Anda di halaman 1dari 138

Modul Ajar Keperawatan Transkultural

VISI DAN MISI LABORATORIUM

VISI DAN MISI LABORATORIUM


Visi Laboratorium Poltekkes Kemenkes Ternate :
“Menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan berbasis praktik untuk
menghasilkan mahasiswa yang berkarakter, professional dengan mengedepankan budaya lokal
berorientasi nasional 2018”

Sedangkan Misi Laboratorium Poltekkes Kemenkes Ternate antara lain :


1. Meningkatkan layanan praktikum yang berkualitas dan professional dengan menggunakan
konsep teori dalam penerapannya.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang pembelajaran, penelitian dan pengabdian
masyarakat seseuai perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Menciptakan lingkungan belajar yang kompetitif dalam suasana aman dan nyaman
4. Mencipatkan kenyamanan, keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium

TUJUAN
1. Menghasilkan SDM yang berkualitas dan profesional dalam bidangnya
2. Terpenuhinya sarana dan prasarana yang terstandarisasi sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
3. Tercapainya suasana belajar yang kondusif
4. Terwujudnya rasa aman selama kegiatan praktikum

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 1


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-NYA
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Pedoman laboratorium Terpadu Politeknik Kesehatan
Kemenkes Ternate.

Pedoman Laboratorium ini disusun dengan maksud untuk menjamin terjadinya proses
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan bagi mahasiswa serta merupakan pedoman
untuk melaksanakan penilaian dan mengawasi proses pembelajaran praktika di Laboratorium Terpadu.

Tidak lupa banyak terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
Pedoman Laboratorium ini. Harapan kami, semoga Pedoman laboratorium ini dapat bermanfaat untuk
semua.

Plt. Ka. Unit Laboratorium Terpadu


Poltekkes Kemenkes Ternate

Anyong Said, S.Kep., Ns


NIP. 198303112009121002

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 2


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

DAFTAR ISI

COVER

Tim Penyusun...................................................................................................... i

Visi Misi Laboratorium Terpadu Politeknik Kemenkes Ternate .......................... ii

Kata Pengantar................................................................................................... iii

Sambutan Ka. Unit Laboratorium ....................................................................... iv

Daftar Isi ............................................................................................................. v

BAB I : Pendahuluan .......................................................................................... 1

BAB II : Fungsi dan Peran Laboratorium Pendidikan Kesehatan ........................ 3

BAB III : Manajemen Laboratorium Pendidikan Kesehatan ................................ 6

BAB IV : Peralatan Laboratorium ........................................................................ 9

BAB V : Etika Laboratorium Pendidikan Kesehatan ............................................... 17

BAB VI : Pemeliharaan dan Penyimpanan ........................................................... 21

BAB VI : Kesehatan Dan Keselamatan Kerja di Laboratorium ............................... 27

BAB VIII : Pencatatan dan Pelaporan ..................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 33

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 3


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

PENDAHULUAN

Keperawatan transkultural merupakan suatu wacana dan bahasan yang belum banyak
didiskusikan, padahal kasus transkultural banyak sekali terjadi di rumah sakit, beberapa perawat belum
bisa menangani apabila muncul masalah transkultural. Modul ini berisi tentang bagaimana seorang
perawat profesional memecahkan kasus yang ditemui ketika menjalankan praktik keperawatan di rumah
sakit dan menyajikan tahap-tahap penyelesaian masalah yang didasari oleh konsep ilmu pengetahuan
yang merupakan body of knowledge di bidang keperawatan, mulai dari pentingnya keperawatan
transkultural, pengkajian pada pasien sampai bagaimana tindakan keperawatan yang sesuai dengan
budaya pasien. Pemecahan masalah tersebut diberikan contoh berupa gambaran-gambaran kasus yang
merupakan hasil kajian dan hasil penelitian.

Keperawatan transkultural merupakan sebuah proses dalam rangka mengaplikasikan asuhan


keperawatan berdasar latar belakang budaya dan perilaku pasien dalam berbagai tatanan kesehatan.
Inti permasalahannya adalah bagaimana peran perawat menghadapi pasien dan keluarga yang
mempunyai persepsi dan masalah budaya ketika ada di rumah sakit atau di komunitas sedangkan pasien
harus menjalani pengobatan di rumah sakit, bagaimana memecahkan dilema ini, hal inilah yang akan
dipecahkan melalui asuhan keperawatan transkultural atau transkulturalnursing.

Kita tinjau penduduk di dunia. Jumlah penduduk dunia meningkat dengan cepat, populasi di
masing – masing wilayah berubah baik jumlah maupun variasinya. Populasi di dunia meningkat 6,1
milyar di tahu 2000, dan di tahun 2002 diprediksi meningkat 7,6 milyar. Peningkatan jumlah penduduk
terutama di kota besar disebabkan oleh perpindahan penduduk yang cepat setiap tahunnya, hal ini akan
menyebabkan variasi kultur atau multikultural pada suatu daerah atau wilayah tertentu. Misalnya, di
australia banyak pendatang dari indonesia, thailand, china dan india, oleh karena itu ketika seorang
pendatang mempunyai masalah kesehatan di tempat tinggal barunya akan dipengaruhi oleh
budayanya. Berdasar hal tersebut menjadi sangat penting setiap tenaga kesehatan termasuk perawat
untuk mengetahui bagaimana merawat pasien dengan berbagai latar belakang budaya yang berbeda.
Penanganan pasien dengan perbedaan latar belakang budaya dalam keperawatan dikenal dengan
transkultural nursing atau keperawatan transkultural.

Keperawatan transkultural merupakan istilah yang kadang digunakan secara bergantian dengan
keperawatan antar kultur, interkultural, atau multikultural mengacu pada formal disiplin ilmu dan
praktik yang dipusatkan pada nilai, kepercayaan, dan praktik asuhan kultur untuk individu dan kelompok

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 4


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

dengan kultur tertentu (brunner dan suddart,2007).beberapa alasan lain mengapa kita perlu
mengembangkan keperawatan transkulutural diantaranya adalah, kita ambil alasan mulai dari alasan
globalisasi, dunia sedang menghadapi era globalisasi, perdagangan bebas akan terjadi di berbagai
negara. World trade organization (WTO) adalah suatu organisasi yang bergerak pada semua bidang
perdagangan dunia seperti hasil bumi, konstruksi bangunan, bidang kesehatan dan sebagainya.indonesia
menjadi anggota WTO pada bulan mei 1998 (syaff,1999). Dengan demikian dalam menyongsong era
globalisasi ini di indonesia pun mulai terjadi persaingan bebas di berbagai bidang. Perubahan di era
kesejagatan ini seorang perawat atau tenaga kesehatan lain harus berpikir, berbuat atau berpandangan
global, dengan adanya perdagangan bebas di bidang jasa, seorang perawat profesional akan merawat
pasien dari berbagai belahan dunia.

General agreement on trade in service (GATS) adalah persetujuan multilateral perdagangan


internasional. Menurut GATS ini trade in healt service rumah sakit meliputi tenaga medis, paramedis,
perawat, tenaga laboratorium, tenga radiologi, dan ahli anatesis. Rumah sakit meruopakan sala satu dari
sektor kesehatan yang sangat berpengaruh dengan adanya persaingan bebas dalam menyongsong
globalisasi, sehingga dalam komponen di dalamnya masing-masing mencari eksistensi dengan
meningkatkan kualitasnya. Leininger dan mcfarland (2002) menjelaskan pada era kedepan dunia akan
membahas pada konsep yang spesifik tetapi mengandung arri yang kompleks dan banyak berbagai
perbedaan budaya yang berfokus pad kepercayaan, nilai dan gaya hidup.

Bidang keperawatn merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan,
bidang ini dalam menyambut persaingan bebas dengan meningkatkan profesionalismenya menyambut
era globalisasi ini berbagai bidang mengembangkan profesionalismenya bidang keperawatan
menerapkan model praktik keperawtan profesional (MPKP). Salah satu sub sistem dari MPKP ini adalah
metode pemberian asuhan keperawatan dimana pendekatan transkultural merupakan salah satu dasar
teori yang dipakai dalam pemberian asuhan keperawatan. MPKP adalah praktik keperawatan yang ideal
yang bertujuan untuk meningkatkan kepuasaan klien dan perawat sehingga melalui model ini
diharapkan tercapai ke lima sub sistem yang ada di dalamnya.

Metode pemberian asuhan keperawatn yang merupakan salah satu sub sistem dari moedel
praktik keperawatan profesional adalah cara pendekatan pemberian asuhan keperawatan yang
profesional. Profesianisme keperawatan salah satunya bisa dilihat dari peran dan fungsinya sebagai
perawat profesional, dengan demikian penting diketahui oleh seorang perawat apa peran dan fungsi
tersebut, sebagai bukti kalau tindakan keperawatan adalah profesional, di antaranya adalah dengan

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 5


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

penerapan model konsep dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan, dengan demikian dalam bab
selanjutnya dibahas tentang berbagai model konsep yang dipakai perawat sebagai dasar untuk
melakukan tindakan keperawatan. Dalam pendekatan ini di pakai berbagai teori yang mendasari praktik
keperawatan (pemberian asuhan keperawatan) terahadap individu yang holistik seperti teori self care
dari orem, teori caring dari watson, teori adaptasi dari roy dan sebagainya ( tomey 1994). Salah satu dari
berbagai teori tersebut yang berkembang saat ini adalah teori transkultural dari leininger (1983).

Landasan teori dalam praktik keprawatan sesuai dengan definisi menurut the american nurses’
assocation (ANA), dapat di simpulkan bahwa praktik keperawatan profesional dalam pemberian asuhan
keperwatan menggunakan pengetahuan teoritik (ilmu dasar) dan ilmu keperawatan untuk
melaksanakan proses keperawatan.hal ini di dukung oleh pernyataan nurachmah (1999) bahwa
seyogyanya praktik keperawatan berlandaskan teori dan hasil riset. Teori keperawatan atau konsep
model dalam keperawatan merupakan teori yang mendasari bagaimana seorang perawat dalam
mengaplikasikan praktik keperawatan, beberapa teori diantaranya adalah teori self care dari orem, teori
adaptasi dari roy, teori komunikasi terapeutik dari peplau, teori goal attement dari bety newman dan
sebagainya. Leininger’s konsep model yang dikenal dengan sunrise modelnya yang dikenal dengan
sunrise modelnya merupakan salah satu teori yang diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

Hasil temuan dalam penelitian di bidang keperawatan pada era globalisasi ini adalah, akibat
berkembangnya berbagai penyakit dan biaya kesehatan yang semakin mahal, maka makin banyak
masyarakat yang di rawat di rumah sakit ataupun tidak di rawat menggunakan tradisional healer dalam
mengkombinasi pengobatan medisin. Manajemen keperawatan yang terkait dengan isu tersebut adalah
di butuhkannya penerapan teori Leininger yaitu keperawatan transkultural (Transkultural Nursing)
dalam manajemen asuhan keperawatan. Aplikasi teori ini berbentuk mata ajar yang bernama
Transkultural Nursingyang menjadi mata kuliah inti dan mata ajar yang berbasis kompetensi dalam
kurikulum pendidikan sarjana keperawatan. Keperawatan transkultural (transkultural nursing) yang
merupakan model asuhan keperawatan baik di rumah sakit maupun di komunitas dengan berbasiskan
budaya. Keperawatan Transkultural yaitu ilmu dan kiat yang humanis yang di fokuskan pada prilaku
individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan prilaku sehat dan
prilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya (Leininger, 1978). Pelayanan
keperawatan transkultural di berikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 6


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
1

PENGANTAR
KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan pengertian keperawatan transkultural.


2. Menjelaskan tujuan keperawatan transkultural.
3. Mendiskusikan lingkup keperawatan transkultural.

Pokok Bahasan :
1. Pengantar Keperawatan Transkultural

Sub Pokok Bahasan :

1. Pengertian keperawatan transkultural


2. Tujuan keperawatan transkultural
3. Lingkup keperawatan transkultural

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 7


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

PENGANTAR KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

1. Pengertian Transkultural

Transkultural berasal dari kata ‘’trans’’ dan ‘’culture’’. Trans berarti alur
perpindahan, jalan lintas dan penghubung. Kultur berarti melalui dan budaya. Menurut
kamus besar bahasa Indonesia ‘’trans ‘’ berarti melintang, melintas, menembus, ‘‘culture’’
berarti kebudayaan, cara pemeliharaan, kebudayaan.
Keperawatan transkultural merupakan suatu cabang dalam keperawatan yang
berfokus pada studi komparatif dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang berbeda
di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai, keyakinan
tentang sehat sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of
knowledge yang ilmiah dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada
budaya tertentu dan budaya universal (Leininger, 1979).

2. Tujuan Keperawatan Transkultural

Tujuan keperawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang


ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional).

Berbagai teori yang dipakai dalam pendekatan pemberian asuhan keperawatan


bertujuan agar terjadi hubungan profesional antara perawat dan klien yang terapuetik.
Salah satu teori yang dapat dipakai sebagai pendekatan tersebut adalah teori yang sedang
berkembang saat ini yaitu teori tanskultural dari leininger, teori ini dipakai sebagai
pendekatan asuhan keperawatan yang berorientasi pada latar belakang budaya. Menurut
malawat (2000), memahami budaya yang dianut oleh pasien merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan
bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang mencakup bio-psiko-sosio-kultural dan
spiritual secara komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga, masyarakat baik sehat

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 8


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

maupun sakit dalam seluruh proses kehidupannya. Definisi tersebut menunjukan


pentingnya keperawatan transkultural dalam pemberian pelayanan dan asuhan
keperawatan.

Tujuan penggunaan keperawatan transkuktural adalah untuk mengembangkan sains


dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang
spesifik dan universal kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik
yang dimiliki oleh kelompok lain. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur, misalnya seperti budaya minum teh dapat
membuat tubuh sehat (leininger, 2002). Selain itu tujuan keperawatan transkultural ini
adalah memberikan asuhan keperawatan yang kongruen secara kultural untuk memperbaiki
asuhan bagi orang-orang yang kulturnya sama maupun berbeda, ini berarti membantu klien
melalui asuhan keperawatan berdasarkan kultur, untuk sembuh dari penyakit untuk
mencegah kondisi yang dapat membatasi kesehatan atau kesejahteraan klien. (Brunner dan
Sudadarth, 2007).

3. Lingkup Keperawatan Transkultural

Lingkup keperawatan transkultural adalah cara pandang ,persepsi,keyakinan, nilai-


nilai , dan konsep-konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya terhadap konsep sentral, yaitu manusia ,keperawatan , kesehatan , dan
lingkungan ( Leininger ,1984 ,Andrew & Boyle ,1995 & Barnim , 1998 ).

1. Manusia

Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang
diyakini berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan ( Leininger  1984 dalam
barnum ,1998; Giger & Davidhizar, 1995 dan Andrew & boyle ,1995 ).menurut leininger
( 1984 ),manusia mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan budayanya setiap saat
dan dimana saja dia berada.

Klien yang dirawat di rumah sakit harus belajar budaya baru ,yaitu budaya rumah sakit
,selain membawa budayanya sendiri. Klien secara aktif memilih budaya dari lingkungan,
termasuk dari perawat dan semua pengunjung di rumah sakit. Klien yang sedang dirawat belajar
agar cepat pulih dan segera pulang ke rumah untuk memulai aktivitas hidup yang lebih sehat.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 9


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Kesehatan

Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupanya
yang terletak pada rentang sehat sakit (Leininger ,1978 ).Kesehatan merupakan suatu keyakinan,
nilai, pola kegiatan yang dalam konteks budaya digunakan untuk menjaga dan memelihara
keadaan seimbang/sehat, yang dapat diamati dalam aktivitas sehari-hari ( Andrew & Boyle ,
1995). Kesehatan menjadi focus dalam interaksi antara perawat dank lien.

Menurut Depkes (1999 ), sehat adalah keadaan yang memungkinkan seorang produktif.
Klien yang sehat adalah yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan produktif.Produktif
bermakna dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas hidup secara optimal.Klien
memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memfungsikan diri sebaik mungkin di tempat ia
berada.

Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama, yaitu ingin mempertahankan keadaan
sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Leininger ,1978 ). Asuhan keperawatan yang
diberikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien memilih secara aktif budaya yang
sesuai dengan status kesehatannya. Untuk memilih secara aktif budaya yang sesuai dengan
status kesehatannya, klien harus mempelajari lingkunganya. Sehat yang akan dicapai adalah
kesehatan yang holistic dan humanistic karena melibatkan peran serta klien yang lebih dominan.

3. Lingkungan

Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,


keyakinan, dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehiduapan klien
dan budayanya. Ada tiga bentuk lingkungan yaitu lingkungan fisik, sosial, dan simbolik (Andrew
& Boyle ,1995 ). Ketiga bentuk lingkungan tersebut berinteraksi dengan diri manusia
membentuk budaya tertentu.

Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau lingkungan yang diciptakan oleh manusia,
seperti daerah khatulistiwa, pegunungan , pemukiman padat , dan iklim tropis ( Andrew & boyle,
1995 ). Lingkungan fisik dapat membentuk budaya tertentu, misalnya bentuk rumah di daerah
panas yang mempunyai banyak lubang , berbeda dengan bentuk rumah orang Eskimo yang
hampir tertutup rapat ( Andrew & Boyle ,1995 ).Daerah pedesaan atau perkotaan dapat
menimbulkan pola penyakit tertentu, seperti infeksi saluran pernafasan akut pada balita di

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 10


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Indonesia lebih tinggi di daerah perkotaan ( Depkes ,1999 ).Bring ( 1984 dalam Kozier &Erb ,
1995 ) menyatakan bahwa respon klien terhadap lingkungan baru, misalnya rumah sakit
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini klien.

Semua faktor tersebut berbeda pada setiap negara atau area, sesuai dengan kondisi
masing-masing daerah, dan akan mempengaruhi pola/cara praktik keperawatan. Semua langkah
perawatan tersebut ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan holistik, penyembuhan
penyakit,dan persiapan kematian.oleh karena itu harus dikaji perawat sebelum memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien sebab masing-masing faktor mempengaruhi terhadap
ekspresi, pola,praktik keperawatan.Dengan demikian faktor tersebut besar kontribusinya
terhadap pencapaian kesehatan secara holistik.Dari faktor tersebut masuk kedalam level
pertama yaitu tahap pengkajian.

Peran perawat pada transcultural nursing theory  adalah sebagai jembatan antara


sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan perawatan profesional melalui
asuhan keperawatan. Oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana
tindakan yang akan diberikan kepada masyarakat.

Dalam tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien harus memperhatikan tiga
prinsip asuhan keperawatan yaitu :

1. Culture care preservation / maintenace yaitu prinsip membantu memfasilitasi atau


memperhatikan fenomena budaya untuk membantu individu menentukan tingkat
kesehatan dan gaya hidup yang diinginkan.
2. Culture care accommodation/negotation yaitu prinsip membantu memfasilitasi atau
memperhatikan fenomena budaya, yang merefleksikan cara beradaptasi bernegoisasi atau
mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup individu atau klien.
3. Culture care reparrtening/restructuring yaitu prinsip merekonstruksi atau mengubah desain
untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien menjadi lebih baik.

Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada asuhan
keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing care health and well being yaitu
asuhan keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang
sensitif, kreatif, serta cara-cara yang bermakna untuk mencapai tingkat kesehatan dan
kesejahteraan bagi masyarakat.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 11


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Manusia sebagai perawat, pasien, keluarga dan masyarakat adalah individu yang holistik
mencakup kebutuhan biologi, sosial, psikologi, kultural dan kebutuhan spiritual.
2. Rumah sakit merupakan tatanan kesehatan, tempat bertemunya manusia dengan berbagai
peran dan latar belakang budaya yang berbeda-beda.
3. Perawat profesional berperan memberi asuhan keperawatan melalui proses keperawatan
berdasar kebutuhan holistik pasien, keluarga dan masyarakat berdasarkan teori
keperawatan.
4. Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk memenuhi
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien.
5. Proses keperwatan transkultural di aplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya
atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien.

EVALUASI

1. Jelaskan Pengertian keperawatan transkultural


2. Jelaskan Tujuan keperawatan transkultural
3. Jelaskan Lingkup keperawatan transkultural

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 12


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
2

KONSEP BUDAYA DAN PARADIGMA

KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan definisi Budaya.


2. Menjelaskan karakteristik Budaya.
3. Menjelaskan peran budaya dalam paradigma keperawatan.

Pokok Bahasan :

Konsep Budaya dan Paradigma Keperawatan Transkultural.

Sub Pokok Bahasan :

1. Jelaskan definisi Budaya.


2. Jelaskan karakteristik Budaya.
3. Jelaskan peran budaya dalam paradigma keperawatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 13


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

KONSEP BUDAYA DAN PARADIGMA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

1. Definisi Budaya

Budaya bisa di artikan berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya,


kebudayaan dapat di golongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan
non material. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,
konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang di hasilkan
dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan non
material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang di wariskan dari generasi ke generasi, misalnya
berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat di dunia berbeda-beda, perilaku


tersebut akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa
dalam kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok
masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya baik di
sadari maupun tidak di sadari, budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya
pertama kali di definisikan oleh antropologi Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu
semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan
kebiasaan lain yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. (Brunner dan
Suddart,2001). Sedangkan Potter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai,
kepercayaan, sikap dan adat yang terbagi dalam satu kelompok dan berlanjut dari generasi
ke generasi berikutnya. Budaya akan di pakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
nyaman dari waktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya. The American Herritage
Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 14


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

yang di kirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja
dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.

Banyak ahli budaya mendefinisikan arti budaya dan kebudayaan ini dengan berbagai
argumen, tetapi intinya adalah sama, Koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa
kebudayaan berasal dari bahasa Sangsekerta buddayah yang berarti budi atau akal, bisa juga
daya dari budi, sedangkan kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa. Kessing (1992)
mengadopsi berbagai pengertian kebudayaan dari para ahli yang kemudian dapat di
simpulkan bahwa budaya adalah suatu yang mengandung unsur pengetahuan, kepercayaan,
adat istiadat, perilaku yang merupakan kebiasaan yang di wariskan. Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) di artikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan di sebut culture, yang berasal dari kata
latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa di artikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga kadang di terjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa
Indonesia.

Kebudayaan juga di definisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara


historis baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai
pedoman yang potensial untuk perilaku manusia (Kluckhohn dan Kelly, dalam Kessing,
1992). Menurut Swasono (1998), respon masyarakat terhadap berbagai peristiwa kehidupan
di sebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai kelompok di masyarakat.
Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa budaya
adalah pengetahuan yang di pelajari dan di sebarkan dengan nilai, kepercayaan, atau
perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam berfikir
dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa kata budaya
di ambil dari bahasa sansekerta buddhayah yang berarti akal budi. Sedangkan dalam Bahasa
Inggris kata budaya bersinonim dengan kata ‘culture’. Kata culture berasal dari bahasa latin
‘cultura’. Kata kultur atau kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu
konsep mencakup berbagai komponen yang di gunakan oleh manusia untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari. Pendapat ini sejalan dengan yang di
kemukakan oleh Oliver (1981) yang juga memberikan penekanan bahwa budaya merupakan

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 15


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

sekumpulan ide yang di gunakan manusia untuk menjawab permasalahan hidup yang
mendasar.

Zanden (1990) menjelaskan bahwa istilah kultur mengacu pada warisan sosial
masyarakat yang mempelajari pola berpikir, merasa, dan bertindak yang di tularkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya termasuk penggunaan pola-pola tersebut dalam sesuatu
yang bersifat materi. Sementara itu Samovar dan Porter (1995) mengutip pernyataan
Adamson dan Frost yang mengatakan bahwa kultur merupakan pola tingkah laku yang di
pelajari yang merupakan satu kesatuan system yang bukan hasil dari keturunan. Dari semua
definisi di atas jelaslah bahwa kultur atau memiliki karakteristik sendiri. Dari berbagai
definisi tersebut, dapat di peroleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem
pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang di ciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya di tujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.

2. Karakteristik Budaya

Dincker (1996), menyimpulkan pendapat Boyle dan Andrews (1989), yang


menggambarkan empat ciri esensial budaya yaitu : pertama, budaya di pelajari dan di
pindahkan, orang mempelajari budaya mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi
bersama, anggota-anggota kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar
maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya.

Ketiga, budaya adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus
pada sekelompok manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya, adaptasi budaya
pada negara maju diadopsi sesuai dengan teknologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah
proses yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya,
misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya. Penelitian Brunner (1970) yang di tulis
Koentjaraningrat (1990), pada suku Batak Toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku
Sunda dengan merubah adat ketatnya karena menyesuaikan diri dengan budaya setempat.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 16


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik Budaya :

1. Budaya itu bukan keturunan tapi di pelajari, Jika seorang anak lahir di Amerika dari orang tua
yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah secara otomatis anak itu bisa berbicara dengan
bahasa Indonesia tanpa ada proses pembelajaran oleh orang tuanya.
2. Budaya itu di transfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, Kita mengetahui banyak hal
tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya karena generasi sebelum kita
mengajarkan banyak hal tersebut. Suatu contoh upacara penguburan placenta pada masyarakat
Jawa, masyarakat tersebut tidak belajar secara formal tetapi mengikuti perilaku nenek
moyangnya.
3. Budaya itu berdasarkan symbol, Untuk bisa mempelajari budaya orang memerlukan simbol.
Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan komunikasi sehingga
memungkinkan terjadinya proses transfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Contoh beberapa simbol yang mengkarakteristikan budaya adalah kalung pada suku dayak,
manik-manik, gelang yang semua itu menandakan simbil pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang biasa berubah, karena budaya merupakan system yang dinamis dan adaptif
maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada sekelompok masyarakat
merayakan hari kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning, pada zaman modern tradisi
tersebut berubah yaitu menjadi kue ulang tahun.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-elemen
budaya yang lain. Misalnya lingkungan sosial akan mempengaruhi perilaku seseorang yang
tinggal di lingkungan tersebut. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa budaya kitalah
yang paling baik di antara budaya-budaya yang lain. Suku Badui akan merasa budaya Badui yang
benar, apabila melihat perilaku budaya dari suku lain di anggap aneh, hal ini terjadi pada
kelompok suku yang lain juga.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 17


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang dapat di lihat yang membantu
membedakannya dengan kelompok lain, sebagian besar individu juga mengungkapkan
keyakinan atau sifat yang tidak sesuai dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat
tradisional dalam satu aspek dan sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka
kadang menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi
signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga bernilai ketika
memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi, hanya dengan belajar tentang individu atau
keluarga yang di hadapi sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apa pola kelompok
bermakna (Leininger 2000).

3. Peran Budaya dalam Paradigma keperawatan

Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai
manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma, adat istiadat menjadi acuan perilaku
manusia dalam kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam
suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya.
Keberlangsungan terus-menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai-nilai
yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang kesemuanya
itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan (cultural nursing
approach).

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting
bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat (Pasien). Misalnya kebiasaan
hidup sehari-hari, seperti tidur, makan, kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan sosial, praktik
kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan, peranan masing-
masing orang menurut umur. Kultur juga terbagi dalam sub-kultur. Subkultur adalah kelompok
pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih
besar atau member makna yang berbeda. Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan
kebiasaan cultural.

Nilai-nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan
dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal
dari dokter wanita dan bidan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan
hal – hal yang dianggap tabu.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 18


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Dalam tahun-tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingnya pengaruh kultur terhadap
pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru; ia
berfokus pada studi perbandingan nilai-nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan
hubungannya dengan perawatannya. Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transkultural
nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun
kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada
seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien). Perawatan
transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan
pengobatan rakyat (tradisional). Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan
yang berkaitan dengan kesehatan.

Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah
berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan
kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur), baik
di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan-persamaan. Lininger
berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan
teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang
banyak dan berbagai kultur.

Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat


sederhana, pengetahuan tradisional. Dalam masyarakat tradisional, sistem pengobatan
tradisional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti
mempelajari pranata social umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional) adalah
rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat. 

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 19


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat di dunia berbeda-beda, perilaku tersebut


akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam
kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok masyarakat
tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya baik di sadari maupun
tidak di sadari, budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali di
definisikan oleh antropologi Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk
dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang dilakukan
manusia sebagai anggota masyarakat. (Brunner dan Suddart,2001). Sedangkan Potter (1993)
mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kepercayaan, sikap dan adat yang terbagi dalam satu
kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya akan di pakai oleh
seseorang atau sekelompok orang dengan nyaman dari waktu ke waktu tanpa memikirkan
rasionalisasinya. The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai
suatu keseluruhan dari pola perilaku yang di kirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama,
kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.

EVALUASI

1. Apa yang dimaksud dengan definisi Budaya?


2. Sebutkan karakteristik Budaya?
3. Sebutkan peran budaya dalam paradigma keperawatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 20


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
3

ANTROPOLOGI

KESEHATAN

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Pengertian Antropologi Kesehatan.


2. Menjelaskan Sejarah Antropologi Kesehatan.
3. Menjelaskan Tujuan Antropologi Kesehatan.
4. Menjelaskan sasaran Antropologi Kesehatan.

Pokok Bahasan :

Antropologi Kesehatan

Sub Pokok Bahasan :

1. Jelaskan pengertian antropologi kesehatan.


2. Jelaskan antropologi kesehatan.
3. Jelaskan tujuan antropologi kesehatan.
4. Jelaskan sasaran antropologi kesehatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 21


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

ANTROPOLOGI KESEHATAN

1. Pengertian Antropologi Kesehatan

Antropologi berasal dari bahasa Yunani anthropos yang berarti manusia atau
“orang”, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk
biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik di mana meneliti
manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara
tradisional memisahkan antropologi dari di siplin ilmu kemanusiaan lainnya yang
menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini
banyak di perdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang
seringkali di lakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat
tunggal. (Koentjaraningrat, 1990). Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia
pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan
yang di hasilkan. Dari definisi tersebut, dapat di susun pengertian sederhana antropologi,
yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang di hasilkan sehimgga setiap
manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang budaya. Meskipun ilmu


antropologi adalah ilmu yang sudah lama di kenal, bidang Antropologi Kesehatan baru
muncul setelah berakhirnya masa perang dunia II. Pada masa itu banyak ahli antropologi
menaruh yang minat pada faktor-faktor bio-ekologi dan social-budaya terhadap kesehatan
serta timbulnya penyakit baik masa kini ataupun sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Penelitian yang berfokus pada minat tersebut di harapkan dapat memperbaiki perawatan
kesehatan baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang.

Secara garis besar ada empat sumber yang membuat bidang antropologi kesehatan
berkembang. Sumber yang pertama adalah antropologi fisik yang memfokuskan
perhatiannya pada keterkaitan antara penyakit yang di temukan pada suatu populasi

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 22


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

manusia dengan cara hidup yang beradab. Contoh antropologi fisik yang sedang berkembang
adalah ‘kedokteran forensik’ seperti mengidentifikasi umur, jenis kelamin, peninggalan ras
manusia akibat unsur kejahatan, dan penentuan orang tua melalui tipe darah. Sumber yang
kedua adalah berkembangnya Etnomedisin yakni kepercayaan dan praktik-praktik yang
berkenaan dengan penyakit, yang merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan
yang eksplisit tidak berasal dari kerangka konseptual kedokteran modern.

Sumber yang ketiga berkenaan dengan di adakannya studi tentang kebudayaan dan
kepribadian. Sejak pertengahan 1930-an banyak ahli antropologi yang meneliti tentang
kepribadian orang dewasa, atau sifat-sifat, dan lingkungan sosial budaya di mana tingkahlaku
itu terjadi. Sumber yang keempat adalah adanya perhatian terhadap kesehatan masyarakat
internasional. Para ahli antropologi dapat menjelaskan kepada petugas kesehatan mengenai
bagaimana kepercayaan-kepercayaan tradisional serta praktek-prakteknya bertentangan
dengan asumsi-asumsi pengobatan Barat, bagaimana faktor-faktor sosial mempengaruhi
keputusan-keputusan perawatan kesehatan dan bagaimana kesehatan dan penyakit semata-
mata merupakan aspek dari keseluruhan pola kebudayaan yang hanya berubah bila ada
perubahan sosial budaya yang mencakup banyak hal.

Secara singkat antropologi kesehatan dapat di definisikan sebagai aktivitas formal


antropologi yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. Namun berdasarkan definisi
kerja, Foster dan Anderson (2005) antropologi Kesehatan adalah istilah yang di gunakan ahli
antropologi untuk mendeskripsikan :

(1) penelitian mereka yang tujuannya adalah definisi komprehensif dan interpretasi tentang
hubungan timbal-balik bio-budaya, antara tingkahlaku manusia di masa lalu dan masa kini
dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan
praktis dari pengetahuan tersebut.

(2) partisipasi profesional mereka dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat
kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-
budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkahlaku sehat ke arah yang di yakini
akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 23


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Sejarah Antropologi Kesehatan

Membicarakan sejarah munculnya dan perkembangan Antropologi Kesehatan, maka


harus melihat dari awal mula munculnya istilah ini dan penelitian-penelitian mengenai hal ini.
Uraian sejarah muncul dan perkembangan antropologi kesehatan dibuat menurut urutan
waktu cetusannya:

1) Tahun 1849

Rudolf Virchow, ahli patologi Jerman terkemuka, yang pada tahun 1849 menulis apabila
kedokteran adalah ilmu mengenai manusia yang sehat maupun yang sakit, maka apa
pula ilmu yang merumuskan hukum-hukum sebagai dasar struktur sosial, untuk
menjadikan efektif hal-hal yang inheren dalam manusia itu sendiri sehingga kedokteran
dapat melihat struktur sosial yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit, maka
kedokteran dapat ditetapkan sebagai antropologi. Namun demikian tidak dapat
dikatakan bahwa Vichrow berperan dalam pembentukan asal-usul bidang Antropologi
Kesehatan tersebut., munculnya bidang baru memerlukan lebih dari sekedar cetusan
inspirasi yang cemerlang.

2) Tahun 1953

Sejarah pertama tentang timbulnya perhatian Antropologi Kesehatan terdapat pada


tulisan yang ditulis Caudill berjudul “Applied Anthropology in Medicine”. Tulisan ini
merupakan tour the force yang cemerlang , tetapi meskipun telah menimbulkan
antusiasme, tulisan itu tidaklah menciptakan suatu subdisiplin baru.

3) Tahun 1963

Sepuluh tahun kemudian, Scoth memberi judul “Antropologi Kesehatan” dan Paul
membicarakan “Ahli Antropologi Kesehatan” dalam suatu artikel mengenai kedokteran
dan kesehatan masyarakat. Setelah itu baru ahli-ahli antropologi Amerika benar-benar
menghargai implikasi dari penelitian-penelitian tentang kesehatan dan penyakit bagi
ilmu antropologi.

Pengesahan lebih lanjut atas subdisiplin Antropologi Kesehatan ini adalah dengan
munculnya tulisan yang dibuat Pearsall (1963) yang berjudul Medical Behaviour Science

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 24


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

yang berorientasi antropologi, sejumlah besar (3000 judul) dari yang terdaftar dalam
bibliografi tersebut tak diragukan lagi menampakan pentingnya sistem medis bagi
Antropologi.

Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase


sebagai berikut:

a. Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi. Sekitar abad ke-15-
16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai
dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka
banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang
asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian
mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala
sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik,
kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang
berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan
etnogragfi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.Bahan etnografi itu menarik
perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian
bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang
ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan etnografi.

b. Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-
karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan
kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama.
Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif
yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya.
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan
kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang
tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 25


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

c. Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua


lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-
koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli,
pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta
hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara
Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukkannya.
Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku
bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan
pemerintah kolonial.

d. Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku


bangsa asli yang dijajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan
bangsa Eropa.Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia
II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar nega ra-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu
menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang
dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa
tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam
dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-
tahun.Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi
tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada
suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

3. Tujuan Antropologi Kesehatan

Tujuan mempelajari antropologi kesehatan Sebagai ilmu yang membahas tentang


manusia.Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan
proses sosial budaya bidang kesehatan. Memang tidak secara tepat meramalkan perilaku
individu dan masyarakatnya, tetapi secara tepat bisa memberikan kemungkinan luasnya

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 26


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

pilihan yang akan dilakukan bila masyarakat berada pada situasi yang baru. Antropologi
mempunyai 3 tujuan utama, yaitu:

1. Mendeskripsikan selengkap mungkin tata cara kehidupan manusia dari berbagai sudut
belahan bumi pada setiap periode dan karakter fisik manusia yang hidup pada kelompok
itu.
2. Memahami manusia sebagai kelompok tertentu secara keseluruhan.
3. Untuk menemukan prinsip-prinsip umum tentang gaya hidup manusia serta bagaimana
gaya hidup itu terbentuk.

4. Sasaran Antropologi Kesehatan

Sasaran dari antropologi kesehatan adalah manusia dengan lingkungan, dengan


tingkahlakunya, dengan penyakitnya dan cara-cara dimana tingkahlakunya dan penyakitnya
mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya selalu melalui proses umpan-balik. Evolusi
manusia dan hubungan dengan hewan lain, khususnya primat, pada hakikatnya lebih dekat
kepada biologi dari pada ilmu sosial.

Namun demikian, para ilmuan antropologi budaya tergantung pada informasi dari
ilmuwan ragawi mengenai unsur-unsur biologis yang unik pada manusia yang esensial dalam
pembentukan kebudayaan. Sebaliknya para ilmuwan antropologi ragawi juga sangat tertarik
pada ras manusia. Mereka mempergunakan berbagai konsep budaya untuk klasifikasi ras
manusia.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 27


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Kebudayaan adalah pengetahuan yang dipelajari dan disebar kan dengan nilai, kepercayaan,
aturan perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam
berfikir dan bertindak dengan cara yang terpola.
Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta
kebudayaan (cara-cara berperilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai)yang dihasilkan sehingga setiap
manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
2. Antropologi kesehatan dapat didefinisikan sebagai aktifitas formal antropologi yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit
3. Perilaku budaya terkait dengan sehat sakit pada masyarakat secara umum masih banyak
dilakukan pada keluarga secara turun temurun
4. Paradigm keperawatan adalah suatu cara pandang yang mendasar atau cara kita melihat,
memikirkan, memberi makna , menyikapi dan memberi tindakan terhadap berbagai fenomena
yang ada dalam keperawtan
5. Manusia dari perspektif transcultural adalah individua tau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini yang berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan
6. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transcultural nursing diartikan pandangan
masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaannya teknologi
dan non-teknologi pekayanan kesehatan yang di terima bergantung pada budaya nilai dan
kepercayaan yang dianutnya
7. Klien dan perawat mempunyai tujuan yaitu ingin mempertahankam keadaan sehat dalam
rentang sehat sakit yang adaptif
8. Lingkungan sosial adalah keseluruhan stuktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individua tau kelompok kedalam masyarakatyang lebih luas
9. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 28


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI
1. Apakah pengertian antropologi kesehatan ?
2. Bagaimanakah sejarah antropologi ?
3. Sebutkan tujuan antropologi kesehatan ?
4. Sebutkan sasaran antropologi kesehatan ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 29


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
4

ANTROPOLOGI
KESEHATAN

TUJUAN
PEMBELAJARA
N
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menyebutkan Ruang lingkup Antropologi.


2. Menjelaskan Perilaku budaya kesehatan.
3. Menyebutkan jenis-jenis konsep antropologi kesehatan.

Pokok Bahasan :

Antropologi Kesehatan

Sub Pokok Bahasan :

1. Sebutkan Ruang lingkup Antropologi.


2. Jelaskan Perilaku budaya kesehatan.
3. Sebutkan jenis-jenis konsep antropologi kesehatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 30


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

ANTROPOLOGI KESEHATAN

1. Ruang Lingkup Antropologi

Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengkombinasikan dalam satu disiplin ilmu
pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu sosial, dan humaniora dalam menstudi manusia,
dalam proses perkembangannya merupakan perpaduan antara aspek biologi dan aspek sosio-
budaya. Foster dan Anderson mendefinisikan antropologi kesehatan adalah suatu disiplin
biobudaya yang memperhatikan aspek-aspek biologis dan budaya berkenaan dengan perilaku
manusia, khususnya bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga berpengaruh
terhadap kesehatan dan penyakit. Selain itu Mc Elroy dan Townsend juga mendefinisikan
antropologi kesehatan merupakan studi bagaimana faktor-faktor sosial dan lingkungan
mempengaruhi kesehatan dan mengetahui tentang cara-cara alternatif untuk mengerti dan
merawat penyakit. Definisi kerja secara singkat bahwa antropologi kesehatan adalah istilah yang
dipakai oleh ahli-ahli antropologi yang mendeskripsikan:

a. Secara luas dan interprestasi mengenai hubungan bio-budaya, antara perilaku manusia di
masa lalu dan di masa kini, dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dan pengetahuan tersebut. b. Partisipasi profesional
dalam program- program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui
pemahaman yang mendalam mengenai hubungan antara gejala biososiobudaya dan
kesehatan, dan melalui perubahan perilaku sehat dalam arah yang dipercaya dapat
memperbaiki kesehatan dalam arah yang lebih baik.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 31


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Menurut foster dan Anderson lapangan kajian antropologi kesehatan dibagi menjadi
dua:

a. Kutub biologis, perhatinya pada pertumbuhan dan perkembangan fisik manusia, peranan
penyakit dalam evolusi manusia, adaptasi biologis terhadap perubahan lingkungan alam, dan
pola penyakit di kalangan manusia purba.
b. Kutub sosio-budaya perhatiannya pada sistem kesehatan tradisional yang mencakup aspek-
aspek etiologis, terapi, ide, dan praktik pencegahan penyakit, serta peranan praktisi medis
tradisional, masalah perawatan kesehatan biomedik, perilaku kesehatan, peranan pasien,
perilaku sakit, interaksi dokter dengan pasien, dan masalah inovasi kesehatan. Kajian utama
antropologi kesehatan menurut Lieban: a. Ekologi dan Epidemiologi b. Etnomedisin c. Aspek
medic dari sistem social d. Ilmu kedokteran (medicine) dan perubahan budaya
 Menurut March Swartz dan David K. Jordan, ruang lingkup antropologi adalah:

1. Asal muasal hidup manusia dari periode ke periode.

2. Perkembangan struktur fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

3. Bertugas untuk memahami manusia secara utuh.

2. Perilaku Budaya Kesehatan


Menurut G.M foster Aspek budaya yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan
seseorang antara lain adalah:
1. Pengaruh tradisi terhadap perilaku kesehatan dan status kesehatan.
Ada beberapa tradisi dalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap
kesehatan masyarakat, misalnya di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru.penyakit
ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada
anak-anak dan wanita.setelah dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena
adanya tadisi kanibalisme.
2. Pengaruh sikap fatalism terhadap perilaku dan status kesehatan
Hal ini adalah sikap fatalism yang juga mempengaruhi perilaku kesehatan,beberapa
anggota masyarakat di kalangan kelompok yang beragama Islam percaya bahwa anak adalah
titipan Tuhan,dan sakit atau mati itu adalah takdir,sehingga masyarakat kurang berusaha untuk

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 32


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit,atau menyelamatkan seseorang dari
kematian.
3. Pengaruh sikap Ethnosentris terhadap perilaku dan status kesehatan. Sikap ethnosentrime
adalah sikap yang memandang bahwa kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan
dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya orang-orang barat merasa bangga terhadap kemajuan
ilmu dan teknologi yang dimilikinya,dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya paling
maju,sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang.
Oleh karena itu,sebagai petugas kesehatan kita harus menghindari sikap yang
menganggap bahwa petugas adalah orang yang paling pandai,paling mengetahui tentang
masalah kesehatan karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat setempat
sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut dalam masalah kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini memang petugas lebih menguasai tentang masalah kesehatan,tetapi
masyarakat dimana mereka bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri.
4. Pengaruh perasaan bangga pada statusya,terhadap perilaku kesehatan
Suatu perasaan bangga terhadap budayannya berlaku bagi setiap orang. Hal tersebut
berkaitan dengan sikap ethnosentrisme.
5. Pengaruh norma terhadap perilaku kesehatan
Seperti halnya dengan rasa bangga terhadap statusnya,norma dimasyarakat sangat
mempengaruhi perilaku kesehatan dari anggota masyarakatnya yang mendukung norma
tersebut. Sebagai contoh,untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami
hambatan karena adanya norma yang melarang hubungan antara dokter sebagai pemberi
layanan dengan ibu hamil sebagai pengguna layanan.
6. Pengaruh nilai terhadap perilaku kesehatan
Nilai yang berlaku dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Nilai-
nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehata. Beberapa nilai yang
merugikan kesehatan misalnya adalah penilaian yang tinggi terhadap beras putih meskipun
masyarakat mengetahiu bahwa beras merah lebih banyak mengandung vitamin B1 jika
dibandingkan dengan beras putih,masyarakat ini memberikan nilai bahwa beras putih lebih enak
dan lebih bersih.
Contoh lain adalah masih banyak petugas kesehatan yang merokok meskipun mereka
mengetahui bagaimana bahaya merokok terhadap kesehatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 33


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

7. Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap
perilaku kesehatan
Pada tingkat awal proses sosialisasi,seorang anak diajakan antara lain bagaimana cara
makan,bahan makanan apa yang dimakan,cara buang air kecil dan besar,dan lain-lain. Kebiasaan
tersebut terus dilakukan sampai anak tersebut dewasa dan bahkan menjadi tua. Kebiasaan
tersebut sangat mempngaruhi perilaku kesehatan yang sangat sulit untuk diubah.
8. Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Tidak ada perubahan yang terjadi dalam isolasi,atau dengan perkataan lain,suatu
perubahan akan menghasilkan perubahan yang kedua dan perubahan yang ketiga.apabila
seorang pendidik kesehatan ingin melakukan perubahan perilaku kesehatan masyarakat,maka
yang harus dipikirkan adalah konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan
perubahan,menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh terhadap perubahan,dan
berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan perubahan tersebutapabila
ia tahu budaya masyarakat setempat dan apabila ia tahu tentang proses perubahan
kebudayaan,maka ia harus dapat mengantisipasi reaksi yang muncul yang mempengaruhi
outcome dari perubahan yang telah direncanakan.

3. Jenis-jenis Konsep Antropologi Kesehatan

Secara khusus jenis-jenis konsep antropologi kesehatan terbagi ke dalam lima sub ilmu yang
mempelajari:

1. Masalah asal dan perkembangan manusia atau evolusinya secara biologis.


2. Masalah terjadinya aneka ragam ciri fisik manusia.
3. Masalah terjadinya perkembangan dan persebaran aneka ragam kebudayaaan manusia.
4.  Masalah asal perkembangan dan persebaran aneka ragam bahasa yang diucapkan diseluruh
dunia.
5. Masah mengenai asas-asas dari masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka ragam
suku bangsa yang tersebar diseluruh dunia masa kini.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 34


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Secara makro antropologi kesehatan dapat dibagi kedalam dua bagian yakni:

a. Antropologi fisik

Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak


perkembangan manusia  menurut evolusinya dan menyelidiki variasi biologisnya dalam
berbagai jenis (spesies).

b. Antropologi budaya

Antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia ataupun


cara hidupnya dalam masyarakat.  Menurut Haviland cabang antropolgi budaya ini terbagi
menjadi tiga yaitu: arkeologi, antropologi linguistik, dan etnologi. Antropologi budaya juga
merupakan studi tentang praktik-praktik social bentuk-bentuk ekspresif, dan penggunaan
bahasa dimana makna diciptakan dan diuj sebelum digunakan masyarakat manusia.

Saat ini kajian antropologi budaya lebih menekankan pada empat aspek yang tersusun:

1. Pertimbangan politik, dimana para antropolog terjebak dalam kepentingan politik.


2. Menyangkut hubungan kebudayaan dengan kekuasaan.
3. Menyangkut bahasa dalam antropologi budaya.
4. Prefensi dan pemikiran individual dimana terjadi hubungan antara jati diri dan emosi.

Seperti  yang telah dikemukakan di atas cabang antropolgi budaya ini dibagi menjadi
tiga bagian , yakni: arkeologi, antropolgi linguistik, dan etnologi.

a. Arkeologi

Arkeologi merupakan cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-


benda peninggalan lama dengan maksut untuk menggambarkan serta menerangkan
perilaku manusia karena dalam peninggalan-peninggalan lama itulah terpantul ekspresi
kebudayaan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 35


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

b. Antropologi linguistik

Ernest cassirer mengatakan bahwa manusia adalah makhlu yang paling mahir
dalam menggunakan simbol–simbol sehingga manusia disebut homo symbolicumkarena
itulah manusia dapat berbicara,  berbahasa dan melakukan gerakan-gerakan lainnya yang
juga banyak dilakukan makhluk-makhluk lain yang serupa dengan manusia.

c. Etnologi

Pendekatan etnologi adalah etnografi, lebih memusatkan perhatiannya pada


kebudayaan-kebudayaan zaman sekarang, telaahannya pun terpusat pada perilaku
manusianya sebagaimana yang dapat disaksikan langsung, dialami, serta didiskusikan
dengan pendukung kebudayaannya. Dengan demikian etnologi ini mirip dengan arkeologi,
bedanya dalam etnologi tentang kekinian yang dialimi dalam kehidupan sekarang,
sedangkan arkeologi tentang kelampauan yang klasik. Antropologi pada hakikatnya
mendokumentasikan kondisi manusia pada masa lampau dan masa kini.

Secara keseluruhan, yang temasuk bidang-bidang khusus secara sistematis dalam


antropologi  lainnya, selain antropologi fisik dan kebudayaan adalah antropologi ekonomi,
antropologi medis, antropologi psikologi  dan antropologi sosial.

1)      Antropologi  Ekonomi

Bidang ini merupakan cara manusia dalam mempertahankan dan


mengekspresikan diri melalui penggunaan baranng dan jasa material. Dengan demikan
ruang lingkup antropologi ekonomi tersebut  mencakup riset tentang teknologi .

2)      Antopologi medis

Antropologi medis merupakan subdisiplin yan sekarang paling populer di Amerika


serikat, bahkan tumbuh pesat diman-mana. Antropologi medis ini banyak membahas
hubungan antara penyakit dan kebudayaan yang tampak memengaruhi evolusi manusia,
terutama berdasarkan hasil-hasil penemuan paleopatologi.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 36


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

3)      Antropologi psikologi

Bidang ini merupakan wilayah antropologi yang mengkaji  tentang hubungan antara


individu dengan makna dan nilai dengan kebiasaan sosial dari sistem budaya yang ada.
Adapun ruang lingkup antropologi psikologi tersebut sangat luas dan menggunakan
berbagai pendekatan pada masalah kemunculan dalam interaksi dalam pemikiran, nilai,
dan kebiasaaan sosial.

4)      Antropologi Sosial

Bidang ini mulai dikembangkan oleh james G.F di Amerika Serikat pada awal abad
ke-20 dalam kajiannya, antropologi sosial mendiskripsikan proyek evolusionis yang
bertujuan untuk merekonstruksi masyarakat primitif asli dan mencatat
perkembanngannya melalui berbagai tingakt peradaban.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 37


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Antropologi kesehatan menurut Landy yaitu mengkombinasikan dalam satu disiplin ilmu
pendekatan-pendekatan ilmu biologi, ilmu sosial, dan humaniora dalam menstudi manusia,
dalam proses perkembangannya merupakan perpaduan antara aspek biologi dan aspek
sosio-budaya. Foster dan Anderson mendefinisikan antropologi kesehatan adalah suatu
disiplin biobudaya yang memperhatikan aspek-aspek biologis dan budaya berkenaan dengan
perilaku manusia, khususnya bagaimana cara kedua aspek ini berinteraksi sehingga
berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit.
2. Perilaku budaya kesehatan terkait dengan sehat sakit pada masyarakat secara umum masih
banyak dilakukan pada keluarga secara turun temurun
3. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing diartikan pandangan
masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaannya
teknologi dan non-teknologi pekayanan kesehatan yang di terima bergantung pada budaya
nilai dan kepercayaan yang dianutnya.
4. Secara khusus jenis-jenis konsep antropologi kesehatan terbagi kadalam lima sub ilmu yang
mempelajari:
a. Masalah asal dan perkembangan manusia atau evolusinya secara biologis.
b. Masalah terjadinya aneka ragam ciri fisik manusia.
c. Masalah terjadinya perkembangan dan persebaran aneka ragam kebudayaaan manusia.
d.  Masalah asal perkembangan dan persebaran aneka ragam bahasa yang diucapkan
diseluruh dunia.
e. Masah mengenai asas-asas dari masyarakat dan kebudayaan manusia dari aneka ragam
suku bangsa yang tersebar diseluruh dunia masa kini.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 38


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI

1. Apakah beda antropologi dan antropologi kesehatan ?


2. Apa yang di maksud dengan perilaku budaya yang berhubungan dengan sehat-sakit ?
3. Berikan contoh perilaku budaya yang berhubungan dengan kesehatan ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 39


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
5

AGAMA DAN TRADISI KEPERCAYAAN


DALAM PERSPEKTIF BUDAYA
KESEHATAN

TUJUAN
PEMBELAJARA
N
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Peran agama dalam transkultural nursing.


2. Menjelaskan hubungan antara agama dan Transkultural keperawatan.
3. Menjelaskan Pandangan beberapa agama dan kepercayaan tentang anjuran dan larangan yang
berhubungan dengan kesehatan.
4. Menjelaskan pengkajian transkultural yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan.

Pokok Bahasan :
Agama dan Tradisi Kepercayaan dalam Perspektif Budaya Kesehatan.

Sub Pokok Bahasan :

1. Menjelaskan Peran agama dalam transkultural nursing.


2. Menjelaskan hubungan antara agama dan Transkultural keperawatan.
3. Menjelaskan Pandangan beberapa agama dan kepercayaan tentang anjuran dan larangan yang
berhubungan dengan kesehatan.
4. Menjelaskan pengkajian transkultural yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 40


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

Agama dan Tradisi Kepercayaan dalam Perspektif Budaya Kesehatan.

1. Peran agama dalam transkultural nursing

Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta agama yang berarti tradisi. Sedangkan kata
lain untuk menyatakan konsep ini adaIah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar
pada kata kerja re-Iigare yang berarti mengikat kembali. Maksudnya dengan berreligi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adaIah sistem
atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama
lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan
tersebut. (Sudarminto, 2000 ).

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan


keterbatasannnya menjadikan keyaklnan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya.
Sesuatu yang luar biasa I'tu tentu berasal dari sumber yang Iuar biasa juga. Dan sumber yang
luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan,
Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifatNya saja seperti Yang
Maha Kuasa, lngkang Murbeng Dumadi, 0e Weldadige dan sebaginya.

Beberapa jenis agama dan kepercayaan di dunia diantaranya adalah kekristenan 2,1
miliar, Islam 1,3 miliar,Non-Adherent (Sekular/Ateis/Tidak Beragama/Agnosti/Tidak Ateis) 1,1
miliar, Hinduisme 900 juta, Agama keluarga Cina 394 juta, Buddhisme 376 juta, Paganisme 300
juta, Tradisi Afrika dan diasporik (tanah air) 100 juta, Sikhisme 23 juta, Juche 19juta, Spiritisme
15 juta, Yudaisme14 juta (www.wikipedia.com) dan masih banyak agama dan kepercayaan lain
di dunia, jenis agama dan kepercayaan tersebut akan mempengaruhi sikap dan perilaku individu
dalam pembuatan keputusan dalam pengobatan ketika sakit.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 41


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Dalam menjalankan dan menerima suatu agama, ada berbagai macam di dunia yaitu :

1. Tradisional, merupakan cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara
beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada
umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau
pembaharuan. Apalagi bertukar agama,bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang
dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau
masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan
tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah
cara beragamanya jika berpindah Iingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara
beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki Iingkungan atau masyarakat yang Iain
agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi
hanya mengenai haI-hal yang mudah dan nampak dalam Iingkungan masyarakatnya.
3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka
selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu
dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau
formal. bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4. Metode Pendahuluan yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati
(perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati
ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu
mencari , ilrnu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama y yang
memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusanb dari Sesembahannya semisal Nabi
atau Rasul sebelum mereka . mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang
teguh) J dengan itu semua.

2. Hubungan antara agama dan transkultural keperawatan

Hubungan antara agama dalam transkultural keperawatan adalah topik yang jarang
untuk dibahas, padahal kita tahu hal ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini terbukti
dengan didalam keperawatan kita juga mengenal tentang kebutuhan spiritual (walaupun tidak
benar-benar dapat disamakan dengan agama).

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 42


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Adapun peran agama dalam transkultural nursing adalah sebagai berikut :

a. Memberikan pandangan dari penanganan kesehatan.


b. Budaya akan memengaruhi bagaimana orang menyebutkan danmengkomunikasikan
masalahnya.
c. Mempersepsikan pelayanan kesehatan jiwa.
d. Menggunakan atau merespon penanganan kesehatan jiwa.
e. Mengatasi masalah bahasa dan menciptakan dialog yangsensitive budaya.

Mengatasi masalah-masalah kesehatan mental.( Perry AG dan Potter PA,2006).

 Kasus

Tn. A berusia 21 tahun tinggal di Barito Raya Kalimantan keturunan suku Bakumpai yang
merupakan sub suku Dayak. Saat ini berada di ruang perawatan interna dengan diagnosa medis
Ulkus Peptikum. Klien masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri di ulu hati, demam,
hematemesis melena, mual dan kurang nafsu makan. Saat ini Tn. A dijaga oleh ibunya. Keluarga
Tn. A menggunakan daun sawang untuk di usapkan dan diurutkan ke sekujur tubuh Tn. A.
Mereka percaya daun sawang dapat mengeluarkan benda-benda dan roh-roh jahat yang
bersemayam dalam tubuh Tn. A.

Klien dan keluarga percaya bahwa sakit yang di dapat dan tidak bisa sembuh merupakan
hukuman para dewa. Keluarga Tn. A juga membaca mantra tiap pagi kepada Tn. A dan
meletakkan beberapa sesajen di dekat tempat tidur Tn. A seperti kemenyan, minyak ikan,
mayang pinang, beras kuning, kelapa tua, gula serta piduduk (beras, gula merah, telur ayam dan
kelapa). Mereka percaya sesajen ini disukai oleh dewa kemdian mempercepat penyembuhan
penyakit.

 Hasil Diskusi Kasus


1.  Pandangan klien terhadap kondisi sakit

Klien merupakan suku Bakumpai terhadap tindakan keperawatan kurang meyakini


tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien yang tidak sesuai dengan keyakinannya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 43


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Tindakan klien dalam menangani sakitnya

Klien dalam menangani sakitnya dengan menggunakan daun sawang yang


diusapkan keseluruh tubuhnya untuk mengusir roh-roh jahat dalam tubuhnya.

3. Peran agama

Peran agama yang dianutnya terhadap kondisi sakitnya yaitu klien meyakini bahwa
adanya Tuhan yang Maha Kuasa yang dianggap sebagai para dewa. Dan sakit yang
dideritanya merupakan hukuman dari para dewa tersebut

4. Peran kepercayaan

Peran kepercayaan dalam penyembuhan sakitnya yaitu dengan melakukan


pemujaan paradewa dengan membacakan mantra dan menyajikan sesajen untuk
dipersembahkan kepada para dewa agar dapat mempercepat kesembuhannya.

 Penyelesaian Berdasarkan Ketentuan RS


1. Mencegah praktik ritual keagamaan atau budaya RS
2. Memberi penjelasan kepada klien dan keluarga klien tentang dampak dari sesajen
3. Menyarankan keluarga klien untuk menjalankan ritual dan sesaji di rumah dan mendoakan
dari rumah.
4. Pastikan hak-hak klien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan pengobatan atau
tindakan yang dianjurkan.

3. Pandangan beberapa agama dan kepercayaan tentang anjuran dan larangan yang
berhubungan dengan kesehatan

Agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama nama agama itu mempunyai
persamaan dan perbedaan. Menjaga kesehatan dianjurkan pada semua agama , misalnya dalam
agama islam dikenal dengan kata kebersihan diri dan lingkungan adalah sebagian daripada iman.
Pada agama hindu menganjurkan bahwa pengaiaman konsep tridarma itu penting yaitu
menjaga kebersihan sebagai sarana untuk menjaga hubungan harmoni dengan tuhanya
(Sudarma. Suthayasa dan Murti,2009).

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 44


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Ada berbagai macam aturan yang berbeda pada agama tentang halal haram atau yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan misalnya pada agama Islam, Buddha dan Katholik
mempunyai keyakinan bahwa darah hukurnnya khararn atau tidak boleh dikonsumsi, sedangkan
untuk agama hindu dan protestan diijinkan. Pada kepercayaan Yehowah pantangan makan
darah dan menerima transfusi darah, mereka Iebih suka mati dengan kehabisan darah daripada
menerima transfusi darah dari orang lain.(Qhardawi, 2000; Paulus, 2008; Sheng, 2008).
Contoh kasus yang berhubungan dengan masalah darah adalah, pada umat yang
mempunyai keyakinan tentang bervegetarian, suatu hari jatuh sakit, lalu dibawa ke rumah sakit,
perlu transfusi darah, tim tenaga kesehatan menyarankan operasi sehingga perlu transfusi
darah, pasien menolak transfusi darah, mengatakan bahwa darah itu non vegertarian.
Perbedaan dan persamaan yang berhubungan dengan konsumsi jenis daging dari
berbagai agama adalah, Agama islam melarang umatnya memakan daging babi.
(Qardhawi,2000), sedangkan pada agama hindu melarang pengikutnya memakan daging sapi,
karena sapi (Nandi) adalah kendaraan dewa Syiwa. Umat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh
berpantang memakan daging babi, binatang laut yang tidak bersisik seperti ikan hiu, udang,
kepiting, kerang, dansebagainya, meminum minuman keras atau bahkan juga kopi, teh dan
tembakau. Pada umat Buddha dianjurkan untuk vegetarian yaitu berpantang makan daging
apapun sebab pada umat Buddha mengenal hukum karma, dengan memakan daging maka akan
terjadi pembalasan berupa penyakit (Ryucell, 2008).
Gambaran kasus yang berhubungan dengan pantangan makan daging adalah, bapak Tito
50 tahun post operasi bedah tulang, mendapatkan diet tinggi kalori tinggi protein, ketika makan
siang menolah diet daging yang disajikan karena makan daging sapi adalah kharam menurut
keyakinanya, oleh karena itu daging sebagi protein hewani bisa diganti dengan protein nabati
atau diganti dengan jenis daging yang lain.
Pandangan semua agama tentang aborsi adalah dilarang, tetapi ada berbagai sudut
pandang yang kemudian dianjurkan sebab bertujuan menolong jiwa ibu. Kasus di rumah sakit
Ciptomangunkusumo tahun 1998, seorang ibu hamil 4 bulan, anak pertama, beragama islam,
didiagnose Gagal Ginjal karena kehamilanya, keputusan tim medis, untuk menyelamatkan jiwa
ibu maka harus dilakukan aborsi_dengan kandunganya, tetapi berdasarkan kesepakatan antara
ibu dan suaminya terjadi penolakan tindakan tersebut, sebab menurut mereka tindakan tim
medis tersebut bertentangan dengan keyakinanya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 45


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

4. Kepercayaan masyarakat dalam pantangan yang berhubungan dengan kesehatan


Pantang berarti tidak melakukan sesuatu dalam kehidupan baik untuk jangka pendek
ataupun jangka panjang. Hal ini dilakukan karena alasan kesehatan, kebiasaan ataupun
keyakinan tertentu. Di daerah-daerah tertentu di Indonesia masyarakat dengan agama yang
berbeda mempunyai keyakinan yang sama dalam pantangan, bila pantangan ini dilanggar
pelakunya akan mengalami malapetaka.
Keyakinan tertentu mengajarkan pemeluknya untuk berpantang atau menghindari
makanan atau perbuatan tertentu. Misalnya pada umat Katolik mempraktikkan pantang sebagai
alternatif aksi (selain puasa) yang dilakukan pada masa Lenten (pra-Paskah) (4O hari sebelum
Paskah). Dalam melakukan pantang, seseorang dapat memilih kebiasaan atau makanan yang
akan dihindari selama masa pra-Paskah itu. Misalnya, seorang memilih untuk berpantang
merokok selama 40 hari (Paqus, 2008). Agama Yahudi menuntut berbagai pantangan dari para
pengikutnya: menaati hari Sabat, memakan makanan yang kosyer (Andrews and Hanson, 2003).
Ada suatu kepercayaan dari masyarakat Jawa yaitu kejawen yaitu setelah menjalani
suatu operasi penderita dilarang untuk mengkonsumsi telur, ikan, ataupun daging, bahkan
dianjurkan untuk mutih alias hanya diperbolehkan untuk mengkonsumsl nasi dan air putih.
(Prabowo, 2008). Selain itu hasil pengkajian tentang perilaku yang terkait dengan kejawen ini
adalah tidak boleh keramas pada hari sabtu, tidak boleh pulang dari rumah sakit pada hari
sabtu, dilarang menyisir rambut ketika sakit, oleh karena ketika dirawat dirumah sakitpun pasien
menolak untuk menyisir rambut, sebab hal tersebut bertentangan dengan keyakinanya,
sedangkan hal ini sangat berhubungan dengan kesehatan (Pratiwi, ltut, 2007).
Keyakinan dan kepercayaan kadang berbeda meskipun berasal dari suku yang sama,
misalnya pada masyarakat Irish di Amerika sebagian dari kelompok tersebut ada yang menolak
transfusi dan transplatasi organ, sebab pada kelompok yang menolak mempunyai keyakinan
bahwa kedua hal tersebut tidak dianjurkan dalam kepercayaanya (Purnelt‘dan Paulanka, 2003).
Selain itu keyakinan yang berbeda juga bisa terdapat pada agama yang sama, misalnya tentang
pembatasan kelahiran, suatu gambaran kasus pada ibu M, berusia 35 tahun, beragama islam
mempunyai 6 anak dengan jarak kelahiran masing-masing anak satu sampai satu setengah
tahun, keluarga ibu M menolak anjuran keluarga berencana yang dicanangkankan dinas
kesehatan dengan alasan bahwa keluarga berencana merupakan suatu tindakan yang bertolak
belakang dengan keyakinanya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 46


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Berbeda dengan suku Sasak, mereka menolak KB bukan disebabkan karena aturan
dalam agamanya yang sebagian besar islam tetapi masih dipengaruhi kepercayaan animisme
atau buddha keling, pada masyarakat ini akan menoiak pembatasan anak atu KB secara medis
karena menurut kepercayaan mereka pembatasan kelahiran hanya bisa dilakukan dengan pijat
puput (Pratiwi, 1997).
Deskripsi lain tentang kepercayaan bisa digambarkan dari hasil penelitian Aiwy (1997)
pada suku To Bungu di Sulawesi Selatan, kelompok masyarakat tersebut beragama kristen tetapi
mereka juga mempunyai kepercayaan tradisional Ramaya, ketika anak bayi di suku tersebut
mengalami sakit yang menurut X medis adalah morbili, masyarakat menolak untuk dilakukan
pengobatan secara medis sebab menurut kepercayaan merek‘a‘e sakit bayi tersebut disebabkan
masuknya roh ari-ari ke dalam‘ tubuh bayi sehingga hanya dibacakan mantra sampai akhirnya
bayi meninggal dunia.

5. Pengkajian transkultural yang berhubungan dengan agama dan kepercayaan


Beberapa pengkajian yang harus dilakukan oleh perawat profesional untuk
menghindari konflik ketika pasien memakai tradisi agama dan kepercayaan ketika sakit yang
dimodifikasi dari Andrews dan boyle (1995) adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah agama dan kepercayaan pasien mempengaruhi sehat dan sakit? Misalnya
menghadapL kematian, menghadapi sakit, penyebab sakit, menangani sakit dan sebagainya).
2. Bagaimanakah kepercayaan mempengaruhi perilaku pasien ketika berada di rumah sakit?
Bagaimana beradaptasi dengan ketentuan rumah sakit.
3. Bagaimana peran agama dan kepercayaan dalam kesehatan dan kondisi sakit? Misalnya
kepercayaan melakukan ritual, atau suatu upacara yang menjadikan sehat atau mengatasi sakit
atau menghadapi kematian, dansebagainya.
4. Bagaimana cara dan bentuk upacaranya apabila ada ritual untyk penyembuhan sakit atau
peningkatan kesehatan? Apa bahan yang dibutuhkan
5. Apakah peran pemuka agama dalam penyembuhan sakit atau peningkatan kesehatan?
Misalnya kyai, pendeta, pastor, buddist, biksu, dansebagainya .

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 47


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

 Contoh gambaran kasus l yang berhubungan dengan kepercayaan

Di sebuah ruang rawat inap rumah sakit Candisuci ada seorang pasien, ibu Sarah 53
tahun, mengalami kematian jaringan di bagian proximal kaki kanan, pasien mempunyai riwayat
penyakit diabetes militus. Rencana akan dilakukan tindakan amputasi sebab apabila tidak
dilakukan tindakan tersebut kematian jaringan akan menjalar dan menyebabkan pasien
meninggal dunia. Setelah keluarga berkonsultasi dengan pemuka masyarakat di tempat
tinggalnya, pasien dan keluarga memutuskan untuk menolaktindakan medis tersebut.
Keputusan diambil karena menurut kepercayaan sekelompok masyarakat tempat daerah pasien
tinggal seorang .yang meninggal dunia harus dalam kondisi utuh.

 Pembahasan kasus

Penolakan tindakan amputasi yang diputuskan pasien dan keluarga merupakan lingkup
kasus keperawatntranskultural yang terkait dengan kepercayaan individu, keluarga dan
masyarakat. Ada beberapa tahapan tindakan dalam menyelesaikan masalah transkultural
seperti kasus diatas sebab penolakan tersebut dalam perspektif kesehatan akan
membahayakan. Beberapa tahapan yang terkait etik dan emik akan dibahas dalam bab konsep
keperawatan transkultural pada bab selanjutnya.

Gambaran Kasus ll yang berhubungan dengan kepercayaan

Anak Windy 2 tahun dikerumuni oleh tetangganya di rumah karena mengalami kejang
demam. Oleh penduduk setempat diyakini bahwa kejang demam merupakan penyakit teguran
dari roh halus. Kemudian untuk mengaiasinya dilakukan upacara adat yang disebut mooli di
hutan dengan menyembelih ayam putih yaitu ayam kampung sebagai ganti nyawa manusia.
Penyembelihan dilakukan oleh kepala adat setempat. (kasus hasil pengkajian mahasiswa
program sarjana keperawatan).

Pembahasan kasus ll

Tindakan yang dilakukan kepala adat dan penduduk setempat dalam mengatasi kejang
demam pada anak-anak di komunitas merupakan cara mengatasai masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kepercayaan. Perawat komunitas penting untuk mengatasi masalah
transkultural tersebut dengan prinsip transkultural nursing. Adapan tahap penatalaksanaanya
akan dibahas dalam bab proses keperawatan transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 48


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
6

NUTRISI DALAM PERSPEKTIF


BUDAYA KESEHATAN

TUJUAN
PEMBELAJARA
N
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menyebutkan Peranan-peranan simbolitik dari makanan.


2. Menjelaskan pembatasan budaya terhadap kecukupan gizi.
3. Menjelaskan Cara mengkaji nutrisi pasien.

Pokok Bahasan :
Nutrisi dalam perspektif budaya kesehatan.

Sub Pokok Bahasan :


1. Sebutkan peranan-peranan simbolitik dari makanan.
2. Jelaskan pembatasan budaya terhadap kecukupan gizi.
3. Jelaskan cara mengkaji nutrisi pasien.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 49


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

NUTRISI DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN

1. Peranan-peranan simbolik dari makanan


Pada bab budaya kita telah membahas bahwa dalam budaya ada fungsi-fungsi
simbolik, demikian juga dengan makanan;q dalam perspektif budaya juga mempunyai fungsi
simbolik, ada empat peranan simbolik makanan yang dibahas dalam Purnell dan Paulanka
(2003) yaitu
a. Makanan sebagai ungkapan ikatan sosial
Seringkali kita temui dalam masyarakat yang menawarkan dan memberikan makanan
saunae artinya dengan menawarkan kasih sayang, perhatian dan persahabatan. Biasanya
hal itu dibalas dengan menerima makanan yang ditawarkan .Sebaliknya menolak tawaran
ataupun pemberian dapat diartikan' permusuhan atau menyatakan kemarahan. Sebagaj
contoh di sebuah kelompok masyarakat apabila ada, warga baru maka warga tersebut
memperkenalkam diri dengan memberikan makanan pada semua warga, hal tersebut
sebagai tanda awal persaudaraan.
b. Makanan sebagai ungkapan dari kesetiakawanan‘ kelompok
Di Amerika, sebagai lambang persatuan Nasional, pada malam Thanksgiving biasanya
disuguhkan kalkun, buah cranberries, pudding jagung dan pie, labu kuning. Semua
hidangan itu adalah hidangan, yang dimakan oleh para leluhur kaum pendatang bangsa
Amerika, sehingga untuk memperingati perjuangan para leluhur mereka dihidangkanlah
santapan-santapan tersebut. Di Indonesia tumpeng merupakan hidangan dalam
memperingati hari-hari penting, bisa merupakan lambang kesetiaan, lambang pengabdian
atau persatuan kelompok. Misalnya pada saat malam perayaan kemerdekaan, pada saat
panen padi masyarakat jawa selalu membuat tumpeng untuk dewi padi atau dewi sri
dadan sebagainya.
c. Makanan sebagai identitas dan stress
Jenis makanan tertentu merupakan lambang identitas diri seseorang sehingga
manakala seseorang menghadapi stress makanan tersebut dapat memberi rasa

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 50


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

ketentrataman. Dapatlah dimaklumi bila seseorang yang bepergian jauh ke Iuar negri
memiliki kecendrungan untuk mencari makanan yang biasa ia makan dinegaranya sendiri
karena ia tidak usah khawatir akan rasa dan keamanan makanan tersebut.
Contoh kasus yang berhubungan dengan hal diatas adalah, John yang
berkebangsaan Amerika sedang berkunjung di Indonesia kemudian dirawat di sebuah
rumah sakit karena kecelakaan, pada pagi har‘i John diberikan sarapan nasi dan Iauk, John
menolak sebab‘di negaranya dia tidak terbiasa melakukan haI tersebut sehingga clia minta
pengganti yaitu roti dan telur ceplok.
d. Simbolisme makanan dalam bahasa
Bahasa mencerminkan hubungan-hubungan psikologis yang sangat dalam di antara
makanan, persepsi kepribadian dan keadaan emosional. Dalam bahasa Indonesia
ungkapan seperti ’kecil-kecil cabe rawit’, ’sudah banyak makan garam’, 'muka masam',
dan 'senyum manis’ merupakan contoh makanan dapat juga dijadikan simbol dalam
melukiskan sifat dan watak manusia.

2. Pembatasan budaya terhadap kecukupan gizi


Walaupun sumber-sumber makanan sebenarnya sudah terdapat di sekitar
masyarakat pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum memanfaatkan
sumber-sumber itu secara efektif, akibatnya timbul kekurangan gizi. lronisnya penyebab
dari tidak digunakannya sumber makanan secara efektif adalah kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat tertentu. Berikut ini akan dibahas hubungan antara pembatasan budaya
dan kecukupan gizi.
a. Kegagalan melihat hubungan antara makanan dan kesehatan
Masyarakat Adhola mempunyai kepercayaan bahwa tidak ada penyakit yang
disebabkan kekurangan jenis makanan tertentu. Di Afrika, telur tidak diberikan pada anak-
anak kecil karena dipercaya akan membawa dampak yang negatif baik bagi anak laki-laki
maupun anak perempuan.
Kasus yang berhubungan dengan hal tersebut adalah sebuah kajian yang dilakukan
Pratiwi (2006) di rumah sakit B pada pasien post operasi bedah umum tentang kebiasaan
makan, menurut sebagian besar dari responden yang ditanya mengatakan bahwa setelah
dilakukan operasi merekan dilarang makan yang amis-amis seperti telur, daging ikan dan
sebagainya, karena makanan tersebut akan menimbulkan gatal pada Iuka. Akibat dari

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 51


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

perilaku tersebut pasien tidakmenghabiskan porsi makan dengan alasan keyakinan


tersebut. Karena makanan yang mengandung protein tidak dikonsumsi maka
menyebabkan Iuka postopersai tidak sembuhsembuh.
b. Kegagalan untuk mengenali gizi pada anak
Di Haiti ada suatu adat dimana bapak dan anak Iaki-Iaki yang paling besar harus
diladeni makan terlebih dahulu. Biasanya mereka akan memilih makanan yang banyak
mengandung protein. Akibat kebiasaan ini wanita dan anak-anak kecil seringkali
menderita kwashiorkor karena mereka makan makanan sisa yang biasanya sedikit sekali
mengandung protein. Di masyarakat Jawa Indonesia bapak harus didahulukan makan
kemudian baru anak-anaknya.

3. Cara mengkaji nutrisi pasien


Gambaran kasus tentang penolakan nutrisi dalam perspektif budaya masih sering terjadi
di ruang rawat inap di sebuah rumah sakit. Sebenarnya masalah tersebut tidak perlu terjadi
apabila perawat melakukan pengkajian nutrisi dalam perspektif budaya. Dibawah ini adalah
beberapa struktur pertanyaan yang bias dipakai sebagai pedoman daIam meiakukan
pengkajian nutrisi pada pasien. Menurut Andrews dan Boyle (1995),
Pengkajian nutrisi meliputi:
a. Apakah pasien dalam mengkonsumsi nutrisi dipengaruhi latar belakang budaya?
b. Apa arti makanan dan makan bagi pasien?
c. Apa yang biasanya dimakan pasien (ketiaka sarapan, makan siang dan sebagainya)? dan
bagaimana type makanan pasien? (misalnya nasi, roti, gandum dansebagainya)
d. Kapan waktu makan?. Adakah camilan diantara waktu makan? Apa tipe camilanya?
e. Bagaimana pasien mendefinidikan makanan?. Apakah pasien percaya tentang makanan
sehat dan makanan tidak sehat?
f. Siapa yang menentukan jenis makanan dalam keluarga?, dimana kebiasaan berbelanja
bahan makanan?
g. Apakah pasien mempunyai kepercayaan dan pantangan terhadap makanan tertentu?
h. Apakah ada ketentuan atau peyakinan pasien makan? makanan tertentu pada waktu
tertentu pula?
i. Bagaimanakah kebiasaan pasien menggunakan peralatan makan?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 52


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

j. Apakah saat ini pasien menggunakan makanan Iaintg sebagai terapi alternative ketika
sakit?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 53


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Salah satu penyebab timbulnya penyakit adalah akibat adanya kekurangan gizi. Namun
jika kita menelaah lebih lanjut kekurangan gizi bisa ditimbulkan oleh berbagai hal seperti
adanya kepercayaan-kepercayaan yang keliru, pantangan-pantangan dan upacara-
upacara yang mencegah orang memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia
bagi mereka, adat dan kebiasaan dalam asupan makanan pada masyarakat tertentu.
2. Selain hal tersebut faktor lain yang berhubungan dengan asupan nutrisi adalah
berhubungan dengan apa yang disukai dan tidak disukai, kepercayaan-kepercayaan
terhadap apa yang dapat dimakan dan tidak dapat dimakan , dan keyakinan-keyakinan
dalam hal yang berhubungan dengan keadaan kesehatan dan penanggalan ritual, telah
ditanamkan sejak usia muda. Dari kenyataan itulah maka dapat disimpulkan bahwa
makanan dan kebiasaan makan tidak dapat dilepaskan dari budaya.
3. Nutrisi atau makanan bisa diartikan oleh individu atau kelompok dalam konsep biokimia
dan dari perspektif budaya.
4. Ada empat peranan simbolik makahan dalam perspektif budaya.
5. Kecukupan gizi bisa dipersepsikan dalam perspektif budaya.
6. Dalam kondisi sehat sakit individu, keluarga atau sekelompok masyarakat mempunyai
pandangan yang berbeda-beda dalam mengkonsumsi makanan.
7. Untuk mengurangi konflik budaya akibat persepsi nutrisi sebaiknya dilakukan pengkajian
nutrisi dalam perspektif budaya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 54


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI

1. Apa definisi nutrient dalam konsep biokimia makanan?


2. Sebutkan empat peran simbolik makanan! Berikan comm dari lingkungan sekitarmu.
3. Apa perbedaan makanan dalam perspektif biokimia dan dalam perspektif budaya,
jelaskan!
4. Berikan contoh perilaku kesehatan yang berhubungan dengan konsumsi nutrisi dalam
mengatasi masalah sehat sakit pada individu, keluarga atau sekelompok mayarakat.
5. Silahkan aplikasikan pengkajian nutrisi di rumah sakit tempat anda praktik atau di
komunitas tempat anda tinggal.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 55


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
7

ILMU PENGETAHUAN DAN


TEKNOLOGI DALAM PERSPEKTIF
BUDAYA

TUJUAN
PEMBELAJARAN

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan definisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


2. Menjelaskan pengertian dilema Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam perspektif transkultural
Nursing.
3. mendiskripsikan pandangan, perilaku dan sikap masyarakat terhadap Teknologi.
4. Menjelaskan pengkajian yang berhubungan dengan Teknologi.
5. Menjelaskan penolakan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan teknologi.

Pokok Bahasan :

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perspektif Budaya

Sub Pokok Bahasan :

1. Menjelaskan definisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


2. Menjelaskan pengertian dilema Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam perspektif
transkultural Nursing.
3. mendiskripsikan pandangan, perilaku dan sikap masyarakat terhadap Teknologi.
4. Menjelaskan pengkajian yang berhubungan dengan Teknologi.
5. Menjelaskan penolakan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan teknolog.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 56


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Uraian Materi

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM PERSPEKTIF BUDAYA

Dalam era kesejagatan ini teknologi banyak dipakai dalam berbagai pekerjaan,
diantaranya adalah dalam kesehatan. Penggunaan teknologi dalam kesehatan diantaranya
diperlukan dalam penunjang diagnostik atau digunakan dalam tindakan yang berhubungan
dengan pelayanan kesehatan terhadap pasien, oleh karena itu teknologi kadang diharuskan
dalam tindakan medis maupun keperawatan.
Perbedaan persepsi antara tenaga kesehatan dan pasien sering menjadikan
tindakan yang terkait dengan teknologi kesehatan terhambat. Penelitian Rice dan Naksook
(1999) tentang penggunaan teknologi pada wanita hamil bisa disimpulkan bahwa para ibu
hamil merasa ragu dan berfikir negatif terhadap pemeriksaan kehamilan dengan teknologi,
mereka khawatir akan berdampak negatif pada janin yang dikandungnya.

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu dan teknologi – Istilah teknologi berasal dari perkataan Yunani technologia yang
artinya pembahasan sistematik tentang seluruh seni dan kerajinan (systematic treatment
of the arts and crafts). Perkataan tersebut mempunyai akar kata techne dan telah dikenal
pada zaman Yunani kuno yang berarti seni (art), kerajinan (craft). Art atau seni pada
permulaannya berarti sesuatu yang dibuat oleh manusia untuk dilawankan dengan kata
benda alam, tetapi kemudian menunjuk pada ketrampilan (skill) dalam membuat barang
itu.

Techne semula merupakan seni yang bersangkut paut dengan tukang kayu yaitu
seseorang yang membuat barang-barang dari material kayu. Dengan demikian, kata itu
mengandung arti pekerjaan tukang. Dari techne kemudian lahirlah perkataan technikos
yang berarti seseorang yang memiliki suatu ketrampilan tertentu. Dengan berkembangnya
ketrampilan seseorang yang menjadi semakin mantap karena menunjukkan pola, langkah

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 57


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

atau urutan yang pasti, ketrampilan itu lalu menjadi teknik (technique). Teknik sejak
dahulu kala sudah dibedakan dari cara-cara manusia melakukan perbuatan yang lainnya,
karena bersifat purposive, rational step-by step way of doing things (cara melakukan
berbagai hal secara terarah rasional, langkah demi langkah). Selanjutnya teknik tidak lagi
terbatas pada kerajinan tukang kayu saja, melainkan meluas ruang lingkupnya sehingga
menyangkut semua hasil pekerjaan tangan sampai meliputi seluruh ketrampilan praktis
(practical arts) dari perkayuan hingga pertanian, persenjataan hingga kendaraan,
pengolahan material hingga pembuatan bangunan, dan terakhir sampai produksi barang-
barang pabrik. Perkataan technologia sesuai dengan kedua akar katanya berarti
pembicaraan atau ulasan mengenai berbagai seni dan kerajinan. Ketika dalam abad XVII,
lahir perkataan Inggris, technology, arti semula itu masih dipakai, yaitu technology berarti
discussion of the applied arts (suatu pembahasan tentang seni terapan). Bahkan
sampai awal abad berikutnya pengertian itu masih dianut misalnya pada buku yang
berjudul “Technology, A Description of Arts especially, the Mechanical” dari tahun 1706.
Baru kemudian secara berangsur-angsur mulai abad XVII technology tidak lagi semata-
mata berarti suatu pembahasan sitematik, pembicaraan atau perbincangan mengenai the
practical arts, melainkan berarti ketrampilan praktis itu sendiri. Oleh karena the practical
arts itu meliputi aneka ragam benda, cara, kemahiran, prosedur sampai teknik, maka
pengertian technology mengalami perluasan dalam denotasi maupun konotasinya. Dalam
kepustakaan sampai abad XIX orang berbicara tentang teknologi sebagai study tentang
ketrampilan praktis atau sebagai segenap practical arts sebagai kebulatan.
Pada permulaan abad XX ini istilah teknologi telah dipakai secara umum dan
merangkum suatu rangkaian sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan mesin-mesin.
Perluasan arti itu berjalan terus sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan
teknologi sebagai sarana atau aktivitas yang dipergunakan manusia untuk berusaha
mengubah atau menangani lingkungannya. Ini merupakan suatu pengertian yang amat luas
karena setiap sarana perlengkapan atau rumusan kegiatan manusia untuk menguasai
lingkungannya yang alamiah maupun cultural tergolong sebagai teknologi. 

Ilmu dan teknologi – Dewasa ini teknologi sebagai suatu kebulatan sudah
merupakan hal yang kompleks, sehingga tidak mengherankan bila dijumpai berbagai jenis
difinisi mengenai pengertian teknologi. Istilah teknologi itu sendiri mengalami perubahan
arti sesuai dengan konteks pemakaiannya untuk memperoleh gambaran tentang

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 58


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

perbedaan konsepsi-konsepsi mengenai teknologi. Selanjutnya akan dikemukakan


berbagai definisi teknologi untuk menunjukkan keanekaragaman konsepsi serta keluasan
perkembangan yang telah dicapai sampai sekarang. 

 Definisi-definisi tersebut antara lain dirumuskan sebagai berikut: 

a. For an appreciation of its social significance, howefer, technology should be defined, in its
broadest and deepest terms, as the human employment of any aid-physical or intellectual-
in generating structures, products or service that can increase man’s productivity throught
better understanding, adaptation to and control of  his environment. Lioyd V. Berkner &
Melwin Kranzberg, “Industry and Technology: introduction”. 1969. (Untuk menilai
keseluruhan makan kemasyarakatannya, teknologi harus didefinisikan dalam istilah-istilah
yang terluas dan terdalam sebagai usaha manusia dalam mempergunakan segala bantuan
fisik atau jasa-jasa yang dapat memperbesar produktivitas manusia melalui pemahaman
yang lebih baik, adaptasi dan control, terhadap lingkungannya). 

b. Technology should mean the study of those activities directed to the satisfaction of human
needs which product alterations in the material world. In the present work the meaning of
the term is extended to include the result of those activities. V. Gordon Childe, “Individual,
Society, and Technique., 1954. (Teknologi harus diartikan sebagai studi tentang aktivitas-
aktivitas yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam dunia materi. Dalam karya ini arti istilah itu
diperluas sehingga mencakup hasil-hasil dari aktivitas-aktivitas tersebut).

c. Technology: the organization of knowledge for the achievement of practical purpose.


Richard C. Dori. Technology, Society and man, 1974. (Teknologi : pengorganisasian
pengetahuan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis). 

d. Technology: the use of devices and systematic patterns of thought and activity to control
physical and biological phenomena in order to serve man’s desires with a minimum of
effort and a maximum of efficiency. Richard C. Dort, sumber seperti di atas (Teknologi :
penggunaan alat-alat dan pola-pola pikiran yang sistematis dan aktivitas untuk
mengembalikan fenomena fisis dan biologis, agar dapat memenuhi keinginan-keinginan
manusia dengan suatu usaha minimum dan suatu efisiensi maksimum). 

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 59


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Pengertian dilema ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perspektif transkultural


nursing.

Definisi Dilema IPTEK dalam Transkultural Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
 Segi-segi ini dibatasi agar di hasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya. Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan
praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan
sarana untuk menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungandan kenyamanan
hidup manusia. Sebagian beranggapan teknologi adalahbarang atau sesuatu yang baru.
Namun, teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala
kontemporer. Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri. Bila ditinjau dari makna kata,
transkultural berasal dari kata trans danculture, Trans berarti alur perpindahan, jalan lintas
atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang,
melintas,menembus, melalui. Cultur berarti budaya. Menurut Kamus Besar BahasaIndonesia
kultur berarti : kebudayaan, cara pemeliharaan, pembudidayaan.
Kepercayaan, nilai-nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatukelompok
dan diteruskan pada generasi berikutnya, Sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti akal budi, hasil dan adat istiadat. Dan
kebudayaan berarti: Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian danadat istiadat.
Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang digunakan untuk
menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi, transcultural dapat diartikan sebagai:
1. Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budayayang satu mempengaruhi budaya
yang lain.
2. Pertemuan kedua nilai-nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial,
Transcultural Nursingmerupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan.maupun kesamaan nilai-nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras,
yangmempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatankepada
klien / pasien ).

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 60


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Menurut Leininger ( 1991 ).2.1.1 Konsep TranskulturalKazier Barabara ( 1983 ) dalam


bukuya yang berjudulFundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan
bahwakonsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakankonfigurasi dari
ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputipengetahuan ilmu humanistic , philosopi
perawatan, praktik kliniskeperawatan , komunikasi dan ilmu social.
3. Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio-psycho-social-spiritual . Oleh
karenanya, tindakan perawatan harus didasarkan padatindakan yang komperhensif
sekaligus holistik.Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi
yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budayayang berupa norma, adat
istiadat menjadi acuan perilaku manusiadalam kehidupan dengan yang lain . Pola
kehidupan yang berlangsunglama dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat
manusia terikatdalam proses yang dijalaninya.
4. Keberlangsungaan terus menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu
nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku
yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi
keperawatan. ( cultural nursing approach ).

3. Pandangan, Perilaku dan Sikap Masyarakat terhadap Teknologi


Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara
segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia
mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau
dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. (Hoegniman, 2001). Berbagai macam jenis
teknologi diantaranya adalah teknologi kesehatan yaitu alat atau cara yang dipakai oleh
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan secara langsung maupun tidak
Iangsung.
Teknologi kesehatan tidak semuanya bisa diterima oleh masyarakat secara general,
McFarland dan Leininger (2002), ;mejelaskan tentang dilema dalam memperkenalkan ilmu
Pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan k'esehatan yakni. penolakan terhadap
pelayanan kesehatan baru dan penolakan terhadap birokrasimedisilmiah.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 61


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

1. Penolakan dalam masyarakat penerima pelayanan kesehatan baru.


Ada beberapa hal yang mendasari. adanya penolakam masyarakat dalam menerima
pelayanan kesehatan baru yaitu adanya model yang berlawanan dikotomi kognitif dan
penolakan masuk rumah sakit.
a. Model 'berlawanan’
Biasanya ada kecenderungan bahwa: pengobatan ilmiah itu bertolak belakang dengan
pengobatan tradisional. Pada model ini pandangam masyarakat berlawanan dengan anjuran
kesehatan, sehingga memungkinkan terjadi penolakan teknologi kesehatan yang akan
diaplikasikan pada pasien dan keluarga. Penolakan teknologi kesehatan tersebut bisa terjadi
terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan dan lainya. Pada model berlawanan ini antara
anjuran kesehatan dengan kepercayaan masyarakat mempunyai persepsi yang berbeda Dalam
perspektif medicin suatu tindakan dianjurkan untuk meyelamatkan jiwa pasien, sebaliknya
menurut keyakinan individu, keluarga dari masyarakat tindakan tersebut membahayakan.
 Gambaran kasus model berlawanan
Seorang pasien dengan inisial ibu H berusia 37 tahun, dirawat dengan diagnosa
perdarahan postpartum, data saat ini menunjukan bahwa masih terjadi perdarahan yang
mengakibatkan hemoglobin. (Hb) menurun, hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,4 Mg%,
tindakan yang harus Segera diaplikasikan untuk menyelamatkan jiwa ibu adalah memberikan
transfusi darah sampai Hb normal, dan selain terapi térsebut adalah diagnosa keperawatan
dengan rumusan resiko tinggi shok hipovolemik.
Beberapa reaksi masyarakat yang ménunjukan adanya model berlawanan pada kasus
diatas adalah: Masyarakat di Guatemala, darah dianggap sebagai suatu substansi yang tidak
dapat diperbaharui ataupun dihasilkan kembali. Akibat dari kepercayaan tersebut masyarakat di
daerah tersebut cenderung untuk menolak adanya transfusi darah. Kepercayaan atau agama
katholik dan islam, sebagian dari kelompokmasyarakat ini menolak transfusi dengan alasan
bertentangan dengan keyakinannya.
 Gambaran kasus model berlawanan di komunitas
Sekelompok penduduk di Afrika Selatan masyarakat menolak untuk dibuatkan WC
dengan alasan bahwa kotoran dapat digunakan sebagai sarana untuk menenung. Kasus lain
adalah hasil kajian mahasiswa pada praktik keperawatan komunitas didapatkan bahwa
sekelompok masyarakat-menolak. Penyuluhan kesehatan ketika ada wabah diare, menurut

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 62


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

kepala adat setempat wabah disebabkan salah satu penduduk, menebang pohon di hutan
terlarangan.
 Pembahasan kasus
Model berIawanan pada kasus diatas bisa dijelaskan bahwa. pembuatan jamban
keluarga berupa WC akan mengurangi penularan penyakit yang ditularkan melalui tinja, hal ini
adalah tindakan untuk pencegahan penyakit, tetapi masyarakat berperilaku sebaliknya bahwa
dengan tidak menampung tinja adalah sebuah pencegahan terjadinya suatu penyakit.
b. Dikotomi kognitif

Kepercayaan masyarakat yang .mempercayai bahwa ada .penyakit penyakit yang dapat
disembuhkan oleh dokter dan ada yang tidak, hal ini akan mengakibatkan sikap dan perilaku
yang kadang pendukung kesehatanya atau kadang merugikam kesehatanya. Dikotomi kognitif
ini menimbulkan berbagai perbedaan perilaku masyarakat, misalnya pada kasus penyakit yang
sama masyarakat akan mengambil tindakan yang berbeda, masyarakat akan menelusuri dari
mana asal sakit dan siapa yang sakit. Misalnya diare pada lelaki dewasa akan berbeda
penangananya dengan diare pada ibu menyusui.

 Gambaran kasus dikotomi kognitif

Pada sekeIompok masyarakat di daerah Tamil Nadu India masyarakat mengenal 2 jenis
diare bedhi dan dosham. Bedhi dianggap sebagai diare yang wajar sehingga penyembuhannya
dapat ditangani secarav medis, namun dosham adalah diare yang muncul akibat adanya polusi
ritual. Masyarakat menganggap séorang ibu yang sedang menyusui anaknya yang melihat
wanita Iain keguguran dapaI Inenimbulkan dosham. Karena adanya kepercayaan ini masyarakat
melakukan IIpacara ritual untuk menyembuhkan penyakit ini.

