Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kehamilan postmatur merupakan salah satu bentuk kegawatdaruratan medis yang terjadi
pada ibu hamil dan ibu yang akan bersalin. kehamilan postmatur adalah kehamilan yang
melampaui umur 294 hari (42 minggu) dengan segala kemungkinan komplikasinya (Manuaba,
1999).

Pada umumnya, kehamilan berlangsung selama 40 minggu (280 hari) dihitung dari
HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir). Kehamilan normal (aterm) ialah usia kehamilan antara 38-
42 minggu. Namun, sekitar 3,4-14 % atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung sampai 42
minggu atau lebih. Prevalensi ini bervariasi bergantung pada kriteria yang dipakai oleh peneliti
(Prawirohardjo, 2008).

Penentuan usia kehamilan berdasarkan rumus Neagele, dihitung dari HPHT, jadi untuk
menentukan kehamilan Postmatur harus diketahui umur kehamilan yang tepat. Selain dari haid,
penentuan umur kehamilan dapat dibantu secara klinis dengan mengevaluasi kembali umur
kehamilan dari saat pertama kali ibu datang. Makin awal pemeriksaan kehamilan dilakukan,
umur kehamilan makin mendekati kebenaran. Pemeriksaan USG sangat membantu taksiran umur
kehamilan dan bila dilakukan sebelum trimester kedua, hasilnya lebih akurat (FK Unpad, 2005).

Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dari pelayanan dasar yang terjangkau
oleh seluruh masyarakat. Salah satunya berupa pelayanan kesehatan ibu yang berupaya agar
setiap ibu hamil dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat. Seorang perawat
dituntut agar mampu memberikan pelayanan yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, dalam
memberikan pelayanan kesehatan perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup.

1.2  Tujuan

1. Mengetahui definisi dari kehamilan postmatur.


2. Mengetahui etiologi dari kehamilan postmatur.Mengetahui patofisiologi dari kehamilan
postmatur.
3. Mengetahui WOC dari kehamilan postmatur.
4. Mengetahui manifestasi klinis dari kehamilan postmatur.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk kehamilan postmatur.
6. Mengetahui penatalaksanaan untuk kehamilan postmatur.
7. Mengetahui komplikasi dari kehamilan postmatur.
8. Mengetahui prognosis dari kehamilan postmatur.
9. Mengetahui asuhan keperawatan dari kehamilan postmatur.

1
1.3  Manfaat

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan
kehamilan postmatur.
2. Mahasiswa mengetahui  proses  keperawatan  yang  benar sehingga dapat menjadi bekal
dalam persiapan praktek di rumah sakit maupun di masyarakat.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Definisi

Kehamilan postmatur (postterm) disebut juga kehamilan lewat waktu/bulan merupakan


kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama
haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2008).
Sedangkan menurut Manuaba (1999), kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang
melebihi waktu 42 minggu dan belum terjadi persalinan. Kehamilan umumnya berlangsung 40
minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir.

Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama
menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan
karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas
janin (Helen, 2007).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kehamilan postmatur


adalah kehamilan lebih dari 40 minggu.

2.2  Etiologi

Penyebab terjadinya kehamilan postterm/ postmature sampai saat ini masih belum diketahui
secara jelas. Menurut (Sarwono,2010) beberapa teori yang diajukan di antaranya:

1. Pengaruh Progresteron

Penurunan hormon progresteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan


endokrin yang penting dalam memacu prose biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progresteron.

2. Teori Oksitosin

Pemakaian okstitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan dipercaya bahwa oksitosin
secara fisiologis memgang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
okstitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai
salah satu penyebab kehamilan postterm.

3. Teori Kortisol/ ACTH Janin

Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan

3
memperngaruhi plasenta sehingga prosuksi progresteron berkurang dan memperbesar sekresi
esterogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat
bawaan janin seperti anesefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis
pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan
dapat berlangsung lewat bulan.

4. Saraf Uterus

Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi
uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali
pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm.

5. Herediter

Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan posterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren
menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan posterm saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami kehamilan posterm.

