Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

A. Definisi
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah>5mg/dL, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis
ditandai dengan ikterus. Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis
yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup
bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh
keadaan ini. Bayi dengan hiperbilirubinemia tampak kuning akibat akumulasi
pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit (Mathindas dkk,
2013).
B. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya:
1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena polycethemia,
issoimun, hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah,
keracunan obat (hemolisiskimia salisilat, kortikosteroid, klorampenikol),
hemolisisekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah
metabolik; hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).
C. Faktor resiko
Menurut Mathindas dkk (2013), faktor resiko yang dapat memengaruhi terjadinya
hiperbilirubinea antara lain :
1. ASI yang kurang
ASI yang masuk ke tubuh bayi salah satunya berfungsi untuk memroses
pembuangan bilirubin ke dalam tubuh sehingga pada bayi yang tidak cukup
mendapatkan ASI akan bermasalah. Hal ini biasanya terjadi pada bayi
prematur yang ibunya tidak cukup memproduksi ASI.
2. Peningkatan jumlah sel darah merah
Peningkatan jumlah sel darah merah beresiko untuk terjadinya
hiperbilirubinemia. Misalnya: bayi yang lahir memiliki jenis golongan darah
yang berbeda dengan ibunya, lahir anemia akibat abnormalitas eritrosit
(eliptositosis) atau mendapat transfusi darah beresiko tinggi akan mengalami
hiperbilirubinemia.
3. Infeksi/inkompabilitas ABO-Rh
Berbagai infeksi pada bayi atau yang ditularkan ibu ke janinnya di dalam rahim
dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia. Seperti infeksi kongenital virus
herpes, sifilis kongenital, rubela, dan sepsis.
D. Klasifikasi
Menurut (Nanny Lia Dewi, 2013) klasifikasi ikterus dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan
dan 12,5 mg% untuk neonates lebih bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
2. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus
patologis memiliki tanda dan gejala sebagai berikut:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonates kurang bulan
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
Rumus Kramer

Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (mg%)


1. Kepala dan leher 5
2. Daerah 1 + badan bagian atas 9
3. Daerah 1, 2 + badan bagian 11
bawah dan tungkai
4. Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki 12
dibawah tungkai
5. Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan 16
kaki

E. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancurkan eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan
Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan
konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu biliribin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
orak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya,
dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila
kadar bilirubin inderk lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.
Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikema.

Pathway

Hemoglobin

Globin Hema
Peningkatandestruksieritrosit (gangguankonjugasi bilirubin/gangguan transport
bilirubin/peningkatansiklusenterohepatik), Hbdaneritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidakberikatandengan albumin meningkat

F. Manifestasi klinis
Menurut Mathindas
Suplai bilirubin dkk (2013) menyatakan bahwa gejala yang tampak
melebihikemampuanhepar
pada bayi dengan hiperbilirubinemia ialah rasa kantuk, tidak kuat menghisap
ASI/susu formula, muntah, opistotonus, mata terputar-putar ke atas, kejang, dan
Hepartidakmampumelakukankonjugasi
yang paling parah adalah kematian. Sebagian besar hiperbilirubinemia tidak
berbahaya, tetapi hiperbilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan
Sebagianmasukkembalikesiklusenterohepatik
otak (Kern icterus). Jangka panjang kern icterus adalah retardasi mental,
kelumpuhan serebral, tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.
Peningkatan bilirubin unconjugneddalamdarah, pengeluaranmeconeumterlambat, obstruksiusus,
G. Pemeriksaan diagnostik
tinjaberwarnapucat
Menurut (Lissauer, Tom. Dkk 2008) menyatakan bahwa pengukuran bilirubin
diindikasikan jika:
Gangguanintegritaskulit Icterus padasklera, leherdanbadanpeningkatan
- bilirubin indirek> 12 mg/dl
Ikterus pada usia kurang dari 24 jam
- Ikterus tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis.
Bilirubin total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menentukan risiko
IndikasiFototerapi
hiperbilirubinemia signifikan. (Gambar 1.1)

Sinardenganintensitastinggi

Resikotinggiinjuri Kekurangan volume cairantubuh


Gangguansuhutubuh

Gambar 1.1 : Diagram bilirubin serum berdasar usia untuk bayi dengan usia
gestasi ≥ 35 minggu dan berat lahir ≥ 2,5 kg. Diagram ini dapat digunakan untuk
memprediksi risiko berkembangnya hiperbilirubinemia signifikan.
- Bilirubin direk
- Hitung Darah Lengkap, retikulosit dan apusan untuk darah tepi
- Golongan darah dan tes antibodi direk ( direct antibody test, DAT atau tes
coombs).
- Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase).
- Albumin serum
- Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia).
Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak
teridentifikasi.
H. Tatalaksana medis
Menurut (Nuarif, A. H & Hardhi K 2015) penatalaksanaan medis pada
hiperbilirubinemia antara lain:
a. Terapi sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin
dalam darah kembali ke ambang batas normal
b. Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus
meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).
c. Terapi obat-obatan
Misalnya, obat Phenobartial atau luminal untuk meningkatkan pengikatan
bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah
menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau
albumin berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut
bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan dengan terapi
seperti fototerapi.
d. Menyusui bayi dengan ASI
Seperti diketahui, ASI memilki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan kecilnya.
e. Terapi sinar matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.
Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan yang Sehat
(American Academy of Pediatrics)

*Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur ≤ 24 jam, bukan neonatus
sehat dan evaluasi ketat.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi
2. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fototerapi
3. Defisien volume cairan berhubungan dengan asupan cairan kurang, fototerapi
4. Ketidakefektifan pola menyusu bayi berhubungan dengan kemampuan
menghisap menurun
5. Resiko injuri berhubungan dengan efek phototerapi, hepar imatur

DAFTAR PUSAKA
Herdman, T.H., &ShigemiKamitsur. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan(11th ed.)
Jakarta: EGC

Lissauer, T. & A. a. F. (2008). At a Glance NEONATOLOGI. Jakarta: Erlangga

Mathindas, Stervy, D. (2013). HIPERBILIRUBINEA PADA NEONATUS. 5, 84–90

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & DKK. (2013a). Nursing Incomes Classification
(6th ed). Kidlington: Elsevier

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & DKK. (2013a). Nursing Incomes Classification
(6th ed). Kidlington: Elsevier

Nanny Lia Dewi, V. (2013). Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita . Jakarta: Salemba
Medika.

Nurarif, A. H., Hardhi, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogjakarta: MediAction

Anda mungkin juga menyukai