Anda di halaman 1dari 84

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

MASALAH HIPERBILIRUBIN DI RUANG PERINA RSUD A.M


PARIKESIT TENGGARONG
Stase : Keperawatan Anak
Dosen Koordinator : Ns. Sumiati Sinaga, S.Kep,. M.Kep
Dosen Pembimbing Klinik : Ns. Ahau Ibau, S.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 1 & 2

DONY IRVAN PRAYOGA


EDWARD SUHENDRA
EMILIA ADILIANI
ENDAH MARISSA
IHZA SALAFIDIN
RINI RIFARIAH
SADILA RINJANI
TUTI SARIFATHUL B
V. LUNAYUNITA PIDE

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
WIYATA HUSADA SAMARINDA
2021
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh faktor fisiologis maupun non fisiologis yang secara klinis
menimbulkan gejala yang disebut ikterus (kuning). Ikterus merupakan salah satu
gejala yang umum dijumpai pada bayi baru lahir (neonatus). Kejadian ikterus
sebanyak 50-52% pada bayi cukup bulan dan 80% terjadi pada bayi berat lahir
rendah. Menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO)
kejadian ikterus didunia pada setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta
bayi. Bayi lahir yang mengalami ikterus neonatorum, hampir 1 juta bayi
meninggal. Angka kejadian kuning bayi di Indonesia berdasarkan. usia gestasi
sekitar 50% bayi cukup bulan yang mengalami perubahan warna kulit, mukosa,
dan mata menjadi kekuningan (ikterus). Pada bayi kurang bulan (premature)
kejadiannya lebih sering, yaitu 75%. (Augurius, Susanto, & Septiana, 2021)
Menurut Mathindas dkk (2013), faktor resiko yang dapat memengaruhi
terjadinya hiperbilirubinea antara lain ASI yang kurang, Peningkatan jumlah sel
darah merah, Infeksi/inkompabilitas ABO-Rh. Menurut (Nanny Lia Dewi, 2013)
klasifikasi ikterus dibagi menjadi dua, yaitu :Ikterus fisiologik adalah ikterus yang
timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis,
kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Timbul
pada hari kedua dan ketiga, Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada
neonates cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonates lebih bulan, Kecepatan
peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari, Ikterus menghilang
pada 10 hari pertama, Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologik. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus
patologis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut: Ikterus terjadi dalam 24 jam
pertama, Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonates kurang bulan, Peningkatan bilirubin lebih dari
2
5 mg% per harI, Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama, Kadar bilirubin direk
melebihi 1 mg%, Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada
neonatus dengan hiperbilirubinemia secara holistik dan komprehensif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji pada neonatus dengan hiperbilirubinemia
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia secara holistik dan komprehensif
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia
d. Melaksanakan implementasi keperawatan yang sesuai dengan
perencanaan keperawatan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia
e. Mengevaluas tindakan keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia
f. Mendokumentasikan tindakan keperawatan pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh faktor fisiologis maupun non fisiologis yang secara klinis
menimbulkan gejala yang disebut ikterus (kuning).1 Ikterus merupakan salah satu
gejala yang umum dijumpai pada bayi baru lahir (neonatus).(Augurius et al.,
2021). Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah>5mg/dL, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara
klinis ditandai dengan ikterus. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu
fenomena klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari
85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan
disebabkan oleh keadaan ini. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning
akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit
(Mathindas dkk, 2013).
B. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya:
1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena polycethemia,
issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan obat (hemolisiskimia salisilat, kortikosteroid, klorampenikol),
hemolisisekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah
metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
C. Faktor risiko
Menurut Mathindas dkk (2013), faktor resiko yang dapat memengaruhi terjadinya
hiperbilirubinea antara lain :

4
1. ASI yang kurang
ASI yang masuk ke tubuh bayi salah satunya berfungsi untuk memroses
pembuangan bilirubin ke dalam tubuh sehingga pada bayi yang tidak cukup
mendapatkan ASI akan bermasalah. Hal ini biasanya terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak cukup memproduksi ASI.
2. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah beresiko untuk terjadinya
hiperbilirubinemia. Misalnya: bayi yang lahir memiliki jenis golongan darah
yang berbeda dengan ibunya, lahir anemia akibat abnormalitas eritrosit
(eliptositosis) atau mendapat transfusi darah beresiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.
3. Infeksi/inkompabilitas ABO-Rh
Berbagai infeksi pada bayi atau yang ditularkan ibu ke janinnya di dalam
rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Seperti infeksi
kongenital virus herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.
D. Klasifikasi
Menurut (Nanny Lia Dewi, 2013) klasifikasi ikterus dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan
dan 12,5 mg% untuk neonates lebih bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
2. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus
patologis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama

5
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonates kurang bulan
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin


(mg%)
1. Kepala dan leher 5
2. Daerah 1 + badan bagian atas 9
3. Daerah 1, 2 + badan bagian 11
bawah dan tungkai
4. Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki 12
dibawah tungkai
5. Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan 16
kaki

E. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancurkan eritrosit, polisitemia.

6
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu biliribin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat
menembus sawar darah orak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya,
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar bilirubin inderk lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar otak apabila
bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan
hipoglikema.

7
Pathway
Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatandestruksieritrosit (gangguankonjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatansiklusenterohepatik), Hbdaneritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidakberikatandengan


albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuanhepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,


obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit Icterus pada sklera, leher dan badan


peningkatan bilirubin indirek> 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko kerusakan
Resiko Kerusakan Kekurangan
KekuranganVolume Gangguan suhu tubuh
Integritas Kulit
integritas kulit volumeCairan
cairantubuh 8
F. Manifestasi klinis
Menurut Mathindas dkk (2013) menyatakan bahwa gejala yang tampak pada
bayi dengan hiperbilirubinemia ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap ASI/susu
formula, muntah, opistotonus, mata terputar-putar ke atas, kejang, dan yang paling
parah adalah kematian. Sebagian besar hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi
hiperbilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (Kern
icterus). Jangka panjang kern icterus adalah retardasi mental, kelumpuhan
serebral, tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.
G. Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Lissauer, Tom. Dkk 2008) menyatakan bahwa pengukuran
bilirubin diindikasikan jika:
a. Ikterus pada usia kurang dari 24 jam
b. Ikterus tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis.
Bilirubin total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menentukan risiko
hiperbilirubinemia signifikan. (Gambar 1.1)

Gambar 1.1 : Diagram bilirubin serum berdasar usia untuk bayi dengan usia
gestasi ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2,5 kg. Diagram ini dapat digunakan untuk
memprediksi risiko berkembangnya hiperbilirubinemia signifikan.

9
c. Bilirubin direk
d. Hitung Darah Lengkap, retikulosit dan apusan untuk darah tepi
e. Golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody test, DAT atau tes
coombs).
f. Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase).
g. Albumin serum
h. Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia).
Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak
teridentifikasi.
H. Tatalaksana medis
Menurut (Nuarif, A. H & Hardhi K 2015) penatalaksanaan medis pada
hiperbilirubinemia antara lain:
a. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal
b. Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).
c. Terapi obat-obatan
Misalnya, obat Phenobartial atau luminal untuk meningkatkan pengikatan
bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah
menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin
berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin
bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan dengan terapi seperti
fototerapi.
d. Menyusui bayi dengan ASI
Seperti diketahui, ASI memilki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan kecilnya.

10
e. Terapi sinar matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.
Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan yang Sehat
(American Academy of Pediatrics)

Keterangan : Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur ≤ 24 jam,


bukan neonatus sehat dan evaluasi ketat.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Anamnese orang tua/keluarga


Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol.
B. Riwayat kelahiran
1. Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi berlebihan
merupakn predisposisi terjadinya infeksi.
2. Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubn.
3. Bayi dengan apgar score renddah memungkinkan terjadinya (hypoksia) ,
acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
4. Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ tubuh
(hepar).
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2. Kepala leher
a. Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung
pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)
b. Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
3. Dada
a. Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
b. Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya ikterus
yang disebabkan oleh adanya infeksi.
12
4. Perut
a. Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal
ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi.
Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi.
b. Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubun enterohepatik
c. Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella
5. Urogenital
a. Urine kuning dan pekat.
b. Adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur
merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu.
6. Ekstremitas
a. Menunjukkan tonus otot yang lemah
7. Kulit
a. Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun.
b. Perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
8. Pemriksaan Neurologis
a. Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lainmenunjukkan adanya
tanda – tanda kern - ikterus
9. Pemerksaan Penunjang
a. Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
b. Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
c. Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
d. Screnning Ikterus melalui metode Kramer dll
e. Skreening ikterus melalui matode kremer.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan suhu lingkungan
yang ekstream
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan suhu lingkungan ekstream
13
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan tidak rawat gabung
4. Resiko injuri

14
E. Rencana Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Integritas Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit
Kulit/Jaringan Observasi:
D.0129 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ▪ Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
diharapkan integritas kulit dan jaringan meningkat Terapeutik:
Pengertian : Kriteria Hasil: ▪ Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Kerusakan kulit Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk ▪ Gunakan produk berbahan petrolium atau
(dermis dan/atau Menurun Meningk at minyak pada kulit kering
epidermis) atau at ▪ Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
jaringan (membran 1 Elastisitas kulit
mukosa, kornea, fasia, 1 2 3 4 5 Edukasi
otot, tendon, tulang, ▪ Anjurkan menggunakan pelembab
2 Hidrasi
kartilago, kapsul sendi ▪ Anjurkan minum air yang cukup
1 2 3 4 5
dan/atau ligamen) ▪ Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun ▪ Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
Meningka Menurun ▪ Anjurkan mandi dan menggunkan sabun
t secukupnya
3 Kerusakan lapisan kulit Perawatan Luka
1 2 3 4 5 Observasi:
4 Perdarahan ▪ Monitor karakteristik luka
1 2 3 4 5 ▪ Monitor tanda-tanda infeksi
5 Nyeri Terapeutik:
1 2 3 4 5 ▪ Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
6 Hematoma ▪ Bersihkan dengan cairan NaCl atau
1 2 3 4 5 pembersih nontoksik

15
▪ Bersihkan jaringan nekrotik
▪ Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
▪ Pasang balutan sesuai jenis luka
▪ Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi
▪ Jelaskan tanda dan gejala infeksi
▪ Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi
▪ Kolaborasi prosedur debridement
▪ Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

16
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Termoregulasi Tidak Termoregulasi Regulasi Temperatur
Efektif Observasi:
D.0149 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam ▪ Monitor suhu tubuh dalam rentang normal
diharapkan pengaturan suhu tubuh membaik ▪ Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu
Pengertian : Kriteria Hasil: ▪ Monitor warna dan suhu kulit
kegagalan Meningka Cukup Sedang Cukup Menurun ▪ Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia
mempertahankan t Meningk Menuru atau hipertermia
suhu tubuh dalam at n Terapeutik:
rentang normal 1 Menggigil ▪ Pasang pemantau alat pengukur suhu, jika perlu
1 2 3 4 5 ▪ Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang
adekuat
2 Kejang
▪ Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan
1 2 3 4 5
panas pada bayi baru lahir
3 Hipoksia ▪ Atur suhu inkubator sesuai kebutuhan
1 2 3 4 5 ▪ Sesuaikan suhu ligkungan dengan kebutuhan
4 Pucat pasien
1 2 3 4 5 ▪ Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau
lebih untuk mengurangi kehilangan panas karena
Memburu Cukup Sedan Cukup Membaik proses evaporasi
k Membur g Membai ▪ Gunakan matras hangat, selimut hangat, jika perlu
uk k Edukasi
1 Suhu Tubuh ▪ Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena
1 2 3 4 5 terpapar udara dingin
2 Suhu Kulit
1 2 3 4 5
3 Pengisian Kapiler
1 2 3 4 5

17
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Menyusui Efektif Status Menyusui Konseling Laktasi
D.0028 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan kemampuan memberikan ASI secara lansgung ▪ Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan
dari payudara kepada bayi dan anak untuk memenuhi dilakukan konseling menyusui
kebutuhan nutrisi membaik ▪ Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
Pengertian : Kriteria Hasil: ▪ Identifikasi permasalahan yang ibu alami
Pemberian ASI Meningka Cukup Sedan Cukup Menurun selama proses menyusui
secara langsung t Meningk g Menuru Terapeutik:
dari payudara at n ▪ Gunakan teknik mendengarkan aktif
kepada bayi dan 1 Tetesan/pancaran ASI (mis.duduk sama tinggi, dengerkan
anak yang dapat 1 2 3 4 5 permasalahan ibu)
memenuhi 2 Suplai ASI adekuat ▪ Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang
kebutuhan nutrisi 1 2 3 4 5 benar
Edukasi
3 Intake bayi
1 2 3 4 5

18
4 Hisapan Bayi ▪ Ajarkan teknik menyusui yang tepat
1 2 3 4 5 sesuai kebutuhan ibu

5 Kecemasan Maternal Promosi ASI Eksklusif

1 2 3 4 5 Observasi:
▪ Identifikasi kebutuhan laktasi bagi ibu pada
antenatal, intranatal dan postnatal
Terapeutik:
▪ Fasilitasi ibu melakukan IMD (inisiasi
menyusu dini)
▪ Fasilitasi ibu untuk rawat gabung atau
rooming in
▪ Gunakan sendok dan cangkir jika bayi belum
bias menyusu
▪ Dukung ibu menyusui dengan mendampingi
ibu selama kegiatan menyusui berlangsung
▪ Diskusikan dengan keluarga tentang Asi
eksklusif

19
▪ Siapkan kelas menyusi pada masa prenatal
minimal 2 kali dan periode pascapartum
minimal 4 kali
Edukasi
▪ Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
▪ Jelaskan pentingnya menyusui dimalam hari
untuk mempertahankan dan meningktakna
produksi ASI
▪ Jelaskan tanda-tanda bayi cukup ASI
(mis.berat badan meningkat, BAK lebih dari
10 kali/hari, warna urine tidak pekat)
▪ Jelaskan manfaat rawat gabung (rooming in)
▪ Anjurkan ibu menyusu sesegera mungkin
setelah melahirkan
▪ Anjurkan ibu memberikan nutrisi kepada bayi
hanya denan ASI
▪ Anjurkan ibu menyusui sesering mungkin
setelah lahir sesuai kebutuhan bayi

20
▪ Anjurkan ibu menyusui produksi ASI dengan
memerah, walaupun kondisi ibu atau bayi
terpisah

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Jatuh termoregulasi Pencegahan Cidera
D.0143 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 8 Observasi:
jam, keparahan dan cedera yang diamati atau dilaporkan ▪ Identifikasi obat yang berpotensi
menurun. menyebabkan cidera
Pengertian : Kriteria Hasil: ▪ Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
Risiko mengalami Meningka Cukup Sedang Cukup Menuru elastis pada ekstremitas bawah
kerusakan fisik t Meningk Menuru n
dan gangguan at n Terapeutik:
kesehatan akibat ▪ Sediakan pencahayaan yang memadai
terjatuh 1 Kejadian Cedera
▪ Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
1 2 3 4 5
lingkungan rawat inap
2 Luka/Lecet
1 2 3 4 5 ▪ Sediakan alas kaki antislip
3 pendarahan
▪ Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di
1 2 3 4 5
dekat tempat tidur, Jika perlu
4 fraktur
1 2 3 4 5 ▪ Pastikan barang-barang pribadi mudah
dijangkau

21
▪ Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
▪ Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh
ke pasien dan keluarga
▪ Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk beberapa menit sebelum berdiri
Manajemen Keselamatan Lingkungan
Observasi:
▪ Identifikasi kebutuhan keselamatan
▪ Monitor perubahan status keselamatan
lingkungan
Terapeutik:
▪ Hilangkan bahaya keselamatan, Jika
memungkinkan
▪ Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
risiko
▪ Sediakan alat bantu kemanan linkungan
(mis. Pegangan tangan)
▪ Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel
samping, pintu terkunci, pagar)
Edukasi

22
▪ Ajarkan individu, keluarga dan kelompok
risiko tinggi bahaya lingkungan

23
BAB IV
PENGKAJIAN ANAK

Nama Mahasiswa : Kelompok 1 dan 2


Tempat Praktek : Ruang Perinatologi
Tanggal Praktek : 02 agustus 2021

I. Pengkajian
A. Identitas Data
1. Nama : By. Ny N
2. Tempat/Tgl lahir : Tenggarong , 21-07-2021
3. Usia : 12 hari
4. Nama Ayah/Ibu : Ny.N
5. Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
6. Pekerjaan ibu : IRT
7. Pendidikan Ayah : SMP
8. Pendidikan Ibu : SMA
9. Agama : Islam
10. Suku/Bangsa : Jawa
11. Alamat : Jl. Pesut RT 38 No 21 Tenggarong

B. Keluhan Utama
Ibu Klien mengatakan bayi tampak kuning sejak hari ke 3 setelah lahir.
C. Riwayat Keluhan Saat ini
Bayi tampak kuning pada kulit ,kepala, sclera serta dada sejak hari ke 3 setelah lahir. Bayi
sempat di rawat di ruang rawat gabung bersama ibunya . Pada saat kontrol ke poli anak RS A M
Parikesit dokter menyarankan untuk di lakukan pemeriksaan lab bilirubin dan di dapatkan hasil
Bilirubin total 16,80 mg/dl Pada tanggal 29 juli 2021. Kemudian bayi di lakukan perawatan di
ruang Perinatologi.

D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1. Prenatal
Ibu mengatakan tidak ada mengalami masalah kesehatan pada saat prenatal
2. Intranatal
Pada saat usia kehamilan 21 minggu hamil ibu klien mengalami peningktan tekanan darah
140 /90 mmHg
3. Post natal
Setelah melahirkan ibu mengatakan tidak ada keluhan dan masalah kesehatan
24
E. Riwayat Masa Lalu
1. Penyakit waktu kecil
Tidak ada karrena bayi baru lahir
2. Pernah di rawat di RS
Setelah lahir, klien di rawat bersama ibunya di ruang rawat gabung RSUD A. M Parikesit
3. Obat-obatan yang digunakan
Tidak ada
4. Tindakan (operasi)
Belum Pernah mendapatkan tindakan operasi
5. Alergi
Tidak ada alergi

6. Kecelakaan
Tidak ada riwayat kecelakaan
7. Imunisasi
HB- 0

F. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


BB klien saat lahir 3,5 kg , Bb saat ini 3,8 kg, klien bergerak aktif dan menangis kuat

G. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh : Ibu kandung klien
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Bayi di terima dengan baik dan sangat antusias oleh
keluarga karna keluarga sangat menginginkan bayi laki - laki
3. Hubungan dengan teman sebaya : Belum bisa di kaji

H. Riwayat Keluarga
1. Sosial ekonomi
Ibu mengatakan keluarganya tidak ada masalah dalam sosial ekonomi dan sudah merasa
keluarganya masuk dalam tingkat ekonomi yng berkecukupan
2. Lingkungan rumah
Ibu mengatakan lingkungan rumah keluarganya bersih karna kadang di bantu oleh
suaminya untuk membersihkan daerah lingkungan rumahnya

25
3. Penyakit keluarga
Ibu mengatakan anak pertama dan kedua nya sebelumnya saat bayi tidak pernah sakit
seperti anak ketiganya yang sekarang, ibu juga mengatakan di dalam keluarga tidak ada
mengalami penyakit yang sama di derita oleh klien. Keluarga klien tidak ada riwayat
penyakit keturunan dan tidak memiliki penyakit menular

26
4. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Satu Rumah

: Meninggal

27
I. Pengkajian Tingkat perkembangan saat ini
Bayi mengalami kenaikan BB dari Berat awal lahir 3500 gram menjadi 3800 gram

J. Pengkajian Pola Kesehatan Saat ini


1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ibu mengatakan sangat berharap untuk kesembuhan anaknya agar bisa segera pulang
dan berkumpul kembali dengan keluarganya
2. Nutrisi
Asi on demand
3. Cairan
Bayi hanya di berikan ASI
4. Aktivitas
Bayi tampak bergerak dengan aktif , refleks aktif , dan menangis dengan kuat
5. Tidur dan istirahat
Bayi tidur dari 18 – 19 jam sehari semalam
6. Eliminasi
Bayi BAK 4-6 kali sehari dengan urin jernih 20 cc/BAK
BAB 3-4 sehari. Konsistensi lembek berwarna
7. Pola hubungan
Bayi di jaga oleh ibu kandungnya sendiri saat di rawat di RS
8. Koping atau temperamen dan disiplin yang di terapkan
Ibu selalu menjenguk bayinya dan memberi ASI untuk bayinya di ruang Perinatologi
9. Kognitif dan persepsi
Klien saat ini masih dalam tahap Neonatus
10. Konsep diri
Tidak di kaji
11. Seksual dan menstruasi
Bayi berjenis kelamin pria
12. Nilai
Tidak di kaji

28
K. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: Baik
▪ Tanda-tanda vital :
TD: mm/H P: 40 x/m N:130 x/m S:36.2 oC
BB/TB : 3800 gr
▪ Skala Nyeri : Tidak ada Nyeri

▪ Resiko Jatuh :
Skala Humpty Dumpty

Parameter Kriter Nilai Skor


ia
< 3 tahun 4 4
Usia 3-7 tahun 3
7-13 tahun 2
≥ 13 tahun 1
Jenis Kelamin Laki-Laki 2 2
Perempuan 1
Diagnosis Diagnosis neurologi 4
Perubahan oksigenasi (diagnosis respiratorik, 3 3
dehidrasi, anemia, sinkop, pusing)
Gangguan Perilaku/Psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1 1
Gangguan Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3 3
Kognitif Lupa akan adanya keterbatasan 2
Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor Riwayat jatuh/bayi diletakkan ditempat tidur dewasa 4
lingkungan Menggunakan alat bantu/diletakkan dalam tempat
tidur bayi 3 3
Pasien diletakkan di tempat tidur 2
Area di luar rumah sakit 1
Pembedahan/se Dalam 24 jam 3
dasi/ Dalam 48 jam 2
anastesi >48 jam atau tidak menjalani 1 1
pembedahan/sedasi/anastesi
Penggunaan Penggunaan multiple : sedative, obat hypnosis, 3
barbiturate, fenotiazin, antidepresan, pencahar,
medika diuretic, narkose
mentosa Penggunaan salah satu obat diatas 2
Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi 1 1
Jumlah skor humpty 18
dumpty
▪ Skor 7-11 : resiko rendah
▪ Skor ≥ 12 : resiko tingg

29
2. Kulit

Kulit tampak gak kering , turgor elastis warna kekuningan , tidak terdapat lesi
3. Kepala
Kulit kepala tampak bersih, tidak terdapat benjolan, rambut berwarna hitam
4. Mata
Tampak simetris kanan dan kiri ,Sclera mata tampak ikterik, konjungtiva tidak anemis
5. Telinga
Bentuk tampak simetris kanan dan kiri , tidak terdapat benjolan
6. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada edem ,tidak terpasang alat bantu nafas
7. Mulut
Membran mukosa lembab, belum ada gigi, tidak ada sianosis
8. Leher
Tampak simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
9. Dada
Tampak simetris kanan dan kiri , tidak terdapat benjolan
10.Paru
Simetris tidak ada benjolan , tidak ada nyeri tekan, perkusi sonor
11.Jantung
Bunyi jantung s1 dan s2 tunggal, tidak ada bunyi splis
12. Abdomen
Simetris kanan dan kiri, bunyi perkusi timpani
13. Genitalia
Klien berjenis kelamin laki- laki, Terdapat 2 buah testis
14. Anus dan Rectum
Tidak ada atresia ani
15. Muskuloskeletal
Ekstremitas atas lengkap , repleks genggm pada tangan (+) , Ekstremitas bawah lengkap
refleks genggam pada kaki (+)
16. Neurologi
-

30
L. Pemeriksaan Diagnostik lainnya
a. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 29 juli 2021
- Bilirubin total : 16,80 mg/dl
- Bilirubin direct : 0,60 mg/dl
- Bilirubin indirect : 16,20 mg/dl
Tanggal 1 agustus 2021
- Hb : 16,2 gr/100 ml
- HT : 43 vol %
- Leukosit : 11.400/mm3
- Thrombosit : 400 .000/mm3
- Bilirubin total : 7, 49 mg/dl
- Bilirubin direct : 0,40 mg/dl
- Bilirubin indirect :7,09 mg/ dl
- HBSAG : (-) Negatif
b. Pemeriksaan Rontgen : Tidak ada
c. Dan lain-lain : Tidak ada
M. Informasi lainnya (Program terapi dan Cairan)
Fototerapi ,ASI on demand

Samarinda, 4 Agustus 2021


Perawat

Kelompok 1 & 2

31
No DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
1. DS : Kesulitan transisi ke Ikterus Neonatus
- Ibu nmengatakan kulit dan kehidupan ekstra uterin (D.0024)
mata bayi menguning

DO :
- Kulit dan wajah tampak
kuning
- Sklera tampak kuning
- Tgl 29 07 2021 Bilirubin :
Bilirubin Total :
16.80mg/dl
Bilirubin direct :
0,60mg/dl
Bilirubin Indirect : 16.20
mg/dl

DS :
- Ibu bayi mengatakan terdapat
ruam pada pantat bayi
2 DS : Kelembaban (ruam popok) Ganggguan integritas kulit
- Ibu bayi mengatakan terdapat (D.0192)
ruam pada pantat bayi

DO :
- Kulit bayi tampak kering
- Bayi diberikan terapi
Fototerapi
- Terdapat ruam popok pada
bayi

3 DS : Krisis situsional Ansietas (orang


- Ibu mengatakan tidak tua)
tega melihat bayinya saat ( D.0080)
di fototerapi
- Ibu mengatakan
khawatir saat melihat
bayinya di lakukan
fototerapi
DO :
- Ibu tampak gelisah
- ibu tampak tegang
- ibu sering bertanya
tentang kondisi kesehatan
bayinya secara berulang

32
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterus Neonatus Berhubungan dengan Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
(D.0024)
2. Gangguan integritas kulit Berhubungan Dengan Kelembaban (Ruam Popok )
(D.0192)
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ( D.0080)

33
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Ikterus Neonatus Status nutrisi bayi (L.03031) Fototerapi Neonatus
Berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan (I.03091)
Kesulitan transisi ke keperawatan selama 1x8 jam Observasi:
kehidupan ekstra diharapkan status nutrisi membaik 1.1 Monitor ikterik pada
uterin (D.0024) dengan kriteria hasil :
sklera dan kulit bayi
1.2 Monitor suhu dan tanda
Ekspektasi Kriteria target
hasil vital setiap 4 jam sekali
1. Berat Meningkat 5 1.3 Monitor efek samping
badan fototerapi (mis.
Hipertermi, diare, rush
2. Panjang Meningkat 5 pada kulit, penurunan
badan berat badan)
3. Kulit Menurun 5 Terapeutik
kuning
1.4 Siapkan lampu
4. Sklera Menurun 5
fototerapi dan inkubator
kuning
atau kotak bayi
1. Meningkat 1.5 Lepaskan pakaian bayi
2. Cukup meningkat kecuali popok
3. Sedang 1.6 Berikan penutup mata
4. Cukup Menurun pada bayi
5. Menurun 1.7 Ukur jarak antara lampu
dan permukaan kulit
bayi
1.8 Biarkan tubuh bayi
terpapar sinar fototerapi
secara berkelanjutan
1.9 Ganti segera alas dan
popok bayi jika
BAB/BAK
1.10 Gunakan linen berwarna
putih agar bisa
memantulkan cahaya
sebanyak mungkin
Edukasi:
1.11 Anjurkan ibu
menyusui sekitar 20-30
menit
Kolaborasi
1.12 Kolaborasi
pemeriksaan darah vena
bilirubin

34
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
2 Risiko Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
Gangguan keperawatan selama 3x8 jam (I.11353)
integritas diaharapkan integritas kulit dan
kulit Observasi :
jaringan meningkat dengan kriteria
(D.0192) hasil : 2.1 Identifikasi penyebab
gangguan integritas kulit
Ekspektasi Kriteria (penurunan kelembaban)
hasil
1. kerusakan Menurun 5 Terapeutik
lapisan
2.2 Gunakan produk berbahan
kulit petrolium atau minyak pada
2. Tekstur Membaik 5 kulit kering
kulit
Edukasi
1. Meningkat / Memburuk
2. Cukup Meningkat 2.3 Anjurkan mengunakan
pelembab (lotion / baby oil)
/Memburuk
3. Sedang
4. Cukup menurun/Cukup
Membaik
5. Menurun /Cukup Menurun

35
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWA
TAN
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Reduksi Ansietas (I. 09314)
Observasi:
berhubungan selama 3x24 jam diaharapkan tingkat
3.1 Identifikasi saat tingkat
dengan krisi ansietas menurun dengan kriteria hasil ansietas berubah ( Mis.
Kondisi , waktu, stressor)
situasional ( (L.09093)
D.0080) 3.2 Monitor tanda - tanda
ansietas( verbal dan non
Ekspektasi Kriteria verbal)
hasil Terapeutik:
1. Verbalisasi Menurun 5
3.3 Ciptakan suasna terapeutik
hawatir akibat untuk menumbuhkan
kondisi yang di kepercayaan

hadapi 3.4 Pahami situasi yang


membuat ansietas
2.Perilaku Menurun 5
3.5 Dengarkan dengan penuh
gelisah Menurun 5
perhatian
3.Perilaku
3.6 Gunakan pendekatan yang
tegang tenang dan meyakinkan
1. Meningkat
Edukasi
2. Cukup Meningkat 3.7 Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien
3. Sedang
4. Cukup Menurun 3.8 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
5. Menurun
3.9 Latih tehnik relaksasi
3.10 Jelaskan Prosedur
termasuk sensasi yang
akan dialami
3.11 Informasikan secara
faktual mengenai
diagnosis, pengobatan dan
prognosis

36
Kolaborasi
3.12 Kolaborasi pemberian
obat antiansietas

37
IV. IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Klien : By. Ny. N Umur : 12 hari

No. RM : Ruang : Perinatologi

Hari/ No. Implementasi Evaluasi Paraf


Tanggal Dx

Senin
02/08/2021 1 S : Ibu Mengatakan kulit dan mata bayi masih
1.1 Memonitor Ikterik Sklera dan Kulit Bayi
berwarna kuning
1.2 Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
O:
1.3 Memonitor efek samping fototerapi
1. Ku Baik, Kes : Compos mentis
1.4 Menyiapkan lampu fototerapi dan inkubator atau
2. Nadi: 130 x/mt, S: 36,2oC RR: 40 x/mt
kotak bayi 3. CRT < 2 detik
4. BB : 3.500 gram
1.5 Melepaskan pakaian bayi kecuali popok
5. PB : 50 cm
1.6 Memberikan penutup mata pada bayi
6. Kulit tampak kuning
1.7 Membiarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi 7. Sklera tampak kuning
8. Tgl 29 07 2021 Bilirubin :
secara berkelanjutan

37
1.8 Mengganti segera alas dan popok bayi jika BAB/BAK 9. Bilirubin Total : 16.80mg/dl
10. Bilirubin direct : 0,60mg/dl
1.9 Menganjurkan ibu menyusui sesering mungkin
11. Bilirubin Indirect : 16.20 mg/dl

INDIKATOR SLKI H1

Berat badan 5 4
Panjang 5 4
badan
Kulit kuning 5 3
Sklera 5 3
kuning

A : Ikterus Neonatus teratasi sebagian


P : Lanjutkan Intervensi
1.1 – 1.10

38
Hari/ No. Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal Dx

Senin
02/08/2021 2 S : Ibu bayi mengatakan ruam popok masih ada
2.1 Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(penurunan kelembaban) O:
1. Kulit bayi tampak kering
2.2 Menggunakan produk berbahan petrolium atau 2. Bayi diberikan terapi Fototerapi
minyak pada kulit kering 3. Terdapat ruam popok pada bayi
4. Ibu nampak mengoleskan baby oil
2.3 Menganjurkan mengunakan pelembab (lotion / baby kekulit bayi
oil)
INDIKATOR SLKI H1

Kerusakan 5 3
lapisan kulit
Tekstur Kulit 5 4

A : Kerusakan integritas kulit dan jaringan

P : Lanjutkan Intervensi
2.1 – 2.4

39
Hari/ No. Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal Dx

Senin 3.1 Mengidentifikasi saat tingkat ansietas berubah S:


02/08/2021 3
3.2 Memonitor tanda - tanda ansietas 1. Ibu mengatakan sedikit lebih lega setelah
3.3 Menciptakan suasana terapeutik untuk mendengar penjelasan dari perawat
menumbuhkan kepercayaan tentang fototerapi
3.4 Memahami situasi yang membuat ansietas O:
3.5 Mendengarkan dengan penuh perhatian 1. Ibu tampak lebih tenang
3.6 Menggunakan pendekatan yang tenang dan Ekspektasi SLKI
meyakinkan
Verbalisasi 5 4
3.7 Menganjurkan keluarga untuk tetap bersama ibu hawatir akibat
kondisi yang di
3.8 Menganjurkan mengungkapkan perasaan dan
hadapi
persepsi Perilaku 5 5
3.9 Menjelaskan Prosedur termasuk sensasi yang akan gelisah
dialami Perilaku 5 5
tegang
3.10 Menginformasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan dan prognosis A : Ansietas teratasi
3.11 Melatih tehnik relaksasi P : Lanjutkan Intervensi 3.2 – 3.6

40
Selasa 1.1 Memonitor Ikterik Sklera Dan Kulit Bayi
03/08/21 S : Ibu Mengatakan kulit dan mata bayi masih
1.2 Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
berwarna kuning
1.3 Memonitor efek samping fototerapi (mis.
O:
Hipertermi, diare, rush pada kulit, penurunan berat
1. Ku Baik, Kes : Compo mentis
badan) 2. TTV
3. Nadi: 128 x/mt, S: 36,5oC RR: 40 x/mt
4. CRT < 2 detik
5. Kulit tampak kuning
6. Sklera tampak kuning
7. Bilirubin :
8. Tgl 02/08/ 2021 Bilirubin :
9. Bilirubin Total : 7.49 0mg/dl
10. Bilirubin direct : 0,40 mg/dl
11. Bilirubin Indirect : 7.09 mg/dl

INDIKATOR SLKI H1

Kulit Kuning 4 3
Sklera 4 3
Kuning

A : Ikterus Neonatorus teratasi sebagian


P : Lanjutkan Intervensi
1.1 – 1.10

41
Selasa 2.4 Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit
03/08/2021 (penurunan kelembaban) S : Ibu pasien mengatakan kulit bayi masih
lembab
O:
2.5 Menggunakan produk berbahan petrolium atau 1. Bayi Mendapatkan Foto terapi
minyak pada kulit kering 2. Tanpak lembab

INDIKATOR SLKI H1
2.6 Mengoleskan baby oil pada kulit bayi
Kerusakan 5 4
lapisan kulit
Tekstur Kulit 5 5

A : Resiko Kerusakan Integritas Kulit Teratasi


Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
2.1 – 2.4
3.2 Memonitor tanda - tanda ansietas S : Ibu mengatakan lebhih tenang dari hari
Selasa sebelumnya saat melihat anaknya di lakukan
3.3 Menciptakan suasna terapeutik untuk
03/08/2021 fototerapi
menumbuhkan kepercayaan
O:
3.4 Memahami situasi yang membuat ansietas
1. Ibu tampak rileks
3.5 Mendengarkan dengan penuh perhatian
3.6 Menggunakan pendekatan yang tenang dan Ekspektasi SLKI
meyakinkan Verbalisasi 5 5
hawatir akibat

42
kondisi yang di
hadapi
Perilaku 5 5
gelisah
Perilaku 5 5
tegang

A : Ansietas teratasi

P : Hentikan intervensi

Rabu 1.1 Memonitor ikterik sklera dan kulit bayi S:-


04/08/2021
1.2 Memonitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali O:
1. Ku Baik, Kes : Compo mentis
1.3 Memonitor efek samping fototerapi 2. TTV
3. Nadi: 125 x/mt, S: 36,5oC RR: 39 x/mt
4. CRT < 2 detik
5. Kulit tampak kuning
6. Sklera tampak kuning
7. Bilirubin :
8. Tgl 02/08/ 2021 Bilirubin :
9. Bilirubin Total : 7.49 0mg/dl
10. Bilirubin direct : 0,40 mg/dl
11. Bilirubin Indirect : 7.09 mg/dl

43
INDIKATOR SLKI H1

Kulit Kuning 4 3
Sklera 4 3
Kuning

A : Ikterus Neonatorum teratasi sebagian


P : Lanjutkan Intervensi 1.1 – 1.10

Rabu 2.7 Mengidentifikasi penyebab gangguan integritas kulit S : Ibu pasien mengatakan kulit bayi masih
04/08/2021 (penurunan kelembaban) lembab

2.8 Menggunakan produk berbahan petrolium atau O:


minyak pada kulit kering 1. Bayi Mendapatkan Foto terapi
2. Tanpak lembab
2.9 Memberikan baby oil pada kulit bayi
INDIKATOR SLKI H1

Kerusakan 5 4
lapisan kulit
Tekstur Kulit 5 5

A : Resiko Kerusakan Integritas Kulit Teratasi


Sebagian

P : Lanjutkan Intervensi
2.1 – 2.4

44
ANALISIS JURNAL
“EFEKTIVITAS PERAWATAN PERIANAL DENGAN BABY OIL TERHADAP
PENCEGAHAN DIAPER DERMATITIS PADA BAYI DI RSUD LABUANG
BAJI MAKASSAR”

KELOMPOK 1&2

DONY IRVAN PRAYOGA


EDWARD SUHENDRA
ENDAH MARISSA
EMILIA ADILIANI
IHZA SALAFIDDIN
RINI RIPARIAH
SADILA RINJANI
TUTI SARI FATHUL BADRIAH
V.LUNAYUNITA PIDE

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2020/2021

45
ASPEK YANG
ITEM HASIL ANALISA
DIKRITISI
ABSTRAK Masalah/hipotesa penelitian Masalah dijelaskan di pendahuluan
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dicantumkan
Desain Penelitian Desain Penelitian dicantumkan
Variabel Penelitian Variabel penelitian dijelaskan
Jumlah Sampel 20 bayi
Lokasi Penelitian Ruang Perawatan Anak RSUD Labuang Baji Makassar
Hasil Yang Diperoleh Hasil dari penelitian menunjukan kejadian diaper dermatitis lebih banyak pada
responden yang dilakukan perawatan tanpa menggunakan baby oil yaitu 7 orang
(70%) dengan dermatitis sedang dan 3 orang (30%) dengan dermatitis berat. Dilihat
dari uji statistic Mann Whitney U Test menunjukan probabilitas p=0,000 (p<0,05)
sehingga pengguna baby oil sangat efektif terhadap pencegahan diaper dermatitis
pada bayi di ruang bayi ruang perawatan anak RSUD Labuang Baji Makassar.
Kesimpulan Dalam hal ini seorang perawat atau ibu berperan sangat penting dalam melakukan
pencegahan terjadinya diaper dermatitis dengan cara melakukan perawatan segera
setelah bayi BAB/BAK dengan menggunakan baby oil dengan prosedur perawatan
perianal.
Saran Tidak di cantumkan

46
Jumlah kata Dalam bahasa Indonesia 204 kata
Penempatan abstrak Sesuai
Tampilan dibedakan Tampilan tidak dibedakan

PENDAHULUAN Latar belakang masalah Pada bayi memiliki permasalahan yang luas dan kompleks, terutama masalah kulit.
Semua bayi memiliki kulit yang sangat peka dalam bulan-bulan pertama. Kondisi
kulit pada bayi yang relatif lebih tipis menyebabkan bayi lebih rentan terhadap
infeksi, iritasi dan alergi. Secara struktural dapat pula di lihat bahwa kulit pada bayi
belum berkembang dan berfungsi optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah diaper dermatitis adalah metode perawatan perianal dengan baby
oil
Pernyataan masalah Dalam penelitian dikatakan bahwa BAK bayi bisa 4-5 kali dalam sehari, maka perlu
diperhatikan Kembali mengenai kebersihan daerah perinal yang tertutupi oleh
popok sehingga tidak menimbulkan masalah kulit atau diapers dermatitis. Pada bayi
memiliki permasalahan yang luas dan kompleks, terutama masalah kulit. Semua
bayi memiliki kulit yang sangat peka dalam bulan-bulan pertama. Kondisi kulit
pada bayi yang relatif lebih tipis menyebabkan bayi lebih rentan terhadap infeksi,
iritasi dan alergi. Secara struktural dapat pula di lihat bahwa kulit pada bayi belum

47
berkembang dan berfungsi optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah diaper dermatitis adalah metode perawatan perianal dengan baby oil
Tujuan penelitian Dijelaskan
Kerangka konsep Dijelaskan
Manfaat penelitian Tidak dijelaskan

METODOLOGI Desain penelitian Berdasarkan ruang lingkup permasalahan dan tujuan penelitian menggunakan
PENELITIAN metode Quasi Eksperimental (Post Test Only Control Group Design). Dalam
rancangan ini, kelompok eksperimental diberi perlakuan berbeda dengan kelompok
kontrol, kemudian diadakan pengukuran kembali (observasi).
Variabel penelitian Dijelaskan

Populasi dan sampel Dijelaskan. Sampel penelitian 20 responden.


Lama penelitian Tidak dijelaskan
Cara pengumpulan data Dijelaskan

48
HASIL Penyajian Hasil penelitian disajikan dengan menggunakan grafik dan table.
PENELITIAN
Judul Grafik dan Tabel a. Grafik 1 Distribusi Jenis Kelamin Bayi
b. Grafik 2 distribusi Usia Bayi
c. Grafik 3 Distribusi Makanan Yang di Konsumsi Bayi
d. Grafik Distribusi Konsistensi Kotoran Bayi
e. Grafik Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemakaian Popok pada Bayi
f. Grafik Distribusi Jenis Popok yang dipakai
g. Grafik Distribusi Keadaan Kulit Bayi
h. Grafik Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Mengganti Popok

49
i. Grafik Distribusi Angka Kejadian Dermatitis dengan Pemberian Baby Oil dan
Tanpa pemberian baby oil setelah melakukan perawatan perianal.
j. Tabel 1 Efektivitas Perawatan Perianal dengan Baby Oil terhadap Pencegahan
diaper dermatitis.

PEMBAHASAN Penempatan Di gabungkan dengan hasil penelitian


Jumlah Porsinya cukup dan diuraikan setelah penguraian hasil penelitian
Uraian analisis temuan Dalam penelitian ini, ada bukti kualitas rendah hingga berat yang menunjukan
bahwa baby oil sangat efektif terhadap pencegahan diaper dermatitis, karena
terdapat proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi yang didalamnya terdapat
mengandung bahan-bahan diantaranya : gliserin, tocopherylacetate (vitamin E),
chamomile extract dan zink oxid. Glyserin mengandung mineral oil yang tinggi,
memiliki sifat mudah diabsorbsi oleh kulit bayi.

Rekomendasi berdasarkan hasil Pada penelitian ini diakui adanya keterbatasan penting dalam studi yang
temuan termasuk dalam tinjauan sistematis. Adanya kurang pembanding penggunaan
bahan habis pakai yang dimana dalam penelitian ini hanya menggunakan baby
oil. Baby oil dilaporkan dalam pencegahan ruam diapers pada bayi. Ini

50
menggaris bawahi bahwa petingnya melakukan perawatan pada bayi dengan
menggunakan baby oil. Terdapat banyak percobaan dalam melakukan
perawatan bayi salah satunya baby oil, adapula dengan olive oil an coconut oil.
Ada variasi besar dalam intervensi yang dipelajari, termasuk durasi waktu dan
sampel penelitian yang menimbulkan tantangan lebih lanjut untuk menarik
kesimpulan kuat dari data.

KESIMPULAN Kesimpulan Perawatan perianal dengan menggunakan baby oil yang dilakukan secara rutin
DAN SARAN setelah bayi selesai BAB/BAK, efektif mencegah diaper dermatitis pada bayi.
Perawatan perianal yang dilakukan dengan menggunakan baby oil membuat kulit
bayi terjaga tetap kering, mencegah amonia dan enzim fecal tidak mudah meresap
dalam kulit bayi menyebabkan permeabilitas kulit (pH kulit) normal sehingga tidak
terjadi dermatitis. Pada perawatan perianal tanpa menggunakan baby oil maka kulit
bayi menjadi lembab oleh urine dan faeces, menyebabkan amonia dan enzim fecal
mudah meresap dalam kulit, sehingga pH kulit meningkat dan terjadilah diaper
dermatitis. Bayi yang terkena diaper dermatitis tanpa penggunaan baby oil dari
sebanyak 10 org (100%) dari 10 responden sedangkan bayi dengan penggunaan
baby oil yang terkena diaper dermatitis sebanyak 2 org (20%) dari 10 responden.
Saran Tidak dicantumkan

51
KEKURANGAN Kurangnya penjelasan variabel dalam table, kurangnya penejalasan hasil penelitian
PENELITIAN berupa narasi. Tidak dicantumkan berapa lama penelitian, populasi dan sampel
hanya 20 responden, referensi dengan jarak lebih dari 10 tahun yang lalu.
KELEBIHAN • Jenis penelitian, hasil penelitian yang dibuat secara diagram/grafik, prosedur
PENELITIAN pelaksanaan penelitian,dan hasil diskusi di jelaskan dalam jurnal yang disampaikan
dengan jelas dan detail.

DAFTAR Relevansi Tinjauan pustaka sesuai atau relevan dengan masalah penelitian
PUSTAKA
Sumber reverensi Jumlah referensi 18
Penyusunan Tidak disusun secara abjad

52
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bayi merupakan sekelompok penduduk yang sangat rentan terhadap perubahan
status kesehatan (Dachi,2016). Salah satu hal yang penting dilakukan pada bayi
adalah perawatan kulit, dikarenakan karakteristik kulit bayi sangat berbeda
dengan kulit orang dewasa. Berdasarkan anatomi dan fisiologi dari kulit, kulit
pada bayi relatif tipis, halus, pH kulit asam, dan lapisan bagian dalamnya
mempunyai kelembapan yang lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan kulit bayi
rentan mengalami alergi dan iritasi. Iritasi tersebut dapat diakibatkan oleh paparan
yang lama dari pemakaian popok atau diaper yang penuh dengan urin dan feses
(Cahyati et al., 2015). Secara struktural, kulit bayi belum berkembang dan
berfungsi secara optimal, sehingga diperlukan perawatn yang lebih menekankan
pada perawatan kulit, sehingga bisa meningkatkan fungsi utama kulit sebagai
pelindung dari pengaruh luar tubuh. Selain perawatan rutin, para orangtua juga
perlu memperhatikan perawatan kulit pada daerah yang tertutup popok agar tidak
terjadi gangguan pada kulit bayi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah gangguan kulit adalah dengan perawatan pada daerah perianal
(Mariyam et al., 2017).
Ruam popok adalah peradangan kulit bayi yang paling sering terjadi pada area
kulit yang bersentuhan dengan deaper dengan ataupun tanpa infeksi sekunder
(Trattler, 2013). Ruam popok atau diaper rash merupakan kelainan kulit yang
timbul di daerah kulit yang tertutup diaper, terjadi setelah penggunaan popok atau
diaper (Maryunani, 2013). Ruam popok didiagnosis terjadi pada perut bagian
bawah, daerah pinggang yang lebih rendah, daerah gluteal dan lipatan, paha
bagian dalam, dan alat kelamin Hasil penelitian (Elfaituri, 2016), menunjukkan
bahwa ruam popok lebih banyak diderita oleh bayi (70%) dibandingkan dengan
anak balita (30%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di negara maju sekitar 80-90% anak-anak
bayi/balita memakai popok sekali pakai, dan 50% di antaranya popok yang
dipakai mengandung bahan iritan yang menyebabkan dermatitis popok (Mack,

53
2010). Tanda dan gejala ruam popok bervariasi dari yang ringan sampai yang
berat. Pada gejala awal kelainan derajat ringan seperti kemerahan ringan di kulit
pada daerah sekitar penggunaan popok yang bersifat terbatas, disertai dengan lecet
atau luka ringan pada kulit, berkilat, kadang mirip luka bakar, timbul bintik-bintik
merah, kadang membasah dan bengkak pada daerah yang paling lama berkontak
dengan popok seperti paha. Kelainan yang meliputi daerah kulit yang luas
(Maryunani, 2010). Data menurut (Kimberly A. Horii dan John Mersch pada
tahun 2010) menyebutkan bahwa 10-20% diaper dermatitis dijumpai pada praktik
spesialis anak di Amerika. Pravelensi pada bayi berkisar antara 7-35%, dengan
angka terbanyak pada usia 9-12 bulan (Putra, 2012). Hasil rekapitulasi jumlah
kunjungan anak di UPT Puskesmas dawe kudus dari bulan agustus sampai bulan
september 2017 adalah 228 pasien, anak yang mengalami masalah iritasi pada
kulit adalah 42 pasien (18,42%) disebabkan karena diare, penggunaan popok yang
ketat dan personal hygine yang kurang dan 186 pasien (81,58%) tidak mengalami
masalah iritasi pada kulit. Angka kejadian ruam popok berbeda-beda di setiap
negara, bergantung pada personal hygiene atau kebersihan bayi, pengetahuan
orang tua (pengasuh) tentang cara penggunaan popok dan personal hyginenya
mungkin juga harus di perhatikan dan berhubungan dengan faktor cuaca.
Berdasarkan data yang di keluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia World Health
Organization (WHO) pada tahun 2016, iritasi kulit (ruam popok) cukup tinggi
yaitu sebesar 25% dari 1.000.000 kunjungan bayi yang berobat jalan. Di Indonesia
dalam 24 jam hampir seharian bayi mengginakan popok. Insiden ruam
popok di Indonesia mencapai 7-35% yang menimpa bayi laki-laki dan perempuan
berusia di bawah tiga tahun (Sita, 2016).Ahli menteri kesehatan bidang
peningkatan kapasitas dan desentralisasi, dr.Krisnajaya,MS memperkirakan balita
(bawah lima tahun) indonesia mencapai 10% dari populasi penduduk. Jika jumlah
penduduknya 220-240 juta jiwa, maka setidaknya ada 22 juta balita di indonesia,
dan 1/3 dari jumlah bayi di indonesia mengalami ruam popok, (Rahmat, 2016).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas baby oil terhadap ruam popok.

54
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi konsep teori ruam popok
b. Mengidentifikasi konsep penerapan baby oil terhadap ruam popok.

55
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ruam Popok/Diaper Rash
1. Konsep Ruam Popok (Diaper Rash)
Diaper rash adalah ruam popok yaitu akibat dari kontak yang terus menerus
degan keadaan lingkungan yang tidak baik (Dwienda, 2014). Ruam popok
adalah radang/infeksi kulit disekitar area popok seperti paha dan pantat pada
bayi, yang umumnya disebabkan terpaparnya kulit bayi pada zat amonia yang
terkandung dalam urin atau feces bayi dalam jangka waktu yang lama. Area
popok pada bayi tak dapat dihindari akan bersentuhan dengan sedikit bakteri
pada basis tertentu. Bahkan mengganti dan membersihkan secara teratur, kadang
masih suka gagal mengangkat bakter-bakteri tersebut, sehingga pada akhirnya
mengakibatkan ruam popok pada bayi. Ruam popok ialah kondisi iritasi yang
terjadi pada bagian tubuh bayi yang tertutup popok. Luka memerah yang
terdapat pada beberapa bagian tubuh bayi ini amat mengganggu pertumbuhan
sang buah hati jika tak ditindak lanjuti. Ruam popok merupakan ruam
kemerahan pada kulit bayi. Sebagian besar ruam popok terjadi dibagian pantat
atau pinggang bayi. Kontak berkepanjangan dengan urin dan feces merupakan
salah satu penyebab utama munculnya ruam popok. Ruam bisa semakin parah
jika terjadi gesekan antara kulit bayi dengan popok. Ruam popok dapat berupa
ruam di area popok. Pada kasus yang ringan, dapat membuat kulit bayi menjadi
merah. Pada kasus yang lebih berat, mungkin menimbulkan rasa sakit. Kasus
ringan dapat hilang 3-4 hari tanpa pengobatan atau dengan pengobatan di rumah
(home treatment).
2. Gejala Ruam Popok (Diaper Rash)
Dengan ciri-ciri kulit di area popok terlihat merah, bengkak dan meradang pada
bagian bokong, paha, dan alat kelamin, dan pada kasus tertentu timbul jerawat.
Ruam popok akan mebuat iritasi bayi dan jika tidak ditangani akan berkembang
menjadi sesuatu yang lebih serius, termasuk infeksi-infeksi tertentu. Beberapa
gejala ruam popok lainnya adalah bayi merasa tidak nyaman, menangis lebih
sering dan keras, serta memperlihatkan ketidaksenangan secara umum.

56
Menurut Maryunani, A. (2010) gejala diaper rash bervariasi mulai dari
yangringan sampai dengan yang berat. Secara klinis dapat terlihat sebagai
berikut:
1) Gejala-gejala yang biasa ditemukan pada diaper rush oleh kontak dengan
iritan yaitu kemerahan yang meluas, berkilat, kadang mirip luka bakar, timbul
bintil-bintil merah, lecet atau luka bersisik, kadang basah dan bengkak pada
daerah yang paling lama kontak dengan popok, seperti pada paha bagian
dalam dan lipatan paha.
2) Gejala yang terjadi akibat gesekan yang berulang pada tepi popok, yaitu
bercak kemerahan yang membentuk garis di tepi batas popok pada paha dan
perut.
3) Gejala diaper rash oleh karena jamur candida albicansditandai dengan bercak
atau bintil kemerahan berwarna merah terang, basah dengan lecet-lecet pada
selaput lendir anus dan kulit sekitar anus, lesi berbatas tegas dan terdapat lesi
lainnya di sekitarnya.
Gejala diaper rash bervariasi mulai dari yang ringan sampai dengan yang berat.
Secara klinis dapat terlihat sebagai berikut :
1) Pada tahap dini, ruam dapat berupa eritema atau kemerahan pada kulit di
daerah popok yang bersifat terbatas dan disertai dengan adanya lecet-lecet
ringan atau luka pada kulit.
2) Pada derajat sedang dapat berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintilbintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada
permukaan yang luas. Biasanya disertai dengan rasa nyeri dan rasa tidak
nyaman di kulit.
3) Pada kondisi yang cukup parah dapat ditemukan adanya kemerahan yang
4) disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang lebih luas.
5) Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa
nyeri yang ditimbulkan akibat ruam, terutama pada waktu buang air kecil atau
besar.

57
Gambar 1
Eritema atau Kemerahan Pada Kulit di daerah Popok Sumber : Jurnal ullya, 2017
3. Penyebab Ruam Popok (Diaper Rash)
Penyebabnya bisa karena kebersihannya tidak terjaga, sering buang air, bayi
sedang mengkonsumsi antibiotika atau bayi menyusui yang mendapat
antibiotika dari susu ibunya.
a. Ruam yang memang disebabkan penggunaan popok, termasuk iritasi kulit,
biang keringet dan infeksi jamur candida albicans yang berasal dari kotoran.
b. Ruam yang terjadi di area popok dan ditempat lain, tetapi diperparah dengan
penggunaan popok. Misalnya radang kulit akibat alergi (dermatitis atopi),
dermatitis seboroik, psoriasis.
c. Ruam popok yang terjadi di area popok tetapi tidak berkaitan dengan
penggunaan popok, tetapi akibat infeksi kulit akibat bakteri, kelainan daya
tahan tubuh, kekurangan zat seng, sipilis, skabies hingga HIV.
Penyebab ruam popok dapat dilacak dari sejumlah sumber, antara lain :
1) Iritasi akibat urin/tinja
Terlalu lama terpapar urin/tinja dapat mengiritasi kulit bayi yang sensitif.
Bayi yang baru lahir dapat mengeluarkan urin 20 kali dalam 24 jam.
Frekuensi ini berkurang menjadi rata-rata 7 kali dalam 24 jam pada usia
12 bulan. Adanya kerja enzim di feses yaitu enzim protease dan lipase
yang memecah urea di urin bayi menjadi ammonia akan meningkatkan pH
urin, mempermudah terjadinya iritasi kulit, dan menjadi penyebab utama
ruam popok. Hal ini membuktikan pentingnya pengaruh pH urin. Semakin
tinggi atau alkali pH urin, semakin rentan bayi untuk mengalami ruam

58
popok. Meskipun begitu, urin yang bersifat alkali tidak membahayakan
secara langsung
2) Gesekan
Penggunaan popok atau pakaian yang ketat akan membuat kulit lebih
mudah mengalami gesekan sehingga menyebabkan ruam. Gesekan antara
kulit dan popok merupakan faktor yang penting dalam beberapa kasus
ruam popok. Hal ini yang sering terkena ruam popok yaitu di tempat yang
paling sering terjadi gesekan, misalnya pada permukaan dalam paha,
permukaan genital, bokong dan pinggang
3) Diperkenalkannya makanan baru
Ketika bayi mulai makan makanan padat, tekstur, dan komposisi tinja bayi
berubah, yang meningkatkan kemungkinan terjadinya ruam popok. Bayi
yang mendapat ASI dapat mengalami ruam popok akibat makanan yang
dikomsumsi ibu, misalnya berbahan dasar tomat.
4) Iritasi dari produk baru
Berhenti merek popok, deterjen, atau pelembut untuk pakaian bayi,
semuanya dapat mengiritasi pantat bayi yang lembut. Bahan-bahan lain
yang dapat memperberat masalah, termasuk bahan-bahan yang ada pada
bedak bayi, baby lotion, dan baby oil.
5) Bakteri atau jamur
Infeksi kulit yang ringan dapat menyebar ke area lain. Area tubuh yang
tertutup popok, pantat, perut, dan kelamin, menjadi tempat ideal bagi
bertumbuhnya bakteri dan jamur. Ruam biasanya mulai di lipatan-lipatan
kulit dan timbul bintik-bintik merah di sekitar lipatan. Infeksi jamur yang
paling sering adalah Candida sp. Candida dapat hidup dilingkungan mana
saja, dan dapat berkembang biak di daerah yang hangat serta lembab
seperti dibawah popok. Jamur penyebab ruam popok tersebut biasanya
terdapat pada bayi-bayi dan batitabatita yang tidak terjaga kebersihan dan
kekeringannya

59
6) Kulit sensitif
Bayi dengan kondisi kulit tertentu seperti dermatitis atau aksim, lebih
besar kemungkinan terkena ruam popok. Kulit yang teriritasi dermatitis
dan eksim memengaruhi area di luar area popok.
7) Penggunaan antibiotik
Antibiotik membunuh bakteri, entah bakteri baik atau bakteri jahat. Infeksi
dapat terjadi bila tidak ada keseimbangan di antara kedua bakteri tersebut.
Hal ini dapat terjadi bila bayi mengonsumsi antibiotik atau ketika ibu yang
menyusui bayinya mengonsumsi antibiotik. Lebih dari separuh bayi umur
4-15 bulan mengalami ruam popok sedikitnya sekali dalam 2 bulan.
Penyebab paling umum ruam popok pada bayi umur 6 bulan ke atas adalah
diperkenalkannya makanan-makanan tertentu. Bayi yang mulai makan
makanan padat, tekstur dan komposisi tinjanya berubah. Demikian pula
frekuensi keluarnya tinja. Pada beberapa bayi, faktor-faktor tersebut dapat
memicu terjadinya ruam popok. Makanan-makanan yang mengandung
asam sering menjadi penyebab terjadinya ruam popok. Makanan-makanan
tersebut, antara lain : Buah dan jus jeruk, Tomat dan produk berbahan
dasar tomat, Strawberi, Nanas, Anggur, Kismis. Ruam popok juga dapat
terjadi karena sensitif terhadap protein pada makanan-makanan tertentu,
seperti gandum, produk susu olahan, kacang kedelai, dan kacang polong.
Dalam kasus tertentu, sensitif pada makanan tertentu dapat menyebabkan
timbulnya lingkaran merah di sekitar anus, ketimbang menyebar di pantat
bayi. Ini mungkin mengindikasi adanya alergi makanan, sekalipun tidak
semua ruam popok, karena makanan tertentu merupakan indikasi alergi.
Dapat pula karena sistem pencernaan bayi anda tidak dapat menyesuaikan
diri dengan makanan tersebut. Ruam popok juga dapat dipicu oleh
seringnya keluar buang air besar. Oleh karena itu, hindarkanlah si kecil
dari makanan yang dapat menyebabkan diare, misalnya susu sapi, produk
susu olahan, jus apel, jus ceri, aprikot, dan plum. Menurut Maryunani, A.
(2010), penyakit ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti faktor
fisik, kimiawi, enzimatik dan biogenik (kuman dalam urine dan feses),

60
tetapi penyebab diaper rash / eksim popok terutama disebabkan oleh iritasi
terhadap kulit yang tertutup oleh popok oleh karena itu, cara pemakaian
popok yang tidak benar seperti Penggunaan popok yang lama.Perlu
diketahui bahwa jenis popok bayi ada dua macam, yaitu :
a) Popok yang disposable (sekali pakai-buang, atau sering juga disebut
pampers bayi). Bahan yang digunakan pada popok ini bukan bahan
tenunan tetapi bahan yang dilapisi dengan lembaran yang tahan air dan
lapisan dengan bahan penyerap, berbentuk popok kertas maupun
plastik.
b) Popok yang dapat digunakan secara berulang (seperti popok yang
terbuat dari katun). Diaper rash banyak ditemui pada bayi yang
memakai popok disposable (kertas atau plastik) dari pada popok yang
terbuat dari bahan katun karena kontak yang terus-menerus antara
popok kertas dengan kulit bayi serta dengan urin dan feses, kontak
bahan kimia yang terdapat dalam kandungan bahan popok itu sendiri,
di udara panas, bakteri dan jamur lebih mudah berkembang biak pada
bahan plastik / kertas daripada bahan katun.
c) Tidak segera mengganti popok setelah bayi atau balita buang air besar
dapat menyebabkan pembentukan amonia. Feses yang tidak segera
dibuang, bila bercampur dengan urin akan membentuk amonia. Amonia
ini akan meningkatkan keasaman (pH) kulit sehingga aktivitas enzim
yang ada pada feses akan meningkat dan akhirnya menyebabkan iritasi
pada kulit.

4. Disposable Diapers / Popok Sekali Pakai


a. Definisi
Disposable Diapers merupakan popok sekali pakai berdaya serap tinggi
yang terbuat dari plastik dan campuran bahan kimia untuk dapat
menampung sisasisa metabolisme seperti air seni dan feses. Popok sekali
pakai dikenal oleh masyarakat sebagai produk yang memiliki daya serap
urin yang tinggi yang dapat menampung urin sebanyak ± 5 gelas (1 gelas =

61
60 ml), sehingga dapat lebih lama dipakai dan tidak perlu sering mengganti.
Bayi berkemih sekurangnya 8 sampai 20 kali sehari tergantung dari usia dan
frekuensi pemberian makan atau minum. Bayi usia kurang dari 1 bulan
biasanya berkemih 20 kali dalam sehari. Cara kerja popok sekali pakai ini
adalah menyerap kelembapan yang ada di lapisan permukaannya ke gel
penyerap kelembapan, sehingga urine terserap dan membuat kulit tetap
kering.
b. Kandungan dan Efek
Disposable diapers (popok sekali pakai) dianggap lebih nyaman digunakan
dibandingkan popok kain karena memiliki lapisan plastik. Popok sekali
pakai dapat melindungi seprai dan pakaian dengan baik, tetapi
kekurangannya adalah tidak memungkinkan keluar-masuknya udara karena
menampung cairan di bagian dalam. Selain itu juga mengandung bahan
sintetik kimia yang bersifat toksik. Popok sekali pakai model baru yang
“superserap” memungkinkan menyerap cairan dengan sangat baik sehingga
banyak orang tua memakaikannya terlalu lama sehingga akan menimbulkan
beberapa efek. Beberapa efek penggunaan popok sekali pakai adalah
sebagai berikut :
1) Popok sekali pakai dapat meningkatkan efek ruam pada bayi. Penelitian
mendapatkan efek ruam pada bayi meningkat sesuai dengan peningkatan
pemakaian popok sekali pakai (disposable diapers) .
2) Popok sekali pakai mengandung bahan kimia sintetik atau buatan yaitu
Dioxin. Dioxin merupakan zat racun yang bersifat Karsinogen
3) Popok sekali pakai mengandung Sodium Polyacrylate yang berfungsi
menyerap cairan berupa urin dan akan berubah menjadi gel dalam kondisi
basah. Hal inilah yang dapat menyebabkan kulit bayi menjadi merah dan
ruam. Bahkan dalam keadaan kronis dapat menyebabkan muntah-muntah,
demam serta terinfeksi.
4) Popok sekali pakai mengandung Tributyl Tin (TBT) yang merupakan
bahan pencemaran alam yang sangat beracun. TBT dapat menganggu
sistem hormon dan imunisasi badan.

62
5) Popok sekali pakai dapat merusak dan mencemarkan alam sekitar.
6) Sumber sampah ketiga terbesar, sedangkan hanya 5% populasi dunia
memanfaatkannya. Sehelai popok sekali pakai (disposable diapers) perlu
waktu hingga 500 tahun untuk mengurai dengan sendirinya.
c. Prosedur Penggantian Popok yang Baik Berdasarkan (AAP)
Baik popok sekali pakai (disposable) maupun popok kain (washable/cloth
diaper) bukan produk steril dan dapat menimbulkan resiko untuk bayi dan
anak jika itu disiapkan dan ditangani dengan tidak tepat. Sebelum mengganti
popok alangkah baiknya semua sarana yang diperlukan berada dalam
jangkauan tangan ibu. Jangan sekali-kali meninggalkan anak terutama bayi
sendiri pada meja ganti karena beberapa anak sangat posesif terhadap feses
mereka dan menunjukkan kebanggaan yang besar terhadap fesesnya itu
dengan mencium atau menyentuhnya. Berikut merupakan prosedur
penggantian popok berdasarkan AAP:
1) Lakukan persiapan
a) Sebelum membawa anak ke area penggantian popok, kumpulkan apa
yang dibutuhkan: Kain atau kertas pemisah, popok baru, tisu, sarung
tangan, kantong plastik untuk pakaian kotor, dan krim popok atas resep
dokter jika anak memerlukan dapat digunakan.
b) Kenakan sarung tangan sekali pakai (jika ada).
2) Bawalah anak ke meja ganti, hindari kontak dengan pakaian kotor.
a) Selalu menjaga tangan pada anak.
b) Jika kaki anak tidak bisa dijauhkan dari popok atau dari kontak dengan
kulit kotor selama proses ganti, lepaskan sepatu dan kaus kaki anak
sehingga anak tidak terkontaminasi tinja atau urin mereka.
c) Tempatkan setiap pakaian kotor dalam kantong plastik dan amankan
dengan mengikat kuat kantong.

3) Bersihkan area popok anak


a) Tempatkan anak pada permukaan ganti popok dan buka popok, tapi
tinggalkan popok kotor di bawah anak.

63
b) Angkat kaki anak seperlunya lalu gunakan tisu sekali pakai untuk
membersihkan kulit pada alat kelamin dan bokong anak.
c) Hapus tinja dan urin dari depan ke belakang, dan gunakan tisu baru
setiap kali membersihkan.
d) Letakkan tisu yang kotor dalam popok kotor atau langsung buang ke
dalam plastik berlapis, tutup, kaki diposisikan ke semula.
4) Lepaskan popok kotor tanpa terkena kontak dengan tinja atau urin mereka
a) Lipat permukaan yang kotor ke dalam.
b) Masukkan popok sekali pakai yang kotor dalam plastik berlapis,
tertutup.
c) Jika menggunakan sarung tangan, lepaskan dan taruh ke dalam plastik
berlapis dan tertutup.
d) Periksa tumpahan di bawah anak. Jika ada, gunakan kertas/kain yang
memanjang di bawah kaki anak (pelapis) lalu lipat ke dalam
sehinggalebih bersih, permukaan kertas/kain yang tidak kotor sekarang
di bawah pantat anak.
e) Bersihkan tangan ibu dengan tisu sekali pakai
5) Pakaikan popok bersih dan baju anak
a) Dorong popok baru dari bawah kaki anak.
b) Gunakan tissu untuk meratakan krim popok yang diperlukan, buang tisu
ke dalam plastik berlapis, tertutup, kaki diposisikan ke semula.
c) Amati, catat, dan rencanakan untuk melaporkan masalah kulit seperti
kemerahan, kulit retak, atau perdarahan.
d) Kencangkan popok (jika pin yang digunakan, tempatkan tangan ibu
diantara anak dan popok saat memasukkan pin) dan pakaikan baju dan
sepatu anak, berdirikan/tempatkan anak pada permukaan yang bersih
sehingga sepatu anak tidak terkontaminasi dari meja penggantian popok
di sekitar ruangan.
6) Cuci tangan anak dan kembalikan anak ke tempat yang bersih

64
a) Gunakan sabun cair dan air di wastafel jika ibu bisa mengangkatnya.
Jika bayi terlalu berat selama mencuci tangan di westafel gunakan
bangku langkah yang kokoh untuk anak-anak yang bisa berdiri.
b) Untuk bayi yang terlalu muda untuk berdiri, ibu dapat menggunakan
tisu sekali pakai atau ikuti prosedur ini:
(1) Bersihkan tangan bayi dengan handuk kertas yang dilembabkan
dengan setetes sabun cair.
(2) Bersihkan tangan bayi dengan handuk kertas basah dengan air
jernih.
(3) Keringkan tangan bayi dengan handuk kertas.
7) Bersihkan dan desinfeksi area mengganti popok
a) Buang liner / pemisah pelapis meja.
b) Bersihkan setiap kotoran yang terlihat dari meja ganti.
c) Membersihkan meja dengan penyemprotan sehingga seluruh
permukaan dbasahi dengan larutan pemutih atau pembersih (1 sendok
makan pemutih
d) untuk 1 liter air).
e) Botol semprot harus digunakan untuk area popok untuk mencegah
penyebaran kuman dari botol ke area lainnya.
f) Biarkan pemutih selama 2 menit. kemudian dihapus atau dibiarkan
kering oleh udara
8) Cuci tangan Anda dan catat pada lembar sehari-hari anak
a) Gunakan sabun cair dan air hangat.
b) Gunakan handuk kertas untuk mematikan kran.
c) Gunakan lotion tangan untuk menjaga tangan ibu dari kering dan
pecahpecah.
d) Catat pada lembar harian saat mengganti popok, apa yang ada di popok
dan masalah dicatat.
d. Lama Pemakaian Disposable Diaper
Berdasarkan AAP (American Academy of Pediatrics) popok harus diperiksa
untuk memastikan apakah popok basah dan terdapat tinja setidaknya perjam,

65
dibuka dan diperiksa secara visual setidaknya setiap dua jam, dan setiap kali
anak menunjukkan ketidaknyamanan atau berperilaku rewel menunjukkan
popok kotor atau basah. Meskipun popok sekali pakai dapat terus menyerap
kelembaban untuk jangka waktu lama ketika basah, popok harus tetap diganti
dengan rajin. Hal ini untuk mencegah gesekan permukaan basah terhadap
kulit dan infeksi dari bakteri dari urin dan tinja.

5. Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Timbulnya Ruam Popok


Beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya ruam popok yaitu :
a. Kelembapan kulit
Popok bersifat menutup kulit sehingga menghambat penguapan dan
menyebabkan kulit menjadi lembab. Kulit yang lembab akan lebih mudah
dilalui oleh bahan- bahan yang dapat menyebabkan iritasi (bahan iritan) dan
lebih mudah terinfeksi jamur maupun kuman. Selain itu, kulit yang lembab
juga lebih rentan terhadap gesekan sehingga kulit mudah lecet yang akan
mempermudah iritasi. Kelembapan kulit dapat meningkat oleh pemakaian
popok yang ketat atau yang ditutup oleh celana plastik.
b. Urin dan feses
Urin akan menambah kelembapan kulit yang tertutup popok sehingga
meningkatkan kerentanan kulit. Seperti telah disebutkan diatas, amonia yang
terbentuk dari urin dan enzim yang berasal dari feses akan meningkatkan pH
kulit sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Jenis makanan
dan minuman yang dikonsumsi oleh si bayi dan anak juga berpengaruh
terhadap pH feses sehingga bayi yang minum air susu ibu lebih sedikit yang
menderita eksim popok dibandingkan dengan yang minum susu formula.
c. Jamur dan kuman
Jamur candida albicans adalah jamur yang normal terdapat di kulit dalam
jumlah sedikit. Pada keadaan kulit yang hangat dan lembab antara lain karena
pemakaian popok, jamur tersebut akan tubuh lebih cepat menjadi lebih
banyak sehingga dapat menyebabkan radang (eksim popok). Keadaan kulit
yang hangat dan lembab juga memudahkan tumbuhnya kuman, yang paling

66
sering adalah staphylococcus aureus.
6. Beberapa Faktor Risiko Terjadinya Ruam Popok
a. Lingkungan tempat tinggal. Bayi yang tinggal di pedesaan lebih berisiko
terhadap dermatitis popok dibandingkan
b. dengan bayi yang tinggal di perkotaan.
c. Makanan padat (telur). Bayi yang diberikan makanan padat, seperti telur lebih
berisiko mengalami dermatitis popok.
d. Frekuensi penggantian popok bayi dengan frekuensi penggantian popok
kurang dari 6 kali/hari lebih berisiko terkena dermatitis popok dibandingkan
dengan bayi dengan frekuensi penggantian popok lebih dari 6 kali/hari.
e. Diare. Bayi dengan frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 kali dalam sehari
dengan konsistensi feses lunak dan cair lebih berisiko terkena dermatitis
popok dibandingkan dengan bayi yang tidak terkena diare.
7. Patogenesis dan Patofisiologi
Secara anatomis, bagian kulit yang menonjol dan daerah lipatan
menyulitkan pembersihan dan pengontrolan terhadap lingkungan. Peningkatan
kelembaban di daerah popok membuat kulit lebih rentan terhadap kerusakan
baik oleh bahan fisik, kimia, dan mekanisme enzimatik. Popok bersifat oklusif
sehingga dapat menghambat terjadinya penguapan dan kondisi ini membuat
kulit menjadi lebih lembab, mempermudah maserasi dan proliferasi
mikroorganisme serta lebih mudah terjadi trauma berupa gesekan. Kulit yang
lembab mempunyai kerentanan yang lebih tinggi terhadap gesekan, sehingga
lebih mudah mengalami lecet apabila terkena gesekan celana plastik atau karet
popok pada permukaan kulit. Kulit yang terlalu basah akan lebih mudah
mengalami abrasi, infeksi, dan stratum korneum menjadi lebih permeable
terhadap bahan-bahan tertentu. Popok menghambat penguapan kehilangan
panas yang menyebabkan suhu di area disekitar popok meningkat. Timbulnya
ruam popok pada bayi atau batita merupakan hasil kombinasi dari beberapa
faktor yang terdiri dari keadaan lembab, feses, urin, feses mikroorganisme, dan
adanya gesekan. Bahan iritan utama penyebab ruam popok adalah enzim
protease dan lipase yang dihasilkan oleh feses, dimana aktivitas enzim ini akan

67
meningkat seiring dengan kenaikan derajat keasaman atau pH.
Penggunaan popok juga dapat menyebabkan peningkatan kelembaban
kulit dan pH. Kondisi lembab yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya maserasi pada stratum korneum, lapisan luar, dan lapisan pelindung
kulit yang berhubungan dengan kerusakan pada lapisan lipid interselular.
Kelemahan integritas fisik membuat stratum korneum lebih mudah terkena
kerusakan oleh gesekan permukaan popok dan iritasi lokal.
8. Gambaran Klinis
Tipe ruam yang paling banyak adalah irritant diaper dermatitis. Ruam popok ini
ditemukan pada siapa saja yang memakai popok, tanpa pengaruh usia dan jenis
kelamin. Predileksi tempat terjadinya iritasi pada ruam popok dibagi menjadi 2
bentuk, yaitu: bentuk convexities dermatitis (daerah W, yaitu area cembung
bokong, perut bawah, pubis) dan bentuk creases dermatitis (daerah Y, yaitu area
cekungan lipatan inguinal, lipatan gluteal, perineum, perianal). Predileksi atau
tempat yang paling sering adalah pada daerah gluteal, genital, bagian bawah
abdomen, pubis dan paha atas.Irritant diaper dermatitis menampakkan
efloresensi berupa daerah eritema atau kemerahan, lembab dan kadang timbul
sisik pada gluteal dan genital yang awalnya timbul pada daerah yang lebih sering
kontak dengan popok atau diaper.

9. Klasifikasi Ruam Popok


Klasifikasi derajat ruam sebagai berikut :
a. Derajat sedikit ruam popok
1) Terjadi kemerahan semar-semar di daerah popok
2) Terdapat papula dengan jumlah sedikit

68
3) Kulit sensitif mengalami kekeringan

Gambar 2. Bayi Memiliki Warna Kemerahan Samar-Samar di


Daerah Popok . Sumber : Jurnal Mutmainah, Z, 2017
b. Derajat ringan ruam popok
1) Terjadi kemerahan yang kecil pada daerah popok
2) Terasebar benjolan (papula)
3) Kulit mengalami kekeringan skala sedang

Gambar 3 : Daerah Popok Mengalami Warna Kemerahan


Yang Samar dan Terdapat Benjolan (Papula).
Sumber : Jurnal Mutmainah, Z, 2017
c. Derajat ringan-sedang ruam popok
1) Terjadi kemerahan samar-samar pada daerah popok yang lebih besar
2) Terjadi kemerahan pada daerah popok dengan luas yang kecil
3) Terjadi kemerahan yang intens daerah yang sangat kecil 4) Kulit
mengalami kekeringan dengan skala sedang

69
Gambar 4 : Daerah Popok Mengalami Kemerahan
Sumber : Jurnal Mutmainah, Z, 2017

d. Derajat sedang ruam popok


1) Terjadi kemerahan pada daerah yang lebih besar
2) Terjadi kemerahan yang intens di daerah yang sangat kecil
3) Terjaid benjolan (papula) dan beberapa benjolan (0-5) terdapat cairan
di dalamnya (pustules)
4) Kulit mengalami sedikit pengelupasan
5) Mungkin terjadi pembengkakan (edema)

Gambar 5: Daerah Popok Mengalami Kemerahan Intens,


Melupas, Terdapat Benjolan (Papula), Dan Beberapa Benjolan
Terdapat Cairan (Pustula).
Sumber : Jurnal Mutmainah, Z, 2017
e. Daerah berat ruam popok
1) Terjadi kemerahan yang intens di daerah yang lebih besar

70
2) Terjadi pengelupasan kulit yang parah
3) Terjadi pembengkakan (edema) yang parah
4) Beberapa daerah popok mengalami kehilangan lapisan kulit da terjadi
perdarahan
5) Benyak terjadi benjolan (papula) dan tiap benjolan terdapat cairan
(pustula)

10. Pemeriksaan Penunjang


Penegakkan diagnosa suatu penyakit dapat dilakukan melalui anamnesis
dan melalui gambaran klinis penyakit. Manifestasi awal ruam popok dapat
berupa eritem perianal ringanpada daerah kulit yang terbatas dengan maserasi
dan gesekan yang minimal. Selain itu, diperlukan anamnesis yang lengkap
mengenai riwayat pemakaian popok, jenis popok, penggantian popok, diare,
penggunaan preparat topikal di daerah popok dan penggunaan antibiotik
sistemik sebelumnya, waktu timbulnya gejala, riwayat atopi dan riwayat
mengalami hal sama sebelumnya. Selain itu dilakukan pemeriksaan penunjang
lainya berupa pemeriksaan laboraturium, kerokan kulit, dan histopatologi.
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dapat dilakukan jika muncul gejala sistemik
seperti demam dan dicurigai adanya infeksi sekunder. Jika ditemukan
anemia bersama dengan hepatosplenomegali dan timbul ruam dapat
dicurigai sebagai histiositosis sel Langerhans atau sifilis kongenital.
2) Kadar serum zink kurang dari 50 mcg/dl dapat ditemukan pada pasien
dengan acrodermatitis enterohepatika.
b. Pemeriksaan kerokan kulit dilakukan pada pasien yang diduga candidiasis
popok, pengikisan lesi papul atau pustul menunjukkan adanya pseudohifa,
hifa dan blastospora dengan diameter 2-4 µm dengan menggunakan larutan
KOH 10%. KOH 10% diperlukan untuk menentukan apakah ada superinfeksi
dengan Candida albicans dan pemeriksaan gram diperlukan untuk
mengetahui superinfeksi dengan bakteri seperti Staphylococcus.
c. Pemeriksaan histopatologi dengan melakukan biopsi kulit untuk melihat
struktur histologinya. Gambaran histologi diaper rash umumnya seperti

71
dermatitis iritan primer dengan spongiosis epidermal dan inflamasi ringan
pada lapisan dermis.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ruam popok dapat dilakukan sesuai dengan urutan ABCDE
berikut :
a. Air (udara). Popok seharusnya dibuka selama bayi sedang tidur dan
dipajankan dengan sinar matahari untuk mengeringkan kulit.
b. Barrier ointment (salep pelindung). Pengobatan utama dapat dilakukan
dengan mengoleskan pasta seng oksida, petrolatum, dan salap pelindung
lunak lainnya. Selain itu dapat dioleskan minyak herbal. Bila perlu
pengolesan diulang setiap kali mengganti popok. Bedak bayi tidak
mempunyai efek antimikroba dan berisiko terhirup bedak bayi.
c. Cleansing and anticandidal treatment (pembersihan dan pengobatan
antikandida). Saat membersihkan hindarkan gosokan atau gesekan. Bila ada
tanda-tanda kandidiasis berikan salap antikandidal topikal.
d. Diaper, popok harus diganti sesering mungkin dan segera setelah kotor.
e. Education .Pendidikan diberikan kepada orangtua dan pengasuhnya

12. Penanganan
a. Terlambat mengganti popok, terutama ketika bayi buang air besar
Rajin mengganti popok atau diaper sangat disarankan, terutama segera ganti
popok bayi ketika basah dan bayi selesai buang air besar. Berikan krim anti
ruam popok yang mengandung zinc atau gunakan baby oil untuk melindungi
air seni tidak mudah meresap kedalam kulit. Bagian yang biasa tertutup oleh
popok sebaiknya diangin-anginkan agar kulit cukup kering atau tidak terlalu
lembab.
b. Ruam popok karena kualitas popok tidak baik atau terlalu kecil
Bisa mengganti merek diapernya dengan yang memiliki kualitas lebih bagus
atau membeli popok yang ukurannya sesuai dengan usianya. Cara
pemakaiannya juga diperhatikan agar tidak terlalu ketat agar kulit tidak
tergesek.

72
13. Pencegahan
a. Jagalah daerah popok agar tetap bersih dan kering. Ganti popok sebanyak
6-9 kali dalam kurun waktu 24 jam.
b. Jangan gunakan tisu basah atau pembersih apapun yang mengandung
alkohol dan parfum ketika membersihkan daerah popok. Sebab, alkohol
membuat kulit bayi menjadi kering dan parfum memungkinkan terjadinya
alergi pada kulit bayi yang sensitif. Sedangkan kulit bayi yang kering dan
sensitif akan mempermudah terjadinya iritasi.sebaiknya, gunakan saja air
hangat dan kapas atau handuk untuk membersihkannya.
c. Jangan menggosok kulit bayi ketika membersihkannya dengan air.
Lakukannlah gerakan menepuk untuk menghindari gesekan yang dapat
menimbulkan iritasi. Begitu juga ketika megeringkannya, gunakan lagi
gerakan menepuk.
d. Hindari produk orang dewasa untuk membersihkan daerah popok. Produk
kebersihan yang ditujukan untuk orang ldeawasa biasanya mengandung
bahan kimia yang keras.
e. Sebelum memakai popok, oleskan krim atau petroleum jelly pada daerah
bayi.
f. Kemampuan ibu dalam perawatan daerah perianal sama halnya dengan
merawat kulit bayi dari kegiatan sehari-hari, misalnya seperti memandikan
secara teratur, mengganti popok atau baju pada saat yang tepat, memilih
bahan pakaian yang lembut, memilih kosmetik berupa sabun mandi, sampo
dan minyak khusus bayi dipilih dengan tepat dan disesuaikan dengan
keadaan kulit bayi.
Pemakaian diaper dengan cara yang benar dapat mengurangi bahkan
menghindari terjadinya ruam popok. Memilih popok yang terbuat dari
bahan katun yang lembut, jangan terlalu sering menggunakan diapers,
memakaikan diaper dengan benar dan tidak terlalu ketat sehingga kulit bayi
tidak tergesek, mengganti popok segera mungkin bila terlihat sudah
menggelembung, membersihkan urin atau kotoran dengan baik, karena kulit

73
yang tidak bersih sangat mudah mengalami ruam popok. Sejumlah langkah
sederhana dapat menurunkan kemungkinan terjadinya ruam popok pada
kulit bayi anda :
1) Tingkatkan higienitas dalam penggunaan popok jika ada tanda-tanda
awal kerusakan kulit.
2) Gunakan barier mekanik dengan bahan minimal untuk menghindari
potensi iritasi atau sensitisasi.
3) Jaga agar daerah yang tertutupi popok tetap kering dengan mengganti
popok secara berkala dan memeriksa popok bayi untuk memastikan tidak
ada feses yang menumpuk di popok minimal tiap 2 jam dan lebih sering
lagi pada anak yang sedang diare atau bayi baru lahir.
4) Gunakan popok sekali pakai dengan daya serap yang tinggi.
5) Untuk meminimalkan iritasi yang terjadi, tiap mengganti popok
bersihkan daerah popok dengan air dan kain kering, hindari gesekan dan
penggunaan deterjen yang berlebihan.
a) Jika anak terlihat rentan mengalami ruam popok, gunakan
b) pelindung kulit topikal yang impermeable terhadap air (seperti zink
oksida).
c) Beri kesempatan bokong bayi untuk “bernafas” jika mungkin bayi
dibiarkan tanpa popok. Memaparkan bokong bayi dengan udara
bebas merupakan cara alami dan aman untuk membiarkannya
kering.
d) Gunakan antijamur topikal jika ruam menetap >3 hari.
e) Jangan gunakan kombinasi antijamur-kortikosteroid pada daerah
popok
f) Cuci tangan setelah mengganti popok.
Apabila diaper rash tidak segera ditangani atau diobati maka akan
menyebabkan ulkus punch-out atau erosi dengan tepi meninggi (Jacquet
erosive diaper dermatitis), papul dan nodul pseudoverucous dan plak dan
nodul violaeous (granuloma gluteale infantum). Pengobatan ruam popok
ada 2 cara antara lain secara farmakologis dan nonfarmakologis. Pemberian

74
terapi non farmokologis salah satunya yaitu dengan menggunakan bahan
olahan yang alami. Salah satu bahan olahan alami yang dapat
dipertimbangkan sebagai terapi topical alternatif yang dapat digunakan
untuk perawatan kulit pada bayi yang mengalami ruam popok yaitu coconut
oil. Coconut oil adalah minyak kelapa murni yang hanya bisa dibuat dengan
bahan kelapa segar nonkopra, pengolahan nya pun tidak menggunakan
bahan kimia dan tidak menggunakan pemanasan yang tinggi serta tidak
dilakukan pemurnian lebih lanjut, karena minyak kelapa murni sangat alami
dan sangat stabil jika digunakan dalam beberapa tahun kedepan. Coconut
oil juga mengandung pelembab alamiah dan mengandung asam lemak jenuh
rantai sedang yang mudah masuk ke lapisan kulit dalam dan
mempertahankan kelenturan serta kekenyalan kulit. Asam laurat dan asam
kaprat yang terkandung di dalam coconut oil mampu membunuh virus. Di
dalam tubuh, asam laurat diubah menjadi monokaprin, senyawa ini
termasuk senyawa monogliserida yang bersifat sebagai antivirus,
antibakteri, antibiotik dan antiprotozo.
14. Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan ruam popok bergantung pada penyebabnya. Ruam
popok yang disebabkan iritasi dan miliaria tidak memerlukan obat khusus cukup
dengan menjaga popok tetap kering dan menjaga hyigene. Pada ruam popok yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme atau iritasi dan miliaria yang luas obat-
obatan yang lazim digunakan antara lain :
a. Bedak salisil dan bedak yang mengandung Antihastamin, hanya digunakan
pada iritasi (intertigo) dan miliaria atas anjuran dokter. Pastikan bedak tidak
berhamburan agar tidak menggangu si kecil. Anti Jamur digunakan pada ruam
popok karena terinfeksi jamur (Candical Diaper Dermatitis) pilih anti jamur
yang berbentuk bedak (merek
dagang misalnya : Dektrian powder dan mycorine powder), diberikan selama
3-4 minggu.
b. Anti infeksi topikal (salep atau krim) digunakan pada ruam popok yang
disebabkan oleh infeksi bakteri ringan misalnya : bacitracin salep. Adapun

75
untuk infeksi yang lebih berat dapat digunakan anti infeksi oral. Misalnya :
kombinasi amoksisilin dengan asam kalvulanat dan diberikan pada anti infeksi
topical.
c. Steroid digunakan pada ruam popok yang disebabkan infeksi alergi, dioleskan
2x sehari hingga sembuh atau selama 2 minggu. Walaupun ruam popok
bukanlah penyakit yang serius jika dalam 2-3 hari tidak kunjung sembuh, maka
langkah terbaik adalah konsultasi ke dokter. Penggunaan anti jamur anti infeksi
dan steroid hendaknya atas rekomendasi dokter.

76
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Perawatan Anak
RSUD. Labuang Baji Makassar pada perawatan dengan menggunakan baby oil
menunjukkan 2 orang responden (20%) mengalami dermatitis ringan dan 8 orang
(80%) lainnya tidak mengalami dermatitis. Setelah dilakukan perawatan perianal
dengan menggunakan baby oil ada 8 responden yang tidak mengalami dermatitis
ringan. Diaper dermatitis ini dapat dicegah dengan cara membersihkan sebaik
mungkin daerah yang tertutup popok setelah bayi kencing atau buang air besar
dengan air bersih, kemudian dikeringkan bahkan sampai ke lipatan kulit dan
sebelum memakaikan popoknya lagi oleskan baby oil. Pemberian baby oil ini
dimaksudkan untuk mencegah amonia menempel di kulit dan untuk
mempermudah mengangkat sisa-sisa kotoran
Hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Perawatan Anak RSUD.
Labuang Baji Makassar pada perawatan tanpa menggunakan baby oil
menunjukkan 7 responden (70%) tidak mengalami dermatitis dan 3 responden
(30%) mengalami dermatitis ringan. Menurut Maya Devinta banyak faktor yang
menyebabkan terjadinya diaper dermatitis. Diantaranya faktor fisik (pakaian,
popok), faktor kimiawi (bahan kimia dalam urine dan feses), faktor enzimatik
(bahan kimia yang bereaksi secara enzima) dan adanya mikroba (jamur dan
bakteri) pada urine dan feses yang terdapat dalam popok. Enzim−enzim fecal yang
terdapat dalam faeces bayi merupakan bahan iritan yang dapat meningkatkan
permeabilitas kulit bayi.
Di dalam urine juga terdapat berbagai organisme diantaranya bakterium
amoniagenes yang dapat mengubah urea menjadi amonia. Amonia dapat
meningkatkan pH pada permukaan kulit bayi sehingga kulit lebih mudah terjadi
iritasi. Pencegahannya bisa dilakukan dengan mengganti popok setiap kali basah
dan usap semua bekas faeces dari badannya dan sekitar daerah yang tertutup
popok, kemudian bagian tadi dikeringkan. Sering dianjurkan pemakaian baby oil
pada bagian ini untuk menjaga amonia dan enzim−enzim fecal tidak mudah

77
meresap ke dalam kulit.
Hasil uji dengan Mann-Whitney Test menunjukkan p=0,000 (α≤0,05) hal
ini menunjukkan signifikan antara perawatan perianal dengan menggunakan baby
oil terhadap pencegahan diaper dermatitis pada bayi. Atau dengan kata lain, H0
ditolak dan H1 diterima. Berarti bahwa Penggunaan baby oil pada perawatan
perianal efektif terhadap pencegahan diaper dermatitis. Pada perawatan perianal
dengan menggunakan baby oil, kulit bayi terjaga tetap kering, ammonia dan
enzim fecal tidak mudah meresap dalam kulit bayi sehingga permeabilitas kulit
(pH kulit) normal, diaper dermatitis tidak terjadi.
Hal ini mungkin sekali karena Menurut Corell-Michaela baby oil memiliki
efek perawatan yang baik karena terdapat proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi yang di dalamnya terdapat mengandung bahan-bahan diantaranya : gliserin,
tocopherylacetate (vitamin E), chamomile extract dan zink oxid. Glyserin
mengandung mineral oil yang tinggi, memiliki sifat mudah diabsorbsi oleh kilit
bayi.

B. IMPLIKASI KEPERAWATAN
1. Kelebihan
Perawatan perianal bayi dilakukan dengan menggunakan baby oil memeliki
beberapa kelebihan dalam pengaplikasi keperawatannya seperti:
a. Baby oil pada perawatan perianal efektif terhadap pencegahan diaper
dermatitis. Pada perawatan perianal dengan menggunakan baby oil, kulit
bayi terjaga tetap kering, ammonia dan enzim fecal tidak mudah meresap
dalam kulit bayi sehingga permeabilitas kulit (pH kulit) normal, diaper
dermatitis tidak terjadi.
b. Baby oil mudah didapatkan dan harga juga terjangkau
2. Kekurangan
Apabila tertalu sering digunakan akan mengakibatkan efek samping berupa iritasi
dan mengurangi kelembapan.

78
C. IMPLEMENTASI TINDAKAN
ANALISA KASUS
a. Pengkajian
Inisial Klien : By. Ny.N
Usia : 12 Hari
Diagnosa Medis : Hiperbilirubinemia
By. Ny.N di rawat di ruang Perinatologi sejak tanggal 29 Juli 2021 pukul 11:00 Wita, dari Pengkajian yang dilakukan pada
tanggal 02 Agustus 2021 Pukul 14.00 wita “ Terdapat Ruam Popok di area Bokong
b. Evaluasi Tindakan

79
Subyektif dan Obyektif Evaluasi hari 1 Evaluasi hari 2 Evaluasi hari 3
DS: DS: DS : DS :
Ibu pasien mengatakan ruam kulit akibat Ibu pasien mengatakan ruam kulit akibat pemakaian popok
tinggal sedikit
Ibu bayi mengatakan terdapat Ibu bayi mengatakan terdapat pemakaian popok mulai berkurang

ruam popok di area bokong ruam popok di area bokong DO :


DO : Warna Kemerahan pada ruam popok
Ruam popok Tampak berkurang memudar, Ruam popok tinggal sedikit
DO : DO : Kulit Tampak lembab
Tampak Ruam popok di area Tampak Ruam popok di area
bokong berwarna kemerahan. bokong berwarna kemerahan

80
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil intervensi setelah dilakukan Perawatan Perianal
menggunalkan Baby Oil yang diberikan kepada pasien didapatkan data
bahwa pasien mengalami gangguan integritas kulit akibat pemakaian Popok
terjadi perbaikan.baik dari Lapisan kulit dan Tekstur kulitnya

B. SARAN
1. Bagi institusi pelayanan khususnya unit pelayanan Perinatologi
a. Mencoba menerapkan perawatan non farmakologi Perawatan perianal
menggunakan Baby Oil pada bayi dengan selalu memperhatikan
kenyamanan pada bayi.
b. Melakukan penilaian / evaluasi terhadap efektifitas Baby Oil dalam
pelaksanaan intervensi manajemen nyeri non farmakologi.
2. Bagi ilmu keperawatan
Perlu dilakukan suatu diskusi secara periodik antar perawat Maternitas
tentang peranan perawat dalam managemen Gangguan integritas kulit
sehingga dapat dikembangkan suatu metode yang tepat.
DAFTAR PUSAKA

Herdman, T.H., &ShigemiKamitsur. (2018). NANDA-I Diagnosis


Keperawatan(11th ed.) Jakarta: EGC
Augurius, C., Susanto, S., & Septiana, Y. (2021). Efektifitas Fototerapi pada Bayi
Baru Lahir dengan Hiperbilirubinemia Berdasarkan Lampu dan Panjang
Gelombang Fototerapi Literature Review : Effectivity of Phototherapy in
Newborns with Hyperbilirubinemia Based on Lamp Type and Phototherapy
Wavelength. 27(2), 129–135.
Lubis, R. (2017). Global Health Science. Global Health Science, 2(2), 149–154.

Nanny Lia Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.
Mathindas, Stervy, D. (2013). HIPERBILIRUBINEA PADA NEONATUS. 5, 84–
90
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & DKK. (2013a). Nursing Incomes
Classification (6th ed). Kidlington: Elsevier
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & DKK. (2013a). Nursing Incomes
Classification (6th ed). Kidlington: Elsevier
Nanny Lia Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, A. H., Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogjakarta: MediAction
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Augurius, C., Susanto, S., & Septiana, Y. (2021). Efektifitas Fototerapi pada Bayi
Baru Lahir dengan Hiperbilirubinemia Berdasarkan Lampu dan Panjang
Gelombang Fototerapi Literature Review : Effectivity of Phototherapy in
Newborns with Hyperbilirubinemia Based on Lamp Type and Phototherapy
Wavelength. 27(2), 129–135.
Nanny Lia Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai