Anda di halaman 1dari 19

plasmodium malariae

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Parasit adalah suatu istilah yang diberikan kepada mahluk hidup baik tumbuhan atau
binatang yang menumpang pada mahluk hidup lain (induk semang) dan dalam kehidupannya
merugikan induk semangnya tersebut.(Anonim.2012)
Dibidang kesehatan dan farmasi hubungannya sangat erat dengan dunia mikroorganisme,
karena banyak penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen yang salah satunya
adalah penyakit malaria. Penyakit ini disebabkan oleh suatu protozoa yang disebut Plasmodium Sp.
Malaria sangat dikenal oleh sebagian orang. Hal ini dikarenakan penyakit malaria merupakan
salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Salah satu pandemi yang pernah dialami negara-
negara di dunia, khususnya banyak terjadi dinegara tropis. Indonesia sebagai salah satu negara
tropis yang rentan dengan pandemi malaria tersebut. Indonesia pernah tercatat sebagai negara
dengan jumlah kasus kematian tinggi akibat kasus malaria. Dalam kasus malaria penyebab utama
dari banyak kematian adalah protozoa Plasmodium Sp.
Plasmodium malariae merupakan anggota dari genus Plasmodium yang dapat
menyebabkan suatu penyakit malaria kuartana yang tingkat keparahannya lebih tinggi dari
penyakit malaria tertiana ringan yang disebabkan oleh Plasmodium ovale. Organisme ini dapat
melakukan penyerangan terhadap tubuh manusia dan melakukan regenerasi yang sangat cepat
sehingga dibutuhkan pengetahuan yang lebih mendalam lagi tentang hal tersebut untuk dapat
mengetahui berbagai informasi malaria, khususnya tentang Plasmodium malariae.
(Anonim.2012)

1.2. Rumusan Masalah


1.      Bagaimana karakteristik dari plasmodium malariae, termasuk siklus hidup dan proses
kehidupannya?
2.      Bagaimana karakteristik dari jenis nyamuk Anopheles sp sebagai vektor dari Plasmodium
malariae?
3.      Apa penyebab penyakit malaria, gejala-gejala yang ditimbulkan, penyebaran dan faktor-faktor
yang mempengaruhi penyebaran malaria?
4.      Bagaimana pengendalian penyakit malaria, cara pencegahan, maupun cara pengobatannya?

1.3.Tujuan
1.      Untuk mengetahui karakteristik dari plasmodium malariae, termasuk siklus hidup dan proses
kehidupannya
2.      Untuk mengetahui karakteristik dari jenis nyamuk Anopheles sp sebagai vektor dari Plasmodium
malariae
3.      Untuk mengetahui penyebab dari penyakit malaria, gejala-gejala yang ditimbulkan, penyebaran
dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran malaria
4.      Untuk mengetahui pengendalian dari penyakit malaria, cara pencegahan, maupun cara
pengobatannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Malaria


Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut
ataupun kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus plasmodium bentuk aseksual, yang
masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan oleh nyamuk  Anhopeles betina. Istilah malaria
diambil dari dua kata bahasa italia yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena
dahulu banyak terdapat di daerah rawa- rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga
mempunyai nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam
charges, demam kura dan paludisme Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles,
tetapi hanya 60 spesies berperan sebagai vektor malaria alami. (Aru,2006)
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang
dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah
merah  yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles ). Plasmodium ini merupakan protozoa
obligat intraseluler. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun
ditularkan langsung melalui transfusidarah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil
kepada janinnya. (Anonim,2012).
Gambar: 01
2.2. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah protozoa parasit yang menyebabkan penyakit malaria pada
manusia dan hewan. Plasmodium malariae berhubungan dekat dengan Plasmodium falciparum
dan Plasmodium vivax, yang menyebabkan kebanyakan infeksi malaria. (Anonim, 2012).
Menurut Sudoyo,2009 Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria
dengan gejala demam, anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis
plasmodium, yaitu :
1. Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).
2. Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana
3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna).
4. Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale (Harnatiwatiaj,2008).
Gambar: 02

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Struktur Tubuh Plasmodium malariae, siklus hidupnya, Proses Kehidupan


3.1.1. Struktur Tubuh Plasmodium malariae
Plasmodium malariae termasuk dalam phylum Apicomplexa atau Sporozoa. Sporozoa
merupakan golongan protista yang dapat membentuk spora untuk menginfeksi inangnya.
Plasmodium malariae tidak memiliki alat gerak khusus, sehingga gerakannya dilakukan dengan
mengubah kedudukan tubuhnya. Plasmodium malariae merupakan parasit pada manusia (penyebab
penyakit malaria quartana, ia mengambil makanan dengan menyerap dari tubuh inangnya. Respirasi
dan ekspirasi terjadi secara difusi. Plasmodium memiliki struktur tubuh berbentuk bulat yang
dapat mencapai 10 mm. Tubuh terbentuk dari kumpulan tropozoit memanjang. Dibagian anterior
terdapat kompleks apikal berupa kait, penghisap, atau filamen sederhana untuk melekatkan diri
pada inang. Kompleks apikal hanya terlihat dengan mikroskop elektron.(Sudoyo,2009)
3.1.2. Siklus Hidup Plasmodium malariae
 Siklus hidup pada manusia
Gambar : 03
Bila nyamuk terinfeksi plasmodium menghisap darah vertebrata, nyamuk menginjeksikan
air ludahnya (saliva) yang berisi sporozoit yang kecil dan memanjang masuk kedalam aliran
darah. Pada dasarnya sporozoit bentuknya mirip dengan Emeria atau parasit coccidia dengan
panjang 10-15 um dan diameter 1um. Begitu masuk aliran darah sporozoit langsung menghilang
dalam waktu 1 jam. Ternyata mereka masuk kedalam parenchym hati atau organ internal lainnya.
Fase ini disebut fase “Pre erytrocytic” atau “exoerytrocytic primer”(schizogony). Begitu masuk
kedalam sel hati, parasit bermetamorfosis menjadi trophozoit.
Trophozoit memakan sitoplasma dari sel hospes secara pynositosis. Setelah sekitar 1
minggu, trophozoit menjadi masak dan mulai mengalami proses scizogony. Sejumlah anak
nuclei terbentuk dan berubah bentuk menjadi schizont yang disebut “Cryptozoit”. Dalam masa
pembelahan inti, membranan nukleus tetap utuh. Mitokondria membesar pada saat terjadi
perkembangan trophozoit menjadi banyak mitokondria. Merozoit yang terbentuk terjadi setelah
proses cytokinesis. Merozoit lebih pendek daripada sporozoit. Merozoit masuk ke sel hati
lainnya dan membentuk schizont dan kemudian membentuk merozoit lagi.
Merozoit meninggalkan sel hati berpenetrasi ke dalam sel erytrocyt, ini adalah awal fase
“erytrocytic”. Begitu masuk erytrocyt, merozoit berubah bentuk menjadi trophozoit lagi.
Cytoplasma sel darah dimakan dan membentuk vacuola cincin cytoplasma dengan nukleus
berada dipinggirnya. Pada saat trophozoit tumbuh, vacuola menjadi tidak jelas, tetapi terlihat
granula pigmen dari hemozoin dari vacuola. “Hemozoin” adalah produk dari digesti parasit asal
hemoglobin dari hospes tetapi bukan degradasi dari bagian hemoglobin.
Parasit cepat berkembang menjadi schizont. Bilamana perkembangan merozoit telah
sempurna, maka sel pecah kemudian keluar sel metabolik dari parasit dan residu dari selhospes
termasuk hemozoin. Banyak merozoit dibunuh oleh sel reticuloendothelial danleucocyt, tetapi
masih ada sejumlah merozoit yang berparasit dalam sel hospes.
Setelah beberapa generasi proses reproduksi asexual tersebut, beberapa merozoit masuk
kedalam sel erytrocyt dan membentuk “Macrogametocyt” dan “microgametocyt”, berbentuk agak
pipih dan mengandung hemozoin. “Gametocytogenesis” mungkin juga terjadi dalam hati. Bila tidak
termakan nyamuk, gametocyt segera akan mati atau dimakan oleh sel phagocyt dalam sistem
reticuloendothelial.(Abdurrahman, 2010)
         Siklus hidup Plasmodium malariae
Gambar: 04
Plasmodium Malariae memiliki morfologi yang berbeda-beda pada setiap stadiumnya.
Stadium-stadium tersebut meliputi :
a. Stadium Trofozoit
Tropozoit muda ditemukan sebagai cincin kompak dalam sel-sel yang mengandung titik
James. Cincin trofozoit tetap kompak karena mereka mengembangkan dan menunjukkan sedikit
bagian amoeboid secara umum. Butiran kecil pigmen yang tersebar dapat dilihat dalam
mengembangkan trofozoit yang membubarkan sebagai trofozoit yang telah jatuh. Akhir trofozoit
bulat dan konsolidasi dengan peningkatan sitoplasma.

b. Stadium Skizon
Stadium skizon dari sediaan darah penderita merozoit 6-12(rata-rata 8), tersusun simetris,
pigmen coklat kekuningan.
c. Staduim gametosit
Pada gametosit matang berbentuk bulat, mengisidua pertiga dari sel darah merah. Sel
merah sedikit diperbesar dan dibintiki dan berisi pigmen yang memiliki pengaturan yang berbeda
rodlets konsentris, terutama di pinggiran. (Anonim,2012)

3.1.3.Proses Kehidupan
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, Plasmodium malariae juga melakukan proses
kehidupan meliputi :
a)      Metabolisme (pertukaran zat)
Untuk hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari hemoglobin sel
darah merah (eritrosit) dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat
dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
b)      Pertumbuhan
Pertumbuhan disini adalah perubahan morfologi yang meliputi, perubahan bentuk, ukuran,
warna, serta sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini mengakibatkan suatu stadium parasit
pada berbagai spesies menjadi bervariasi. Setiap proses membutuhkan waktu sehingga morfologi
stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi oleh waktu pengambilan darah
dilakukan. Hal ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium parasit, akibatnya tidak
ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau stadium darah yang berbeda.
c)      Pergerakan Plasmodium malariae
Plasmodium malariae bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk
kaki palsu (pseudopodia) bentuk penyebaran ini dikenal sehingga bentuk sitoplasma amuboit
(tanpa bentuk).
d)     Perkembangbiakan
Perkembangbiakan artinya berubah dari 1 sel atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru
pada 2 macam perkembangbiakan plasmodium Yaitu :

      Perkembangbiakan secara Seksual


Perkembangbiakan ini terjadi dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila
mikrogametofit (sel jantan) dan makrogametofit (sel betina) terhisap oleh vektor bersama darah
penderita maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan
terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista.
Terakhir, ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit didalam kelenjar
ludah vektor disebut masa tunas eksintrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap
ookista dan lamanya siklus sporogoni pada plasmodium malariae menunjukkan jumlah sporozoit
dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.
         Perkembangan secara Aseksual
Perkembangbiakan ini terjadi didalam tubuh manusia melalui proses Sizogoni yang terjadi
melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti tropozoit 2, 4, 8 dan seterusnya sampai pada
tahap tertentu. Bila pembelahan ini telah selesai sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap
inti dan terbentuklah sel baru yang disebut merozoit.
e)      Reaksi terhadap rangsangan
Plasmodium malariae memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar ini
sebagai upaya mempertahankan diri seandainya rangsangan ini berupa ancaman terhadap
dirinya, misalnya plasmodium dapat membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti
malaria yang digunakan oleh penderita. (Poorwo,2010)
3.2. Karakteristik dari Jenis Nyamuk Anopheles Sp sebagai Vektor dari Plasmodium Malariae
3.2.1. Anopheles Sp.
Anopheles (nyamuk betina) merupakan salah satu anggota dari family Culicidae. Terdapat
400 spesies nyamuk Anopheles. Namun, hanya 30-40 yang dapat menjadi vektor malaria.
Secara alami Anopheles gambiae paling terkenal akibat peranannya sebagai penyebar parasit
malaria (misalnya Plasmodium malariae). Di Indonesia, ditemukan 80 spesies
nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria Ciri nyamuk Anopheles relatif
sulit dibedakan dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan kaca pembesar. Ciri paling menonjol
yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah posisi waktu menggigit menungging, terjadi di
malam hari, baik didalam maupun di luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di
dinding dalam rumah yang gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di
belakang lemari.(Harnawatiaj,2008)

Gambar: 05

3.2.2. Siklus Hidup Anopheles


Gambar : 06
1. Telur
Untuk bertelur nyamuk betina akan mencarai tempat seperti genangan air dan daun
pepohonan yang lembab. Telur akan diletakkan berpencar. Telur semua berwarna putih, 12-24
jam kemudian berwarna hitam sebagai kamuflase agar tidak dimakan oleh hewan atau insekta
lainnya. Telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari menjadi larva.
Gambar : 07
2.      Larva (Jentik)
Larva nyamuk merupakan fase hidup diair, meskipun demikian untuk bernafas larva harus
menghirup udara secara langsung. Untuk itu bagian belakang tubuhnya dilengkapi dengan
semacam pipa panjang hingga menembus permukaan air. Mikroorganisme merupakan makanan
larva. Dengan menggerakkan mulutnya yang menyerupai sikat, air dibuat berpusar sehingga
mikroorganisme dapat masuk ke dalam mulutnya. Pada waktu bahaya, larva dapat menyelam dan
berenang di dalam air. Stadium larva biasanya berlangsung selama 4-6 hari.
Gambar : 08

3.      Pupa
Pupa tidak lagi mensuplai makanan ke dalam tubuhnya (fase istirahat). Pada stadium ini,
pupa bernafas pada permukaan air dengan menggunakan 2 tanduk kecil yang berada pada prohorax.
Pupa juga sewaktu bahaya dapat menyelam di dalam air. Stadium ini umumnya berlangsung
hingga 5-10 hari.
Gambar : 09
4.              Nyamuk.
Setelah mengalami fase Pulpa, akan keluar dari kepompongnya menjadi nyamuk yang
sempurna. Selanjutnya nyamuk akan mencari makan dan berpasangan dan fase-fase diatas akan
terulang kembali. (Nurhari,2009)

Gambar : 10

         Siklus Hidup pada Nyamuk Anopheles Betina


Bila erytrocyt yang mengandung gemetocyt dihisap oleh nyamuk yang bukan vektor (tidak cocok),
maka darah akan didigesti dan parasit akan mati. Tetapi bila dihisap oleh nyamuk vektor (cocok)
maka gametocyt berkembang menjadi gamet. Secara alami hanya nyamuk betina yang
menghisap darah. Hospes yang cocok pada parasit plasmodium adalah nyamuk  Anopheles sp.
Setelah keluar dari erytrocyt, macrogametocyt masak dan menjadi macrogamet. Dilain pihak
microgamet berubah bentuk menjadi “exflagelasi”
Begitu microgamet menjadi extraseluler, dalam waktu 10-12 menit, nucleus membelah diri
menjadi 6-8 anak nuclei, dimana setiap nuclei berkembang menjadi axonema. Pada saat dinding
microgamet pecah setiap flagella yang mengandung nuclei bergerak keluar bebas mencari
macrogamet dan berpenetrasi sehingga terjadi fertilisasi. Hasilnya adalah zygot diploid yang dengan
cepat berkembang menjadi ookinete yang motil dengan bentuk yang memanjang. Ookinete
berpenetrasi ke membran periothropic dinding usus nyamuk, bermigrasi ke haemocel usus dan
berubah bentuk menjadi oocyt. Oocyt ditutupi oleh capsul segera setelah keluar dari haemocel.
Selama perjalanannya tersebut zygot membelah diri secara haploid dengan banyak inti sel
disebut mitokondria dan inclusionlainnya. Sporoblast membelah menjadi ribuan sporozoit.
Sporozoit ini memecah oocyst dan keluar bermigrasi dalam tubuh nyamuk, kemudian masuk
kedalam kelenjar ludah nyamuk menunggu untuk diinjeksikan ke hospes vertebrata.
(Nurhari,2009)

3.3. Penyebab Penyakit Malaria, Gejala-Gejala yang Ditimbulkan, Penyebaran dan Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Malaria
3.3.1. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dari
pada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan
terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya
kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria
yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga
parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya
antibodi terhadap eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah
pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari
eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia
dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya
berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang
mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan
kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel,
Sitoadherensi, Sekuestrasi dan Resetting Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit
yang telah terinfeksi Plasmodium Falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan
kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga
terbentuk roset. (Harnawatiaj,2009)
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung
merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit nonparasit, sehingga
berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Resetting adalah
golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai
reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(Mandal, 2009)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan
dengan hal-hal sebagai berikut:
1.      Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap
eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan.
Pada hemolisis intravascular  yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (Black White Fever ) dan
dapat menyebabkan gagal ginjal.
2.      Mediator endotoksin-makrofag.
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive
endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna
dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosistumor (TNF) yang merupakan suatu
monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria.
TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sindrom penyakit pernapasan
pada orang dewasa.
3.      Sekuestrasi eritrosit yang terluka.
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs)
pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi
malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap
endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung disirkulasi alat dalam. Eritrosit
yang terinfeksi menempel pada endothelium danmembentuk gumpalan yang mengandung
kapiler yang bocor dan menimbulkan Anoksida dan edema jaringan. (Harnawatiaj,2009)

3.3.2. Gejala-Gejala Penyakit Malaria


Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara berurutan:
a.       Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya
dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti
dengan meningkatnya temperature. (Mansyor A dkk, 2001)
b.              Periode Demam
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap
tinggi, dapat sampai 40ºC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri
kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi shok. Periode ini berlangsung lebih
lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
(Harijanto P.N, 2006). deposit pigmen tersebut. Terjadinya demam pada penyakit malaria adalah
berhubungan erat dengan kerusakan dari generasi merozoit dan rupturnya sel darah merah yang
berisi merozoit tersebut. Terjadinya demam juga dirangsang oleh produk exkresi dari parasit
yang dikeluarkan pada waktu erytrocyt lysis.

c.       Periode berkeringat


Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek
dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan
biasa. (Harijanto P.N, 2006). Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi
malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi
setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.
(Abdurrahman, 2010)

3.3.3. Penularan Malaria


Cara penularan, apakah secara alamiah atau bukan alamiah, juga mempengaruhi. Penularan
bukan alamiah seperti penularan malalui transfusi darah, masa inkubasinya tergantung pada
jumlah parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima arah. Secara
umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah
transfusi, plasmodium vivax setelah 16 hari dan  plasmodium malariae setelah 40 hari lebih.
Masa inkubasi merupakan rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi Plasmodium malariae yaitu 28-30 hari. .
(Abdurrahman, 2010)

3.3.4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Malaria


1. Lingkungan fisik
a.               Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi
ektrinsik. Masa inkubasi ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit kedalam tubuh
nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang
kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi
ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap species pada suhu 26,7ºC masa
inkubasi ekstrinsik untuk setiap Plasmodium malariae adalah 14 hari. Masa
inkubasi intrinsik adalah waktu mulai masuknya sprozoid darah sampai timbulnya gejala
klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi intrinsik
Plasmodium malariae: 18- 40 hari (28).

b.      Kelembaban udara


Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat kelembaban 63 %
misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan adanya penularan.
c.               Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangnya Anopheles
sp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu maka permukaan air akan meningkat
sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah hujan yang tinggi akan merubah aliran air
pada sungai atau saluran air sehingga larva dan kepompong akan terbawa oleh air.
d.             Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak  jangkau
nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.
e.       Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus
. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup ditempat yang teduh maupun tempat
yang terang. An.macculatus lebih suka hidup ditempat yang terlindung (sinar matahari tidak
langsung).
f.       Arus air
Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.
An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.
An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer ditempat air
yang tergenang.
2.      Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved
oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui pengaruhnya
adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau
yang kadar garamnya berkisar 12-18%dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari
40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada tempat perkembangbiakan
nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam
atau pH rendah.
3.      Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan berbagai jenis
tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia dapat menghalangi
sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis
tanaman air merupakan indikator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu. Tanaman air bukan saja
menggambarkan sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya
pada lagun banyak ditemui lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera ( Enteromorpha)
kemungkinan dilagun tersebut ada larva An. Sundaicus. Adanya berbagai jenis ikan pemakan
larva seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax Panchax sp), Gambusi sp,
Oreochromisniloticus (nila merah), Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi
populasi nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat
mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan
diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier.
4.              Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor
lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vector
lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitannyamuk. Penggunaan
kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk yang intensitasnya
berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka kesakitan
malaria. (Zulfin,2008)
3.4. Pengendalian , Pencegahan, dan Pengobatan Penyakit Malaria
3.4.1. Pengendalian Malaria
Penanggulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara
Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada sasaran
yang tepat, yaitu:

         Pemberantasan Vektor


Penanggulangan vektor dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa
(penyemprotan rumah dengan Insektisida). Dengan dibunuhnya nyamuk maka parasit yang ada
dalam tubuh, pertumbuhannya didalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi
penyakit. Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat
perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan
berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria. penangulangan vektor dapat
dilakukan dengan memanfaatkan ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka
memakan jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat. Penggunaan ikan nila merah
(Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah dilakukan. Ikan nila memiliki daya
adaptasi tinggi diberbagai jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.
         Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif,
Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA yaitu :
1. Rasional: Lokasi kegiatan pengendalian vektor yang diusulkan memang terjadi penularan (ada
vektor) dan tingkat penularannya memenuhi kriteria yang ditetapkan, Plasmodium malariae
antara lain : Wilayah pembebasan : desa dan ditemukan penderita indegenius dan wilayah
pemberantasan PR > 3%.
2. Effective: Dipilih salah satu metode / jenis kegiatan pengendalian vektor atau kombinasi dua
metode yang saling menunjang dan metode tersebut dianggap paling berhasil mencegah atau
menurunkan penularan, hal ini perlu didukung oleh data epidemiologi dan Laporan masyarakat.
3. Sustainable: Kegiatan pengendalian vektor yang dipilih harus dilaksanakan secara
berkesinambungan sampai mencapai tingkat penularan tertentu dan hasil yang sudahdi capai
harus dapat dipertahankan dengan kegiatan lain yang biayanya lebih murah, antara lain dengan
penemuan dan pengobatan penderita.
5.    Acceptable: Kegiatan yang dilaksanakan dapat diterima dan didukung oleh masyarakat setempat.
(Sudoyo,2006)

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, padamalam hari
digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda,dan lain-lain.
2.  Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini dilakukan
dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding Pleaces). Yang
dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang permanen,
genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat.
3.  Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan
jentik), dilakukan pada desa-desa dimana terdapat banyak tempat perindukan vektor potensial
dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air persawahan,
rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.
4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup perencanaan,
pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor lingkungan dan
interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan vektor dan
mengurangi kontak antara manusia dan Vektor
5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles sp secara kimiawi yang digunakan di
Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan
insektisida permanent 100 EC yang berisi bahan aktif permethrin. (Sudoyo,2006)

3.4.2. Pencegahan Penyakit Malaria


Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh masyarakat, antara lain :
1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu,
tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotionanti nyamuk,
memasang kawat kasa pada jendela.
2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar rumah
dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam rumah tidak gelap,
mengalirkan genangan air serta menimbunnya.
3. Membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan dengan insektisida)
4. Membunuh larva dengan menebarkan ikan pemakan larva
.5. Membunuh larva dengan menyemprot larvasida. (Sudoyo,2006)

3.4.3. Pengobatan malaria


Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun lebih
berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan kepada
penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti paracetamol,
vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu kesembuhan. Sedangkan
obat anti malaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena harganya yang murah dan
sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit malaria di dunia. Namun ada
beberapa penderita yang resisten dengan pemberian Chloroquine, maka beberapa dokter akan
memberikan anti malaria lainnya seperti Artesunate-Sulfadoxine/pyrimethamine, Artesunate-
amodiaquine,n Artesunat-piperquine, Artemether-lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-
piperquine. (Nurhadi,2009)
BAB IV
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
 Plasmodium malariae merupakan suatu anggota dari kelompok Phylum Apicomplexa atau
Sporozoa. Plasmodium jenis ini dapat menyebabkan penyakit malaria kuartana yang tingkat
keparahannya lebih tinggi dibandingkan dengan penyakit malaria tertiana ringan yang
disebabkan oleh Plasmodium ovale. Siklus hidup Plasmodium malariae ada dua tahap yaitu
tahap pada host manusia dan pada host nyamuk  Anopheles Sp betina. Anopheles Sp betina
merupakan vektor dari plasmodium. Berbagai cara untuk mengurangi penyakit malaria ini dapat
dilakukan mulai dari pencegahan hingga pengobatannya. Meskipun sebenarnya faktor yang
paling berpengaruh adalah faktor lingkungan yang meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi.
Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat mempercepat ataupun memperlambat penyebaran
penyakit malaria ini melalui vektor nyamuk Anopheles Sp betina.

4.2. Saran
Plasmodium Sp, nyamuk Anopheles Sp, dan penyakit malaria merupakan tiga hal yang
tidak bisa dipisahkan satu sama lain, mengingat ketiganya memiliki hubungan yang sangat erat.
Oleh karena itu, sudah hendaknya kita mempelajari ketiga hal tersebut guna menemukan cara
terbaik dan efektif untuk mengurangi, bahkan menghilangkan dampak negatif yang
ditimbulkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. http://anggifatma.blogspot.com/2012/03/plasmodium-malaria.html. diakses pada tanggal
9 November 2012. Malang
Anonim, 2012. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/15/plasmodium-falciparum/. diakses pada
tanggal 9 November 2012. Malang
Mandal,B.K.,dkk.2008. Infeksi Tropis dan Zoonosis Non Helimintik, Lecture Notes Penyakit  Infeks.
Jakarta: Erlangga. diakses pada tanggal 9 November 2012.Malang
Nurhari,Ogi.2009.Plasmodium sp.vhttp://www.scribd.com/doc/51574461/Epidemiologi-Malaria.11
November 2012.Malang
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Malaria, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid iii, hal : 1732. Jakarta :
FKUI.diakses pada tanggal 9 November 2012.Malang
Sudoyo A. W. dkk, 2009. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &Pemberantasannya.
EMS. Buku Ajar-Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta : EGC Widoyono. 2005.
http://kabehinfo.blogspot.com/2011/03/siklus-hidup-plasmodium-penyebab.html. diakses pada
tanggal 11 November 2012.Malang
Soedarmo, Sumarmo S.Poorwo. 2010. Infeksi Tropis & Pediatri Tropis. Jakarta : UI Press. diakses pada
tanggal 9 November 2012.Malang
W, Aru Sudoyo.2009. Ilmu Penyakit Dalam.Interna Publishing.Jakarta
Zein, Abdurrahman. 2010. Malaria. http://malariana.blogspot.com/2008/11/patologi-dan-gejala-
klinis.html.10 November 2012.Malang
Zulfin.2008. Malaria dan Bahaya. http//medicastor.com/penyakit/792/Malaria.html.10 November
2012.Malang

Anda mungkin juga menyukai