Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan
32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat
patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24
jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari
1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan
yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan
tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat
buruk ikterus dapat dihindarkan.

1.2 Rumusan
1. Apa definisi Hiperbilirubinemia.?
2. Apa etiologi Hiperbilirubinemia.?
3. Apa patofisiologi Hiperbilirubinemia.?
4. Apa klasifikasi Hiperbilirubinemia.?
5. Apa manifestasi klinis Hiperbilirubinemia.?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik Hiperbilirubinemia.?
7. Bagaimana penatalaksanaan Hiperbilirubinemia.?
8. Bagaimana pengkajian Hiperbilirubinemia.?
9. Apa diagnosa keperawatan Hiperbilirubinemia.?
10. Apa intervensi untuk Hiperbilirubinemia.?
11. Bagaimana konsep tumbuh kembang pada Hiperbilirubinemia.?

1
1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mendapat gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada anak
dengan Hiperbilirubin.
2. Tujuan Khusus.
Dengan pembuatan makalah mahasiswa mampu :
a) Mengerti dan memahami konsep dasar hiperbilirubinemia.
b) Melakukan pengkajian pada pasien dengan hiperbilirubinemia.
c) Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan diagnosa
prioritas hiperbilirubinemia.
d) Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubinemia

2
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 DEFINISI
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy
R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek
patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,
membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis. (Markum, 1991:314)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin
indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin adalah warna kuning pada bayi yang ditandai pada kulit,
mukosa akibat akumulasi bilirubin dan diberi istilah jaundice atau ikterus
(Bobak, 2004).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
icterus kalau tidak ditanggani dengan baik atau mempunyai hubungan
dangan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubin bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan dan 15 mg% pada
bayi kurang bulan (Harison, et all, 2000).
Hiperbilirubin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum
bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterik
bila tidak ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2005).

3
Metabolisme Bilirubin :
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut
dalam air) di dalam hati.Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari
besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan
Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta
cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil
Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai
tingkat patologis.

2.2 ETIOLOGI

1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian


golongan darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO.
2. Gangguan konjugasi bilirubin.
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar.
4. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid,
kloramfenikol).
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI.
7. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati
8. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga icterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
9. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan ,
misalnya hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
10. Bayi imatur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat
trauma atau infeksi.
11. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel
darah merah seperti : infeksi toxoplasma, shypilis. (Haws Paulette, 2007)
12. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra hepatik
13. Peningkatan sirkulasi enterohepatik misalnya pada ileus obstruktif,
hirscprung

2.3 PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.


Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

4
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.

Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan


kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

Terjadinya hiperbilirubin diantaranya yaitu, hemolysis, rusaknya sel-sel hepar,


gangguan konjugasi bilirubin. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi akan mengalami gangguan dalam hati dan tidak bisa mengikat
bilirubin dan mengakibatkan peningkatan bilirubin yang terkonjugasi dalam
darah yang mengakibatkan warna kuning pucat pada kulit (Haws Paulette S,
2007).

Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati tidak mampu diubah oleh enzim
glukoronil transferase yang berfungsi untuk merubah bilirubin tak
terkonjugasi menjadi bilirubin konjugasi sehingga bilirubin yang tak dapat
diubah akan larut dalam lemak dan mengakibatkan ikterik pada kulit.
Bilirubin yang tak terkonjugasi tidak larut dalam air ini tidak bisa
diekskresikan dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian
terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan bilirubin
terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi) yang selanjutnya
mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam feses dan urine dan feses
berwarna gelap (Price, Sylvia Anderson, 2006).

Oleh sebab itu dengan semakin banyaknya bilirubin yang larut dalam lemak
akan memberikan dampak yang buruk terhadap kerja hepar karna secara terus
menerus melakukan transferase tanpa adanya pembuangan melalui eliminasi,

5
dan jika berlanjut akan menyebabkan hepatomegaly yang mengakibatkan
terjadinya rasa mual muntah, jadi dengan adanya peningkatan bilirubin
didalam darah maka akan menyebabkan terjadinya hiperbilirubin. apabila
bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20 mg/dl maka akan terjadi suatu
keadaan yang disebut kernicterus jika tidak dengan segera maka akan dapat
mengakibatkan kejang , tonus otot kaku, spasme otot, reflek hisap lemah
(Price, Sylvia Anderson, 2006).

2.4 KLASIFIKASI

Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.

1. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut :


(Hanifa, 1987)
 Timbul pada hari kedua-ketiga
 Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
 Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
 Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin
mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan.
Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus,
Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulu
4. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak
terkonjugasi.
5. Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati
maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta

6
gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
6. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin

2.5 MANIFESTASI KLINIS


a) Kulit jaundice (kuning)
b) Sklera ikterik
c) Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dl pada neonatus yang
cukup bulan dan 15 mg% pada neonatus yang kurang bulan.
d) Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh
rendahnya intake kalori.
e) Asfiksia
f) Hipoksia
g) Sindrom gangguan nafas
h) Pemeriksaan abdomen terjadi bentuk perut yang membuncit
i) Feses berwarna seperti dempul dan pemeriksaan neurologis dapat
ditemukan adanya kejang
j) Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
k) Epistotonus (posisi tubuh bayi melengkung)
l) Terjadi pembesaran hati
m) Tidak mau minum ASI
n) Letargik (lemas) (AH Markum, 2002)

2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan bilirubin serum


Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/ dl,
antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak
fisiologis.
Pada bayi dengan premature kadar billirubin mencapai puncaknya 10-12
mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14 mg/dl
adalah tidak fisiologis.
2. Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dari atresia billary.
4. Pemeriksaan radiology

7
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
5. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
6. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma.
7. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit
ini.
8. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi
untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit
ini.

2.7 PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secaraumum menurut Surasmi (2003) antara lain
yaitu :
a. Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu
hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir, yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir
d. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
e. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
2. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi
harus segera mendapatkan terapi.
Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan
yang ada.
a. Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan
fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi

8
mudah laurt dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi
sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tidak terus meningkat
sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan
pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang
gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan
disusun secara parallel. Dibagian bawah lampu ada sebuah kaca yang
disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga
intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut
kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas,
kecuali mata dan alat kalamin harus ditutup dengan menggunakan kain
kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya dari lampu-lampu
tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna
sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya, begitu pula
alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi
itu, seperti kemandulan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :
1. Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.
2. Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan
cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi
sinar, penggunaan yang keberapa pada bayi itu untuk mengetahui
kapan mencapai 500 jam penggunaan.
3. Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.

Komplikasi fototerapi :

1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan


peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan).
Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.
2. Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.
3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yangterkena sinar
( berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang setelah terapi selesai.
4. Gangguan retina bila mata tidak ditutup.
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian
lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu
semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan
ekstra minum.
6. Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.
b. Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tidak ada perbaikan dan kadar
bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka
perlu dilakukan terapi transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan
bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus).

9
Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami
beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental,
cerebral palsy, gangguan motoric dan bicara, serta gangguan
penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi sudah teracuni
akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan
dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin
sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi
transfuse bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan
proses transfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah
masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang
dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang
efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
c. Terapi obat-obatan
Terapi lainya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat Phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati
sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah jadi direct. Ada juga
obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna
untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas
ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi
lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-
obatan ini dikurangi bahkan dihenntikan. Efek sampingnya adalah
mengantuk. Akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI
sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah
yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, teapi obat-
obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin
karena biasanya dengan fototerapi si kecil bisa ditangani (revel-
indonesia.com)
d. Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui,
ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar
buang air besar dan kecilnya.
e. Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.
Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit.
Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang
berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya,
seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan anatara jam 07.00
sampai 09.00 pagi. Inillah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Dibawah jam tujuh, sinar ultraviolet
belum cukup efektif, sedangkan di atas jam Sembilan kekuatannya
sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit. Hindari posisi yang

10
membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak
matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling, keadaan udara harus
bersih.

2.8 PENGKAJIAN
a. Pola Manajemen kesehatan dan presepsi kesehatan
1. Arti sehat dan sakit bagi pasien
2. Mengetahui status kesehatan pasien saat ini
3. Perlindungan terhadap kesehatan
4. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
5. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
a. Pola Metabolik – Nutrisi
Kaji pasien mengenai :
1. Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan.
2. Jenis dan jumlah (makanan dan minuman).
3. Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang
dihabiskan, nafsu makan
4. Kepuasan akan berat badan
5. Persepsi akan kebutuhan metabolic
6. Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau,
gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan,
alergi makanan
7. Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS)
b. Pola Eliminasi
Kaji pasien mengenai :
1. Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubahan lain
2. Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri,
3. Mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain
4. Keyakinan budaya dan kesehatan
5. Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri
6. Penggunaan bantuan untuk ekskresi

11
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS)
c. Pola Aktvitas – Latihan
Kaji pasien mengenai :
1. Aktivitas kehidupan sehari-hari
2. Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas
3. Aktivitas menyenangkan
4. Keyakinan tenatng latihan dan olahraga
5. Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi)
6. Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan
7. Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
8. Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular,
muskuloskeletal, neurologi)
d. Pola Istirahat – Tidur
Kaji pasien mengenai :
1. Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran
setelah tidur)
2. Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik)
3. Jadwal istirahat dan relaksasi
4. Gejala gangguan pola tidur
5. Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
6. Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk)
e. Pola Persepsi – Kognitif
Kaji pasien mengenai :
1. Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman,
pendengar, perasa, peraba)
2. Penggunaan alat bantu indra
3. Persepsi ketidaknyamanan nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
4. Keyaknan budaya terhadap nyeri

12
5. Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
6. Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
f. Pola Konsep Diri – Persepsi Diri
Kaji pasien mengenai :
1. Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok social
2. Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
3. Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg
disukai dan tidak)
4. Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri
5. Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
6. Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
gidak mau berinteraksi)
g. Pola Hubungan – Peran
Kaji pasien mengenai :
1. Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja
2. Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran
3. Efek terhadap status kesehatan
4. Pentingnya keluarga
5. Struktur dan dkungan keluarga
6. Proses pengambilan keputusan keluarga
7. Pola membersarkan anak
8. Hubungan dengan orang lain
9. Orang terdekat dengan klien
10. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
h. Pola Reproduksi – Seksualitas
Kaji pasien mengenai :
1. Masalah atau perhatian seksual
2. Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri

13
3. Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman,
pelukan, sentuhan dll)
4. Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi
5. Efek terhadap kesehatan
6. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau
psikologi
7. Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
i. Pola Toleransi Terhadap Stress – Koping
Kaji pasien mengenai :
1. Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2. Tingkat stress yang dirasakan
3. Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4. Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya
5. Strategi koping yang biasa digunakan
6. Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7. Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga
j. Pola Keyakinan – Nilai
Kaji pasien mengenai :
1. Latar belakang budaya/etnik
2. Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/etnik
3. Tujuan kehidupan bagi pasien
4. Pentingnya agama/spiritualitas
5. Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6. Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang
dapat mempengaruhi kesehatan
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas menurun
2. Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa pada mulut.
Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan Tekanan langsung
pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning)

14
Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
3. Dada
Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, khususnya ikterus
yang disebabkan oleh adanya infeksi
4. Perut
Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu dicermati. Hal ni
berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo terapi. Gangguan
Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi. Perut membuncit, muntah ,
mencret merupakan akibat gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik.
Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis
bacterial, tixoplasmosis, rubella
5. Urogenital
Urine kuning dan pekat. Adanya feses yang pucat / acholis / seperti
dempul atau kapur merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran
empedu

6. Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
7. Kulit
Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor yang jelek. Elastisitas menurun.
Perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
8. Pemeriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lainmenunjukkan adanya
tanda – tanda kern - ikterus

2.9 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Kerusakan integritas kulit b/d jaundice atau radiasi fototerapi
 Definisi : kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik/ normal
 Kriteria hasil : integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
 Batasan karakteristik : kerusakan integritas kulit
 Faktor yg berhubungan : terapi radiasi, hipertermia

NOC : Integritas jaringan : kulit & membran mukosa

Intervensi :

1) Kaji warna kulit tiap 8jam

15
2) Ubah posisi tiap 2jam
3) Masase daerah yang menonjol
4) Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion
pelembab
5) Kolaborasi untuk kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun
menjadi 7,5 mg% fototerapi dihentikan

Rasional :

1) Mengetahui adanya perubahan warna kulit


2) Mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama
3) Melancarakan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di
daerah tersebut
4) Mencegah lecet pada kulit
5) Untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama

2. Hipertermia b/d efek fototerapi


 Definisi : suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena
kegagalan termoregulasi
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan suhu dalam rentang normal
 Kriteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit
 Batasan karakteristik : letargi
 Faktor yg berhubungan : dehidrasi

NOC : Termoregulasi

Intervensi :

1) Observasi suhu tubuh (aksilla) setiap 4-6jam


2) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan
kompres dingin serta ekstra minum
3) Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi

Rasional :

1) Suhu terpantau secara rutin


2) Mengurangi ajanan sinar sementara
3) Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari
hipertermi
3. Kekurangan volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan,
foterapi, diare

16
 Definisi : penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan sjaa
tanpa perubahan kadarmatrium
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan cairan tubuh adekuat
 Kriteria hasil : cairan adekuat
 Batasan karakteristik : haus, kulit kering
 Faktor yg berhubungan : kehilangan cairan aktif

NOC : Keseimbangan cairan

Intervensi :

1) Pantau masukan dan haluan cairan, timbang BB 2x sehari


2) Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (kulit hangan dan kering dengan
turgor buruk, mata cekung, penurunan haluaran urine)
3) Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine
4) Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air
diantara menuyusui atau memberi susu botol
5) Pantau turgor kulit
6) Berikan cairan per parental sesuai indikasi

Rasional :

1) Dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi,


meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal pemberian makanan
yang sering tidak dipertahankan
2) Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat
memyebabkan dehidrasi
3) Defeksi encer, sering dan kehijauan menanndakan keefektifan
dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin. Feses yang encer
meningkatkan resiko kekurangan volume cairan akibat pengeluaran
cairan berlebih
4) Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feses
yang encer sehingga mengurangi resiko kekurangan cairan
5) Turgor kulit yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya
kekurangan volume cairan dalam tubuh
6) Memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat

17
BAB III

WOC

Penyakit hemolitik, Obat-obatan Gangguan fungsi


antagonis hepar (infeksi,
hipoksia)
Defisiensi
Hemolisis albumin
Jaundice
Pembentukan Jumlah bilirubin yang akan
bilirubin diangkut ke hati berkurang Defisiensi G6PD
bertambah
Konjungasi bil
indirek menjadi
bil direk rendah

Bilirubin indirek meningkat

HIPERBILIRUBINEMIA

Bilirubin Foto terapi Peningkatan


indirek pemecahan
bilirubin
Perubahan suhu
Toksik bagi lingkungan
Pengeluaran
jaringan
cairan empedu
Saraf aferen
KERUSAKAN Peristaltik usus
INTEGRITAS KULIT Hipotalamus
Diare

Penguapan
Pengeluaran
volume
cairan dan
HIPERTERMIA
intake

KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN

18
BAB IV

KONSEP TUMBUH KEMBANG

Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan


hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi
tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan
gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan
lanjutan dirumah.

Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik
dalam perawatan bayi hiperbilirubinemia (Waley &Wong, 1994):

1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-


gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu
menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari
untuk mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI
dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
a) Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
b) Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan
daerah sekitar kulit yang rusak.
c) Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan
kelembaban kulit.
d) Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
e) Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat
mengakibatkan lecet karena gesekan
f) Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti
penekanan yang lama, garukan.
g) Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah
karena bab dan bak.
h) Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti :
turgor kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :

19
a) Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 celsius)
b) Perawatan tali pusat / umbilikus
c) Mengganti popok dan pakaian bayi
d) Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan,
kontak dengan sesuatu yang baru
e) Temperatur / suhu
f) Pernapasan
g) Cara menyusui
h) Eliminasi
i) Imunisasi
j) Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
 letargi ( bayi sulit dibangunkan
 demam ( suhu > 37 celsius)
 muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
 diare ( lebih dari 3 x)
 tidak ada nafsu makan.
6. Keamanan
a) Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau,
gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
b) Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
c) Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan
mobil atau sarana lainnya.

20
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin mencapai nilai


yang mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus, kalau tidak ditanggulangi
dengan baik.

Hiperbilirubin terjadi disebabkan oleh peningkatan bilirubin, gangguan fungsi hati


dan komplikasi pada asikfia, hipoglikemia, hipotermia, gejala yang menonjol pada
hiperbilirubin adalah ikterik

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah


berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus.

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah


yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada
neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan
tubuh (Adi Smith, G, 1988).

5.2 Saran

1) Mengetahui karakteristik anak merupakan langkah yang efektif dalam


rangkah memberikan asuhan keperawatan apa anak.
2) Kerjasama dengan orang yang yang terdekat pada anak (keluarga) juga
akan membantu dalam kelangsungan proses pemberian asuhan
keperawatan
3) Bahaya bilirubin adalah kern ikterus, yang dapat dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan bayi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, 2012,EGC, Jakarta

Suryanah , Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK, 1996, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, 2000. EGC,


Jakarta.

Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4,


EGC, Jakarta.

Hidayat A Aziz Alimul, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikn


Kebidanan, 2005, Salemba Medika, Jakarta

22

Anda mungkin juga menyukai