Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY N DENGAN

FRAKTUR DI RUANG BOUGENVILLE BRSUD TABANAN

OLEH

Chandra Dewi
(P07120215050)

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR


PRODI D-IV JURUSAN KEPERAWATAN
SEMESTER V
TAHUN 2017

1. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibulayang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki (Muttaqin, 2008)
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan
bermotor.Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama
pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
c. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah
oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
d. Fraktur beban
e. Fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang-
orang yang baru mulai latihan lari.
3. Klasifikasi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar atau
bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang
dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang berhubungan dengan dunia
luar.Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat, yaitu :
a) Derajat I
(1) Luka < 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
(3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
(4) Kontaminasi minimal
b) Derajat II
(1) Laserasi > 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
(3) Fraktur kominutif sedang
(4) Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
(1) IIIA :Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
(2) IIIB :Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
periosteum, fraktur kontinuitif
(3) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal
dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur ,menurut (Brunner and Suddarth, 2002)
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di
rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
b. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa diketahui
membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas yang tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cidera.
Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi:
a Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
b Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain: radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk
memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
c Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
d Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
e Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
6. Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan pre operetif merupakan tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan
dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik
maupun pemeriksaan penunjang serta pemeriksaan mental sangat diperlukan karena
kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan
yang dilakukan selama tahap persiapan.
1. Evaluasi Pra Anestesi
Evaluasi pra-anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang
bertujuan untuk mengetahui status fisik pasien prabedah dan
menganalisa jenis operasi sehingga dapat memilih jenis atau teknik anestesi yang
sesuai, juga dapat meramalkan penyulit yang akan terjadi selama operasi dan atau
pasca bedah dan kemudian mempersiapkan obat atau alat untuk menanggulangi
penyulit tersebut.
Tatalaksana evaluasi pra-anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, konsultasi dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital
dan penentuan status fisik pasien pra-anestesi. Hal ini dilakukan untuk menegakkan
diagnosis sehingga persiapan pasien dapat dilakukan sesegera mungkin.
Yang harus diperhatikan pada anamnesis adalah identifikasi pasien,
riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita misalnya gangguan faal
hemostatis, penyakit saraf otot, infeksi di daerah lumbal, syok, anemia, dan kelainan
tulang belakang, riwayat obat-obatan yang sedang atau telah digunakan, riwayat
operasi dan anesthesia yang pernah dialami di waktu yang lalu, serta kebiasaan
buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti
merokok.
Pemeriksaaan fisik rutin meliputi pemeriksaan tinggi, berat, suhu badan, keadaan
umum, kesadaran umum, tanda-tanda anemia, tekanan darah, nadi dan lain - lain.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada pasien fraktur adalah pemeriksaan
darah (Hb, leukosit, golongan darah, faal hemostasis), foto polos AP/ lateral pada
bagian yang dicurigai fraktur, foto polos toraks, dan EKG. Gangguan elektrolit dan
abnormalitas dari faktor koagulasi harus dikoreksi terlebih dahulu.
2. Persiapan Pra Anestesi
Persiapan pra-anestesi adalah mempersiapkan pasien baik psikis maupun fisik agar
pasien siap dan optimal untuk menjalani prosedur anestesi dan diagnostik atau
pembedahan yang direncanakan sesuai hasil evaluasi pra-anestesi,
persiapan juga mencakup surat persetujuan tindakan medis. Sebagai seorang ahli
anestesi yang menjadi perhatian utama pada pasien dengan peritonitis adalah
memperbaiki keadaan umum pasien sebelum diambilnya tindakan operasi. Tindakan
mencakup airway, breathing dan circulation. Oksigenisasi, terapi
cairan, vasopresor/inotropik dan transfusi bila diperlukan.
Pemasangan infuse bertujuan untuk mengganti deficit cairan selama puasa dan
mengkoreksi deficit cairan prabedah, sebagai fasilitas vena terbuka untuk memasukan
obat-obatan selama operasi dan sebagai fasilitas transfuse darah, memberikan cairan
pemeliharaan, serta mengoreksi deficit atau kehilangan cairan selama operasi.Berikut
adalah tujuan dari terapi cairan, yaitu mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien
prabedah akibat puasa, fasilitas vena terbuka bahkan untuk koreksi defisit akibat
hipovolemik atau dehidrasi.
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas
rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan
manipulasi dan traksi manual. Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah,
fragmen tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan
untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan
untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
B Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1) Pengumpulan Data
a) Anamnesa
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan :
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Psikososial
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi
masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
a) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti :
1. Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
3. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b) Pemeriksaan head-to-toe :
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala
2. Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan).
3. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
4. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
5. Mulut dan Gigi
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
6. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
7. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

8. Paru
a. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
d. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
9. Jantung
a. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
b. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
10. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
c. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
11. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
12. Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.

13. Ekstermitas
Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu akral, dan ROM.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
b) Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas : didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
7. Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
8. Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
9. Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
10. Computed Tomografi-Scanning : menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang, program pembatasan gerak.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pemajanan patogen.
d. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan .
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan nyeri ekstermitas.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.

3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC:
Pain level
dengan agen cidera Pain Management
Pain control
Batasan Karakteristik : Comfort level Lakukan pengkajian nyeri
Bukti nyeri dengan Setelah dilakukan tindakan komprehensif yang meliputi
menggunakan keperawatan ...x...... jam lokasi, karakteristik,
standar daftar diharapkan nyeri akut onset/durasi, frekuensi, kualitas,
periksa nyeri untuk dapat berkurang dengan intensitas atau beratnya nyeri
pasien yang tidak criteria : dan factor pencetus
dapat Beristirahat dengan Pastikan perwatan analgesic
mengungkapkannya nyaman/tidak bagi pasien dilakukan dengan
(mis., Neonatal gelisah pemantauan yang ketat
Infant Pain Scale, Tidak tampak Gunakan strategi komunikasi
Pain Assessment ekspresi wajah terapeutik untuk mengetahui
Checklist for Senior kesakitan pengalaman nyeri dan
with Limited Ability Frekuensi dalam sampaikan penerimaan pasien
to Communicate) batas normal terhadap nyeri
Diaphoresis
(dewasa : 16-24 Gali bersama pasien dan
Dilatasi pupil
Ekspresi wajah nyeri x/menit) keluarga mengenai factor-faktor
(mis., mata kurang Tekanan darah yang dapat menurunkan atau
bercahaya, tampak normal (dewasa : memperberat nyeri
kacau, gerakan mata 120/80mmHg) Berikan informasi mengenai
berpencar atau tetap Melaporkan nyeri, seperti penyebab nyeri,
pada satu fokus, perubahan terhadap berapa lama nyeri akan
meringis) gejala nyeri pada dirasakan, dan antisipasi dari
Fokus menyempit professional ketidaknyamanan akibat
(mis., persepsi kesehatan prosedur
waktu, proses
Mengenali apa Kendalikan factor lingkungan
berpikir, interaksi
yang terkait dengan yang dapat mempengaruhi
dengan orang dan
gejala nyeri respon pasien terhadap
lingkungan)
Menggunakan ketidaknyamanan (mis., suhu
Fokus pada diri
tindakan ruangan,pencahayaan dan suara
sendiri
Keluhan tentang pengurangan bising)
intensitas (nyeri) tanpa Kurangi atau eliminasifaktor-
menggunakan analgesic faktor yang dapat mencetus atau
standar skala nyeri meningkatkan nyeri (mis.,
(mis., skala Wong- ketakutan, kelelahan, keadaan
Baker FACES, skala monoton, dan kurang
analog visual, skala pengetahuan)
penilaian numeric) Pilih dan implementasikan
Keluhan tentang tindakan yang beragam (mis.,
karakteristik nyeri farmakologi, nonfarmakologi,
dengan interpersonal) untuk
menggunakan memfasilitasi penurunan nyeri
standar instrument sesuai kebutuhan
nyeri (mis., McGill
Dorong pasien untuk memonitor
Pain Questionnaire,
nyeri dan menangani nyerinya
Brife Pain Inventory
dengan tepat
Laporan tentang
Ajarkan penggunaan teknik non
perilaku
farmaklogi
nyeri/perubahan
(seperti,biofeedback,TENS,
aktivitas (mis.,
hypnosiss,relaksasi,bimbingan
anggota keluarga,
antisipasi, terapi musik, terapi
pemberi asuhan)
Mengekspresikan bermain, terapi aktivitas,
perilaku (mis., akupressur, aplikasi
gelisah, merengek, panas/dingin dan pijatan,
menangis, waspada) sebelum, sesudah dan jika
Perilaku distraksi
Perubahan pada memungkinkan ketika
parameter fisiologis melakukan aktivitas yang
(mis., tekanan darah, menimbulkan nyeri sebelum
frekuensi jantung, nyeri terjadi atau meningkat,
frekuensi dan bersamaan dengan tindakan
pernapasan, saturasi penurun rasa nyeri lainnya)
oksigen, dan end- Kolaborasi dengan pasien
tidal karbon dioksida keluarga dan tim kesehatan
(CO2)) lainnya untuk memilih dan
Perubahan posisi mengimplementasikan tindakan
untuk menghindari penurun nyeri nonfarmakologi
nyeri sesuai kebutuhan
Perubahan selera
Berikan individu penurun nyeri
makan
Putus asa yang optimal dengan peresepan
Sikap melindungi analgesic
area nyeri Dukung istirahat/tidur yang
Sikap tubuh
adekuat untuk membantu
melindungi
Faktor yang berhubungan penurunan nyeri
: Analgesic Administration
Agens cedera Tentukan lokasi, karakteristik,
biologis (mis., kualitas dan keparahan nyeri
infeksi, iskemia, sebelum mengobati pasien
neoplasma) Cek perintah pengobatan
Agens cedera fisik
meliputi obat, dosis dan
(mis., abses,
frekuensi obat analgesic yang
amputasi, luka
diresepkan
bakar, terpotong,
Cek adanya riwayat alergi obat
mengangkat berat,
Pilih rute IV dibandingkan IM
prosedur bedah,
untuk pemberian analgesic
trauma, olahraga
secara teratur melalui injeksi
berlebihan)
Agens cedera jika diperlukan
kimiawi (mis., luka Monitor tanda vital sebelum
bakar, kapsaisin, dan sesudah pemberian
metilen klorida, analgesic pada pemberian dosis
agens mustard) pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda yang
tidak biasanya
2. Hambatan mobilitas fisik NOC: NIC
Joint movement : active
berhubungan dengan Perawatan Tirah Baring
Mobility level
kekuatan dan tahanan Self care : ADLs Jelaskan alasan diperlukannya
Transfer perfoormance
sekunder akibat fraktur tirah baring
Setelah dilakukan tindakan Tempatkan matras atau kasur
Batasan Karakteristik :
keperawatan selama .. x terapeutik dengan cara yang tepat
Dispnea setelah
. jam diharapkan Posisikan sesuai body alignment
beraktivitas
yang tepat
Gangguan sikap berjalan hambatan mobilitas fisik
Hindari menggunakan kain linen
Gerakan lambat pada pasein dapat
Gerakan spastic kasur yang teksturnya kasar
Gerakan tidak berkurang dengan kriteria Jaga kain linen kasur tetap
terkoordinasi hasil : bersih, kering, dan bebas kerutan
Instabilitas postur NOC : Aplikasikan papan untuk kaki di
Kesulitan membolak
Ambulasi tempat tidur (pasien)
blik posisi Gunakan alat di tempat tidur
Tidak terganggu untuk
Kerterbatasan rentang yang melindungi pasien
menopang berat badan
gerak Aplikasikan alat untuk mencegah
Tidak terganggu untuk
Ketidaknyamanan footdrop
Melakukan aktivitas lain berjalan dengan
Tinggikan teralis tempat tidur,
sebagai pengganti langkah yang efektif
dengan cara yang tepat
Tidak terganggu untuk
pergerakan (misal Letakkan alat untuk
berjalan dengan pelan
meningkatkan perhatian memposisikan tempat tidur
Tidak terganggu untuk
pada aktivitas orang lain, dalam jangkauan yang mudah
berjalan dengan
Letakkan lampu panggilan
mengendalikan perilaku,
kecepatan sedang
berada dalam jangkauan (pasien)
fokus pada aktivitas Tidak terganggu untuk
Letakkan meja di samping
sebelum sakit) berjalan dengan cepat
tempat tidur berada dalam
Penurunan kemampuan Tidak terganggu untuk
jangkauan pasien
melakukan keterampilan berjalan menaiki
Tempelkan trapeze (segi tiga) di
motorik halus tangga
tempat tidur, dengan cara yang
Penurunan keterampilan Tidak terganggu untuk
tepat
melakukan motorik berjalan menuruni
Balikkan (pasien), sesuai dengan
kasar tangga
kondisi kulit
Penurunan waktu reaksi Tidak terganggu untuk
Balikkan pasien yang tidak dapat
Tremor akibat bergerak
berjalan menanjak mobilisasi paling tidak setiap 2
Faktor yang Berhubungan Tidak terganggu untuk jam, sesuai dengan jadwal yang
: berjalan menurun spesifik
Agens farmaseutikal Tidak terganggu untuk Monitor kondisi kulit (pasien)
Ansietas
berjalan dalam jarak Ajarkan latihan di tempat tidur,
Depresi
Disuse yang dekat (< 1 dengan cara yang tepat
Fisik tidak bugar Fasilitasi penggiliran kecil dari
blok/20 meter)
Gangguan fungsi Tidak terganggu untuk berat badan
kognitif Bantu menjaga kebersihan
berjalan dalam jarak
Gangguan metabolism (misalnya dengan menggunakan
Gangguan yang sedang (> 1 blok
deodorant atau parfum)
musculoskeletal < 5 blok)
Aplikasikan aktivitas sehari
Gangguan Tidak terganggu untuk
hari
neuromuscular berjalan dalam jarak
Berikan stoking antiemboli
Gangguan yang jauh (5 blok atau Monitor komplikasi dari tirah
sensoriperseptual lebih) baring (misalnya kehilangan
Gaya hidup kurang Tidak terganggu untuk
tonus otot, nyeri punggung,
gerak berjalan mengelilingi
Indeks massa tubuh konstipasi, peningkatan stress,
kamar
diatas persentil ke-75 depresi, kebingungan, perubahan
Tidak terganggu untuk
sesuai usia siklus tidur, infeksi saluran
berjalan mengelilingi
Intoleran aktivitas kemih, kesulitan dalam
rumah
Kaku sendi
Tidak terganggu untuk berkemih, pneumonia)
Keenganan memulai
menyesuaikan dengan
pergerakan
Peningkatan Mekanika Tubuh
Kepercayaan budayab perbedaan tekstur
Kaji komitmen pasien untuk
tentang aktivitas yang permukaan/lantai
Tidak terganggu untuk belajar dan menggunakan postur
tepat
Kerusakan integritas berjalan mengelilingi (tubuh) yang benar
Kolaborasikan dengan
struktur tulang rintangan
Keterlambatan fisioterapis dalam
perkembangan Ambulasi kursi roda mengembangkan peningkatan
Kontraktur Tidak terganggu untuk mekanika tubuh, sesuai indikasi
Kurang dukungan Kaji pemahaman pasien
perpindahan ke dan
lingkungan (missal fisik mengenai mekanika tubuh dan
dari kursi roda
atau social) Tidak terganggu untuk latihan (misalnya
Kurang pengetahuan
menjalankan kursi roda mendemonstrasikan kembali
tentang nilai aktivitas
dengan aman teknik melakukan
fisik Tidak terganggu untuk
Malnutrisi menjalankan kursi roda aktivitas/latihan yang benar)
Nyeri Informasikan pada pasien
dalam jarak dekat
Penurunan kekuatan otot Tidak terganggu untuk tentang struktur dan fungsi
Penurunan kekuatan
menjalankan kursi roda tulang belakang dan postur yang
pengendali otot
Penurunan ketahanan dalam jarak sedang optimal untuk bergerak dan
Tidak terganggu untuk
tubuh menggunakan tubuh
menjalankan kursi roda Edukasi pasien tentang
Penurunan massa otot
dalam jarak jauh pentingnya postur (tubuh) yang
Program pembatasan Tidak terganggu untuk benar untuk mencegah kelelahan,
gerak menjalankan kursi roda ketegangan atau injuri
melewati pembatas Edukasi pasien mengenai
lantai bagaimana menggunakan postur
Tidak terganggu untuk (tubuh) dan mekanika tubuh
menjalankan kursi roda
untuk mencegah injuri saat
melewati pintu keluar melakukan berbagai aktivitas
masuk Kaji kesadaran pasien tentang
Tidak terganggu untuk abnormalitas muskuloskeletalnya
menjalankan kursi roda dan efek yang mungkin timbul
melewati jalan yang pada jaringan otot dan postur
landai/menurun Edukasi penggunaan
Pergerakan matras/tempat duduk atau bantal
Keseimbangan tidak yang lembut, jika diindikasikan
Instruksikan untuk menghindari
terganggu
Koordinasi tidak tidur dengan posisi tengkurap
Bantu untuk mendemonstrasikan
terganggu
Cara berjalan tidak posisi tidur yang tepat
Bantu untuk menghindari duduk
terganggu
Gerakan otot tidak dalam posisi yang sama dalam
terganggu jangka waktu yang lama
Gerakan sendi tidak Instruksikan pasien untuk
terganggu menggerakkan kaki terlebih
Kinerja pengaturan dahulu kemudian badan ketika
tubuh tidak terganggu memulai berjalan dari posisi
Kinerja transfer tidak
berdiri
terganggu Gunakan prinsip mekainak tubuh
Berlari tidak terganggu
Melompat tidak ketika menangani pasien dan
terganggu memindahkan peralatan
Merangkak tidak Bantu pasien/keluarga untuk
terganggu mengidentifikasikan latihan
Berjalan tidak postur (tubuh) yang sesuai
terganggu Bantu pasien untuk memilih
Bergerak dengan mudah aktivitas pemanasan sebelum
tidak terganggu memulai latihan atau memulai
pekerjaan yang tidak dilakukan
secara rutin sebelumnya
Bantu pasien melakukan latihan
fleksi untuk memfasilitasi
mobilisasi punggung sesuai
indikasi
Edukasi pasein/keluarga tentang
frekuensi dan jumlah
pengulangan dari setiap latihan
Monitor perbaikan postur
(tubuh)/mekanika tubuh pasein
Berikan informasi tentang
kemungkinan posisi penyebab
nyeri otot atau sendi

Terapi Latihan : Ambulasi


Beri pasein pakaian yang tidak
mengekang
Bantu pasein untuk
menggunakan alas kaki yang
memfasilitasi pasein untuk
berjalan dan mencegah cedera
Sediakan tempat tidur
berketinggian rendah, yang
sesuai
Tempatkan saklar posisi tempat
tidur di tempat yang mudah
dijangkau
Dorong untuk duduk di temppat
tidur, di samping tempat tidur
(menjuntai), atau di kursi,
sebagaimana yang dapat
ditoleransi (pasein)
Bantu pasein untuk duduk di sisi
tempat tidur untuk memfasilitasi
penyesuain sikap tubuh
Konsultasikan pada ahli terapi
fisik mengenai rencana ambulasi,
sesuai kebutuhan
Instruksikan ketersediaan
perangkat pendukung, jika sesuai
Instruksikan pasien untuk
memposisikan diri sepanjang
proses pemindahan
Gunakan sabuk [untuk] berjalan
(gait belt) untuk membantu
perpindahan dan ambulasi, sesuai
kebutuhan
Bantu pasien untuk perpindahan,
sesuai kebutuhan
Berikan kartu penanda di kepala
tempat tidur untuk memfasilitasi
belajar berpindah
Terapkan/sediakan alat bantu
(tongkat, walker/kursi roda)
untuk ambulasi, jika pasein tidak
stabil
Bantu pasein dengan ambulasi
awal dan jika diperlukan
Instruksikan pasein/care giver
mengenai pemindahan dan
teknik ambulasi yang aman
Monitor penggunaan kruk pasein
atau alat bantu berjalan lainnya
Bantu pasein untuk berdiri dan
ambulasi dengan jarak tertentu
dan dengan jumlah staf tertentu
Bantu pasein untuk membangun
pecapaian yang realistis unuk
ambulasi jarak
Dorong ambulasi independen
dalam batas aman
Dorong pasein untuk bangkit
sebanyak dan sesering yang
diinginkan (up ad lib), jika
sesuai
3. Resiko infeksi NOC NIC
Immune status 1. Kontrol infeksi
Faktor risiko :
Knowledge : infection Monitor dan jaga suhu ruangan
Kurang pengetahuan
control 200-240 C
untuk menghindari Risk control Batasi dan control lalu lalang
pemajanan pathogen
Setelah dilakukan asuhan pengunjung
Malnutrisi
keperawatan selama x 24 Verifikasi bahwa antibiotic
Obesitas
Penyakit kronis jam diharapkan risiko profilaksis telah diberikan
(mis., diabetes infeksi berkurang, dengan dengan tepat
Sediakan jubah, sarung tangan,
mellitus) kriteria hasil;
Prosedur invasif sikat sesuai kebijakan institusi
Tidak terjadi Batasi kontaminasi yang terjadi
Pertahanan tubuh primer
kemerahan Berikan terapi antibiotic yang
tidak adekuat Vesikel yang tidak sesuai
Gangguan integritas mengeras Jaga ruangan tetap rapi dan
kulit permukaannya teratur untuk membatasi
Gangguan peristaltis Tidak ada cairan (luka)
kontaminasi
Merokok 1. Perlindungan infeksi
Merokok yang berbau busuk
Tidak ada sputum Monitor adanya tanda dan gejala
Pecah ketuban dini
Pecah ketuban purulen infeksi sistematik dan lokal
Tidak demam Monitor kerentanan terhadap
lambat
Penurunan kerja Tidak ada darah dalam infeksi
urine Tinjau riwayat (dilakukannya)
siliaris
Perubahan pH Tidak nyeri perjalanan internasional dan
Tidak menggigil
sekresi global
Tidak hilang nafsu
Stasis cairan tubuh Monitor hitung mutlak
makan
Pertahanan tubuh sekunder Tidak terjadi granulosit, WBC, dan hasil-hasil

tidak adekuat : peningkatan sel darah diferensial


Pertahankan asepsis untuk pasien
Imunosupresi putih
Leukopenia berisiko
Penurunan Berikan perawatan kulit yang
hemoglobin tepat untuk area (yang
Supresi respon mengalami) edema
inflamasi (mis., Periksa kulit dan selaput lender
interleukin 6 [IL-6], untuk adanya kemerahan,
C-reactive protein kehangatan ekstrim, atau
[CRP]) drainase
Vaksinasi tidak Tingkatkan asupan nutrisi yang
adekuat cukup
Anjurkan asupan cairan yang
Pemajanan terhadap
tepat
pathogen lingkungan
Anjurkan istirahat
meningkat Berikan agen imunisasi
Terpajan pada wabah Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic yang diresepkan
Lapor dugaan infeksi pada
personil pengendali infeksi

4. Resiko syok hipovolemik NOC NIC


Syok prevention Syok prevention
Syok management Monitor status sirkulasi BP,
Kriteria hasil
warna kulit, suhu kulit,
Nadi dalam batas
denyut jantung, HR, dan
yang diharapkan
Irama jantung ritme, nadi perifer, dan
dalam batas yang kapiler refill
Monitor tanda inadekuat
diharapkan
Frekunsi napas oksigenasi jaringan
Monitor suhu dan pernafasan
dalam batas yang
Monitor input dan output
diharapkan Pantau nilai labor:
Irama pernapasan
HB, HT, AGD, dan elektrolit
dalam batas yang
diharapkan Monitor hemodinamik invasi
Natrium serum dbn
yang sesuai
Kalium serum dbn
Monitor tanda dan gejala
Klorida serum dbn
Kalsium serum dbn asites
Magnesium serum Monitor tanda awal syok
Tempatkan pasien pada
dbn
PH darah serum posisi supine, kaki elevasi
dbn untuk peningkatan preload
Hidrasi dengan tepat
Indicator Lihat dan pelihara kepatenan
Mata cekung tidak
jalan napas
ditemukan Berikan cairan IV dan atau
Demam tidak
oral yang tepat
ditemukan Berikan vasodilator yang
TD dbn
Hematokrit dbn tepat
Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala
datangnya syok
Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk
mengatasi gejala syok
Syok management
Monitor fungsi neurologis
Monitor fungsi renal (e.g BUN
dan Cr Lavel)
Monitor tekanan nadi
Monitor status cairan, input,
output
Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan
Monitor EKG
Memanfaatkan pemantauan jalur
arteri untuk meningkatkan
akurasi pembacaan tekanan
darah
Menggambarkan gas darah arteri
dan memonitor jaringan
oksigenasi
Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya CPV,
MAP, tekanan kapiler
pulmonal/arteri)
Memantau factor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya PaO2 kadar
haemoglobin SaO2, CO) jika ada
Memantau tingkat
karbondioksida sublingual
dan/atau tonometry
5. Ketidakefektifan perfusi NOC NIC
Circulation status Peripheral sensation management
jaringan perifer
Tissue perfusion : cerebral Monitor adanya daerah
berhubungan dengan nyeri Kriteria hasil
tertentu yang hanya peka
Mendemonstrasikan status
ekstermitas
terhadap
sirkulasi yang ditandai
panas/dingin/tajam/tumpul
dengan:
Monitor adanya paretese
Tekanan systole
Instruksikan keluarga untuk
dan diastole dalam
mengobservasi kulit jika ada
rentang yang
lesi atau laserasi
diharapkan Gunakan sarung tangan
Tidak ada ortostatik
untuk proteksi
hipertensi Batasi gerakan pada kepala,
Tidak ada tanda-
leher, dan punggung
tanda peningkatan Monitor kemampuan BAB
tekanan intracranial Kolaborasi pemberian

(tidak lebih dari 15 analgetik


Monitor adanya
mmHg)
Mendemonstrasikan tromboplebitis
Diskusikan mengenai
kemampuan kognitif yang
penyebab perubahan sensasi
ditandai dengan:
Berkomuniakasi
dengan jelas adn
sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
Memproses
informasi
Membuat
keputusan dengan
benar
Menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial yang
utuh : tingkat
kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunter

6. Kerusakan integritas kulit NOC NIC


Tissue integrity : skin and Pressure management
berhubungan dengan
Anjurkan pasien untuk
mucous membranes
imobilisasi fisik
Hemodyalisis akses menggunakan pakaian yang
Kriteria hasil
longgar.
Integritas kulit yang
Hindari kerutan pada tempat
baik bisa
tidur
dipertahankan Jaga kebersihan kulit agar
(sensai, elastisitas, tetap bersih dan kering.
temperature, Mobilisasi pasien (ubah

hidrasi, pigmentasi) posisi pasien) setiap dua jam


Tidak ada luka/lesi sekali
pada kulit Monitor kulit akan adanya
Perfusi jaringan kemerahan.
baik Oleskan lotion atau
Menunjukkan minyak/baby oil pada daerah
pemahaman dalam yang tertekan
proses perbaikan Monitor aktivitas dan

kulit dan mencegah mobilisasi pasien


Monitor status nutrisi pasien
terjadinya cedera Memandikan pasien dengan
berulang sabun dan air hangat
Mampu melindungi Insision site care
kulit dan Membersihkan, memantau dan
mempertahankan meningkatkan proses
kelembaban kulit penyembuhan pada luka yang
perawatan alami ditutup dengan jahitan, klip atau
straples
Monitor proses kesembuhan area
insisi
Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
Bersihkan area sekitar jahitan
atau straples, menggunakan lidi
kapas steril
Gunakan preparat antiseptic
sesuai program
Ganti balutan pada interval
waktu yang sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka (tidak dibalut)
sesuai program
Dialysis acces maintenance

B. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan penetuan
diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
C. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur disesuaikan dengan criteria hasil yang
telah ditentukan pada intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Anlie. 2013. Manajemen Perioperatif Pada Pasien Fraktur Multiple. (Online). Available :
https://www.scribd.com/doc/119623462/Manajemen-Perioperatif-pada-Pasien-
Fraktur-Multipel (diakses pada tanggal 20 November 2017 pukul 21.00 WIB)
Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley Edisi 7. Jakarta:
Widya Medika.
Baughman, Diane C.2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku untuk Brunner dan
Suddarth.Jakarta : EGC.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito 2000, Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,
Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges at al 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC
Engram, Barbara.1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC.
Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
A. Pohon Masalah

Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lbh tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tek kapiler


Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh


darah

Mengenai jaringan kutis dan sub kutis Ketidakefektifan perfusi


Kerusakan integritas
kulit jaringan perifer

Perdarahan
Resiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Resiko syok
(hipovolemik)
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot
trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati (Carpenito, 2000)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002).

__________,______________ 2017
Clinical Instructure / CI Mahasiswa
___________________ ______________________
NIP. NIM.
Clinical Teacher / CT

___________________________
NIP.

Anda mungkin juga menyukai