Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

OPEN FRAKTUR TIBIA FIBULA

DI SUSUN OLEH :

RIKY PRATAMA

PO7120319107

CI KLINIK CI INSTITUSI

(…………………………) (…..……………………)

KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU

JURUSAN POLITEKNIK KEPERAWATAN PROGRAM STUDI DIV

KEPERAWATAN PALU TAHUN 2020


A. Pengertian
Patah tulang terbuka atau di sebut juga opened fractur adalah keadaan patah tulang yang
terjadi dengan adanya hubungan antara jaringan tulang yang patah di sebut dengan
lingkungan eksternal dari kulit, sehingga dapat mengakibatkan infeksi (Sjamsuhidajat,
2004).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesaui jenis dan
luasnya, terjadi pada tulang fibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stressor
yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Muttaqin, 2008).
B. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan bahkan kontraksi otot
ekstrim. Umunya fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya terjadi pada
umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka
yang di sebabkan oleh kecelakaan bermotor (Smieltzer, S.c & bare, B.G, 2001).
Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat
puklan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memutar yang keras.
Menurut Reksoprodjo, 2010 :
1. Trauma langsung : benturan pada tulang secara langsung dan mengakibatkan terjadi
fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung : titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan.
2. Fraktur patalogis disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dll.
3. Degenerasi Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri/usia lanjut.
4. Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
C. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit (Smelter dan Bare 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf
yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah
( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan
dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).

D. Manifestasi klinik
Gejala klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitasi, krepitus, pembebkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer, s.c & Bare,
2001)
1. Nyeri terus menerus dan bertambah bertnya sebagai akibat dari peningkatan tekanan
saraf sensorik karena pergerakan fragmen tulang.
2. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi akibat trauma daari
perdarahan ke jaringan sekitarnya.
3. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah pada eksremitas
4. Krepitasi, krepitasi teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan yang lainnya.

E. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges ( 2000) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,
atau cedera hati.
F. Penatalaksanaan
Menurut (Smeltzer, s.c & Bare, 2001), prinsip penanganan fraktur meliputi :
1. Reduksi fraktur adalah mengembalikan fragmen tulang pada keadaan normal
2. Imobilisasi fraktur adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat di lakukan dengan fiksasi ekterna dan
interna.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya yang di arahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan luank, reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai dengan kebutuhan.
G. Diagnose keperawatan
1. Nyeri akut b.d fraktur tulang kerusakan jaringan tulang, spasme otot, edema,
kerusakan jaringan lunak.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan musculoskeletal,
terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan atau tahanan. (Nanda, 2009).
3. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit jaringan b.d imobilisasi, penurunan sirkulasi
fraktur terbuka. (Nanda, 2009).
4. Resiko infeksi b.d ketidaknyamanan pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma
jaringan dan peningkatan paparan lingkungan. (Nanda, 2009)
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuantentang prosedur dan tindakan
operasi.
H. Perencanaan keperawatan
1. Diagnosa keperawatan Nyeri akut b.d fraktur tulang kerusakan jaringan tulang,
spasme otot, edema, kerusakan jaringan lunak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang, kriteria
hasil : klien menyatakan nyeri berkurang, skala nyeri berkurang atau hilang
(skala 0), ekspresi wajah tampak rileks dan tenang, tanda-tanda vital dalam
batas normal,
rencana keperawatan : 1. kaji derajat nyeri, intensitas, durasi, ukur tanda-tanda vital,
2. gunakan teknik komunikasi terapeutik,
3.ajarkan teknik relaksasi nafas dalam,
4. atur posisi klien elevasi.

Anda mungkin juga menyukai