Menurut (Bayu,2009) penyebab Postmatur pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan
adalah  :

1. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup
bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
2. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu
3. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan kerentanan akan stress
merupakan faktor tidak timbulnya His
4. Kurangnya air ketuban
5. Insufiensi plasenta.

2.3  Manifestasi klinis

1. Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/ 20 menit atau secara
objektif dengan KTG (karditopografi) kurang dari 10 kali/ 20menit. (Echa, 2012)
2. Postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono,2010) :

- Stadium I

Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan
mudah mengelupas.

- Stadium II

Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit

4
- Stadium III

Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat

Menurut Bayu, 2009 manifestasi yang ditunjukkan yaitu bayi postmature :

1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)


2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di bidan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

2.4  Patofisiologi

1. Sindrom posmatur

Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput, mengelupas
lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi
tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan telapak
kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak mengalami hambatan
pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-10 untuk usia
gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir
dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Insidensi
sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu masing-masing belum dapat
ditentukan dengan pasti. Sindrom ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43
minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang menyertainya
secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.

2. Disfungsi plasenta

Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan yang
mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada agar skor dan gas darah tali pusat yang
abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm. Janin
posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar biasa beras pada
sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang,
pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi
antara 38 dan 42 minggu.

3. Gawat janin dan Oligohidramnion

Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter tali
pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin intrapartum,
terutama bila disertai dengan ologohidramnion. Penurunan volume cairan amnion biasanya
terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran mekonium oleh

5
janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya
mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.

4. Pertumbuhan janin terhambat

Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang seharusnya
tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir
mati pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm. Morbiditas
dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan
pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang
merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.

5. Serviks yang tidak baik

Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena pada
wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi
serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam persalinan.

6
2.5  WOC (Web of Caution)

2.6  Pemeriksaan diagnostic

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu dengan kehamilan postmatur
(Prawirohardjo, 2008), antara lain:

1. Ultrasonografi (USG)

Ketetapan usia kehamilan sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada trimester
pertama. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tunggingn (crown-rump
length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Sedangkan
pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat digunakan untuk menentukan berat janin, keadaan
air ketuban, ataupun keadaan plasentan yang sering berhubungan dengan kehamilan postmatur,
tetapi sulit untuk memastikan usia kehamilan.

7
2. Pemeriksaan radiologi

Usia kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Cara ini sekarang jarang
digunakan karena pengenalan pusat penulangan seringkali sulit dan radiologic mempunyai
pengaruh yang kurang baik terhadap janin.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan kadar lesitin/ spingomielin,


aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA), sitologi cairan amnion, dan sitologi vagina.

2.7  Penatalaksanaan

Menurut Sarwono Prawirohardjo (2008) dalam pengelolaan kehamilan postmatur ada


beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan.
Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua variasi dari postmatur ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang
peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postmatur. Sebagian besar kepustakaan
sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun
42 minggu bilamana serviks telah matang.

Menurut Arif Mansjoer (2000) penatalaksanaan kehamilan lewat waktu bila keadaan janin
baik dapat dilakukan dengan cara:

Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa
tekanan 3 hari kemudian, Bila hasil positif, segera lakukan seksio sesarea.

Induksi Persalinan. Induksi persalinan merupakan suatu usaha supaya persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his. Ada dua cara yang biasanya dilakukan
untuk memulai proses induksi, yaitu mekanik dan kimia. Kedua cara ini pada dasarnya dilakukan
untuk mengeluarkan zat prostaglandin yang fungsinya sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi. Secara mekanik, biasanya dilakukan dengan sejumlah cara, seperti menggunakan
metode stripping, vibrator, kateter, serta memecahkan ketuban. Secara kimia, ibu akan diberikan
obat-obatan khusus. Ada yang diberikan dengan cara diminum, dimasukan ke dalam vagina,
diinfuskan, atau pun disemprotkan pada hidung. Biasanya, tak lama setelah salah satu cara kimia
itu dilakukan, ibu hamil akan merasakan datangnya kontraksi

8
Penatalaksanaan pada bayi postmatur antara lain :

Bila bayi mengalami ketidakefektifan termoregulasi tindakan yang dapat diberikan antra
lain :

1)      Hangatkan inkubator atau penghangat radian sebelumnya, pastikan bahwa handuk dan atau
selimut yang tipis yang telah dihangatkan telah tersedia. Pertahankan suhu ruang bersalin pada
suhu 22 C, dengan kelembaban relatif 60%-65%.

2)      Bersihkan bayi baru lahir, dari darah dan verniks yang belebihan, khususnya yang ada di
kepala, dengan handuk yang telah dihangatkan sebelumnya

3)      Letakkan bayi baru lahir di bawahpenghangat radian

4)      Bungkus bayi dengan selimut yang telah dihangatkan dan pindahkan bayi ke ibu

5)      Rangkul bayi sehingga menempel pada dada ibu dan dibedong dengan selimut yang hangat

Bila bayi mengalami ketidakefektifan Resiko cidera tindakan yang dapat diberikan antra
lain :

1) Evaluasi dengan alat elektronik respon denyut jantung janin terhadap kontraks uterus
selama asuhan intrapartum

2)  Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan strip kimia sebelum pemberian ASI dan
sebelum 2 jam setelah kelahiran

3) Kaji tanda-tanda hipoglikemi

4) Ajarkan orang tua untuk memperkirakan perubahan pada kemampuan infan

5) Diskusikan dengan orang tua perlunya pemantauan konstan terhadap infan

2.8  Komplikasi

Pada kondisi postmatur ini dapat terjadi beberapa komplikasi, yaitu:

Menurut Prawirohardjo (2008), komplikasi yang terjadi pada kehamilan  serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada janin seperti gawat janin, gerakan janin
berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.

Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma
aspirasi mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan
janin terlambat, kelainan jangka pangjang pada bayi.

9
2.9  Prognosis

Pada kehamilan 43 minggu jumlah kematian janin/bayi tiga kali lebih besar dari pada
kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh
postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang
berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam
kandungan.

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1  Pengkajian

1. Identitas klien : nama, umur, ras, gravida, alamat, dan nomor telepon, agama,status
perkawinan, pekerjaan, dan tanggal anamnesis.
2. Keluhan Utama

Menurut  Manuaba (1998) dalam bukunya Ilmu Kebidanan, keluhan ibu pada kasus postmatur
adalah :

- Kehamilan belum lahir setelah melewati 42 minggu

- Gerak janin makin berkurang dan kadang-kadang berhenti sama sekali.

- Berat badan ibu mendatar atau menurun.

- Air ketuban terasa berkurang.

- Gerak janin menurun.

3. Riwayat kehamilan sekarang.

Mengkaji keluhan yang yang dirsakan pasien selama kehamilan ini. Digunakan sebagai
identifikasi masalah pasien. Banyaknya pemeriksaan antenatal yang dilakukan.

4. Riwayat kesehatan masa lalu.

Penyakit kronis yang dapat mempengaruhi terjadinya Postterm

1) Penyakit waktu kecil dan imunisasi.

2) Tes laboratorium akhir-akhir ini terhadap penyakit infeksi.

3) Penyakit berat misal pneumonia, hepatitis, damam rematik, difteri, dan polio.

4) Masuk rumha sakit.

5)  Kecelakaan : fraktur, luka, dan lain –lain.

6)  Transfusi darah.

7)  Kebiasan : pengguanaan alkohol,merokok

11
8)   Pola tidur.

9)   Diet.

10)  Aktifitas.

11)  Resiko dalam pekerjaan :posisi, tarikan, ventilasi, paparan racun kimiawi.

12)  Penyakit spesifik.

13)  Pengobatan yang didapat.

- Riwayat keluarga.

1) Usia ayah dan ibu, juga statusnya.

2) Adakah anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan persalinan yang sama.

- Riwayat mestruasi

1) Umur menarche.

2) Frekuensi, jarak/siklus jika normal.

3) Lamanya.

4) HPHT, lama dan jumlah normalnya.

5) Disminore.

6) Perdarahan uterus disfungsional, misalnya spotting, menoragia, dan lain-lain.

- Riwayat Obstetri.

1) Gravida/para

2) Tipe golongan darah (ABO dan Rh)

3) Kehamilan yang lalu.

Infeksi vagina.

4)      Penyakit menular seksual

- Riwayat seksual.

12
Pola hubungan seksual, rekuensi berhubungan, dan masalah seksual lainya.

-Riwayat pernikahan.

Nikah atau tidak., Berapa kali menikah, Berapa lama menikah.

-Riwayat keluarga berencana

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama,
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi dan apakah ada kegagalan dalam menjalankan
program berKB (Sutjiati, 2010).

- Riwayat  kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

   Kehamilan

Untuk mengetahui berapa umur kehamilan, bagaimana letak janin dan berapa tinggi
fundus uteri, apakah sesuai dengan umur kehamilan atau tidak.

Persalinan

Spontan atau buatan, lahir aterm atau prematur, ada atau tidak perdarahan, waktu
persalinan ditolong oleh siapa, dimana tempat melahirkan, ada atau tidak riwayat persalinan
prematur sebelumnya.

Nifas

Apakah ada luka episiotomi atau robekan jalan lahir yang telah dijahit.

- Anak

Jenis kelamin, hidup atau mati, kalau sudah meninggal pada usia berapa dan sebab
meninggal, berat badan dan panjang badan waktu lahir.

Pola kebiasaan sehari-hari

Pola kebiasaan sehari–hari yang perlu dikaji adalah :

1)      Pola nutrisi6

Makan teratur 3 kali sehari, 1 piring nasi, lauk, sayur dan buah, minum kurang lebih 8
gelas per hari, susu, teh dan air putih.

13
2)      Pola Aktivitas

Apa aktivitas sehari-hari yang dilakukan ibu.

3)      Pola Seksual

Untuk mengetahui apakah hubungan seksual berlangsung dengan normal dan ada
keluhan atau tidak.

4)      Pola eliminasi

Untuk mengetahui frekuensi BAB dan BAK serta output cairan

5)      Perokok dan pemakai obat-obatan.

Untuk mengetahui apakah ada kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obat-


obatan serta alkohol.

3.2  Pemeriksaan

A.    Pemeriksaan Umum

1)      Keadaan umum.

Untuk  mengetahui keadaan umum ibu apakah baik,  sedang atau buruk.

2)      Kesadaran.

Untuk mengetahui tingkat kesadaran yaitu composmentis, apatis, samnolen,


atau  koma. Normalnya kesadaran composmentis

3)   Tekanan darah.

Untuk mengetahui tekanan darah ibu, normal tekanan darah adalah 120/80 mmHg.

4)   Suhu.

Apakah ada peningkatan suhu atau tidak. Normalnya suhu tubuh adalah 35,6 0 C – 37,60C

5)    Denyut nadi.

Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit. Batas normal 60-100x/menit.

14
6)   Respirasi.

Untuk mengetahui frekuensi pernafasan yang dihitung dalam 1 menit. Batas


normal dalam 1 menit adalah 16-24 x/menit

7)   Berat badan.

Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan selama hamil. Penambahan berat
badan rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu. Tetapi nilai normal untuk penambahan berat badan
selama kehamilan 9-12 kg

8)   Tinggi badan.

Untuk mengetahui tinggi badan ibu hamil, kurang dari 145 cm atau tidak,
termasuk resiko tinggi atau tidak

9)   Lingkar lengan

Untuk mengetahui lingkar lengan atas ibu, normalnya 23,5 cm

B.     Pemeriksaan fisik

   Kepala

1. Rambut : Untuk menilai warna, ketebalan, distribusi merata atau tidak


2. Muka   : Keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan atau tidak, adakah oedema atau
tidak.
3. Mata    : Conjungtiva warna pucat atau kemerahan, skelera putih atau tidak
4. Hidung            : Untuk mengetahui ada tidaknya polip
5. Telinga            : Bagaimana keadaan daun telinga, liang   telinga, bentuk telinga, dan
posisinya
6. Mulut  : Untuk mengetahui apakah mulut bersih dan kering, ada carries, dan karang gigi
atau tidak

      Leher

Untuk mengetahui apakah ada pembesaran vena juguluris, pembesaran kelenjar limfe dan
tyroid

    

15
 

Dada dan axilla

1. Mamae            : Untuk mengetahui bentuk payudara dan pigmentasi puting, puting susu
menonjol, benjolan abnormal dan kolostrum
2. Axilla  : Adakah tumor atau benjolan, adakah  nyeri tekan atau tidak

      Ekstremitas

Untuk mengetahui apakah ada oedema atau tidak, terdapat varicess atau tidak, reflex patella

C.    Pemeriksaan khusus obstetri

1)      Inspeksi

Untuk mengetahui pembesaran perut sesuai usia kehamilan, bentuk abdomen,


linea alba / nigra, striae albkan / lividae, kelainan dan pergerakan janin.

2)      Palpasi

Tinggi fundus uteri

Untuk mengetahui TFU dengan cara  menggunakan pita ukur, dilakukan pengukuran


dengan menempatkan ujung pita ukur pada tepi atas sympisis pubis dan tetap menjaga pita
ukur agar tetap menempel pada dinding abdomen da diukur jaraknya kebagian atas fundus
uteri.

 Leopold I        : Menentukan TFU dan bagian apa yang terdapat pada fundus ibu
 Leopod II        : Menentukan apa yang terdapat disebelah kanan dan kiri perut ibu
 Leopold III     : Menentukan bagian apa yang terdapat dibawah perut ibu dan apakah
sudah masuk PAP atau belum
 Leopold IV     : Menentukan seberapa jauh bagian terendah janin masuk PAP (pada
primipara masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu dan pada multipara saat
persalinan)
 HIS / Kontraksi

Pada ibu post matur tidak ada his walaupun kehamilan sudah mencapai 42 minggu

Tafsiran berat

Untuk memperkirakan berat badan janin. Pada ibu dengan partus prematurus iminens
tafsiran berat janin adalah > 2500 gram

16
D.    Pemeriksaan dalam anogenital

1)      Vulva/vagina

Untuk mengetahui adakah edema, varises, luka, kemerahan atau tidak,


pembesaran kelenjar bartolini, ada pengeluarann pervaginam atau tidak, ada pembukaan
atau tidak, penipisan, presentasi, selaput ketuban masih utuh atau tidak dan sudah sejauh
mana penurunan kepala.

2) Perineum.

Untuk mengetahui ada bekas luka atau tidak, ada keluhan atau tidak

3) Anus.

Untuk mengetahui ada hemoroid atau tidak, ada kelainan atau tidak.

3.3 Pemeriksaan penunjang

Menurut  Mansjoer (2001), pemeriksaan penunjang yang perlu dialkukan adalah :

- USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta.


- KTG untuk menilai ada tidaknya gawat janin
- Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi  (tes tanpa
tekanan, dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin ). Salah satu
tanda dari postmaturitas adalah air ketuban yang berwarna kehijauan yang berasal
dari mekonium, menunjukkan bahwa terjadi gawat janin.
- Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20%

3.4  Diagnosa keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan


2. Resiko Cidera pada ibu berhubungan dengan bayi yang besar dan tidak ada dilatasi
serviks
3. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan persalinan yang lama

17
3.5  Intervensi keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan

Tujuan : meningkatkan pengetahuan keluarga klien

Kriteria hasil :

-    Klien merasa tenang dan optimis dengan persalinannya

-    Klien dapat menggunakan teknik relaksasi distraksi atau nafas dalam dengan efektif

-    Klien mengungkapkan pemahaman situasi individu dan kemungkinan hasil akhir klien
tampak rileks

Intervensi:

      Memberikan HE tentang kondisi klien dan penatalaksanaan

Rasional : Mengurangi ansietas

     Berikan penguatan atas upaya keluarga untuk merawat klien

Rasional : Menyadarkan bahwa mereka telah melakukan yang etrbaik dan untuk mempermudah
proses adaptasi

     Memberikan kesempata kepada keluarga untuk mendiskusikan perasaan mereka

Rasional : Dengan mengungkapkan perasaan keluarga dapat melakukan penyesuaian secara


realistis terhadap masalah klien

2. Resiko Cidera pada ibu berhubungan dengan bayi yang besar dan tidak ada dilatasi
serviks

Tujuan :  tidak terjadi cedera pada ibu

Kriteria Hasil : terdapat kontraksi uterus yang reguler, terjadi pembukaan serviks

Intervensi :

Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan dan durasinya

Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab, kebutuhan pemeriksaan


diagnostik dan intervensi yang tepat

Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik.

18
Rasional : disfungsi kontraksi memperlemah persalinan, meningkatkan resiko komplikasi
maternal atau janin.

Catat kondisi serviks , Pantau tanda amnionitis

Rasional : serviks kaku atau tidak siap tidak akan dilatasi akan menghambat penurunan janin.

Tetap bersama klien, berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi.

Rasional : reduksi rangsangan dari luar mungkin perlu untuk memungkinkan tidur dan
menurunkan tingkat ansietas pada ibu

Induksi persalinan dengan oksitosin

Rasional : Oksitosin memberikan rangsangan terjadinya His

3. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan persalinan yang lama

Tujuan :  resiko cedera pada janin akan berkurang

Kriteria Hasil : tidak ada distres janin, bayi lahir tanpa trauma

Intervensi :

Kaji DJJ secara manual atau electronic

Rasional : Mendeteksi respon abnormal, seperti bradikardi,thakikardi yang mungkin disebabkan


stress, hipoksia dan asidosis

Kaji malposisi dengan menggunakan maneuver Leopold dan temuan pemeriksaan internal.

Rasional : menentukan letak janin, posisi dan persentasi ddapat mengidentifikasi faktor –faktor
yang memperberat disfungsional persalinan.

Siapkan metode untuk melahirkan yang paling layak, bila janin pada presentase kening,
wajah atau dagu.

Rasional : presentase ini meningkatkan resiko CPD , karena diameter lebih besar dari tengkorak
janin masuk ke pelvic karena kegagalan kemajuan dan pola persalinan memerlukan kelahiran
secara sesarea.

Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.Rasional: kelebihan cairan
amnion menyebabkan distensi uterus berlebihan yang berhubungan dengan anomaly janin

19
BAB IV

PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Kehamilan postmatur (postterm) disebut juga kehamilan lewat waktu/bulan merupakan


kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama
haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Penyebab terjadinya
kehamilan postterm/ postmature sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Namun ada
berbagai teori yang berkembang antara lain : pengaruh progresteron, pengaruh oksitosin,
kortisol, saraf uterus dan herediter. Pada partus postmatur tanda-tandanya Gerakan janin
yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/ 20 menit atau secara objektif dengan KTG
(karditopografi) kurang dari 10 kali/ 20menit. (Echa, 2012)

4.2  Saran

Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan


keperawatan yang tepat dan baik karena telah mengetahui penyebabnya serta cara pencegahan
maupun pengobatannya terhadap klien dengan partus postmature.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. FK UNPAD. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.


2. Helen, Varney. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC.
3. Ladewig, Patricia W., London, Marcia L., Olds, sally B., (2006). Asuhan Ibu & Bayi
Baru Lahir. Jakarta : EGC
4. Luxner, Karla L., (2004). Delmar’s Maternal-Infant : Nursing Care Plans, 2th edition.
Thomson : Delmar Learning
5. Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
6. Manuaba, Ida Bagus Gde. (1999). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta:
Arcan.
7. Nanda Internasional, (2012). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC
8. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
9. Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R., (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

21

Anda mungkin juga menyukai