Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN RESIKO PERILAKU

KEKERASAN DENGAN PENERAPAN TERAPI RELAKSASI


OTOT PROGRESIF DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
(RSJD) SURAKARTA

KARYA TULIS ILMIAH

Disusun Oleh:
M. Khoirul Umam
202102040072
PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2022

ii
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN DENGAN PENERAPAN TERAPI RELAKSASI
OTOT PROGRESIF DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
(RSJD) SURAKARTA

Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas praktik Pendidikan Profesi Ners
pada stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:
M.Khoirul Umam
202102040072

iii
PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2022

1. PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : M. Khoirul Umam


NIM : 202102040072

Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah akhir ini
adalah benar adanya dan merupakan hasil karya sendiri. Segala kutipan karya
pihak orang lain telah saya tulis dengan menyebutkan sumbernya. Apabila
dikemudian hari ditemukan adanya plagiasi, falsifikasi atau fabrikasi maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Pekalongan, 30 juni
2022
Penulis

M. Khoirul Umam
202102040072

iv
2. HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners M. Khoirul Umam dengan judul “Asuhan keperawatan
pasien resiko perilaku kekerasan dengan dengan penerapan terapi relaksasi otot
progresif di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr. Arif Zainuddin Surakarta” telah
dipertahankan di depan penguji pada tanggal 30 Juni 2022 dan telah dilakukan
perbaikan.

Pekalongan, 30 Juni
2022

Dewan Penguji

Penguji I Penguji II

Hana Nafiah, S.Kep., MSN Ns.Suyatno,M. Kep., Sp.Kep.,J.

v
3. KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir
yang berjudul “Asuhan keperawatan pasien resiko perilaku kekerasan dengan
penerapan terapi relaksasi otot progresif di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD)
Surakarta ”.
Karya ilmiah akhir disusun guna memenuhi persyaratan untuk memenuhi
tugas pendidikan profesi ners stase jiwa di Universitas Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan. Dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Terima kasih saya sampaikan kepada :
1. Dr Nur Izzah, S.Kp., M.Kes selaku rector Universitas Muhammadiyah
Pekajangan Pekalongan
2. Herni Rejeki, M.Kep Ns. Sp. Kom selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
3. Hana Nafiah, S.Kep., MSN selaku pembimbing akademik yang telah
memebrikan bimbimganya dan pengalamanya kepada penulis.
4. Ns. Suyatno, M. Kep.,Sp. Kep., J. selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bimbingan dan berbagai pengalaman kepada penulis
5. Kedua orang tua saya, dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan
semangat, motivasi, doa, serta kasih sayangnya dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini.
Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan yang dimiliki sehingga

karya ilmiah akhir ini masih jaug dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang

membangun diharapkan dapat menjadikan karya ilmiah ini menjadi jauh lebih

baik.

Kendal, 30 Januari 2022

Penulis

vi
M. Khoirul Umam

4. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK


KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai civitas akademik Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan,


saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : M. Khoirul Umam
NIM : 202102040072
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Hak bebas royalty Non-
ekslusif (Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
:”Asuhan keperawatan pasien resiko perilaku kekerasan dengan dengan
penerapan terapi relaksasi otot progresif di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr.
Arif Zainuddin Surakarta”, beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan
Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini, nedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan saya sebagai penulis/peneliti dan sebagai pemilik
Hak Cipta.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Di buat di : Pekalongan
Pada tanggal : 30 Juni 2022
Yang menyatakan

M. Khoirul Umam

vii
202102040072

viii
5. DAFTAR ISI

JUDUL
SAMPUL
PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iv
KATA PENGANTAR...............................................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIK...........................................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
ABSTRAK..............................................................................................................ix
ABSTRACT.............................................................................................................x
BAB 1.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Perumusan Masalah...............................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI.................................................................................................7
A. Konsep Dasar Penyakit.........................................................................7
B. Konsep Masalah Keperawatan............................................................13
C. Dasar Intervensi Keperawatan.............................................................20
BAB III...................................................................................................................26
GAMBARAN KELOLAAN KASUS KELOLAAN UTAMA..............................26
A. Asuhan Keperawatan Kasus Kelolaan................................................26
B. Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Kajian Praktis
Berbasis Bukti.....................................................................................32
BAB IV..................................................................................................................35
PEMBAHASAN....................................................................................................35
A. Analisa Asuhan Keperawatan Dengan Konsep Kasus Terkait............35
B. Analisa Penerapan Intervensi Berdasarkan hasil kajian Praktik

ix
Berbasis Bukti.....................................................................................38
C. Implikasi Keperawatan........................................................................39
BAB V....................................................................................................................40
PENUTUP..............................................................................................................40
A. Simpulan..............................................................................................40
B. Saran....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................42
LAMPIRAN

x
Program Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Juni, 2022

6. ABSTRAK

M. Khoirul Umam, Hana Hanifah, Suyatno


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DENGAN PENERAPAN TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF DI
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH (RSJD) SURAKARTA.

Perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan secara


fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku
kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologi Dalam penatalaksanaan pasien RPK
diperlukan intervensi guna menurunkan resiko perilaku kekerasan pasien seperti
memberikan intervensi relaskasi otot progresif. Pemberian Asuhan Keperawatan
merupakan cara untuk mempercepat proses penyembuhan klien dengan masalah
resiko kekerasan. Tujuan dari Karya tulis Ilmiah Studi Kasus ini yaitu mampu
menerapkan Asuhan Keperawatan Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Dengan
Dengan Penerapan Terapi Relaksasi Otot Progresif Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
(Rsjd) Dr. Arif Zainuddin Surakarta . Karya tulis Ilmiah Studi Kasus ini
menggunakan metode proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan dengan 3 partisipan dan dilakukan pada tanggal 25 April 2022. Hasil
dari pengkajian terhadap klien didapatkan 3 diagnosa yaitu masalah resiko
kekerasan. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik wawancara dan observasi.
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3 hari didapatkan hasil resiko
perilaku kekerasan, harus ditangani sesuai intervensi dengan baik dan sebagian
masalah dapat teratasi sepenuhnya.

Kata Kunci : Resiko Perilaku kekerasan, relaksasi otot Progresif

xi
Nursing Program Faculty of Health Sciences
Muhammadiyah University of Pekajangan Pekalongan
June, 2022

7. ABSTRACT

M.Khoirul Umam, Hana Hanifah, Suyatno


NURSING CARE OF PATIENTS AT RISK OF VIOLENT BEHAVIOR WITH
THE APPLICATION OF PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION THERAPY
IN THE REGIONAL MENTAL HOSPITAL (RSJD) SURAKARTA.

Violent behavior is a form of physical or verbal violence and coercion shown to


oneself and others. Violent behavior is a form of behavior that aims to injure
someone physically or psychologically. In the management of RPK patients,
interventions are needed to reduce the risk of patient violent behavior such as
providing progressive muscle relaxation interventions. The provision of nursing
care is a way to speed up the healing process of clients with the problem of risk of
violence. The purpose of this case study scientific paper is to be able to apply
nursing care for patients at risk of violent behavior with the application of
progressive muscle relaxation therapy at the Regional Mental Hospital (RSJD) Dr.
Arif Zainuddin Surakarta. This case study scientific paper uses the nursing process
method including assessment, nursing diagnoses, nursing interventions, nursing
implementation and nursing evaluation with 3 participants and was carried out on
April 25, 2022. The results of the assessment of the client obtained 3 diagnoses,
namely the problem of risk of violence. In this case the author uses interview and
observation techniques. After 3 days of nursing care, the results of the risk of
violent behavior are obtained, it must be handled according to the intervention
properly and some problems can be completely resolved.

Keywords: Risk of violent behavior, Progressive muscle relaxation

xii
8. BAB 1

9. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang

signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat

sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor

biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus

gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan

penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Dalam penerapanya

didapatkan angka kejadian pada seseorang yang mengalami gangguan mental

Data Riskesdas (2018) memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke

atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar

400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Menurut World Health

Organization (2017) Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan

depresi, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi meningkat

lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. (Infodatin, 2018).

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis

dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk

13
1

skizofrenia. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang,

8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis

(Ashturkar & Dixit, 2013). Gangguan jiwa adalah penyakit dengan manifestasi

psikologik atau perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik,

sosial, psikologik, genetika, fisik atau kimiawi Salah satu penyakit gangguan jiwa

adalah skizofrenia dimana ianya adalah penyakit kronik, parah dan menyebabkan

disfungsi otak (Infodatin, 2018).

1
Berdasarkan Riskesdas di Indonesia sendiri gangguan jiwa berat seperti skizofrenia
menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga serta masyarakat oleh karena
produktivitas pasien menurun dan akhirnya menimbulkan beban biaya yang besar
bagi pasien dan keluarga (Rusmini & Awan dramawan, 2013). Riset Kesehatan Dasar
yang dilakukan oleh Kementrian Republik Indonesia menyimpulkan bahwa
prevalensi ganggunan mental emosional yang menunjukan gejala depresi dan
kecemasan, usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Jumlah
gangguan jiwa berat atau psikosis/ skizofrenia tahun 2013 di Indonesia provinsi-
provinsi yang memiliki gangguan jiwa terbesar pertama antara lain adalah Daerah
Istimewa Yogyakarta (0,27%), kemudian urutan kedua Aceh ( 0,27%), urutan ketiga
sulawesi selatan (0,26%), Bali menempati posisi keempat (0,23%), dan Jawa Tengah
menempati urutan kelima (0,23%) dari seluruh provinsi di Indonesia (Rusmini &
Awandramawan,2013).
Jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah dari tahun ke

tahun terus meningkat. Prevalensi skizofrenia yaitu 0,23% dari jumlah

penduduk melebihi angka normal sebanyak 0,17% menempati posisi 3

kelima (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Jumlah penderita gangguan jiwa

dari data Dinas Kesehatan Jawa Tengah menyebutkan jumlah gangguan

jiwa pada 2013 adalah 121.962 penderita. Sedangkan pada 2014

jumlahnya meningkat menjadi 260.247 orang dan pada tahun 2015

bertambah menjadi 317.504 (Wibowo, 2016).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik kepada

diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau

amuk dimana seseorang marah berespon terhadap seuatu stresor dengan

gerakan motorik yang tidak terkontrol. Perilaku kekerasan adalah suatu

bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik

maupun psikologis. Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu

1
2

bentuk perilaku yang memiliki resiko untuk melukai seseorang baik fisik

maupun psikologis, dengan gejala perilaku kekerasan yang salah satunya

diungkapkan melalui kemarahan. Marah merupakan emosi dasar yang

terdapat pada setiap individu. Rasa marah biasanya terasa saat

keteganggan otot mulai meningkat.

Penatalaksanaan untuk mengurangi perasaan marah dapat diatasi

dengan latih pada klien melakukan relaksasi seperti, tarik nafas dalam,

pukul bantal dan kasur, senam, dan jalan-jalan. Latih klien ntuk bicara

dengan baik, seperti mengungkapkan perasaan, meminta dengan baik dan

menolak dengan baik. Latih deeskalasi secara verbal maupun tulis, latih

klien untuk melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaan yang dianut. Latih klien patuh minum obat dengan cara 6

benar, dan diberikan terapi aktivitas kelompok (Budi Anna Keliat et.al,

2019).

Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa Tengah (2019), mengatakan

angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara

3.300 orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini merupakan penderita

yang sudah terdiagnosa. Teknik tarik napas dalam termasuk teknik

relaksasi latihan pernapasan yang sering digunakan dalam pengaturan

klien klinis untuk membantu mengatur stress dan relaksasi untuk

mencapai kesejahteraan, secara keseluruhan teknik tarik napas dalam

juga dapat melemaskan otot untuk mengurangi ketegangan, mengurangi


3

kecemasan dan mempunyai efek distraksi atau pengalihan perhatian.

Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu bentuk perilaku yang

memiliki resiko untuk melukai seseorang baik fisik maupun psikologis,

dengan gejala perilaku kekerasan yang salah satunya diungkapkan

melalui kemarahan. Marah merupakan emosi dasar yang terdapat pada

setiap individu. Rasa marah biasanya terasa saat keteganggan otot mulai

meningkat. Untuk mengurangi perasaan marah dapat diatasi dengan

menggunakan tekhnik relaksasi, salah satunya adalah relaksasi otot

progresif.

Hasil penelitian yang dilakukan Fadilah at al (2020) dengan hasil

penelitian di dapatkan nilai p value 0,000 (<0,05) dapat di simpulkan ada

pengaruh relaksasi otot progresif terhadap penurunan emosi marah pada

pasien resiko prilaku kekerasan.

Relaksasi progresif merupakan teknik non farmakologi yaitu

relaksasi dengan teknik mengencangkan dan melemaskan otot-otot

bagian tubuh tertentu sehingga timbul perasaan rileks secara fisik. Teknik

mengencangkan dan melemaskan otot dilakukan secara berturut-turut,

diawali dari tubuh bagian atas sampai tubuh bagian bawah. Relaksasi otot

progresif dapat menekan saraf-saraf simpatis sehingga dapat menekan

rasa tegang yang dialami oleh individu secara timbal balik, sehingga

timbul counter conditioning (penghilangan) (Lestari & Yuswiyanti,

2014).
4

B. Perumusan Masalah

Bagimana pengaruh terapi relaksasi otot progresif dalam

menurunkan tanda dan gejala pada pasien dengan resiko prilaku

kekerasan?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah pemberian terapi

relaksasi otot progresif dapat menurunkan tanda dan gejala pada

pasien dengan resiko prilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa

Daerah (RSJD) dr. Arif Zainuddin Surakarta

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tanda dan gejala pada pasien dengan resiko

prilaku kekerasan sebelum diberikan terapi relaksasi otot

progresif

b. Mengidentifikasi tanda dan gejala pada pasien dengan resiko

prilaku kekerasan setelah diberikan terapi relaksasi otot

progresif

3. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis
5

Hasil dari case study ini di harapkan bias menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan

studi kasus , khususnya dalam melakukan asuhan keperawatan

pada pasien dengan resiko prilaku kekerasan.

b. Bagi Mahasiswa

Hasil studi ini di harapkan bias memberikan manfaat

bagi peneliti lain, yang bias jadi bahan refrensi.

c. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan

Hasil studi ini di harpkan bias memeberikan informasi

tambahan bagi perkembangan keperawatan jiwa dan sebagi

acuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

menegnai pasien dengan resiko prilaku kekerasan


10. BAB II

11. TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Prilaku kekerasan atau agresif yaitu bentuk prilaku yang

bertujuan untuk melukai sesorang secara fisik maupun pesikologis.

Marah yang tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujukpada suatu

perasan perasan tertentu yang biasanya disebut dengan perasan marah

( Dermawan dan Rusdi, 2013).

Perilaku kekerasan merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan

secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun

orang lain. Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi.

Perilaku agresif dan perilaku kekerasan seringdipandang sebagai

rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan

(violence) di sisi yanglain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi,

perasaan frustasi, benci atau marah.Hal ini akan mempengaruhi perilaku

seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut

terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan

koping yang kurang bagus.(Kandar & Iswanti, 2019).

7
2

Prilaku kekerasan merupakan tindakan di mana sesorang bias

membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar

tindakanya bias verbal seperti merusak, memecahkan atau membanting

benda-benda yang ada di sekitar ( Muhith, 2012)

2. Penyebab

a. Waham

b. Curiga pad orang lain

c. Halusinasi

d. Berencana bunuh diri

e. Kerusakan kognitif

f. Disorientasi atau konfusi

g. Kerusakan kontrol implus

h. Depresi

a. Penyalah gunaan NAPZA (Dermawan dan Rusdi, 2013)

i.

3. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan

keperawatan jiwa dengan masalah risiko perilaku kekerasan, (Pardede,

2020) :

Subjektif

a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.

b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.


1

Klien suka membentak dan menyerang orang lain.

Objektif

a. Mata melotot/pandangn tajam.

b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.

c. Wajah memerah.

d. Postur tubuh kaku.

e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor

f. Suara keras.

g. Bicara kasar, ketus.

h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.

i. Merusak lingkungan.

j. Amuk/agresif.

4. Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 2.1Rentang Respon Marah

Keterangan :

a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai

perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2

b. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu

c. ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat

menimbulkan kemarahan.

d. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan

perasaan yang dialami.

e. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih

dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif bisaanya tidak mau

mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang

harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan

mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.

f. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai

kehilangan control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak

dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

5. Etiologi

Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu

faktor tetapi termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan,

biologis. Perilaku kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti

gangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup, kurng percaya diri,

resiko bunuh diri, depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan, isolasi

sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).

Menurut Lesmana (2017), ada beberapa faktor penyebab

perilaku kekerasan seperti :


3

a. Faktor predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan

faktor predisposisi, artinya mungkinterjadi atau mungkin tidak

terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami oleh

individu :

1) Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian menyenagkan atau perasaan ditolak, dihina,

dianiaya, atau sanksi penganiayaan.

2) Perilaku reinforcement

Yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di

luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu

mengadopsi perilaku kekerasan.

3) Teori psikoanalitik

Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan membuat

konsep diri yang rendah. Agresi dapat meningkatkan citra diri

serta memberikan arti dalam hidupnya.

b. Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya

merasa terancam, baik injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep

diri. Faktor pencetus sebagai berikut:

1) Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan,

kehidupan yang penuh agresif dan masa lalu yang tidak

menyenangkan.
4

2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang

berarti, konflik, merasa terancam baik internal maupun

eksternal.

a. Konsep Masalah Keperawatan

1. Prilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang

diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan

merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik

bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Pardede, 2020). Perilaku

kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan

yang dimanisfestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan merupakan

suatu komunikasi atau proses penyampaian pesan individu. Orang yang

mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaian pesan bahwa ia

“tidak setuju, merasa tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak

dituntut atau diremehkan”. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan

dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan

secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai

dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Putri, Arif &

Renidayati 2020).

2. Relaksasi otot progresif

a. Pengertian

Relaksasi otot progresif (progressive muscle relaxation)

didefinisikan sebagai suatu teknik relaksasi yang menggunakan

serangkaian gerakan tubuh yang bertujuan untuk melemaskan dan


5

memberi efek nyaman pada seluruh tubuh. Batasan lain

menyebutkan bahwa relaksasi otot progresif merupakan teknik

untuk mengurangi kecemasan dengan cara menegangkan otot dan

merilekkannya secara bergantian (Shaleh et al, 2020).

Relaksasi otot progresif merupakan suatu keterampilan

yang dapat dipelajari dan digunakan untuk mengurangi atau

menghilangkan ketegangan sehingga menimbulkan rasa nyaman

tanpa tergantung pada hal/subjek di luar dirinya. Relaksasi

progresif dipandang cukup praktis dan ekonomis karena tidak

memerlukan imajinasi yang rumit, tidak ada efek samping, mudah

dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan pikiran menjadi

tenang, rileks dan lebih mudah untuk tidur (.

Menurut Miltenberger, teknik relaksasi dibedakan menjadi

lima jenis, yaitu relaksasi otot progresif, pernafasan diafragma,

imagery training, biofeedback, dan hypnosis. Dalam

pelaksanaannya terdapat kesamaan prinsip antara relaksasi otot

progresif, imagery training, dan Hypnosis; yaitu terapis barryak

menggttnakan instruksi verbal untuk mengarahkan klien

sementara klien berkonsentrasi mengikuti instruksi. Muhidt,

(2016 ) menyebutkan bahwa seseorang yang menguasai hypnosis

pada umumnya akan dengan mudah melakukan imagery training

dan relaksasi progresif; dan demikian pula sebaliknya.

b. Manfaat relaksasi otot progresif


6

Relaksasi otot progresif telah digunakan dalam berbagai

penelitian didalam dan diluar negeri dan telah terbukti bermanfaat

pada berbagai kondisi subyek penelitian. Saat ini latihan relaksasi

relaksasi otot progresif semakin berkembang dan semakin sering

dilakukan karena terbukti efektif mengatasi ketegangan,

kecemasan, stres dan depresi, membantu orang yang mengalami

insomnia, hingga meningkatkan kualitas hidup pasien pasca

operasi CABG, menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi

esensial meredakan keluhan sakit kepala dan meningkatkan

kualitas hidup (Azizi & Mashhady,2012).

c. Fisiologi Kontraksi dan Relaksasi

Latihan relaksasi otot progresif melibatkan sembilan

kelompok otot yang ditegangkan dan dilemaskan, yaitu kelompok

otot tangan, kaki, dahi, mata, otot-otot bibir, lidah, rahang, dada

dan leher., berpendapat pada anggota gerak bagian atas terdapat

sekumpulan otot yang terlibat dalam kontraksi dan relaksasi yaitu

musculus latissimus dorsi, musculus deltoideus, musculus

trapezius, musculus biceps brachii, musculus triceps brachii,

musculus extensor carpi radialis, musculus extensor carpi ulnsris,

musculuspronator teres, musculus palmaris ulnaris, dan musculus

feksor digitorunt profundus (Tucker et al 2020).

Pada anggota gerak bagian bawah jenis otot yang terlibat

pada kontraksi dan relaksasi meliputi musculus illiopsoas,

musculus tensor fasialata, musculus rechus femoris, musculus


7

vestus, musculus peroneus, musculus tibialis, musculus ekstensor

digitorum komunis, musculus pehinus, musculus gracillis,

musculus saleus, musculus adductor magnus musculus gluteus

maksimus, musculus biceps femoris, dan musculus plantaris.

Pada bagian kepala, wajah, dan mulut otot-otot yang

terlibat pada saat kontraksi dan relaksasi meliputi musculus

frontalis, musculus okcipitalis, musculus ohligeus oculi, musculus

orbicularis oculi, musculus levator palpebra, musculus

triangularis, musculus orbicularis oris, musculus quadrates labii,

musculus bucsinator, musculus zigomaticus, musculus maseter,

musculus temporalis, musculus pterigoid, musculus genioglosus,

dan musculus stiloglosus.

Pada bagian leher dan bahu, jenis otot yang terlibat

meliputi musculus platisma, musculus sternoHeido mastoid,

musculus longisimus capitis, musculus deltoid, musculus sub

scapularis, musculus supraspinatus, musculus supra

infraspinatus, dan musculus teres. Sedangpada bagian dada otot

yang terlibat adalah musculus pectoralis major, musculus

pectoralis minor, musculus sub clavicula, dan musculus seratus

anterior. Selain itu pada saat melakukan pemafasan dalam juga

melibatkan otot-otot bagian perut yang meliputi musculus

abdominalis internal, musculus abdominalis eksternal, musculus

obliqus abdominalis, dan musculus trensversus abdominalis.


8

Kuntarti (2006), dan Setiadi (2007), kontraksi dan

relaksasi otot dikendalikan oleh susunan syaraf pusat melalui

serabut syaraf motoriknya,t empat lekat cabang-cabang syaraf

motorik adalah neuromuscular junction yang merupakan

penghantar kimiawi (neuro transmitter) asetil kholin maupun

adrenalin untuk eksitasi serabut otot. Impuls syaraf yang tiba pada

sebuah neuromuscular akan dihantar langsung kepada tiap-tiap

sarkomer oleh sistem tubura transversar yang mengelilingi

miofibril. Semua sarkomer pada otot akan menerima sinyal untuk

berkontraksi sehingga otot dapat berkontraksi sebagai satu

kesatuan yang utuh. Sinyal elektrik itu dihantar menuju retikulum

sarkoplasmik, yaitu suatu sistem dari vesicles yang bersifat

membran dan berasal dari retikulum endoplasma yang

membungkus miofibril.

Indrayani dan Putu agus(2017), menjelaskan bahwa pada

keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang berasal dari

dua membran yang berurutan satu sama lain hampir tidak

tumpang tindih, sedangkan pada saat yang sama filamen miosin

mengadakan tumpang tindih secara sempuma, sebaliknya pada

keadaan kontraksi filamenfilamen aktin ini tertarik kedalam

diantara filamen miosin sehingga satu sama lain saling tumpang

tindih. Filamen aktin dapat ditarik demikian kuatnya sehingga

ujung-ujung filamen miosin melengkung ketika kontraksi.

Molekul miosin terdiri dari dua bagian, yaitu meromiosin ringan


9

dan meromiosin berat. Meromiosin ringan tersusun dari dua utas

peptida yang satu sama lainnya saling melilit dalam satu heliks.

Meromiosin berat terdiri dari dua bagian, yaitu heliks kembar

yang sarna dengan yang terdapat pada meromiosin ringan dan

bagian kepala yang terretak pada ujung heliks kembar.

Badan filamen terdiri dari utas meromiosin ringan yang

sejajar. Bagian meromiosin berat dari molekul miosin terdapat

penonjoran yang membentuk jembatan penyeberang. Batang

penyeberang bertindak sebagai lengan yang memungkinkan

kepala meluas jauh keluar dari badan filamen miosin atau terletak

dekat dengan badan. Indrayani dan Putu agus(2017),, sistem

kontrol desending adalah suatu sistem serabut berasal dari dalam

otak bagian bawah dan bagian tengah dan berakhir pada serabut

interneuronal dalam kornu dorsalis dari medula spinalis.

Relaksasi otot progresif dilakukan dengan cara

menegangkan kelompok otot tertentu kemudian melepaskan

ketegangan tersebut. Pada saat otot sedang ditegangkan memang

menimbulkan rasa tidak nyaman, tetapi ketika ketegangan

dilepaskan maka saat itulah akan merasakan sensasi rasa nyaman.

Dalam hal ini, orang yang melakukan latihan relaksasi otot

memang diminta untuk berkonsentrasi membedakan sensasi rasa

nyaman yang timbul ketika ketegangan dilepaskan.

Ketegangan otot merupakan hasil dari kontraksi serabut

otot, sedang relaksasi merupakan perpanjangan serabut otot.


10

Hingga saat ini belum ada alat untuk mengukur tingkat

ketegangan dan relaksasi otot. Sehingga ukuran otot yang tegang

dan rileks menjadi tidak standar dan lebih dominan bersifat

subyektif. Untuk ketegangan otot, secara obyektif sebenamya bisa

dilihat dan dirasakan. Pergerakan otot yang terjadi akibat makin

membesar dan memanjangnya serabut otot bisa dilihat secara

kasat mata. Konsistensi atau kekerasan bisa menjadi salah satu

indikator ketegangan karena semakin tegang suatu otot maka akan

semakin keras konsistensinya. Selain itu, usaha menegangkan otot

harus dilakukan dengan menahan nafas. Keras dan lemahnya

getaran atau guncangan saat menegan gkan mengindikasikan

tingkat ketegangan otot.

Indrayani dan Putu agus (2017), menjelaskan bahwa

menegangkan otot harus dilakukan dengan menahan nafas;

sehingga keadaan rileks terjadi ketika ia melepaskan ketegangan

dan melakukan pemafasan dalam yang teratur. Jika dilakukan

perabaan nadi akan didapatkan nadi teraba lebih pelan dan teratur

dibandingkan sebelumnya. Secara subyektif hal tersebut

ditunjukkan dengan pernyataan akan keadaan yang tenang,

nyaman, dan rileks. Sayangnya hingga saat ini belum ada alat

untuk mengukur tingkat ketegangan dan relaksasi otot.

d. Prosedur Relaksasi

Individu belajar Latihan relaksasi otot progresif bagaimana

menegangkan sekelompok otot kemudian melepaskan ketegangan


11

itu. Inti dari latihan tersebut terletak pada kemampuan individu

mengelola ketegangan fisik dan atau mental dengan memahami

perbedaan sensasi antara otot yang tegang dan rileks. Rumahorbo

et al (2018), mendeskripsikan prosedur relaksasi progresif sebagai

berikut:

1) Pertama duduk bersandar pada kursi secara nyaman dan tenang.

2) Bila mengenakan kaca mata dan atau sepatu agar dilepas.

3) Menegangkan sekumpulan otot tertentu dan melemaskannya.

4) Menyadarkan klien akan perbedaan sensasi otot tegang dan

rileks.

5) Jumlah kumpulan otot yang perlu ditegangkan dan dilemaskan

tiap kali hendaknya berkurang.

6) Klien diharapkan dapat mengelola ketegangan dengan

menginstruksikan diri sendiri untuk rileks kapan dan dimana

saja.

Meskipun latihan relaksasi otot progresif tidak menimbulkan

efek samping yang berbahaya tetapi beberapa hal berikut ini perlu

diperhatikan ketika memberikan latihan yaitu :

1) Menegangkan otot dalam waktu kurang lebih tujuh detik;

disarankan tidak lebih dari sepuluh detik.

2) Merilekskan otot membutuhkan waktu sekitar 3040 detik.

3) Lebih nyaman dilakukan dengan mata tertutup.

4) Menegangkan kelompok otot dengan dua kali tegangan.


12

5) Menegangkan bagian tubuh sisi kanan terlebih dahulu kemudian sisi

kiri.

6) Memeriksa apakah klien benar-benar rileks atau tidak.

7) Terus menerus memberi instruksi.

8) Memberi instruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.

Teknik relaksasi otot progresif merupakan yang paling sesuai

pada tahap awal pelatihan relaksasi. Bilamana telah terampil dapat

langsung diinstruksikan untuk rileks. Peserta diminta untuk

menjadikan perasaan rileks sebagai sebuah sugesti yang dapat

dihadirkan ketika diperlukan..

B. Dasar Intervensi Keperawatan

1. Defenisi

Perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan

pemaksaan secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri

maupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk

perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun

psikologi.

Perilaku agresif dan perilaku kekerasan seringdipandang sebagai

rentang dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan

(violence) di sisi yanglain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi,

perasaan frustasi, benci atau marah.Hal ini akan mempengaruhi

perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam


13

tersebut terkadang perilaku menjadi agresif atau melukai karena

penggunaan koping yang kurang bagus.(Kandar & Iswanti, 2019).

2. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan

keperawatan jiwa dengan masalah risiko perilaku kekerasan,

(Pardede, 2020) :

Subjektif

a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.

b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan

lingkungan.

c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain.

Objektif

a. Mata melotot/pandangn tajam.


b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah.
d. Postur tubuh kaku.
e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
f. Suara keras.
g. Bicara kasar, ketus.
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
i. Merusak lingkungan.
j. Amuk/agresif.

3. Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif
14

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 2.1Rentang Respon Marah

Keterangan :

a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai


perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan
atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan
kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
c. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih
dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif bisaanya tidak mau
mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang
harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
e. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

4. Etiologi

Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu

faktor tetapi termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan,

biologis. Perilaku kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti

gangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup, kurng percaya diri,

resiko bunuh diri, depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan, isolasi

sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).


15

Menurut Direja (2016), ada beberapa faktor penyebab perilaku

kekerasan seperti :

a. Faktor predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor

predisposisi, artinya mungkinterjadi atau mungkin tidak terjadi

perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami oleh individu :

1) Psikologis

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang

kemudian menyenagkan atau perasaan ditolak, dihina,

dianiaya, atau sanksi penganiayaan.

2) Perilaku reinforcement

Yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di luar

rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi

perilaku kekerasan.

3) Teori psikoanalitik

Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan membuat

konsep diri yang rendah. Agresi dapat meningkatkan citra diri

serta memberikan arti dalam hidupnya.

b. Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya

merasa terancam, baik injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep

diri. Faktor pencetus sebagai berikut:


16

1) Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan,

kehidupan yang penuh agresif dan masa lalu yang tidak

menyenangkan.

2) Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang

berarti, konflik, merasa terancam baik internal maupun

eksternal.

5. Penatalaksanaan

Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan

terapi restrain. Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada

individu, tanpa injin individu tersebut, untuk mengatasi kebebasan

gerak, terapi ini melibatkan penggunaan alat mekanis atau manual

untuk membatasi mobilitas fisik pasien. Terapi restraindapat

diindikasikan untuk melindungi pasien atau orang lain dari cidera pada

saat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina, &

Widiyatmoko 2019).

Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengatasi resiko

perilaku kekerasan yaitu melakukan Strategi Pelaksanaan (SP) yang

dilakukan oleh klien dengan perilaku kekerasan adalah diskusi

mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal,

dan spiritual. Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat

dilakukan dengan cara latihan tarik nafas dalam, dan pukul kasur atau

bantal. Mengontrol secara verbal yaitu dengan cara menolak dengan

baik, meminta dengan baik, dan mengungkapka dengan baik.

Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan


17

berdoa. Serta mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara

teratur dengan prinsip lima benar (benar klien, benar nama obat, benar

cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat),

(Sujarwo & Livana, 2018).


12. BAB III

13. GAMBARAN KELOLAAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Asuhan Keperawatan Kasus Kelolaan

1. Kelolaan Kasus I

Tn. E usia 33 tahun, dengan Resiko perilaku kekerasan datang ke Pasien

mengatakan datang ke IGD pada pada tanggal 25 April 2022 dengan keluarga

klien mengatakan pasien pertama kali dirawat pada tahun 2007 dikarenakna

mengamuk dan terakhir dirawat tangal 13 april 2022 Di RSJD Surakarta dan

pada tanggal 25 april dirawat Kembali di RSJD Surakarta dikarenakan

mengamuk dirumah.

Pada saat dilakukan pengkajian dan pemeriksaan didapatkan; tekanan

darah 105/79 mmHg, HR 128x/menit, suhu 36 oC, respiratory rate 25 x/menit,.

Hasil pemeriksaan dx Resiko perilaku kekerasan Data subyektif Pasien keluarga

klien mengatakan klien mengamuk dirumah tekanan darah 105/79 mmHg, HR

128x/menit, suhu 36 oC, respiratory rate 25 x/menit,.

Data Objektif Pandangan tajam dan suara keras. Assessment : SP

1 :Masalah Resiko perilaku kekerasan , Problem : membina hubungan saling

percaya, identifikasi penyebab kekerasan atau marah, tanda dan gejala yang

dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan akibatnya serta cara mengontrol

resiko kekerasan, SP 2 : evaluasi Latihan fisik beri pujian, jelaskan 6 benar obat

pada pasien, jelaskan manfaat minum obat pada pasien, masukan jadwal minum

obat dalam kegiatan pasien. SP 3 :


evaluasi minum obat klien dan beri pujian, jelaskan control emosi

dengan verbal, Latihan control emosi dengan verbal masukan

dalam jadwal pasien,

Tabel 1. Evaluasi Intervensi pemberian terapi relaksasi otot progresif pada


Tn.E

Hari Hari Hari


No Tanda dan gejala
ke 1 ke 2 ke 3

1. Mata melotot/pandangan 1 1 0
tajam

2. Tangan mengepal 1 0 0
3. Wajah memerah 1 1 0

4. Postur tubuh kaku 0 0 0

5. Mengumpat dengan kata- 1 1 0


kata yang kasar
6. Mengancam 1 1 0

7. Suara keras 1 1 0

8. Bicara ketus 1 0 0

9. Prilaku agresif atau amuk 1 0 0

10. Merusak lingkungan 0 0 0

11. Melukai diri sendiri 0 0 0

12. Menyerang orang lain 0 0 0

Tot 8 4 0
al
Berdasarkan tabel 1 tersebut hasil evaluasi setelah diberikan terapi

relaksasi otot progresif selama 3 hari menunjukan bahwa tanda dan gejala

26
2

pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan pada Tn.E mengalami

perubahan tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dari angka 8

menjadi angka 0

2. Kasus Kelolaan II

Tn. A usia 31 tahun, dengan Resiko perilaku kekerasan datang ke

Pasien mengatakan datang ke IGD pada pada tanggal 26 April 2022 klien

mengatakan sulit tidur dirumah sering mengamuk, kllien dipindahkan dari

ruang nakula karena mengamuk diruang lalu dipindahkan ke ruang akut,

klien sering berteriak perubahan perilaku jika tidak didengarkan . Pada

saat dilakukan pengkajian dan pemeriksaan didapatkan; tekanan darah

100/80 mmHg, HR 120x/menit, suhu 36 oC, respiratory rate 25 x/menit,.

Hasil pemeriksaan dx Resiko perilaku kekerasan Data subyektif Pasien

keluarga klien mengatakan klien mengamuk dirumah tekanan darah

100/80 mmHg, HR 120x/menit, suhu 36 oC, respiratory rate 25 x/menit,.

Data Objektif Pandangan tajam dan suara keras. Assessment : SP 1

:Masalah Resiko perilaku kekerasan , Problem : membina hubungan

saling percaya, identifikasi penyebab kekerasan atau marah, tanda dan

gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan akibatnya serta

cara mengontrol resiko kekerasan, SP 2 : evaluasi Latihan fisik beri

pujian, jelaskan 6 benar obat pada pasien, jelaskan manfaat minum obat

pada pasien, masukan jadwal minum obat dalam kegiatan pasien. SP 3 :

evaluasi minum obat klien dan beri pujian, jelaskan control emosi dengan

verbal, Latihan control emosi dengan verbal masukan dalam jadwal

pasien,
3

Tabel 2. Evaluasi Intervensi pemberian terapi relaksasi otot progresif pada Tn. A

Hari Hari Hari


No. Tanda dan gejala
Ke 1 Ke 2 Ke 3

1. Mata melotot/pandangan tajam


1 1 0

2. Tangan mengepal

1 1 0
3.
Wajah memerah
1 1 0

4. Postur tubuh kaku


1 1 0

5. Mengumpat dengan kata-kata 1 1 0


kasar
6. Mengancam 1 1 0

7. Suara keras 1 1 1

8. Bicara ketus 1 1 1

9. Prilaku agresif atau amuk 1 1 0

10. Merusak lingkungan 1 1 0

11. Melukai diri sendiri 0 0 0

12. Menyerang orang lain 1 0 0

Tot 11 10 2
al

Berdasarkan tabel 2 tersebut hasil evaluasi setelah diberikan terapi

relaksasi otot progresif selama 3 hari menunjukan bahwa tanda dan

gejala pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan pada Tn A


4

mengalami perubahan tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dari

angka 11 menjadi angka 2

3. Kasus keloaan III

Tn. I usia 23 tahun, dengan Resiko perilaku kekerasan datang ke

Pasien mengatakan datang ke IGD pada pada tanggal 21 April 2022 klien

mengatakan mempunyai Riwayat di RSJD Surakarta satu bulan yang lalu

karena mengamuk sejak ditinggal pasangannya dan masuk Kembali pada

tanggal 21 april 2022 karena obat habis dan klien gelisah tidak bisa tidur.

Saat dilakukan pengkajian dan pemeriksaan didapatkan; tekanan

darah 125/85 mmHg, HR 86x/menit, suhu 36 oC, respiratory rate 25

x/menit,. Hasil pemeriksaan dx Resiko perilaku kekerasan Data subyektif

Pasien keluarga klien mengatakan klien mengamuk dirumah tekanan

darah 125/85 mmHg, HR 86x/menit,, suhu 36 oC, respiratory rate 25

x/menit,.

Data Objektif Pandangan tajam dan suara keras. Assessment : SP 1

:Masalah Resiko perilaku kekerasan , Problem : membina hubungan

saling percaya, identifikasi penyebab kekerasan atau marah, tanda dan

gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan akibatnya serta

cara mengontrol resiko kekerasan, SP 2 : evaluasi Latihan fisik beri

pujian, jelaskan 6 benar obat pada pasien, jelaskan manfaat minum obat

pada pasien, masukan jadwal minum obat dalam kegiatan pasien. SP 3 :

evaluasi minum obat klien dan beri pujian, jelaskan control emosi dengan
5

verbal, Latihan control emosi dengan verbal masukan dalam jadwal

pasien,

Tabel 3. Evaluasi Intervensi pemberian terapi relaksasi otot progresif pada


Tn. I
Hari Hari Hari
No. Tanda dan gejala
Ke 1 Ke 2 Ke 3

1. Mata melotot/pandangan tajam


1 1 0

2. Tangan mengepal

1 0 0
3. Wajah memerah
1 1 0

4. Posturtubuh kaku
1 1 1

5. Mengumpatdengan kata-kata 0 0 0
kasar
6. Mengancam 1 0 0

7. Suara keras 1 0 0

8. Prilaku agresif atau mengamuk 1 1 0

9. Bicara ketus 1 1 0

10. Merusak lingkungan 0 0 0

11. Melukai diri sendiri 0 0 0

12 Menyerang orang lain 0 0 0

Tot 8 5 1
al

Berdasarkan tabel 3 tersebut hasil evaluasi setelah diberikan terapi

relaksasi otot progresif selama 3 hari menunjukan bahwa tanda dan

gejala pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan pada Tn I mengalami


6

perubahan tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan dari angka 8

menjadi angka 1

B. Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Kajian Praktis Berbasis Bukti

Penerapan intervensi pada ke tiga pasien dengan diagnosa

keperawatan Resiko perilaku kekerasan. Pada ketiga pasien telah dilakukan

teknik relaksasi otot progresif, dengan di dilakukan teknik relaksasi otot

progresif pada 3 pasien dengan resiko priaku kerasan di dapatkan hasil

evaluasi resiko kekerasan dapat terkontrol.

Sebelum dilakukan teknik relaksasi otot progresif pada pasien Tn. E

usia 33 tahun didapatkan hasil, pada Tn. A usia 31 tahun, didapatkan bahwa

tidak tahu tentang cara melalukan teknik relaksasi otot progresif dan

mengeluh sering gelisah sedangkan Tn. I usia 23 tahun mengatakan sering

gelisah sedikit sehingga perlu dilakukan teknik relaksasi otot progresif

dengan tahapan sebagai berikut :

Meminta kepada klien untuk melonggarkan pakaian, memposisikan

diri dalam posisi rileks, Meminta klien untuk memejamkan matanya dengan

lembut, Meminta klien untuk menarik nafas dalam dan menghembuskan

nafas dengan panjang , Meminta kepada pasien untuk : menarik nafas dalam

dan menghembuskan dengan panjang , Meminta pasien : mengerutkan dahi,

mengedipkan mata, membuka mulut lebar-lebar, ,menekan lidah pada langit-

langit mulut, mengatupkan rahang kuat-kuat, bibir dimonyongkan kedepan

dan tetaplah tegang selama 5 detik, hembuskan nafas perlahan dan kendurkan
7

secara perlahan katakan dalam hati : “rileks dan pergi”, Meminta pasien

menekan kepala kebelakang, anggukkan kepala kearah dada ,

Meminta pasien untuk memutar kepala kebahu kanan, dan putar

kepala kebahu kiri, Mengangkan kedua bahu seolah ingin menyentuh telinga,

mengangkat bahu kanan seolah-olah ingin menyentuh telinga, dan

mengangkat bahu kiri seolaholah ingin menyentuh telinga, Menahan lengan

dan tangan mengepal, kemudian mengepalkan tangan bengkokkan lengan

pada siku, mengencangkan lengan sambil tetap mengepalkan tangan, tahan 5

detik, hembuskan nafas perlahan sambil mengendurkan dan katakan dalam

hati “rileks dan pergi”, Menarik nafas dalam dan mengencangkan otot-otot

dada dan tahan 5 detik, hembuskan nafas dan kendurkan secara perlahan,

sambil katakan dalam hati : “relaks dan pergi”, Mengencangkan perut,

menekan keluar dan tarik kedalam, tahan 5 detik, hembuskan nafas dan

kendurkan perlahan sambil katakan dalam hati “rileks dan pergi”, Meminta

melengkungkan punggung ke belakang sambil menarik nafas dalam dan tekan

lambung keluar, tahan 5 detik, hembuskan nafas dan kendurkan secara

perlahan, katakan : “rileks dan pergi” ,

Meminta mengencangkan pinggang, tekan tumit kaki ke lantai,

kencangkan otot kaki dibawah lutut, tekuk jari kaki kebawah seolah – olah

menyentuh telapak kaki, angkat jari kaki keatas seolah – olah hendak

menyentuh lutut, tahan 5 detik, hembuskan nafas dan kendurkan secara

perlahan, katakan : “rileks dan pergi”


14. BAB IV

15. PEMBAHASAN

A. Analisa Asuhan Keperawatan Dengan Konsep Kasus Terkait

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data

terdapat 1 diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada pasien

Resiko perilaku kekerasan Dalam SDKI 2017, Risiko perilaku

kekerasan adalah kemarahan yang diekspresikan secara

berlebihan dan tidak terkendali secara verbal sampai dengan

mencederai orang lain dan / atau merusak lingkungan. Resiko

perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh ketidakmampuan

mengendalikan kemampuan marah, stimulus lingkungan,

konflik interpersonal, perubahan status mental, putus obat dan

penyalahgunaan zat/ alcohol.

Diagnosa resiko perilaku kekerasan memiliki dua tanda

gejala yaitu mayor dan minor. Untuk tanda gejala mayor

antara lain mengancam, mengumpat, suara keras, bebricara

ketus, menyerang orang lain, melukai diri sendiri, merusak

lingkungan, perilaku agresif / amuk. Sedangkan untuk tanda

gejala minor antara lain mata melotot atau pandangan tajam,

tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, postur

tubuh kaku.

Selain itu tindakan yang dapat diberikan untuk pasien

dengan resiko perilaku kekerasan yaitu salah satunya dengan

35
2

terapi relaksasi otot progresif , penerapan yang dilakukan oleh

NurizaChoirul Fhadilah, Wien Soelistyo Adi dan Shobirun

pada tahun 2018dengan judul penelitian Pengaruh Terapi

Relaksasi Otot Progresif Terhadap Pasien Resiko Perilaku

Kekerasan. Menurut Fhadilah Dkk (2018) terapi relaksasi otot

progresif dapat menurunkan tanda dan gejala pada resiko

perilaku kekerasan pada pasien.

Terapi relaksasi otot progresif adalah salah satu bentuk

teknik relaksasi yang bertujuan untuk terapi relaksasi dengan

gerakan mengencangkan dan melemaskan otot-otot pada

suatu bagian tubuh dalam satu waktu untuk memberikan

perasaan relaksasi secara fisik pada kelompok otot yang

dilakukan secara berturut-turut.. Secara psikologis pengaruh

penyembuhan musik pada tubuh adalah pada kemampuan saraf

dalam menangkap efek akustik. Kemudian dilanjutkan dengan

respon tubuh terhadap gelombang musik yaitu dengan

meneruskan gelombang tersebut keseluruh sistem kerja tubuh.

Efek musik pada sistem limbic dan saraf adalah menciptakan

suasana rileks, aman,.Asuhan keperawtan diberikan untuk

meningkatkan kemampuan klien dalam mengatasi maalah yang

mereka alami.

Hasil penerapan intervensi relaksasi otot progresif

didapatkan hasil terdapat penurunan terhadap 3 responden

penelitian pada hari ke 3 respon pasien dalam menanggulangi


3

resiko perilaku kekerasan efektif, sehingga bisa disimpulkan

relaksasi otot progresif efektif dalam menurunkan perilaku

kekerasan pada pasien dengan skizofrenia, dengan penerapan

dilakukan 1 hari 3 kali penerapan relaksasi otot pogresif.

B. Analisa Penerapan Intervensi Berdasarkan hasil kajian Praktik Berbasis

Bukti

SIKI (2018) intervensi yang dapat dilakukan pada diagnosa Resiko

perilaku kekerasan SP 1 :Masalah Resiko perilaku kekerasan , Problem :

membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab kekerasan atau

marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan

akibatnya serta cara mengontrol resiko kekerasan, SP 2 : evaluasi Latihan

fisik beri pujian, jelaskan 6 benar obat pada pasien, jelaskan manfaat minum

obat pada pasien, masukan jadwal minum obat dalam kegiatan pasien. SP 3 :

evaluasi minum obat klien dan beri pujian, jelaskan control emosi dengan

verbal, Latihan control emosi dengan verbal masukan dalam jadwal pasien,

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rusmini dan ,

Awan Dramawan (2018) Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan

mengontrol perilaku kekerasan sebelum diberikan terapi relaksasi progresif

24 responden (80%) dengan kategori tidak mampu, dan 6 responden (20%)

dengan kategori cukup mampu, hal ini disebabkan ketidakmampuan klien

mengontrol perilaku kekerasan, sedangkan kemampuan mengontrol perilaku

kekerasan sesudah diberikan terapi relaksasi progresif 29 responden (97%)


4

dengan kategori mampu, dan 1 responden (3%) dalam kategori cukup

mampu, hal ini disebabkan adanya ketertarikan responden terhadap terapi

relaksasi progresif.

C. Implikasi Keperawatan

Berdasarkan hasil studi kasus evaluasi sumatif yang didapatkan dari

pasien 1 adalah data subjektif pasien mengatakan pasien lebih tenang , dan

data objektif pasien tampak tidak gelisah , Pasien telah melakukan teknik

relaksasi otot progresif,

Relaksasi progresif memberikan hasil yang memuaskan dalam

program terapi terhadap ketegangan otot, menurunkan ansietas, memfalisitasi

tidur, depresi, mengurangi kelelahan, kram otot, nyeri pada leher dan

punggung, menurunkan tekanan darah tinggi, fobia ringan serta

meningkatkan konsentrasi. Target yang tepat dan jelas dalam memberikan

relaksasi progresif pada keaadaan yang memiliki respon ketegangan otot yang

cukup tinggi dan membuat tidak nyaman sehingga dapat mengganggu

kegiatan sehari-hari.
16. BAB V

17. PENUTUP

A. Simpulan

1. Penelitian di lakukan pada 3 orang responden dengan Resiko prilaku

kekerasan. Intervensi mengacu pada EBN dengan melaksanakan terapi

relaksasi otot progresif sebanyak 3 kali pertemuan data pengambilan

tanda dan gejala pada hari ke satu sampai hari ke tiga dilakukan

relaksasi otot progresif .

2. Hasil evaluasi hari ke satu di dapatkan data tanda dan gejala pada

Tn.E sebanyak 8 tanda dan gejal, pada Tn.A sebanyak 11 tanda dan

gejala, dan pada Tn.I sebanyak 8 tanda gejala.

3. Hasil evaluasi hari terkahir didapatkan tanda dan gejala yang di alami

oleh Tn. E sebanyak 0, pada Tn. A sebanyak 2 tanda gejala, dan pada

Tn. I sebanyak 1 tanda dan gejala.

4. Terdapat penrunan tanda dan gejala dari 3 kali pertemuan pemberian

terapi relaksasi otot progresif pada pasien dengan resiko prilaku

kekerasan .

B. Saran

1. Penulis Lain

Hasil karya ilmiah akhir ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penulis

maupun penulis selanjutnya untuk lebih mengeksplor lebih dalam lagi

40
2

terkait dengan pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan

Resiko perilaku kekerasan

2. Profesi Keperawatan

Hasil karya ilmiah akhir ini dapat menjadi acuan dalam pemberian

asuhan keperawatan tentang pasien Resiko perilaku kekerasan dan dapat

menjadi tambahan literatur bagi tenaga kesehatan khususnya bidang

keperawatan dalam pemberian intervensi keperawatan

3. Institusi
18. Karya ilmiah akhir ini dapat digunakan sebagai tambahan literatur

bagi institusi mengenai asuhan keperawatan dengan diagnosa Resiko

perilaku kekerasan DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A, Aras, D, Ahmad, H. (2016). The New Concept Of Physical Therapist


Test And Measurement. Edisi Pertama. Makasar: Physiocare Publishing.

Anita, F, Pongatung, H, Veni Ada, P & Hingkam, V. (2018). Gambaran Latihan


Terapi relaksasi otot progresif Terhadap Rentang Gerak Sendi
Ekstremitas Atas Pada Pasien Pasca Resiko perilaku kekerasan Di
Makasar. Makasar. Journal Of Islamic Nursing. Vol 3 (1).

Bakara, D, M, Warsito, S. (2016). Latihan Terapi relaksasi otot progresif Pasif


terhadap rentang sendi pasien pasca resiko perilaku kekerasan .
Rejang Lebong: Idea Nursing Journal.

Bickley, L. S. (2013). Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan.


EdisiKesebelas. Jakarta: EGC.

Damayanti, S, Fitriana, L, B, Judha, M, Nekada, Wahyuningsih, M. (2017). Sistem


Muskuloskeletal dan Integumen. Yogyakarta: Nuha Medika

Dermawan, D. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep Kerangka Kerja Asuhan


keperawatan jiwa

Dinanti, E. L, Hartono, M, Wulandari. (2015). Gambaran Terapi relaksasi otot


progresif (ROM) Pasif Terhadap Peningkatan Sudut Rentang Gerak
Ekstremitas Atas Pasien Resiko perilaku kekerasan Di RSUD
Tugurejo Semarang. Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan (2019). „Laporan Penyakit


TidakMenular, Data Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan.

Djikstra, P, U, De Jong, L, D, Postema, K, Stewart, R, E. (2012). Repeated


measurements of arm joint passive Terapi relaksasi otot progresif after
resiko perilaku kekerasan : interobserver reliability and sources of
variation. Amerika Utara: American Physical Therapy Association.

Hernata, I. (2013). Ilmu Kedokteran Lengkap Tentang Neurosains. Edisi Pertama.


Jogjakarta: D-Medika.

42
2

Irfan, M. (2012). Fisioterapi bagi Insan Resiko perilaku kekerasan . Edisi Kedua.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kementrian kesehatan RI. InfoDatin . Situasi Kesehatan Jiwa Di Indonesia. 2017.

Kisner, C & Colby, L. A. (2017). Terapi Latihan Dasar Dan Teknik Therapeutic
Exercise : Fundations and Techniques. F. A. Davis Company, USA. 1 (6).

La Ode, S. (2017). Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandarkan Nanda, NIC,


dan NOC Dilengkapi Teori dan Contoh Kasus Askep. Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Lee,Y, Kim, H, J, Sohng, K, Y. (2014). Effects of bilateral Terapi relaksasi otot


progresif exercise on the function of upper extremities and
activities of daily living in patients with acute resiko perilaku
kekerasan . Korea Selatan: The Society OF Physical Therapy
Science.

Muhith, A .( 2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa; Teori dan Aplikasi . Penerbit


Andi

Nabyl, R.A. (2012). Deteksi Dini Gejala & Pengobatan Resiko perilaku
kekerasan . Yogyakarta: Aulia Publishing.

Nugroho A, Asri H, Pramesti A. 2022. “Surve Kesadaran Mental Mahasiswa UPN


Veteran Yogyakarta Di Era Digital Dan Covid-19” Jurnal Kesehatan
Masyarakat ( e-Jurnal) : Vol 1

Nugroho, A. (2016). Gambaran Latihan Terapi relaksasi otot progresif (ROM)


Pasif Terhadap Terapi relaksasi otot progresif Pada Pasien Resiko
perilaku kekerasan Non Hemoragik Di Ruang ICU RSUDKabupaten
Karanganyar. Karanganyar. Jurnal Ilmu Keperawatan.

Permadi, A.W. (2019). Fisioterapi Manajemen Komprehensif Praklinik. Jakarta:


EGC.

Pinzon, R & Asanti, L. (2010). Awas Resiko perilaku kekerasan ! Pengertian,


Gejala, Tindakan & Pencegahan. Edisi Pertama. Yogyakarta: CV. Andi
Offset.

Samiadi Lika Aprilia 2019. HelloSehat, https://googleweblight.com/1?


u=https://hellosehat.com/pusatkesehatan/st ke-2/apa-yang-terjadi-pada-
tubuh-setelah-resiko perilaku kekerasan -berlalu&hl=id-ID.
3

Sardjito. (2019). Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Resiko perilaku kekerasan


Dengan Layanan Neuro Restorasi.
https://sardjito.co.id/2019/05/27/tingkatkan-kualitas hidup-pasien-
resiko perilaku kekerasan -dengan-layanan-neuro-restorasi/. (22 Mei
2019).

Sherwood L. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC;

Tilong, A, D. (2012). Kitab Herbal Khusus Terapi Resiko perilaku kekerasan .


Edisi Pertama. Jogjakarta: D-Medika.

Anda mungkin juga menyukai