Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN RONDE KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN HIPERBILIRUBIN

DI RUANG TULIP RSUD TUGUREJO

OLEH:

M. KHOIRUL UMAM (202102040072)

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN

PEKALONGAN

2021
LAPORAN RONDE KEPERAWATAN

Klien : By. Ny. E RSUD : Tugurejo


Ruang/Kelas :Tulip Kabupaten : Semarang

Topik : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Bayi hiperbilirubin


Sasaran : Klien By. Ny. E
Waktu : 30 Menit
Hari/Tanggal : Jumat, 26 November 2021

A. LatarBelakang
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 25 – 50% bayi baru lahir menderita ikterus pada
minggu pertama. Angka kejadian hiperbilirubinemia lebih tinggi pada bayi kurang bulan,
dimana terjadi 60% pada bayi cukup bulan dan pada bayi kurang bulan terjadi sekitar
80%. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi
atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.
Bilirubin ada 2 jenis yaitu bilirubin direk dan bilirubin indirek. Peningkatan bilirubin
indirek terjadi akibat produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin
oleh hati, atau kelainan konjugasi bilirubin. Setiap bayi dengan ikterus harus dapat
perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dL dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi
berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL
juga merupakan keadaan yang menunnjukkan kemungkinan adannya ikterus patologis
(hiperbilirubinemia). Gejala paling mudah diidentifikasi adalah ikterus, yang
didefinisikan sebagai kulit dan selaput lendir menjadi kuning.
Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada Bayi Baru Lahir
(BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Menurut beberapa penulis kejadian ikterus pada BBL berkisar 50 % pada
bayi cukup bulan dan 75 % pada bayi kurang bulan. Ikterus pada sebagian penderita
dapat bersifat fisiologis dan sebagian lagi mungkin bersifat patologis. Hiperbilirubinemia
dianggap patologis apabila waktu muncul, lama, atau kadar bilirubin serum yang
ditentukan berbeda secara bermakna dari ikterus fisiologis. Fototerapi merupakan terapi
dengan menggunakan sinar yang dapat dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir. Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun
faktor yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang gelombang
sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh yang terpapar dengan
sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian
lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar
bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi
berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1
mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus
patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-
baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

B. Tujuan Ronde Keperawatan

1. Tujuan umum
Ronde keperawatan dilakukan untuk membahas dan mendapatkan penyelesaian atau
mengatasi masalah keperawatan yang dialami oleh By. Ny. W.
2. Tujuan khusus
a. Menumbuhkan cara berpikir kritis.
b. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah
klien.
c. Meningkatkan pola pikir sistematis.
d. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi.
e. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan anggota tim.
f. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana keperawatan.

C. Sasaran
Sasaran dalam ronde keperawatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Nama : By Ny. W
2. Umur : 7 hari
Diagnosa medis : Hiperbilirubin

D. Materi
Terlampir

E. Alat dan Media


Materi disampaikan secara lisan.
F. Proses Kegiatan Ronde
1. Ronde keperawatan akan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 26 November 2021
jam 09.00 WIB
2. Ronde keperawatan akan dihadiri oleh klien, keluarga klien, kepala ruang, perawat
associate (mahasiswa praktik), pembimbing klinik, pembimbing akademik.
3. Perawat associate melakukan presentasi di ruang perawatan pasien mengenai
pengkajian yang didapatkan pada pasien, menentukan masalah keperawatan yang
masih ada pada pasien, menjelaskan rencana tindakan yang telah, belum dan yang
akan dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
4. Membuka acara diskusi, dimana kegiatan ini dilaksanakan di ruang perawatan pasien.
5. Selanjutnya kelompok bersama pembimbing dan konsultan melakukan validasi
terhadap masalah-masalah yang ditemukan di nurse station ruang Tulip.

G. Pengorganisasian
Klien : By Ny. W
Keluarga klien : Keluarga Ny. W
Kepala ruang : Sumiyati, S.Kep.,Ns
Perawat assosaite : Ganjar Widagdo
Pembimbing klinik : Sumiyati, S.Kep.,Ns
Pembimbing akademik : Aida Rusmariana, MAN

H. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Kontrak dengan keluarga dan kepala ruang.
b. Persiapan ronde keperawatan.
c. Menyiapkan proposal ronde.
d. Menyiapkan rencana strategi pelaksanaan ronde keperawatan.
2. Evaluasi proses
a. Keluarga dapat bekerja sama selama ronde keperawatan.
b. Pelaksanaan diskusi tentang masalah keperawatan yang timbul.
c. Peran perawat saat ronde.
3. Evaluasi hasil
a. Identifikasi masalah klien.
b. Adanya pemecahan masalah klien.
c. Adanya respon dari tindakan yang telah dilakukan.
I. Kepustakaan
Judith M. Wilkinson. 2005. Prentice Hall Nursing Diagnosis Hand Book with NIC
Intervention and NOC Outcomes. New Jersey: Upper Saddle
Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius
Soegijanto, S. 2002. Ilmu Penyakit Anak Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta :
Salemba Medika.
Suriadi & Yuliani. 2006. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Sagung Seto.
Wong, Donna L. et.al. 2008. Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta : EGC
http://klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubenia.html
Lampiran Materi

HIPERBILIRUBIN

A. Definisi
Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari nilai normal (Suriadi & Yulianni, 2005).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana tingginya kadar bilirubin dalam darah
dan ditandai dengan jaundis atau ikterus ( Wong et.all, 2008).
Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin :
1. bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) disebut juga bilirubin indirect
disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, penurunan ambilan bilirubin oleh sel
hati dan gangguan konjugasi.
2. Bilirubin terkonjugasi (conjugated bilirubin) disebut juga bilirubin direct disebabkan oleh
gangguan sekresi intrahepatik dan gangguan ekskresi ekstrahepatik.

B. Klasifikasi
Menurut HTA Indonesia (2004) Klasifikasi Ikterus adalah sebagai berikut :
1. Ikterus Fisiologi
Secara umum setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,namun
kurang12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: Kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncakpada hari ketiga sampai kelima kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL
kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.Kadang dapat muncul
peningkatan kadar billirubin sampai 12 mg/dL dengan billirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.
2. Ikterus pada bayi mendapat ASI(Breast milk jaundice)
Pada sebagian bayi yang mandapat ASI eksklusif,dapat terjadi ikterus yang
berkepanjangan.Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus.Bila tidak ditemukan faktor resiko lain ASI
tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.Apabila keadaan umum bayi baik
,aktif,minum kuat,tidak ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar billirubin.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2005), penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri
ataupun dapat disebabkan OLEH beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain
atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke
sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek
yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain

D. Manifestasi Klinik
Menurut Suriadi & Yulianni (2006), manifestasi klinis dar hiperbilirubin adalah sbb:
1. Tampak ikterus pada sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa
2. Kulit tampak kuning terang pada pengendapan bilirubin indirek dan tampak kuning
kehijauan atau keruh pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin direk).
3. Muntah
4. Anoreksia
5. Fatigue
6. Warna urin gelap
7. Warna tinja pucat

E. Patofisiologi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan
protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan
anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari
tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin
indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas.
Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang
karena trauma atau infeksi.
F. Komplikasi
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006), komplikasi dari hiperilirubin adalah:
1. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus ; kerusakan neurologist; cerebal palsi; retridasi mental; hyoeraktif; bicara
lambat; tidak ada koordinasi otot; dan tangisan yang melengking.

G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis untuk hiperbillirubinemia adalah sebagai berikut:
1. Visual
Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan
cahaya matahari) karena ikterus bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
yang kurang.Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
dibawah kulit dan jaringan subkutan.
Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang
tampak kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan sebagai
ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
2. Bilirubin serum
Beberapa hal yang perlu dipertimbangan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin
adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatakn
morbiditas neonatus.Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter
menyarankan pemeriksaan bilirubin direk bila kadar bilirubin total >20 mg/dL atau usia
bayi >2 minggu.
3. Bilirubinometer transkutan
Umumnya pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan
skrining. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum
> 14,4 mg/dL (249 umol/l).
4. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak . Hal ini dapat
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrsi bilirubin yang
rendah .
5. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan
pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
6. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestasis intra hepatic dengan ekstra hepatik.

7. Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa teutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, sirosis hati, hepatoma.
8. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
9. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

H. Penatalaksanaan
1. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hyperbilirubinema patologis dan berfungsi untuk
menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto pada bilirubin
dari biliverdin. Walaupun cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk
fotoaktivitas bilirubin bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang
mengikat albumin. Cahaya menyebabkan rekasi fotokimia dalam kulit (fotoismoerisasi)
yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam fotobilirubin, yang mana dieksresikan
dalam hati kemudian ke empedu. Kemudian produk akhir rekasi adalah reversible dan
eksresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
2. Fenobartital
Mengeksresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis
hepatic glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan
clearance hepatic pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan
albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobartital tidak begitu sering dianjurkan.
3. Antibiotik ; apabila terkait dengan infeksi.
4. Transfuse
Apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi dan indikasinya:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek > 20 mg/%.
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3 - 1 mg/%/jam.
c. Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
d. Kadar Hb tali pusat > 14 mg/% dari uji cooms direk positif.
e. Ikterus disertai tinja (kotoran warna diempul ) harus segera dirujuk.

I. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi,
hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan
diabetes.

b. Pemeriksaan fisik
1) Kuning
2) Pucat
3) Urine pekat
4) Letargi
5) Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
6) Penurunan refleks menghisap
7) Gatal
8) Tremor
9) Convulsio (kejang perut)
10) Menangis dengan nada tinggi
c. Pemeriksaan psikologi
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.
d. Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan
bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan
kurangnya kemauan untuk belajar

J. Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,


fototherapi, dan diare.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan kebutuhan
cairan terpenuhi
Kriteria hasil : terjadi keseimbangan cairan
Intervensi :

 Catat jumlah dan kualitas feses


 pantau turgor kulit
 pantau intake output cairan
 Monitor status dehidrasi
 Monitor TTV
 Kolaborasi pemberian IV
2. Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan suhu
dalam batas normal
Kriteria hasil : Nadi dalam batas normal
Suhu dalam batas normal
Intervensi :

 Beri suhu lingkungan yang netral


 Monitor suhu sesering mungkin
 Monitor WBC,Hb,Hct
 Monitor warna dan suhu kulit
 Kolaborasi pemberian cairan intravena dan antipiretik jika diperlukan
 Monitor tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan kerusakan
kulit teratasi
Kriteria hasil : kulit menjadi lembab
perbaikan kulit meningkat
Intervensi :

 Kaji warna kulit tiap 4 jam


 pantau bilirubin direk dan indirek
 ubah posisi setiap 2 jam
 masase daerah yang menonjol
 jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.

Anda mungkin juga menyukai