode : D.0142
a. Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
b. Faktor resiko
1. Penyakit kronis
2. Efek prosedur invasive
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahan tubuh primer:
a) Gangguan peristaltic
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f) Ketuban pecah sebelum waktunya
g) Merokok
h) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
a) Penurunan haemoglobin

21
b) Imunosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
c. Kondisi klinis terkait
1. AIDS
2. Luka Bakar
3. Penyakit Paru Obstruktif kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasive
6. Kondisi penggunaan terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum waktunya
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut
Manajemen Nyeri :
Intervensi Keperawatan (PPNI, 2018) :
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal

22
d) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri(
mis.hipnosis,akupresur, terapi musik,terapi pijat, aromaterapi,terknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat atau dingin).
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
a) Mengetahui daerah nyeri, kualitas, kapan nyeri dirasakan, faktor
pencetus, berat ringannya nyeri yang dirasakan.
b) Untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
c) Untuk mengurangi rasa nyeri
d) Untuk mengetahui keadaan umum pasien.

23
e) Mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan pada pasien.
2. Retensi Urine
Perawatan Kateterisasi Urine:
a. Observasi
1) Monitor kepatenan kateter
2) Monitor tanda dan gejala obstruksi aliran urine
3) Monitor input dan output cairan (jumlah dan karakteristik)
b. Terapeutik
1) Gunakan teknik aseptik selama perawatan kateter urine
2) Pastikan kantung urine diletkkan dibawah ketinggian kandung kemih
dan tidak di lantai.
3) Kosongkan kantung urine jika kantung urine telah terisi setengahnya
c. Edukasi
Jelaskan tujuan, manfat, prosedur dan resiko sebelum pemasangan kateter.
3. Intoleransi Aktivitas
Manajemen Energi :
a. Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya,suara,kunjungan).
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3)Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4)Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan.
c. Edukasi

24
1)Anjurkan tirah baring
2)Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3)Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
4)Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

4. Resiko Perdarahan
a. Observasi
1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
b. Terapeutik
1) Pertahankan bed rest selama perdarahan
2) Batasi tindakn invasive, jika perlu
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2) Anjurkan meningktkan asupan makanan dan vitamin K
3) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu

5. Resiko Infeksi
a. Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi local
b. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dan lingkungan
3) Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko infeksi

25
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4) Anjurkan meningkatkan asupan cairan

26
27
DAFTAR PUSTAKA

Rakhmawati, Puspita Indah 2016. Asuhan Keperawatan Pada Tn.H Dengan Defisit
Perawatan Diri (Gangguan Pola Berkemih) Et Causa Post Op Prostatectomi
Di Ruang Dahlia Rsud Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Diploma
Thesis, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Arifianto1, Dwi Nur Aini2, Novita Diana Wulan Sari. 2019. The Effect of Benson
Relaxation Technique on a Scale Of Postoperative Pain in Patients with Benign
Prostat Hyperplasia at RSUD dr. H Soewondo Kendal: Health Science Institute
of Widya Husada Semarang.
Dhorothea. 2016. https: //lifestyle. kompas. com/ read /2016/09/19/101625323/
Dapatkah.Pembesaran.Prostat. Dicegah.:Kontributor Health,
Nurfajri, A. 2017. Asuhan Keperawatan pada Tn.M dengan benigna prostat
hiperplasia post op hari ke I di ruang dahlia RSUD Purbalingga. Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Retrieved from
http://repository.ump.ac.id/3990/3/Achmad Nurfajri BAB II.pdf.
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Tindakan Keperawatan, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Indikator Diagnostik, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia , Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

28
KATA PENGANTAR
   
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat
segala nikmat iman, rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien Tn. l dengan diagnose Hipertrofi Prostat Di Kamar 12 Bed
1 di Ruang Perawatan Kontara 2 Bawah Depan RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo”.
Teriring pula salam dan salawat kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tentu ada kelemahan dan kekurangan
dalam laporan pendahuluan ini, Oleh karena itu, dari segenap pembaca, penyusun
mengharapkan kritik dan saran untuk lebih meningkatkan mutu penulisan
selanjutnya.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 08 Oktober 2019


Penyusun

Nurwahidah , S.Kep

DAFTAR ISI

29
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i
KATA PENGANTAR .............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB 1 KONSEP MEDIS .........................................................................................1
A. Definisi ..................................................................................................................1
B. Etiologi ..................................................................................................................1
C. Patofisiologi...........................................................................................................2
D. Tanda Dan Gejala ..................................................................................................4
E. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................................5
F. Komplikasi .............................................................................................................6
G. Penatalaksanaan ....................................................................................................7
H. Prognosis ...............................................................................................................11
BAB II KONSEP KEPERAWATAN .....................................................................14
A. Pengkajian .............................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan ..........................................................................................14
C. Intervensi ...............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................27
PENYIMPANGAN KDM ........................................................................................28

30
Departemen Medikal Bedah

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. L DENGAN DIAGNOSA HIPERTROFI PROSTAT
DI KAMAR 12 BED 1 RUANG PERAWATAB LONTARA 2 BAWAH DEPAN
RSUP. dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh :

NURWAHIDAH, S.Kep.
NIM: 70900119011

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(…………………….……..) (…………………………... . .. .)

31
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019

32

Anda mungkin juga menyukai