Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Dan Syarat-Syarat Profesi

Keguruan
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Dan Pengembangan Profesi
GuruDosen pembimbing: Dr Wahyudin,S pd.Mpd I

Disusun oleh:
Kelompok 1

1. SULFINA
2. FADLYIAH AMALINA
3. NURUL HIDAYAH

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBYIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAKASSAR


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau
profesional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang
dokter, yang lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada
juga sebagai pengacara, guru, malah juga yang mengatakan profesinya
pedagang, penyanyi, petinju, penari, dan lain sebagainya.
Kalau diamati dengan cermat bermacam-macam profesi diatas, belum
dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu
pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kriterianya dapat
bergerak dari segi pendidikan formal yang diperlukan seseorang untuk
mendapatkan suatu profesi. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan
tinggi yang cukup lama dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan
yang juga memakan waktu yang cukup lama, sementara itu untuk menjadi
pedagang atau petinju mungkin tidak diperlukan pendidikan tinggi, maka
dari itu didalam makalah ini akan dicoba membahas apa sebenarnya
profesi itu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan profesi guru?
2. Apa saja syarat-syarat profesi keguruan?
3. Bagaimana perkembangan profesi keguruan di indonesisa?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Profesi keguruan
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat Profesi Keguruan
3. Untuk mengetahui perkembangan Profesi Keguruan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Pengertian Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk
bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum,
kedokteran, pendidikan, keuangan, militer, dan teknik.
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.
Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas
yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah
petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang
dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap
sebagai suatu profesi.
Pada umumnya orang memberi arti yang sempit teradap pengertian
profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis
yang dimilki seseorang. Misalnya seorang guru dikatakan guru profesional
bila guru tersebut memiliki kualitas megajar yang tinggi. Padahal pengertian
profesional tidak sesempit itu, namun pengertiannya harus dapat dipandang
dari tiga dimensi, yaitu : expert [ahli], responsibility [rasa tanggung jawab]
baik tanggung jawab intelektual maupun moral, dan memiliki rasa
kesejawatan.
Pengertian profesi menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut :
a. Secara leksikal, perkataan profaesi itu ternyata mengandung berbagai
makna dan pengertian. Pertama profesi itu menunjukkan dan
mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to  trust), bahkan
suatu keyakinan (to belief in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau
kredibilitas seseorang (Hornby,1962). Kedua, profesi itu dapat pula
menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan
tertentu (a particular business, Hornby, 1962).
b.  Webster’s New World Dictionary menunjukkan bahwa profesi
merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada
pengembannya) dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi
pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar ,
keinsinyuran, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran,
hukum dan teknologi.
c. Good’s Dictionary of Education mengungkapkan bahwa profesi
merupakan suatu pekerjaan yang meminta persiapan specialisasi yang
relatif  lama di perguruan tinggi (pada  pengembannya) dan diatur oleh
suatu kode etika khusus.
d. Vollmer (1956) menjelaskan pendekatan kajian sosiologik,
mempersepsikan bahwa profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan
suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam
realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Namun
demikian, bukanlah merupakan hal yang mustahil pula untuk
mencapainya asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada
pencapaiannya. Proses usaha menuju kearah terpenuhinya persyaratan
suatu jenis model pekerjaan ideal itulah yang dimaksudkan
dengan profesionalisasi.
Berdasarkan pernyataan Vollmer yang mengimplikasikan bahwa
pada dasarnya seluruh pekerjaan apapun memungkinkan untuk
berkembang menuju kepada suatu jenis model profesi tertentu. Dengan
mempergunakan perangkat persyaratannya sebagai acuan, maka kita
dapat menandai sejauh mana suatu pekerjaan itu telah menunjukkan
ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu atau seseorang pengemban pekerjaan
tersebut juga telah memiliki dan menampilkan ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu pula yang dapat dipertanggungjawabkan secara professional
(memadai persyaratan sebagai suatu profesi). Berdasarkan indikator-
indikator tersebut maka selanjutnya kita dapat mempertimbangkan
derajat profesionalitasnya (ukuran kadar keprofesiannya). Jika
konsepsi keprofesian itu telah menjadi budaya, pandangan, paham, dan
pedoman hidup seseorang atau sekelompok orang utau masyarakan
tertentu, maka hal itu dapat mengandung makna telah tumbuh-
kembang profesionalisme dikalangan orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan
yang kemudian berkembang makin matang.
Selain itu, dalam bidang apapun profesionalisme seseorang
ditunjang oleh tiga hal. Tanpa ketiga hal ini dimiliki, sulit seseorang
mewujudkan profesionalismenya. Ketiga hal itu ialah keahlian,
komitmen, dan keterampilan yang relefan yang membentuk sebuah
segitiga sama sisi yang ditengahnya terletak profesionalisme. Ketiga
hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan pra-jabatan
dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan
pendidikan/latihan dalam jabatan. Karena keahliannya yang tinggi
maka seorang professional dibayar tinggi. “ well educated, well
trained, well paid” , adalah salah satu prinsip profesionalisme.
Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi.
Menurut Sanusi et.al ( 1991:19 ) menjelaskan ada 5 konsep
mengenai hal tersebut:
a) Profesi
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut
keahlian para anggotanya. Artinya, ia tidak bias dilakukan oleh
sembarang orang yang tidak dilatih dan tidak disiapkan secara
khusus untuk melakukan pekerjaan itu. keahlian diperoleh melalui
apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum
seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan)
maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training).
Diluar pengertian ini, ada beberapa ciri profesi khususnya yang
berkaitan dengan profesi kependidikan.
b) Professional
Professional menunjuk pada dua hal. Pertama orang yang
menyandang suatu profesi, misalnya “ Dia seorang profesional”.
Kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang
sesuai dengan profesinya. Pengertian kedua ini, professional
dikontraskan dengan “ non-profesional” atau “ amatir”.
c) Profesionalisme
Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota
suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan
terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan
profesinya.
d)  Profesionalitas
Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi
terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang
mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
e) Profesionalisasi
‘Profesionalisasi menunjukkan pada proses peningkatan
kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam
mencapai kriteria  yang standar dalam penampilannya sebagai
anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan
serangkaian proses pengembangan professional ( professional
development) baik dilakukan melalui pendidikan/latihan “pra-
jabatan” maupun “dalam-jabatan”. Oleh karena itu, profesionalisasi
merupakan proses yang life-long dan never-ending, secepat
seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga suatu profesi.

Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri diatas, Sanusi at al (1991)


mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
a. Suatu jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu
b. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu
yangcukup lama
c. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang
menentukan (crusial)
Kalau kita pakai acuan ini maka jabatan pedagang, penyanyi, dan
penari yang kita sebut pada bagian pertama jelas bukan profesi. Tapi yang
akan kita bahas selanjutnya adalah jabatan guru, apakah jabatan guru telah
dapat disebut sebagai suatu profesi?
B. Syarat-syarat Profesi Keguruan
Syarat-syarat profesi antara lain.
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi.
2. Seorang pekerja profesional, secaras relatif memerlukan waktu yang panjang
untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus
yang mendukung keahliannya.
3.  Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu
mengikuti perkembangan dalam perkembangan dan pertumbuhan jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara
kerja.
5.  Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standart pelayanan, disiplin diri
dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisai dan kemandirian.
8. Memandang profesi sebagai suatu karier hidup dan menjadi seorang anggota
yang permanen (Richey dalam Ramayulis, 2013: 34 –35).
Ciri-ciri profesi antara lain.
1. Memiliki cakupan ranah kawasan pekerjaan atau pelayanan khas, definitif
dan sangat penting dan dibutuhkan masyarakat.
2. Para pengemban tugas pekerjaan atau pelayanan tersebut memiliki
wawasan, pemahaman dan penguasaan pengetahuan serta perangkat
teoritis yang relevan secara luas dan mendalam; menguasai perangkat
kemahiran teknis kinerja pelayanan memadai persyaratan standarnya;
memiliki sikap profesi dan semangat pengabdian yang positif dan tinggi;
serta kepribadian yang mantap dan mandiri dalam menunaikan tugas yang
diembannya dengan selalu memedomani dan mengindahkan kode etik
yang digariskan institusi (organisasi) profesinya.
3. Memiliki sistem pendidikan yang mantap dan mapan berdasarkan
ketentuan persyaratan standarnya bagi penyiapan (pra service) maupun
pengembangan (in service, continuing, development) tenaga pengemban
tugas pekerjaan profesional yang bersangkutan yang lazimnya
diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi berikut lembaga lain dan
organisasi profesinya yang bersangkutan.
4. Memiliki perangkat kode etik profesional yang telah disepakati dan selalu
dipatuhi serta dipedomani para anggota pengemban tugas pekerjaan atau
pelayanan profesional yang bersangkutan. Kode etik profesional
dikembangkan ditetapkan dan diberdayakan keefektifannya oleh
organisasi profesional yang bersangkutan.
5. Memiliki organisasi profesi yang menghimpun, membina, dan
mengembangkan kemampuan profesional, melindungi kepentingan
profesional serta memajukan kesejahteraan anggotanya dengan senantiasa
mengindahkan kode etiknya dan ketentuan organisasinya.
6. Memiliki jurnal dan sarana publikasi profesional lainnya yang menyajikan
berbagai karya penelitian  dan kegiatan ilmiah sebagai media pembinaan
dan pengembangan para anggotanya serta pengabdian kepada masyarakat
dan khaszanah ilmu pengetahuan yang menopang profesinya.
7.  Memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya baik secara
sosial(dan masyarakat) dan secara legal  (dan penerimah yang
bersangkutan atas keberadaan dan kebermanfaatan profesi termaksud)
(Liberman dalam Ramayulis, 2013: 29 –30).

Ciri-ciri profesi menurut Satori (2012: 15) antara lain.

1. Ada standar untuk kerja yang baku dan jelas.


2. Ada lembaga pendidikan khusus yang menghasilkan pelakunya
dengan program dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta
memiliki standar akademik yang memadai dan yang bertanggung jawab
tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi itu.
3. Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk
mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraannya.
4. Ada etika dan kode etik yang mengatur periaku etik para pelakunya dalam
memperlakukan     kliennya.
5. Ada sistem imbalan terhadap jasa layanannya yang adil dan baku.
6. Ada pengakuan masyarakat (profesional, penguasa, dan awam) terhadap
pekerjaan itu sebagai suatu profesi (Natawidjaja dalam Satori, 2012: 16—
17).
Tenaga kpendidikan adalah tenaga profesi yang berkecimpung di
tingkat persekolahan terdiri dari guru, kepala sekolah, konselor, tenaaga
administrasi sekolah, laboran, pustakawan, dan pengawas sekolah
(Rugaiyah dan Sismiati, 2011: 6).
4.  Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Guru profesional harus memiliki kompetensi sebagai berikut.
1.  Kompetensi profesional, artinya pengetahuan yang luas serta
dalam dari subjek matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta
penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep
teoritik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu
menggunakan berbagai metode dalam proses belajar mengajar.
Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang landasan
kependidikan dan pemahaman terhadap subjek didik (murid).
2. Kompetensi personal, artinya memiliki sikap kepribadian yang
mantap sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi subjek.
Guru harus memiliki kepribadian yang patut diteladani sehingga
mampu melaksanakan kepemimpinan yang dikemukakan Ki
Hadjar Dewantara yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun
karso, dan ing ngarso sing tulodo.
3. Kompetensi sosial, artinya menunjukkan kemampuan
berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun
dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan
masyarakat luas.
4. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan daripada nilai
benda material.
Apabila seorang guru telah memiliki hak profesional karena ia telah dengan nyata
memenuhi syarat-syarat berikut.

a. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang


keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif
dalam batasan tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses
pengembangan pendidikan setempat.
c. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif
dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari.
d. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-
usaha dan prestasi yang
   inovatif dalam bidang pengabdiannya.
Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba
menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association (NEA)
(1948)menyatakankriteria berikut:
e. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
f. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
g. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
h. Jabatan yang memerlukan “latihan dalam jabatan” yang
bersinambungan.
i. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen.
j. Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi

Apakah semua kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan mengajar


atau oleh guru? Mari kita lihat satu persatu.
a. Jabatan yang melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini,
karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat
didominasi kegiatan intelektual. Kegiatan yang dilakukan oleh
anggota profesi ini adalah dasar dari semua kegiatan profesional
lainnya. Oleh karena itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu
dari segala profesi (Stinnett dan Huggett, 1963.)
b. Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus
Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu
yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat
dari penyalahgunaan (misalnya orang-orang yang tidak
bertanggung jawab yang membuka praktek dokter).
c. Jabatan yang memerlukan persiapan Profesional yang lama
Yang membedakan jabatan Profesional dengan non-
Profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan
melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau
melalu pengalaman praktek dan pemagangan. 
Anggota kelompok guru dan yang berwenang didepartemen
pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan
profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang
berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi
kurikulum perguruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum,
profesional dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru
pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan profesional di
LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar
akademik S1 di perguruan tinggi non-LPTK.
d. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai
jabatan profesional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan
berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan
penghargaan kredit maupun tanpa kredit. Pada saat sekarang
bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-
guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah
ditetapkan. (penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan
penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka
di LPTK tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang
dikoordinasikan Universitas Terbuka). Kriteria ini dapat dipenuhi
bagi jabatan guru di Indonesia.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang
permanen
Diluar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier
permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut
bahwa mengajar adalah jabatan professional. Banyak guru yang
pindah kerja ke bidang lain yang lebih banyak menjanjikan
bayaran yang lebih tinggi. Untunglah di Indonesia tidak begitu
banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti
bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang
tinggi, tetapi mungkin karena lapangan kerja dan sistem pindah
jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat
dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.

f. Jabatan yang mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi


Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang
tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat
berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari
warga negara masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan
yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu
orang lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau
keuangan. Kebanyakan guru memilih jabatan ini berdasarkan apa
yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan
rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah, namun tidak
berarti bahwa guru harus dibayar lebih rendah dan juga tidak
mengharapkan akan cepat kaya. Oleh sebab itu tidak perlu
diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi
dengan baik.
Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum
sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh,
dan bahkan banyak orang berpendapat bahwa guru hanya jabatan
semiprofessional atau profesi yang baru muncul (emerging
profession) karena belum semua ciri-ciri diatas dapat terpenuhi.
Menurut Amitai Etzioni (1969) guru adalah jabatan
semiprofessional disebabkan oleh:

“… the training [of teachers] is shorters, their status less


legitimated [low or moderate], their right to privileged
communication less established; theirs is less of a specialized
knowledge, and they have less autonomy from supervision or
societal control than ‘the professions’…”

Selanjutnya Robert B. Howsam et al (1976), menulis bahwa guru


harus dilihat sebagai profesi yang baru muncul, dan karena itu
mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional,
malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Sebagian orang
cenderung menyatakan guru sebagai suatu profesi, dan sebagian
lagi tidak mengakuinya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan jabatan
guru sebagian tapi bukan seluruhnya, adalah jabatan profesional
yang sedang bergerak kearah itu. Di Indonesia kita mulai
merasakan kearah itu misalnya dengan adanya peraturan dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa yang boleh menjadi
guru hanya yang mempunyai akta mengajar yang dikeluarkan oleh
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan(LPTK).
C. Perkembangan Profesi Keguruan
Kalau kita ikuti perkembangan Profesi Keguruan di Indonesia, jelas bahwa
pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak
berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya Sejarah
Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah
pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial Belanda, termasuk
juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari
orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-
angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah
guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852.
Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah Hindia Belanda
mengangkat lima macam guru, yakni:
1) guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang
penuh.
2) guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan
untuk menjadi guru.
3) guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4) guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan
calon guru.
5) guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal
dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan
profesional penuh, statusnya mulai membaik. Di Indonesia telah ada
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan
guru, dan juga mempunyai perwakilan diDPR/MPR.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat pemakalah simpulkan bahwa Profesi adalah jabatan
yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu dari seseorang, dan keahlian ini
tidak semua orang dapat menjangkau dan melakukannya.
Guru tidak dapat dikatakan sebagai profesi, melainkan guru lebih tepatnya
disebut sebagai semiprofesional, karena orang yang disebut profesional memiliki
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, sedangkan guru tidak memenuhi salah
satu syarat-syarat tersebut sehingga ia tidak bisa dikatakan sebagai profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Bolla, John I.. 1984. Supervisi Klinis, Jakarta: Depdikbud.
Depdikbud RI. 1976. Kurikulum Sekolah 1975, Garis-garis Besar Program 
Pengajaran. Buku III D, Pedoman Administrasi dan Supervisi. Jakarta: Balai
Pustaka.
Harris, Ben M.. 1975. Supervisory Behavior in Education. New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Udai Pareek. 1981. Beyond Management. New Delhi: Mohan Primlani,
Oxford & IBH Publishing Co.

Anda mungkin juga menyukai