Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menetukan jmlah sisa urin
setelah penderita miksi spontan. Sisa urin dapat ditentukan dengan
pengukuran langsung yaitu dengan mengukur sisa kencing sehabis miksi
dengan melakukan kateterisasi ke dalam vesika urin dan mengukur berapa
sisa urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi tadi, sisa urin dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi vesika setelah
pendeita kencing atau dengan membuat foto post voiding pada waktu
membuat IVP.
Pada orang normal biasanya sisa sisa urin kosong, sedang pada retensi
urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas total vesika urinaria. Sisa urin
lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk
melakukan intervesi pada penderita BPH. Derajat berat obstuksi dapat pla
diukur dengan menguku pancaran urin pada waktu miksi, cara ini disebut
dengan cara uroflowmetri. Untuk dapat melakukan pemeriksaan uroflow
dengan baik diperlukan jumlah urin minimal didalam vesika 125ml sampai
150ml. Angka normal untuk flow rata – rata (average flow rate) 10 – 12
ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20ml/detik. Pada obstruksi
ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6 – 8ml/detik,
sedang maksimal menjadi 15mm/detik atau kurang. Dengan pengukuran
flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan
obstruksi intravesikal.(Sugeng Jatiwiyono & Weni. K, 2010).
E. Manifestasi Klinis
Pasien BPH menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala.
Gejala BPH berganti-ganti dari waktu kewaktu dan mungkin dapat
semakin parah, menjadi stabil, atau semakin buruk secara spontan.
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam kategori obstruktif
(terjadi ketika faktor dinamika dan/atau faktor statistik mengurangi
pengosongan kandung kemih) dan iritatif/hasil dari obstruksi yang sudah
berjalan lama pada leher kandung kemih (Arif Muttaqin & Sari Kumala,
2011).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan benigna
prostat hipertofi:
1. Retensi urin
2. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
3. Miksi yang tidak puas
4. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
5. Pada malam hari miksi harus mengejan
6. Terasa panas atau nyeri sekitar waktu miksi (disuria)
7. Massa pada abdomen bagian bawah (hematuria)
8. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
9. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi
10. Kolik renal
11. Berat badan turun
12. Anemia kadang-kadang tampa sebab yang diketahui pasien sama
sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih maka mudah sekali
terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan colok dubur (recta toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah
diberi pelicin kedalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur
dinilai:
a. Tonus sfingter ani dan Reflex Bulbo-Kavernosus (BCR)
b. Mencari kemungkinan adanya masa didalam lumen rektum
c. Menilai keadaan prostat
2. Laboratorium
a. Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
b. Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
3. Pengukuran derajat berat obstruksi
a. Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan
(normal sisa urin kosong dan batas intervensi sisa urine lebih dari
100 cc)
b. Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat: jumlah urin dalam vesika s/d 150 ml. angka normal rata-
rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
4. Pemeriksaan lain
a. BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder.
b. USG dengan transurethral ultrasonografi prostat (TRUSP) untuk
menentukan volume prostat.
c. Trans-abdominal USG: untuk mendeteksi bagian prostat yang
menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.
d. Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder
(Andra & Yessie M, 2013).
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertopi prostat adalah:
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi
3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya
batu.
4. Hematuria.
5. Cystitis dan pielonefritis (Andra & Yessie. M, 2013).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat
yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk
mengurangi nokturia, mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alkohol supaya tidak selalu sering miksi. Setiap
3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.
2. Terapi Medikamentosa
Tujuan terrapin medikamentosa adalah berusaha untuk:
a. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon testosterone atau dihidrotestosteron
(DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.
b. Penghambat enzim
Obat yang dipakai adalah Finasteride dengan dosis 1x5 mg/hari,
obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga
prostat dapat membesar akan mengecil. Tetapi obat ini bekerja
lebih lambat daripada golongan bloker dan manfaatnya hanya jelas
pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini
adalah melemahkan libido, ginekomastio, dan dapat menurunkan
nilai PSA.
c. Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu Eviprostat.
Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan
3. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung beratnya
dan gejala komplikasi, indikasi untuk terapi bedah yaitu retensi urin
berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran
kemih berulang, ada batu saluran kemih. Karena pembedahan tidak
mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul
kembali 8-10 tahun kemudian.
4. Terapi Invasive Minimal
a. Trans Uretral Microlowafe Termoterapi (TUMT)
Jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan dibeberapa rumah sakit
besar. Dilakukan pemanasan prostat dengan gelombang mikro
yang disalurkan ke kelenjar prostate melalui suatu transduser yang
diletakkan di uretra pars prostatika.
b. High Intensity Focused Ultrasound (HIFU)
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis pada
prostat berasal dari gelombang ultrasonografi dari transduser
piezokeramik yang mempunyai frekuensi 0,5-10 MHz. Energi
yang dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan
difokuskan kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anastesi
umum. Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50-
60 % dan Qmax rata-rata meningkat 40-50 %. Efek lebih lanjut
dari tindakan belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa
kegagalan terapi sebanyak 10 % setiap tahun. Meskipun sudah
banyak modalitas yang telah ditemukan untuk mengobati
pembesaran prostat, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil
paling memuaskan adalah TUR prostat.
c. Transurethral Needle Ablation Of The Prostate (TUNA)
Ablasi jarum transuretra memakai energi dari frekuensi radio yang
menimbulkan panas sampai 100 °C sehingga menyebabkan
nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter tuna yang
dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi
pada frekuensi radio 490 kHz. Kateter di masukkan kedalam uretra
melalui sistoskopi dengan pemberian anastesi topical xylocaine
sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak pada
kelenjar prostat.
d. Stent prostat
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intralumninal
diantara leher buli-buli dan disebelah proksimal verumontanum
sehingga urin dapat leluasa melewati lumen uretra prostastika.
Stent dapat dipasang secara temporal atau permanen. Pemasangan
alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani
operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi (Rudi
Haryono, 2013).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama, tgl MRS, jenis kelamin, pekerjaan dan lain-lain ?
2. Keluhan Umum
Perubahan frekuensi berkemih, bila miksi terasa panas.
3. Riwayat MRS
Mula-mula pasien berbulan atau beberapa tahun susah berkemih dan
mulai mengedan.
4. Riwayat penyakit yang lalu
Pasien susah untuk berkemih (BAK).
5. Riwayat kesehatan sekarang
Apakah keluarga ada yang menderita seperti pasien apa tidak.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sirkulasi : Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2. Eliminasi : Penurunan kekuatan dorongan aliran urine, tes keraguan.
a. Keragu-raguan pada berkemih awal.
b. Nokturia, disuria, hematuri.
c. isis berulang, riwayat batu (stasis urinaria).
d. Konstipasi.
e. Massa padat dibawah abdomen bawah.
f. Nyeri tekan kandung kemih
g. Hernia Inguinalis, Hemoroid
h. Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih : dorongan
dan frekuensi.
3. Makanan/cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan BB
4. Nyeri/kenyamanan : Nyeri supraa pubis, panggul atau punggung,
tajam, kuat, nyeri bawah.
5. Keamanan : demam
6. Seksualitas :
a. Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual.
b. Inkontinensia.
c. Penuninan kekualan ejakulasi.
d. Pembesaran, nyeri tekan prostat.
7. Pengetahuan :
a. Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
b. Penggunaan antihipertensi, antideprresi, antibiotik urinaria.
8. Diagnostik
a. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang,
penampilan keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.
b. Adanya staphylokokus aureus Proteus, klebsielia, pseudomonas,e.
coli.
c. BUN/kreatin : meningkat
d. IVP menunjukkan pelambatan pengosongan kandung kemih dan
adanya pembesaran prostat, penebalan abnormla otot kandung
kemih.
e. Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung
kemih.
f. Sistometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan disusun menurut prioritas masalah pada pasien pre
operasi sebagai berikut :
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran
prostate.
2. Nyeri (akut) b/d iritasi mukosa, Distensi kandung kemih.
3. Gangguan rasa nyaman neyeri b/d spasme otot spincter.
4. ketakutan/kecemasan dihubungkan dengan perubahan status kesehatan
kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
5. resiko tinggi disfungsi seksual b/d sumbatan saluran ejakulasi
hilangnya fungsi tubuh.
D. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik pembesaran prostat
Tanda : frekuensi, keragu-raguan ketidakmampuan mengosongkan
kandung kemih, inkontinensia, distensi kandung kemih, residu, urine
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat
berkemih dengan jumlah cukup.
Kriteria hasil :
Berkemih dengan jumlah yang cukup, tak teraba distensi kandung
kemih, menunjukkan residu paaska berkemih kurang dan 50 ml,
dengan tidak adanya,tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
a. Dorong klien untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
dirasakan.
b. Tanyakan pada Klien tentang inkontinensia stress.
c. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
d. Awasi dan catat waktu dan jumlah setiap berkemih.
e. Perkusi area supra pubik.
f. Dorong masukan cairan sampai 3000 ml/hari.
2. Nyeri (akut b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih) ditandai :
Keluhan nyeri pada kandung kemih, penyempitan tokus, perubahan
fokus otot, meringis, perilaku distraksi, gelisah, respon otonomik.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri hilang/timbul.
b. Tampak rileks.
c. Mampu untuk tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas.
b. Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
c. Berikan tindakan kenyamanan misal pijatan punggun
d. Lakukan massage prostat
e. Berikan obat sesuai indikasi
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot
spincter.
Tujuan :
Setelah diakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu
mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
Secara verbal pasien mengunkapkan nyeri berkurang atau hilang.
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
a. Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor
pencetus serta penghilang nyeri.
b. Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening
mengkerut peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
c. Beri kompres hangat pada abdomin terutama perut bagian
bawah.
d. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
merokok, abdomen tegang).
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknk relaksasi.
4. Resiko tinggi disfungsi berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1-3 hari pasien
mampu mempertahankan fungsi seksualnya.
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual
dan aktivitas secara optimal
Intervensi :
a. Motivasi pasien untuk mengungapkan perasaannya yang
berhuhungan dengan perubahannya
b. Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.
c. Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan
perasaannya tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual.
d. Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pemecahan masalah
e. Anjurkan pasien untuk menghindari huhungan seksual selama
1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
Post Operasi
Andra Wijaya & Yessie P. 2013. KMB 1 : Keperawatan Medical Bedah (Teori
Dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.
Arif Muttaqin & Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta. Salemba Medika.
Eko Prabowo & Pranata, Eka. S. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan. Yogyakarta. Nuha Medika.
Purnomo, 2011. Pembesaran Kelenjar BPH dan Tanda Gejalah Terjadinya BPH,
(http://www.sinarharapan.co.id, diakses 26 februari 2019
Rudi Haryono. 2013 Keperawatan Medikal Bedah Sistem Perkemihan. Andi
Offset : Yogyakarta
Sugeng Jitowiyono & Weni Kristiyana Sari. 2010. Asuhan Keperawatan Post
Opera Pendekatan Nanda, Nic, Noc. Yogyakarta. Nuha Medika.