PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya, kehamilan berlangsung selama 40 minggu (280 hari) dihitung dari HPHT
(Hari Pertama Haid Terakhir). Kehamilan normal (aterm) ialah usia kehamilan antara 38-42
minggu. Namun, sekitar 3,4-14 % atau rata-rata 10 % kehamilan berlangsung sampai 42
minggu atau lebih. Prevalensi ini bervariasi bergantung pada kriteria yang dipakai oleh
peneliti (Prawirohardjo, 2008).
Penentuan usia kehamilan berdasarkan rumus Neagele, dihitung dari HPHT, jadi untuk
menentukan kehamilan Postmatur harus diketahui umur kehamilan yang tepat. Selain dari
haid, penentuan umur kehamilan dapat dibantu secara klinis dengan mengevaluasi kembali
umur kehamilan dari saat pertama kali ibu datang. Makin awal pemeriksaan kehamilan
dilakukan, umur kehamilan makin mendekati kebenaran. Pemeriksaan USG sangat
membantu taksiran umur kehamilan dan bila dilakukan sebelum trimester kedua, hasilnya
lebih akurat (FK Unpad, 2005).
Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dari pelayanan dasar yang terjangkau oleh
seluruh masyarakat. Salah satunya berupa pelayanan kesehatan ibu yang berupaya agar setiap
ibu hamil dapat melalui kehamilan dan persalinannya dengan selamat. Seorang perawat
dituntut agar mampu memberikan pelayanan yang tepat dan akurat. Oleh karena itu, dalam
memberikan pelayanan kesehatan perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi
terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas janin
(Helen, 2007).
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan postterm/ postmature sampai saat ini masih belum
diketahui secara jelas. Menurut (Sarwono,2010) beberapa teori yang diajukan di antaranya:
1. Pengaruh Progresteron
2. Teori Oksitosin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan
adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin
akan memperngaruhi plasenta sehingga prosuksi progresteron berkurang dan memperbesar
sekresi esterogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anesefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan posterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan posterm saat
melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami
2.3 Manifestasi klinis
Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/ 20 menit atau
secara objektif dengan KTG (karditopografi) kurang dari 10 kali/ 20menit. (Echa, 2012)
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,
rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat Menurut Bayu, 2009
manifestasi yang ditunjukkan yaitu bayi postmature : Biasanya lebih berat dari bayi matur ( >
4000 gram) Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur Rambut lanugo hilang atau
sangat kurang Verniks kaseosa di bidan kurang Kuku-kuku panjang Rambut kepala agak
tebal Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
2.4 Patofisiologi
1. Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit keriput,
mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan pengurasan energi, dan maturitas
lanjut karena bayi tersebut matanya terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak
tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur tidak
mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang turun dibawah persentil ke-
10 untuk usia gestasinya.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat
akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami
kerusakan otak. Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41, 42, dan 43 minggu
masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti. Sindrom ini terjadi pada sekitar 10 %
kehamilan antara 41 dan 43 minggu serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu.
Oligohidramnion yang menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
2. Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada kehamilan
yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada agar skor dan gas darah tali
pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa terjadi penurunan oksigen pada janin yang
postterm. Janin posterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa fungsi plasenta tidak
terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut, meskipun kecepatannya lebih
lambat, adalah cirri khas gestasi antara 38 dan 42 minggu.
3. Gawat janin dan Oligohidramnion
Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa dengan diameter
tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap gawat janin
intrapartum, terutama bila disertai dengan ologohidramnion. Penurunan volume cairan
amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga
pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang
merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada sindrom aspirasi
mekonium.
Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna yang
seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Pertumbuhan janin terhambat
menyertai kasus lahir mati pada usia gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi
lahir aterm. Morbiditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada
kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya
relatif kecil ini.
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan memanjang karena
pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu mempunyai serviks yang belum berdilatasi.
Dilatasi serviks adalah indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam
persalinan.
Terlampir
2.6 Pemeriksaan diagnostic
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu dengan kehamilan postmatur
(Prawirohardjo, 2008), antara lain:
1. Ultrasonografi (USG)
Ketetapan usia kehamilan sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada
trimester pertama. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepala-tunggingn (crown-
rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.
Sedangkan pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat digunakan untuk menentukan berat
janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasentan yang sering berhubungan dengan
kehamilan postmatur, tetapi sulit untuk memastikan usia kehamilan.
2. Pemeriksaan radiologi
Usia kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Cara ini sekarang jarang
digunakan karena pengenalan pusat penulangan seringkali sulit dan radiologic mempunyai
pengaruh yang kurang baik terhadap janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
2.7 Penatalaksanaan
Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan atau bukan.
Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua variasi dari postmatur ini. Identifikasi
kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin. Periksa kematangan serviks dengan
skor Bishop. Kematangan serviks ini memegang peranan penting dalam pengelolaan
kehamilan postmatur. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana serviks telah matang.
2.8 Komplikasi
2.9 Prognosis
Pada kehamilan 43 minggu jumlah kematian janin/bayi tiga kali lebih besar dari pada
kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh
postmaturitas pada janin bervariasi: berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada
yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin
dalam kandungan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
kasus
pada tanggal 7 maret 2010 pukul 13:00 WIB By. N perempuan dilahirkan lewat bulan
yakni ketika kehamilan ibu R GIIP00000 berusia 42 minggu 5 hari lahir SC. Tidak segera
menangis, BB: 2300 gram TB: 48 cm. vernic caseosa menipis dan kulit bayi keriput , tali
pusat kuning dan layu, plasenta yang dilahirkan oleh ibu tampak lebih mengecil N :
180×/menit RR: 44×/menit T: 37,8ºC tampak kesusahan bernafas dan lemah dalam
menghisap. Kuku bayi panjang dan terdapat mekonium disela kuku.
3.1 Pengkajian
1). Anamnesa
a. Data bayi
Nama : By. N
Umur : 0 thn
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal lahir : 7 maret 2010
Tanggal MRS : 7 maret 2010
Dx medis : postmatur + asfiksia + BB kurang
Alamat : Surabaya
a. Keluhan utama
Sesak, kelemahan
B2 : Pucat ekeberium, hipoksia, suhu badannya 36˚C conjungtiva anamis, CRT ˃ 3 detik,
pucat , BP: 100/56 (bradicardy), 180x/ menit
B5 : BBLR =2300 gr, bayi tampak lemah dan tidak kuat menghisap
B6 : Normal
Tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan penunjang
a. pemeriksaan diagnostic :
b. pemeriksaan laboratorium
Hb : 11 g/dl (normal 15-19 gr%
Ph : 7,34 (normal 7,36-7,44)
PCO2 : 47 (normal 35-45 mmhg)
PO2 : 85% (normal 75-100 mmhg)
HCO3 : 27 (normal 24-28 mEg/L
Leukosit : 3100 x 10 u/I
Trombosit : 100.000
Eritrosit : 2,8 jut/uL (mm3)
Albumin :3,3/dL (normal 3,5-5,5/dl)
Kesimpulan: anemi,asidosisrespiratorik dan kurang nutrisi
4. Terapi
Vit K IM 0,2 cc
Oksigen masker 95-100%
Hipoksia
Terisi100/56 mm Penurunan fungsi respirasi
Hg, Nadi
180x/menit, Terdapat meconim pada jaln napas
Suhu36˚C, Respirasi
44x/menit Asfiksi
Gangguan pemenuhan
kebutuhan O2
Intervensi rasional
Letakkan bayi terlentang dengan alas Memberi rasa nyaman dan
yang data, kepala lurus, dan leher mengantisipasi flexi leher yang dapat
sedikit tengadah/ ekstensi dengan mengurangi kelancaran jalan napas
meletakkan bantal atau selimut di atas
bahu abyi sehingga bahu terangkat 2-3
cm
Bersihkan jalan napas, mulut, hidung Jlan napas harus tetap dipertahankan
bila perlu bebas dari lendir dan mekonium untuk
menjamin pertukaran gas yang
sempurna.
Observasi TTV dan tanda-tanda Deteksi dini adanya kelainan ataupun
cyanosis tiap 4 jam penurunan kondisi pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam Menjamin oksigenasi jaringan yang
pemberian O2 mask dan pemeriksaan adekuat terutama untuk jantung dan
Kadar gas darah arteri. Otak. Dan peningkatan pada kadar
PCO2 menunjukn hypoventilasi
Intervensi rasional
Monitor turgor dan mukosa mulut Menentukan derajat dehudrasi dari
turgor dan mukosa mulut
Monitor intake dan out put Mengetahui keseimbangan cairan tubuh
(balence)
Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhu secara
adekuat
Lakukan control berat bandan setiap hari Penambahan dan penurunan berat
badan dapat di monitor
Intervensi rasional
Jelaskan para ibu / keluarga tentang Ibu mengerti keadaan bayinya dan mengurangi
kaeadaan bayinya sekarang kecemasan serta untuk kooperatifan ibu/ keluarga
Bantu orang tua / ibu Membantu memecahkan permsalahan yang
menggungkapkan perasaannya dihadapi
Orientasi ibu pada lingkungan Ketidaktahuan memperbesar stresor
rumah sakit
Tunjukan bayi pada saat ibu Menjalin kontak batin antara ibu dan bayi
berkunjung (batasi oleh kaca walaupun hanya melalui kaca pembatas
pembatas)
Lakukan rawat gabung jika Rawat gabung merupakan upaya mempererat
keadaan ibu dan bayi hubungan ibu danbayi setelah bayi diperbolehkan
memungkinkan pulang
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ladewig, Patricia W., London, Marcia L., Olds, sally B., (2006). Asuhan Ibu & Bayi Baru
Lahir. Jakarta : EGC
Luxner, Karla L., (2004). Delmar’s Maternal-Infant : Nursing Care Plans, 2th edition.
Thomson : Delmar Learning
Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R., (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC