Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

Landasan Teori

I. Konsep Penyakit
A. Definisi

Asma disebut juga sebagai reactive airway disease(RAD),adalah suatu


penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan inflamasi,
dan peningkatan reaksi jalan napas terhadap berbagai stimulan.(Suriadi dan Rita
Yuliani).

Asma bronkial,hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar,


seperti debu rumah,bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculannya sangat mendadak sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-
tiba.(nanda

Asma Bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya


wheezing (mengi) intermiten yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap
suatu zat iritan atau alergan. (Margaret Varnell Clark, 2013)

Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas pendek,


wheezing dan batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang bengkak didalam
bronkus (jalan nafas dalam paru-paru). Hal ini terutama disebabkan oleh alergi atau
infeksi saluran pernafasan. Kedu, asap rokok dapat mengakibatkan asma pada anak.
(Britannica Concise Encyclopedia, 2007)
2

B. Klasifikasi Asma

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan


bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang
dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:

1. Asma Ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena
reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah
kelemahan keturunan. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang
melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.

Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan
menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang.
Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak
adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul
bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya
(Hadibroto & Alam, 2006).

2. Asma Intrinsik

Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma
jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca,
kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan
menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat
kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-
paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena
asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun
(Hadibroto & Alam, 2006).
3

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan


gejala (Hadibroto & Alam, 2006).

a) Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali
dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan.
Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
b) Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif
menurun.
c) Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah
mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam
lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam
seminggu. Faal paru menurun.
d) Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering
terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru
sangat menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto &
Alam, 2006):

a) Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak
ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
b) Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
c) Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan
kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar
dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
4

C. Etiologi

Asma biasanya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperresponsif terhadap
iritan. Alergi terhadap iritan dapat mempengaruhi tingkat keparahan asma. Berikut
merupakan iritan berdasarkan sumbernya

1. Faktor ekstrinsik : Latihan yang berlebihan , alergi terhadap binatang berbulu,


debu, jamur, polusi, asap rokok, infeksi virus, asap, parfum, jenis makanan
tertentu(terutama zat yang ditambahkan kedalam makanan) dan perubahan
cepat suhu ruangan.
2. Faktor intrinsik : sakit, stres, atau fatigue dan temperatur yang ekstrim.

D. Manifestasi Klinis

E. Patofisiologi

Patofisiologi menurut Wong (2009) Inflamasi berperan dalam peningkatan


reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup
beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak lain
serta selama perjalanan penyakit. Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur,
parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma
menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor
dinding sel mast yang disebut sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan
mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan
5

sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan


peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan
produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan
proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga
proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi.
Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan
CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis
respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga
menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan
difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan
tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes Fungsi Paru
Spirometri dapat dilakukan pada anak usia 5- 6 tahun, dan setiap anak usia
1-2 tahun dilakuan pengkajian fungsi jalan nafas. Dalam spirometri akan
mendeteksi
a) Penurunan forced expiratory volume(FEV)
b) Penurunan peak expiratory flow rate(PEFR)
c) Kehilangan forced vital capacity(FVC)
d) Kehilangan inspiratory capacity(IC)
2. Foto Toraks
Frontal dan leteral foto x-ray menunjukan infiltrat dan hiperekspansi jalan
nafas dengan peningkatan ukuran diameter anteroposterior pada pemeriksaan
fisik, diduga barrel chest.
6

3. Pemeriksaan Darah Lengkap


Menunjukan terjadi perubahan sel darah putih selama fase asma akut,
perubahan sel darah lebih darin12.000/mm3 atau peningkatan presentasi
ikatan sel yang mungkin mengindikasi terjadi infeksi.
G. Penatalaksanaan Medis

H. Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai