Anda di halaman 1dari 18

.

LAPORAN PENDAHULUAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERBILIRUBIN DI RUANG
CUT NYAK DIEN
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG

Disusun Oleh :
Arum Putri Nata
AOA0200928

Program Studi DIII Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes Malang
Tahun 2022
LAPORAN PENDAHULUAN
DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERBILIRUBIN DI RUANG
CUT NYAK DIEN
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN MALANG

1.Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai
normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan
kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 1997).
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga
kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).

B.     Klasifikasi
1.      Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya
tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu
morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu
nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut
menurut (Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
a.       Timbul pada hari kedua - ketiga.
b.      Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c.        Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d.      Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e.       Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f.       Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
 
g.      Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut Menurut (Surasmi,
2003) bila:
1)      Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2)      Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3)      Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4)      Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
5)      Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.
2.      Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15
mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3.      Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus
subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin
lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus
secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik. 
 
C.    Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut;
1.      Polychetemia
2.      Isoimmun Hemolytic Disease
3.      Kelainan struktur dan enzim sel darah merah 
4.      Keracunan obat (hemolisis kimia; salisilat, kortikosteroid, kloramfenikol)
5.      Hemolisis ekstravaskuler
6.      Cephalhematoma
7.      Ecchymosis
8.      Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu (atresia biliari), infeksi, masalah metabolik
galaktosemia, hipotiroid jaundice ASI
9.      Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.

D.    Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak
maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada
bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii
transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan
pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi
tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma
atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila
terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau
neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek
lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR , hipoksia, dan
hipoglikemia (AH Markum, 1991).
E.PATHWAY

Hemoglobin

Globin Hema

Bilivirdin Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan


dengan albumin meningkat
Indikasi fototerapi
Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat, obstruksi usus, tinja ber

Ikterik neonatus Icterus pada sklera, leher dan badan peningkatan bilirubin indir
F.     Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1.      Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa. 
2.      Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. 
3.      Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang
biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4.      Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak
kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak
berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang
berat.
5.      Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6.      Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7.      Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8.      Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9.      Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10.  Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot.
 
G.    Komplikasi
1.      Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)

2.      Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara


lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

3. Gangguan pendengaran dan penglihatan

4. Kematian.

 
H.    Pemeriksaan Diagnostik
1.      Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a.       Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14 mg/dl
dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
b.      Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.       Protein serum total.
2.      USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3.      Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.
 
I.       Penatalaksanaan 
1.      Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
2.      Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3.      Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4.      Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu
sering digunakan.
5.      Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6.      Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi untuk
menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada billirubin
dari billiverdin.
7.      Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
 

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Identitas diri pasien terdiri dari nama, tempat tanggal lahir dan
jenis kelamin. Identitas penanggung jawab terdiri dari nama (ayah dan
ibu), umur, agama, suku, pendidikan, penghasilan, pekerjaan dan
alamat. Identitas diri dilengkapi juga dengan tanggal pengkajian.
2. Genogram
Merupakan silsilah keluarga yang mencakup minimal 3 generasi
yang dibuat apabila penyakit bayi memiliki hubungan dengan status /
kondisi keluarga.
3. Alasan Dirawat
- Keluhan Utama
Merupakan keluhan pokok yang menjadi alasan pasien harus
diberikan asuhan keperawatan seperti contoh Menangis lemah, reflek
menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu tubuh rendah.

- Riwayat Penyakit
Keadaan bayi setelah lahir yang perlu dikaji yaitu : APGAR
(Appearance, Pulse, Grimace/reflek gerak, Activity, Respiration) Score.
Apgar score dihitung pada menit ke-1 dan ke-5 untuk semua bayi,
kemudian dilanjutkan setiap 5 menit sampai menit ke-20 untuk bayi
dengan score apgar dibawah 7.
Apperarance (warna kulit)
a) Jika seluruh kulit berwarna kemerahan (2)
b) Jika kulit tubuh bayi berwarna kemerahan, tetapi tangan dan
kakinya berwarna kebiruan (1)
c) Jika seluruh kulit bayi berwarna kebiruan, keabu-abuan atau
pucat pasi (0)
Pulse ( Denyut Jantung)
a) Jika jantung bayi berdenyut setidaknya 100 kali permenit (2)
Jika jantung bayi berdenyut kurang dari 100 kali permenit (1)
b) Jika jantung bayi tidak berdenyut sama sekali (0)
Grimance (Reflek Gerak)
a) Jika bayi menangis, batuk, bersin dan menarik diri ketika
dokter memberikan rangsangan (2)
b) Jika bayi meringis dan menangis lemah ketika dokter
memberikan rangsangan (1)
c) Jika bayi tidak menangis/berespon sama sekali (0)
Activity (Aktivitas Otot)
a) Jika bayi menggerakkan kedua kaki dan tangnnya secara
spontan begitu lahir (2)
b) Jika bayi hanya melakukan sedikit gerakan begitu lahir (1)
c) Jika bayi tidak bergerak sama sekali begitu lahir (0)
Respirasi (Pernapasan)
a) Jika bayi langsung menangis dengan kencang dan kuat (2)
b) Jika bayi hanya merintih (1)
c) Jika bayi tidak menangis sama sekali (0)
Jika telah dilakukan penilaian apgar score, jika total score 0 – 7
dapat dikatakan bayi normal.
Selain Apgar Score, dapat dilakukan pemeriksaan umum dan tanda
tanda vital bayi baru lahir yakni :
Pemeriksaan Umum
a. Lingkar kepala (33-35 cm)
b. Lingkar dada (30.5 – 33 cm)
c. Berat badan ( 2700 – 4000 gr)
d. Panjang kepala ke tumit (48 – 53 cm)
Tanda – tanda vital
a. Suhu (36.5 – 27 derajat celcius)
b. Frekuensi jantung ( 100 – 160 x/mnt)
c. Frekuensi pernapasan ( 30 – 60 x/mnt)
d. Tekanan darah (tekanan darah normal kurang lebih 90/60
mmHg)
e. Perhatikan juga keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada punggung dan wajah,
sedikit atau tidak ada bukti lemak subkutan, pada wanita klitoris menonjol,
sedangkan pada laki- laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung dan
testis belum turun.

4. Riwayat Anak
 Riwayat dalam masa kandungan (Pre natal)
Kaji apakah ibu melakukan pemeriksaan kehamilan atau
tidak untuk mengetahui keadaan ibu selama hamil disertai
dengan kesan kehamilan, obat-obatan yang telah diminum,
imunisasi yang telah diberikan dan penyakit yang pernah
diderita ibu serta penyakit keluarga.
Kehamilan dengan resiko kengenital riwayat
persalinanpreterm(premature) Pemeriksaan kehamilan yang
tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa
kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
Riwayat natal komplikasi persalinan seperti Kala I
(perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta
previa), Kala II (persalinan dengan tindakan bedar caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat
menekan system pusat pernafasan.
 Riwayat penyakit sekarang (post natal)
Kaji umur kehamilan , berlangsungnya kelahiran (
biasa/susah/dengan tindakan apa), ditolong oleh siapa dan
lamanya proses kehamilan. Disertai dengan keadaan bayi
setelah lahir dan berat badan mencakup berat badan dan
LK/LD bayi.
5. Pola Nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR adalah
gangguan absorpsi gastrointestinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit,

6. Pola Eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB : frekuensi,
jumlah, konsistensi, bau. BAK : frekuensi dan jumlah.

7. Pola Tidur
Yang perlu dikaji adalah apakah pola tidur bayi dalam batas
normal sekitar 16 – 17 jam sehari untuk bayi berusia 0-3 bulan, 14
– 16 jam untuk bayi berusia 3-6 bulan, dan kurang lebih 14 jam
untuk bayi berusai 7 – 12 bulan.

8. Pola Aktivitas
Yang perlu dikaji adalah apakah terjadi gerakan kaki dan
tangan secara refleks maupun tidak, seperti menggenggam,
Babinski, klonus pergelangan kaki.

9. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian pernapasan
Perhatikan bentuk dada (barrel,cembung), penggunaan otot bantu
pernapasan, tentukan frekuensi dan keteraturan pernapasan, apakah
ada bunyi napas tambahan (stridor, krekles, ronkhi, wheezing),
tentukan apakah penghisapan diperlukan, dan tentukan sarturasi
oksigen.
b. Pengkajian kardiovaskuler
Tentukan frekuensi dan irama jantung, adanya bunyi abnormal
(mur mur, friction rub), gambarkan warna bayi (icterus, sianosis,
mottling), waktu pengisian CRT (< 2 – 3 detik).
c. Pengkajian gastrointestinal
Distensi abdomen (lingkar perut bertambah, kulit mengkilat),
peristaltik usus, muntah (jumlah, warna, konsistensi dan bau), BAB
(jumlah, warna, karakteristik, konsistensi dan bau), refleks menelan
dan mengisap yang lemah.
d. Pengkajian neurologis-muskuloskletal
Gerakan bayi, refleks moro, menghisap, mengenggam, plantar,
posisi atau sikap bayi fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang
dari 33 cm, respon pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh
dengan sempurna, lembut dan lunak.
e. Pengkajian genitourinaria
Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin (jumlah, warna, berat
jenis, dan PH).
f. Pengkajian suhu
Kaji suhu aksila dan perhatikan hubungannya dengan suhu
lingkungan.
g. Pengkajian kulit
Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir, lesi, pemasangan
infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus, terkelupas.

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Ikterik neonates berhubungan dengan penurunan berat badan


abnormal (.7-8% pada bayi lahir yang menyusu ASI > 15% pada
bayi cukup bulan), pola makan tidak ditetapkan dengan baik,
kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin, usia kurang dari 7 hari,
keterlambatan pengeluaran feses (mekonium)
2) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan,
evaporasi
3) Hipertermia berhubungan dengan terpapar lingkungan panas,
dehidrasi
B. INTERVENSI KEPERAWATAN

RENCANA KEPERAWATN
DIAGNOSA
NO TUJUAN & RASIONAL
KEPERAWATAN & INTERVENSI
KRITERIA HASIL
DATA PENUNJANG (SIKI)
(SLKI)
1 Ikterik neonatus Fototerapi Neonatus 1. Ikerik pada
berhubungan dengan 1. Monitor ikterik sclera dan
penurunan berat badan pada sclera dan kulit bayi
Setelah dilakukan
abnormal, pola makan kulit bayi menandakan
intervensi keperawatan
tidak ditetapkan 2. Identifikasi bayi
selama … x…. maka
dengan baik, kesulitan kebutuhan cairan mengalami
integritas kulit dan
transisi ke kehidupan sesuai dengan usia hiperbilirubi
jaringan meningkat
ekstra uterin, usia gestasi dan berat n
dengan kriteria hasil :
kurang dari 7 hari, badan 2. Kebutuhan
 Kerusakan lapisan
keterlambatan 3. Monitor suhu dan cairan klien
kulit menurun
pengeluaran feses tanda vital tiap 4 meningkat
(mekonium) Status nutrisi jam sekali saat terkena
 Berat badan 4. Monitor efek paparan
meningkat samping fototerapi sinar
 Panjang badan 5. Siapkan lampu fluorescent
meningkat fototerapi dan 3. Memantau
 Kulit kuning incubator atau perubahan
menurun kotak bayi suhu pada
 Sclera kuning 6. Lepaskan pakaian klien
menurun bayi kecuali popok 4. Mengetahui
 Membran mukosa 7. Berikan penutup efek yang
kuning menurun mata (eye ditimbulkan
protect/biliband) seperti
pada bayi muntah,
8. Ukur jarak antara diare, dll
lampu dan pada klien
permukaan kulit 5. Lampu
bayi fototerapi
9. Biarkan tubuh bayi diperlukan
terpapar sinar untuk
fototerapi secara memecah
berkelanjutan kadar
10. Ganti segera alas bilirubin
dan popok bayi pada klien
jika BAB/BAK 6. Pakaian bayi
11. Anjurkan ibu dapat
menyusui sesering menganggu
mungkin kinerja
terapi
fototerapi
yang tidak
maksimal
7. Mata ditutup
untuk
mencegah
kerusakan
jaringan
kornea pada
klien akibat
paparan
sinar
fototerapi
8. Jarak lampu
fototerapi
dengan klien
30 cm atau
tergantung
dari
spesifikasi
lampu
fototerapi
9. Agar kadar
bilirubin
pada tubuh
dapat
dipecah oleh
sinar
fototerapi
dengan baik
10. Agar tidak
mengakibatk
an iritasi
pada kulit
bayi
11. Intake yang
baik akan
meningkatka
n
metabolisme
pada klien
sehingga
klien tidak
mengalami
dehidrasi
2. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen 1. klien merasa
berhubungan dengan intervensi keperawatan hipovolemia haus
kekurangan intake selama …. X….maka 1. periksa tanda dan merupakan
cairan, evaporasi status cairan membaik gejala hipovolemia salah satu
dengan kriteria hasil : 2. timbang bb tanda gejala
 Berat badan 3. monitor intake dan hipovolemia
membaik output cairan 2. Mengetahui
 Intake cairan 4. hitung kebutuhan dan
membaik cairan membandin
5. berikan asupan gkan bb bayi
cairan oral berupa 3. Untuk
asi atau susu menjaga
formula keseimbang
an nutrisi
bayi
4. Untuk
mengetahui
jumlah
residu dan
sebagai
patokan
pemberian
intake
5. Asi atau
susu
formula
merupakan
makanan
utama bayi
klien
3. Hipertermia Setelah dilakukan Manajemen 1. Untuk
berhubungan dengan intervensi keperawatan Hipertermia mengetahui
terpapar lingkungan selama …x…. maka 1. Monitor suhu apakah ada
panas, dehidrasi termoregulasi membaik sesering mungkin penigkatan
dengan kriteria hasil : 2. Monitor warna suhu tubuh
 Suhu tubuh kulit pada bayi
membaik 3. Monitor Turgor 2. Untuk
Kulit mengetahui
4. Monitor Gerak perubahan
bayi warna kulit
5. Berikan cairan oral 3. Turgor kulit
yang tidak
elastic
menandakan
klien
mengalami
hipertermia
4. Untuk
mengetahui
keatifan bayi
5. Asupan oral
klien berupa
Asi atau susu
formula guna
meningkatkan
metabolism
sehingga
terjadi
penurunan
suhu tubuh
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat berdasarkan
SIKI dan dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur pelaksanaan.

D. EVALUASI KEPERAWATAN

1. Evaluasi formatif : merefleksikan observasi perawat dan analis terhadap


klien terhadap respon langsung dan intervensi keperawatan
2. Evaluasi sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi
dan analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini cholestasis neonatal. Divisi Hepatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr Soetomo, Surabaya.
Arif, mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
Aziz Alimun Hidayat. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). USA:
ELSEVIER.
Carpenito, LJ.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta :
EGC
Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk
Bidan. Jakarta : Depkes RI.
DPP PPNI, Tim Pokja SDKI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
.Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
DPP PPNI, Tim Pokja SLKI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
DPP PPNI, Tim Pokja SIKI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi Edisi I. Jakarta :
Perpustakaan Nasional.
Lia Dewi, Vivian Nanny, 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak balita. Jakarta :
Salemba Medika.
Lubis, N.M. 2013. Psikologi Kespro Wanita dan Perkembangan Reproduksinya
Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Markum, A.H., 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: FKUI
Mansyoer, Arid dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta : Media
Aesculapius.
Muslihatum, Wafi Nur. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya.

Anda mungkin juga menyukai