Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Stase KGD

Disusun Oleh :

Dian Islamiyah

202102040068

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2021
A. Definisi

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara

fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan

posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot polos.

(Joyce M Black, 2014). Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika

seseorang mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab.

Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab

utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan tulang dapat diklasifikasikan

berdasarkan bentuknya, yaitu :

1. Tulang panjang

Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di

ekstermitas atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula,

metatarsal, metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang.

2. Tulang pendek

Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta

berbentuk kubus.

3. Tulang pipih

Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle

dimana tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan

permukaan yang luas untuk melekatnya otot.


4. Tulang irregular

Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga,

tulang wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam

struktur dan komposisi. (Joyce M Black, 2014)

Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak

dari trauma. Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain,

sprain, dislokasi dan amputasi.

1. Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan

lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap

atau tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari

suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga akan

terganggu. (Joyce M Black, 2014)

a. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang.

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia

luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak sehingga terjadi

kontaminasi bakteri

b. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh

fragmen tulang. Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi

cedera. (Brunner, 2001)

2. Strain

Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon. Strain

adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan atau

stres yang berlebihan. (Brunner, 2001)

3. Sprain

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan mengepit

atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih

menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan

stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari

jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya.

(Joyce M Black, 2014)

B. Etiologi

Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas, olahraga,

jatuh dan kecelakaan industri.

1. Fraktur

Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada suatu

tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan

yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)

a. Trauma langsung
Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan

misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang

radius dan ulna.

b. Trauma tidak langsung

Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur

dimana pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya,

jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau

radius distal patah.

2. Strain

Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung

misalnya (jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari

posisinya kemudian meregang. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma tidak

langsung. (Joyce M Black, 2014)

C. Manifestasi klinis

1. Fraktur

a. Deformitas

Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas

pada lokasi fraktur. Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan

tulang jadi memendek karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas.

(Joyce M Black, 2014)


b. Nyeri

Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi.

(Brunner, 2001)

c. Pembengkakkan atau edema

Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta

ekstravasasi cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke

jaringan sekitar.

d. Hematom atau memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

e. Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)

2. Strain

a. Nyeri

b. Kelemahan otot

c. Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau

komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya

fungsi otot. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

a. Adanya robekan pada ligament

b. Nyeri

c. Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)


D. Patofisiologi

1. Fraktur

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur, jika

ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin

hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan

mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot

yang melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot dapat mengalami spasme

dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat

menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar,

seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada

tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara

fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar

lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan

terjadi vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan

leukosit. (Joyce M Black, 2014)

2. Strain

Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma tidak

langsung, cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah, kontraksi

otot yang berlebihan, otot yang belum siap terjadi pada bagian groin muscles

(otot pada kunci paha) dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa

menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.


3. Sprain

Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah yang

disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami

robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut

akan membuat pembuluh darah pecah dan akan menyebabkan hemotama serta

nyeri.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur

2. Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan

jaringan lunak.

3. Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler

pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan.

4. Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal

5. Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah

atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)

F. Penatalaksanaan

1. Fraktur

a. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal

mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu

dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan.

Perkiraan waktu untuk imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan


tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda

Nurarif, 2015).

Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :

1) Bidai

Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan

kedudukan atau fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan

bidai untuk mencegah pergerakan tulang yang patah. Syarat

pemasangan bidai dimana dapat mempertahankan kedudukan 2

sendi tulang didekat tulang yang patah dan pemasangan bidai

tidak boleh terlalu kencang atau ketat, karena akan merusak

jaringan tubuh. (Yanti Ruly Hutabarat, 2016)

2) Gips

Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips

memiliki sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul

reaksi eksoterm dan gips akan menjadi keras.

b. Reduksi

Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah

reduksi. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada

kesejajarannya dan rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk

mengembalikan kelerusan, posisi dan panjang dengan mengembalikan

fragmen tulang sedekat mungkin serta tidak semua fraktur harus


direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas dua bagian,

yaitu :

1) Reduksi tertutup

Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya

saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Reduksi tertutup harus segera dilakukan setelah cedera untuk

menimilkan efek deformitas dari cedera tersebut. (Brunner,

2001)

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen

fraktur disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan

dengan fiksasi internal untuk fraktur femur dan sendi. Alat

fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau

batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan

fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang.

(Brunner, 2001)

c. Traksi

Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera,

sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi

dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.


Beratnya trasi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. (Brunner,

2001).

2. Strain

a. Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48

jam pertama.

b. Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada

hubungan tendon-tulang.

c. Pemasangan balut tekan

d. Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus

diminimalkan. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

a. Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat

penyembuhan.

b. Meninggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan

c. Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-

48 jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan

vasokontriksi akan mengurangi perdarahan dan edema (Jangan

berlebihan nanti akan mengakibatkan kerusakan kulit). (Brunner, 2001)


G. Survey Primer

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing,
Circulation, Disability Limitation, Exposure)
1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas
oleh adanya benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk
membebaskan jalan nafas 6 harus memproteksi tulang cervikal, karena itu
teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran atau
GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif
2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus
menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru
paru yang baik, dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan
pasien dengan fraktur ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high
flow oxygen 15 l/m lewat non-rebreathing mask dengan reservoir bag
3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di
sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering
menjadi permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang
terbuka. Patah tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3
– 4 unit darah dan membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang
terbaik adalah menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau
ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai
yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada
patah tulang terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat
menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang agresif merupakan hal
penting disamping usaha menghentikan pendarahan
4. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal
5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka,
penting bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.

H. Pengkajian fokus

1. Anamnesa

 Keluhan nyeri

 Riwayat trauma adequate

 Adanya fungsio laesa atau fungsi jaringan terganggu

2. Pemeriksaan fisik

a. Insepksi

 Edema

 Hematoma

 Deformitas

b. Palpasi

 Nyeri tekan

 Kripitasi
I. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri akut

 Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan

berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulang.

 Penyebab

Agen pencedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,

prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

 Gejala dan tanda mayor

 Tampak meringis

 Bersikap protektif

 Gelisah

 Frekuensi nadi menigkat. (PPNI, 2016)

2. Gangguan mobilitas fisik

 Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara

mandiri

 Penyebab

 Kerusakan integritas struktur tulang

 Penurunan kekuatan otot


 Gangguan musculoskeletal

 Nyeri

 Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas

Objektif : kekakuan otot menurun dan rentang gerak

 Gejala dan tanda minor

Subjektif :

 Nyeri saat bergerak

 Enggan melakukan pergerakan

 Merasa cemas saat bergerak

Objektif :

 Sendi kaku

 Gerakan tidak terkoordinasi dan gerakan terbatas. (PPNI, 2016)

3. Kerusakan integritas kulit

 Definisi : Kerusakan pada epidermis atau dermis

 Batas karakteristik

 Benda asing yang menusuk permukaan kulit

 Kerusakan integritas kulit

 Faktor yang berhubungan

Eksternal : faktor mekanik mis. daya gesek, tekanan dan imobilitas fisik
Internal : Tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan fraktur terbuka.

(T Heather Herderman, 2015)

J. Fokus Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

 Tujuan : pain level, pain control and comfort level

 Kriteria hasil :

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri dan mencari bantuan).

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri.

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

 Intervensi

Pain management

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas.

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan .


 Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri pasien.

 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.

 Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan.

 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

 Kurangi faktor presipitasi nyeri.

 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan

interpersonal).

 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi .

 Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi.

 Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri.

 Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri.

 Tingkatkan istirahat.

 Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak

berhasil.

 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesik manajemen

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat.

 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.


 Cek riwayat alergi.

 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika

pemberian lebih dari satu.

 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri,

 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

 Pilih rute secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur.

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama

kali.

 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.

 Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. (Amin Huda Nurarif,

2015)

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, penurunan

kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri

 Tujuan : Joint movement (active), mobility level, self care (Adls)

 Kriteria hasil :

 Klien meningkatkan dalam aktivitas fisik

 Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas

 Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah

 Memperagakan penggunaan alat

   Intervensi :
 Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon

pasie saat latihan.

 Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai

dengan kebutuhan.

 Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah

terhadap cedera.

 Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik ambulasi.

 Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi .

 latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Adls secara mandiri sesuai

kemampuan.

 Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi

kebutuhan pasien.

 Berikan alat bantu jika klien memerlukan .

 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika

diperlukan. (Amin Huda Nurarif, 2015)

3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan

fraktur terbuka

 Tujuan : Tissue integrity (skin and mucous), membranes and hemodyalis

akses

 Kriteria hasil :
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,

temperatur, hidrasi dan pigmentasi) tidak ada luka atau lesi pada kulit

dan perfusi jaringan baik.

 Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah

terjadinya cedera berulang.

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan

perawatan alami.

 Intervensi :

 Pressure management

 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

 Hindari kerutan pada tempat tidur

 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

 Monitor status nutrisi pasien

 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Insision site care

 Membersihkan, memantau dan menigkatkan proses penyembuhan

pada kulit luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples.

 Monitor proses kesembuhan area insisi.

 Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi.


 Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas

steril dan gunakan preparat antiseptic sesuai program.

 Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap

terbuka (tidak dibalut) sesuai program.


DAFTAR PUSTAKA

Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC
Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining The
Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015
M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media
Edukasi
Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.Jogjakarta; Medication Jogja
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia
Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA

Anda mungkin juga menyukai