Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR HUMAERUS

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/ruda paksa atau
tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman dan
Ningsih, 2011).
Fraktur femur adalah terputusnya kontuinitas batang femur yang bisa
terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian). Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan
cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok (Helmi,
2012).
2. Klasifikasi
Menurut Lukman dan Ningsih,(2011) :
a. Fraktur Komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b. Fraktur Tidak komplit yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c. Fraktur Tertutup (simpel) yaitu fraktur yang tidak menyebabkan
robeknya kulit.
d. Fraktur Terbuka (komplikata atau kompleks) merupakan fraktur dengan
luka pada kulit adau membran mukosa sampai ke patahan tulang.

Fraktur juga dogolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang:


fraktur bergeser atau tidak bergeser. Berikut adalah berbagai jenis kasus
fraktur :

a. Green stick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainya membengkok.
b. Trasfersal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
c. Oblik, fraktur membentuk sudut denga membentuk garis tengah tulang
(lebih tidak stabil daibanding transfersal).
d. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
e. Kominutif, fraktur dalam tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
f. Depresi, fraktur dengan fragmen patahn terdorong ke dalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
g. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada
tulang belakang).
h. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit paget, metstasis tulang, tumor).
i. Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
perlekatannya.
j. Epifiseal, fraktur melalui ipifisis.
k. Impaksi, fraktur dimana tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
3. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Muttaqin, 2011).
Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan
jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga
dan trauma dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan
langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan dan cedera
tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang
lebih besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau (fraktur)
(Purnama,2011).
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang
menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat
perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang,
sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit
serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Purnama,2011).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Lukman dan Ningsih, (2013) manifestasi klinis dari fraktur antara
lain :
a. Nyeri
b. Hilangnya fungsi
c. Deformitas
d. Pemendekan ekstremitas
e. Krepitus
f. Pembengkakan lokal
g. Perubahan warna.
6. Komplikasi
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Samuel
(2011), antara lain: syok neurogenik, infeksi, nekrosis divaskuler, cidera
vaskuler dan saraf, mal-union, luka akibat tekanan serta kaku sendi.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi, diantaranya adalah: X-Ray, dapat dilihat
gambaran fraktur. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT-Scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang komplek.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan laboratorium,
pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas (Muttaqin, 2011).
8. Penatalaksanaan
a. Rekognisi
Pergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu
suplai neurovascular ekstremitas. Karena itu begitu diketahui
kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera
harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan.
b. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang
fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:
1) Skin Traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan
menempelkan plester langsung pada kulit dan biasanya digunakan
untuk jangka pendek (48-72 jam).
2) Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan
tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan
bentuk dengan memasukkan pins atau kawat ke dalam tulang.
c. Reduksi 
1) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
2) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
d. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna (Muttaqin, 2011).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama,
penaggung jawab, status perkawinan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat medis dan kejadian yang lalu
2) Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan penyebab
terjadinya
3) Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
2) Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
Takikardia (respon stres, hipovolemia).
Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
3) Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
(parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi.
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma
lain).

4) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada
imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur
femur/trauma.
2) Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stres normal setelah trauma.
5) Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban kreatininuntuk
klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel, atau cedera hati.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas.
b. Kerusakan integritas jaringan b/d tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka
/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
c. Hambatan mobilitas fisik b/d nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
d. Risiko infeksi b/d stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
e. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer b/d aliran
darah,cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik.
3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan
Diagnosa
NOC NIC
Nyeri akut b/d NOC : Managemen Nyeri
terputusnya jaringan - Pain Level
1. Kaji nyeri secara
tulang, gerakan - Pain control
komprehensif termasuk
fragmen tulang, - Comfort level
lokasi, karakteristik,
edema dan cedera
durasi, frekuensi,
pada jaringan, alat Kriteria Hasil :
kualitas dan faktor
traksi/immobilisasi, - Mampu
presipitasi.
stress, ansietas. mengontrol nyeri
2. Observasi reaksi
(tahu penyebab
nonverbal dari
Batasan nyeri).
ketidaknyamanan.
Karakteristik: - Mampu
3. Ajarkan tentang teknik
- Mengungkapkan menggunakan
non farmakologi, teknik
secara verbal atau tehnik
relaksasi, teknik
melaporkan nyeri nonfarmakologi
distraksi.
dengan isyarat. untuk mengurangi
4. Kolaborasikan pemberian
- Posisi untuk nyeri, (mencari
analgetik untuk
menghindari bantuan).
mengurangi nyeri.
nyeri. - Melaporkan bahwa
5. Kolaborasikan dengan
- Perubahan tonus nyeri berkurang
dokter jika ada keluhan
otot (dengan dengan
dan tindakan nyeri tidak
rentang dari menggunakan
berhasil.
lemas tidak manajemen  nyeri.
6. Atur posisi pasien yang
bertenaga sampai - Wajah rileks.
nyaman.  
kaku). - Menyatakan rasa
- Perilaku nyaman setelah
distraksi. nyeri berkurang.
- Perilaku ekspresif - Tanda vital dalam
(misalnya rentang normal.
gelisah, merintih,
menghela nafas
panjang).

Perencanaan
Diagnosa
NOC NIC
Kerusakan integritas NOC : NIC :
jaringan b/d tekanan, - Integritas jaringan : 1. Kaji ulang integritas
perubahan status kulit dan membran luka dan observasi
metabolik, kerusakan mukosa : keutuhan terhadap tanda infeksi
sirkulasi dan struktur dan fungsi atau drainage.
penurunan sensasi fisiologis normal 2. Monitor suhu tubuh.
dibuktikan oleh kulit dan membran 3. Lakukan perawatan
terdapat luka / mukosa. kulit, dengan sering
ulserasi, kelemahan,          pada patah tulang yang
penurunan berat Kriteria hasil: menonjol.
badan, turgor kulit 4. Lakukan alih posisi,
- Keutuhan kulit
buruk, terdapat pertahankan kesejajaran
- Tidak ada tanda
jaringan nekrotik. tubuh.
atau gejala infeksi.
5. Kolaborasi pemberian
- Tidak ada nekrosis.
antibiotik.
Batasan
Karakteristik :
- Kerusakan atau
kehancuran
jaringan.
Diagnosa Perencanaan
NOC NIC
Hambatan mobilitas NOC : NIC :
fisik b/d - Ambulasi 1. Pertahankan tirah baring
nyeri/ketidak - Ambulasi : kursi dalam posisi yang
nyamanan, kerusakan roda diprogramkan.
muskuloskletal, - Keseimbangan 2. Pantau pemasangan alat
terapi pembatasan - Pergerakan sendi traksi yang benar.
aktivitas, dan - Mobilitas 3. Beri penguatan positif
penurunan - Fungsi skeletal selama aktivitas.
kekuatan/tahanan. 4. Instruksikan klien/bantu
Kriteria hasil : dalam latihan rentang
Batasan
- Memperlihatkan gerak pada ekstremitas,
Karakteristik:
mobilitas. jika diperlukan.
- Kesulitan - Meminta bantuan 5. Beri penyangga pada
membolak-balik untuk aktivitas ekstremitas yang sakit
posisi tubuh. mobilisasi. diatas dan dibawah
- Perubahan cara - Berpindah dari dan fraktur.
berjalan. ke kursi roda. 6. Beritahu keluarga untuk
- Keterbatasan mengawasi pasien dalam
kemampuan mobilitas.
melakukan
keterampilan
motorik kasar.
- Keterbatasan
rentang
pergerakan sendi.

Perencanaan
Diagnosa
NOC NIC
Risiko infeksi b/d NOC : NIC :
stasis cairan tubuh, - Immune Status 1. Pantau tanda dan gejala
respons inflamasi - Risk control infeksi (misalnya, suhu
tertekan, prosedur tubuh, denyut jantung,
invasif dan jalur Kriteria Hasil : penampilan luka,
penusukkan, - Terbebas dari penampilan urin, dan
luka/kerusakan kulit, tanda dan gejala keletihan).
insisi pembedahan. infeksi. 2. Pantau hasil laboratorium
- Menunjukkan (leukosit).
Faktor risiko :
kemampuan untuk 3. Instruksikan untuk
- Penyakit kronis mencegah menjaga hygiene
- Penekanan timbulnya infeksi. personal untuk
sistem imun. - Jumlah leukosit melindungi tubuh
- Pertahanan dalam batas terhadap infeksi
primer tidak normal. (misalnya mencuci
adekuat, mis : tangan).
kulit luka, 4. Ajarkan pasien teknik
trauma jaringan. mencuci tangan yang
- Prosedur invasif. benar.
- Malnutrisi 5. Ajarkan kepada
- Kerusakan pengunjung untuk
jaringan. mencuci tangan sewaktu
- Trauma masuk dan
meninggalkan ruang
pasien.
6. Kolaborasi terapi
antibiotik.
Perencanaan
Diagnosa
NOC NIC
Risiko tinggi NOC : NIC :
terhadap disfungsi - Perfusi jaringan: 1. Kaji kembalinya kapiler,
neurovaskuler perifer perifer: warna kulit dan
b/d aliran keadekuatan aliran kehangatan bagian 
darah,cedera vaskuler darah melalui fraktur.
langsung, edema pembuluh darah 2. Kaji status
berlebih, kecil ekstremitas neuromuskuler, catat
hipovolemik. untuk memelihara perubahan motori fungsi
fungsi jaringan. sensorik.
3. Kaji kemampuan dorso
Kriteria Hasil : fleksi jari-jari kaki.
- Memperlihatkan 4. Monitor posisi lokasi
perfusi jaringan ring penyangga’bidai.
yang ditandai 5. Monitor vital sign,
dengan CRT < 3 pertahanan tanda-tanda
detik, terabanya pucat cyanosis umum,
pulsasi, kulit kulit dingin, perubahan
hangat dan kering mental.
- Tanda vital stabil. 6. Pertahankan elevasi dari
- Urine output yang ekstremitas yang cedera.
adekuat.

7. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
pasien atau keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Anda mungkin juga menyukai