 Pembahasan kasus
Sebuah penyakIt yang terjadi pada individu yang bérbeda apabila penyebab dan
gejaIanya sama. maka menuruI sistern medis penatalaksanaannya sama tetapi berbeda dengan
anggapan yang disebut dIkotomI kognotif, menurut masyarakat.yan. mempunyuai keyakinan
tersebut akan menolak Pengobatan I’etapi harus Iiiilaksanakan upacara ritual.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 63


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

c. Penolakan masuk rumah sakit


Ada 3 haI yang membuat masyarakat tertentu menolak masuk rumah Sakit
Pertama masyarakat menganggap rumah sakit sebagai tempat untuk mati, ada tindakan
yang menakutkan, sehingga Sekelompok masyarakat tidak memIIIh rumah sakit sebagai
.tempat penyebuhan penyakitnya. Kedua, adanya . pertentangan antara perawatan medis
dengan . perawatan secara tradisional hal ii, membuat, masyarakat takIIt tidak bisa
terpenuhi kegiatan tradisionalnya Misalnya pembuangan ari-ari atau placenta, dalam adat
suku jawa di Indonesia ari-ari biasanya dibawa pulang untuk dikubur atau dilarung yaitu
dihanyutkan di sungai. Namun, di beberapa rumah sakit di negara barat ari-ari biasanya
diambiI untuk dijadikan sebagai bahan obat dan kosmetik.Ketiga, rumah sakit biasanya
identik dengan biaya mahal, sehingga oang memilihtidak masuk rumah sakit dengan alasan
tidak mempunyai biaya.
d. Persepsi berbeda tentang tingkah laku peranan
Ketika seorang tenaga kesehatan sedang mengkaji masalah pasien atau
memberi pengobatan pada pasien, misalnya Seorang dokter yang sedang berdinas, dokter
dianggap seseorang otoriter yangmemiliki hak untuk mengajari pasien tentang apa yang
harus dan yang tidak boleh dilakukan sehingga keputusan ada di tangan dokter. Dilain pihak
keluarga dianggap orang yang paling berhak dalam membuat keputusan. Akibatnya ada
pertentangan antara peran dokter dengan peran keluarga. Demikian juga tenaga kesehatan
Iain seperti perawat yang berada di samping pasien selama 24 jam, Perawat selalu membuat
keputusan tindakan keperawatan untuk pasien sehingga pasien di tatanan manapun seperti
tidak punya hak untuk membuat keputusan.
 Gambaran kasus tentang tingkah laku peran
Bapak Asmoro banguni beruasia 45 tahun, dirawat dengan xerosis hepatitis, bapak
Asmoro menderita kekurangan albUmin dalam tubuhnya akibat pengerasan hati dan bendungan
vena cava. Tanpa kesepakan dan penjelasan dengan keluarga dokter memutuskan memberikan
transfusi albumin pada pasien. Keluarga menolak keputusan tersebut dengan alasan tidak
mernpunyai biaya dikarenakan albumin mahal.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 64


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

e. Pengobatan, pencegahan dan konsep memelihara


Dalam budaya barat ada satu ungkapan yang terkenal’an apple a day keeps the
doctor away’. Ungkapan tersebut melahirkan konsep imunisasi. Namun masyarakat
tradisionai sering mengindentikkan imunisasi sebagai medis gaya barat akhirnya terjadi
penolakan. Pendapat teoritisidari ilmu medisin menyatakan bahwa mereka tidakmenyadari
bahwa imunisasi adalah penang sebagai tindakan preventif.
Konsep Imunisasi saat ini masih beIum diterima dari berbagai kalangan dengan
berbagai alasan, bahkan ada beberapa aliran agama dan kepercayaan yang menolak
imunisasi sebab hal tersebut bertentangan dengan keyakinanya.
2. Penolakan dalam birokrasi medis ilmiah
Masyarakat,menolak teknologi kesehatan bisa berupa birokrasi dalam pelayanan
kesehatan, birokrasi ini disebut teknologi karena, dianggaphal yang canggih dalam pelayanan
kesehatan. Menarut Mc Farland dan Leininger (2002), penolakan tersebut bisa disebabkan oleh
beberapa haI diantaranya adalah:
a. Asumsi kepercayaan yang keIiru
Banyak perencanaan nasional diaIasarkan atas asumsi bahwa cara-cara yang berhagidi
negara-negara barat pasti berhasil demikian. juga bila diaplikasikan padanegara-negara
berkembang. Para petugas kesehatan, yang begrgerak, dalam bidang ini seringkali Iupa bahwa
mengubah kebudayaan dan pola pikir suatu masyarakat tidaklah mudah. Suatu contoh prosedur
pelayanan kesehatan rawat jalan di Cina di rumah sakit Huang Chou semua sudah on line,tidak
banyak menggunakan kertas dokter iangsung memberikan penawaran resep berupa obat kimia
ataII tradisional setelah melihat data pasien dari komputer hasil pengkajian perawat secara on
line Birokrasi ini Inasih suiit diaplikasikan pada negara berkembang.
b. Pengobatan klinis versus pencegahan
Masyarakat biasanya lebih menyukai pengobatan yang bersifat kuratif daripada
tindakan preventif. Hal inidikaitkan dengan financial. Tindakan kuratif biasanya lebih murah dan
tidak berkala, sebaliknya tindakan preventif biasanya mahal dan harus berkala. Misalnya
asuransi kesehatan banyak diikuti oleh masyarkat dengan ekonomi menengah keatas.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 65


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

c. Prioritas pribadi dari para petugas kesehatain


Sringkali para petugaS keSehatan bearasumsi. bahwa prioritas pribadi mereka adalah
yang merupakan prioritas kelompok sasaran pula. Di Amerika WalaupUn frekuensi kanker leheri
rahim dikalangan Wanita sudah tinggi pada kenyata‘annya masih banyak yang enggan
melakukan uIi Pap (Pdp smear test) Ternyata hal ini disebabkan wanitawanita tersebut
cenderung memprioritaskan hal-hal sepertI: kuitansi bahan pangan, anak-anak yang tidak maju
sekolah, remaja yang boios sekolah bahwa apa yang diprioritaskan oleh petugas kesehatan
tidaklah sama dengan apa yang diprioritaskanpieh kelompok sasaran.
d. Asumsi keliru mengenai pengarnbilan keputusan
Para petugas kesehatan yang bertugas dinegara-negara yang sedang berkembang
berasumsi bahwa pasien sendirilah yang membuat keputusan mengenai pertolongan medis
yang dicarinya. Kennyataannya dinegaranegara tersebut keputusan medis biasanya merupakan
keputusan kelompok. contoh: sosialisasi Keluarga Berencana 'KB di Indonesia. WalaLaupun
sasarannya ditujukan bagi ibu-ibu rumah tangga pada kenyataannya para ib'uibu tersebut haruS
meminta ijin para suami dalam keikutsertaan program KB‘ tersebut. Maka penting juga bagi
petugas kesehatan untuk mensoSialisasikan program ini kepada semua pihak Seperti: para
suami orang tua dan mertua.
e. Kekurangan dalam pelayanan kesehatan
Masyarakat biasanya kurang percaya terhadap pelayanan kesehatan baru karena
beberapa halz seperti obat-obatan yang kurang konsiSten pemilihan Obat yang kurang teliti dan
petugas yang kurangmengoasai bahaSa masyarakat Seternpat serta propOrsi tenaga kesehatan
masyarakat yang Sakit tidak seimbang.
f. Konflik peranan profesional
Banyak kelmpok profeSIonalyang mengalamidilema etik. Di satu sisi mereka dituntut
untuk memberikan bantuan bagi mereka yang membutuhkan sementara di sisi lain. mereka juga
dibatasi oleh badan-badan peraturan yang membedakan antara para klien yang layak dan
tidaklayak dilayani.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 66


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

4. Pengkajian yang berhubungan dengan Teknologi

Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkah manusia untuk memilih


atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah daiam pelayanan kesehatan. Berkaitan
dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi
kiien tentang penggunaaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan
kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan, persepsi sehat-sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan. Alasan klien tidak mau opeIasi dan klien
memilih pengobatan alternatif. Klien mengikuti tes laboratorium darah dan memahami
makna hasil tes tersebut.

Beberapa hal yang perlu dikaji tentang teknologi adalah :

1. Menurut pasien apakah teknologi kesehatan itu?


2. Bagaimanakah persepsi pasien terhadap teknologi kesehatan?
3. Adakah pantangan pasien terhadap teknologi kesehatan? Menyangkut waktu, alat dan
tempat.
4. Pernahkah pasien mengenai teknologi kesehatan?
5. Tahukah pasien Inanfaat teknologi kesehatan?
6. Bagaimanakah kebiasaan pasien menggunakan berbagai teknologi selain teknologi
kesehatan.

5. Penolakan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan teknologi

Beberapa hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa perspektif seseorang terbentuk


oleh nilai ‘Spesifik dan keyakinan tertentu yang berakar pada budaya tertentu dan sub
budaya tertentu memungkinkan‘penilaian objektif dari praktek berbeda yang digunakan
orang untuk meningkatkan kesehatan dan melakukan koping terhadap penyakit (Purnell dan
Pauianka, 2003). Apakah mereka paham atau tidak, orang memiliki alasan dalam
berperilaku. Misalnya, mereka bisa menolak memberikan darah karena keyakinan bahwa ini
dapat, digunakan untuk ilmu sihir seperti yang secara tradisional diyakini di masyarakat Asia,
bahwa darah mengandung kepribadian.

Beberapa pasien mempunyai persepsi bahwa rusaknya kepribadian bisa diakibatkan


melalui pertukaran darah atau organ lain seperti transplatasi jantung, ginjal dansebagainya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 67


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Keyakinan itulah maka seorang yang harus menjalani transplatasi akan menolak tindakan
tersebut. Penolakan tindakan itulah yang disebut dengan penolakan ipteks Beberapa contoh
dalam penolakan iptek selain transplantasi adalah penolakan tindakan medis seperti
pemeriksaan USG (ultrasonografi), pemasangan ventilator, tindakan pembedahan
dansebagainya.

 Contoh gambaran kasus penolakan iptek


Di sebuah ruang rawat inap penyakit dalam nona Jhiny (21 tahun), beragama islam
dirawat dengan diagnosa medis BrPn (Bronchopneumonia), pasien saat ini sesak nafas dengan
RR 28x/mt, aktifitas pasien terbatas karena Ietih yang disebabkan antara oksigen suplay dalam
sel dan demam tidak seimbang. Jhiny sudah lama sakit sehingga berat badannya tidak sesuai
yaitu 40 kg. Pada ship pagi itu John adalah perawat yang bertanggung jawab pada kasus nona
Jhiny, pagi itu John akan melakukan pemeriksaan jantung dengan memasang
Electrocardiography atau EKG. Pasien Jhiny menolak dengan alasan bahwa tidak diizinkan
menyentuh atau melihat bagian tubuh Jhiny apabila berbeda jenis kelamin, dia tidak mau
melakukan karena bertentangan dengan keyakinanya.
 Pembahasan Kasus
Kasus diatas adalah sebuah contoh penolakan iptek ketika dilakukan pengkajlan keperawatan.
Perawat akan mengkaji fungsi pemeriksaan EKG. Penolakan tersebut disebabkan karena
keyakinan pasien. Keyakinan merupakan Iingkup keperawatan transkultural, EKG merupakan
aplikasi teknologi dalam keperawatan. Penatalaksanaan perawat professional dalam
menghadapi masalah pada kasus nona Jihni tersebut akan dibahas Iebih Ianjut pada bab proses
keperawatan transkultural

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 68


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Teknologi kesehatan yaitu alat atau cara yang dipakai oleh tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan secara langsung maupun tidak langsung.
2. Beberapa hal yang mendasari adanya penolakan masyarakat dalam menerima pelayanan.
kesehatan baru diantaranya yaitu model yang berlawanan, dikotomi kognitif dan penolakan
masuk rumah sakit.
3. Hal-hal yang menjadi penyebab penolakan dalam birokrasi medis ilmiah diantaranya adalah
asumsi kepercayaan yang keliru, pengobatan klinis versus pencegahan prioritas pribadi dari para
petugas kesehatan asumsi keliru mengenai pengambilan keputusan, kekurangan dalam
pelayanan kesehatan konflik peranan professional.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 69


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI

1. Apa definisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ?


2. Ada beberapa hal yang mendasari adanya penolakan masyarakat dalam menerima
pelayanan kesehatan baru. Coba sebutkan dan jelaskan hal-hal yang mendasari adanya
penolakan masyarakat dalam menerima pelayanan kesehatan baru tersebut ?
3. Bagaimana pandangan, perilaku dan sikap masyarakat terhadap Teknologi ?
4. Sebutkan beberapa hal yang menyebabkan adanya penolakan dalam birokrasi medis
ilmiah ?
5. Silahkan berikan contoh penolakan iptek yang anda jumpai ketika anda praktik klinik di
rumah sakit ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 70


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
8

KONSEP KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Konsep utama dan pengertian keperawatan tanskultural.


2. Menjelaskan Tujuan keperawatan transkultural.
3. Menjelaskan Paradigma keperawatan transkultural.

Pokok Bahasan :

Konsep Keperawatan Transkultural

Sub Pokok Bahasan :

1. Jelaskan Konsep utama dan pengertian keperawatan tanskultural.


2. Jelaskan Tujuan keperawatan transkultural.
3. Jelaskan Paradigma keperawatan transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 71


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

URAIAN MATERI

KONSEP KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

1. Konsep Utama dan Pengertian Keperawatan Transkultural

Leiningar (2002),beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal


dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yg kemudian teori ini dipakai sebagai
pedoman untuk mencari kultur care yg akan diaplikasikan. Adapun definisi tersebut
adalah :

1. Human caring secara umum dikatakan sbg sgla sesuatu yg berkaitan dgn dukungan dan
bimbingan pd manusia yg utuh, hal ini merujuk pd bgmn cara mensuport, memfasilitasi
diri sendiri atau orang lain dalam meningkatakan kesehatan, gaya hidup atau kematian.

2. Culture adalah berkenaan dengan mempelajari, membagi, dan transmisi nilai,


kepercayaan, norma dan praktek kehidupan dari sebuah kelompok yg dpt menjadi
tuntunan dalam berfikir, mengambil keputusan, bertindak dan berbahasa.

3. Culture Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui


nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang mana membimbing, mendukung atau memberi
kesempatan individu lain atau kelompok untuk memepertahankan kesehatan,
meningkatkan kondisi kehidupan atau kematian serta keterbatasan.

4. Culture care universality berkenaan dengan hal umum, merupakan bentuk pemahaman
terhadap pola, nilai atau symbol dari perawatan yg mana kultur mempengarui
kesehatan atau memperbaiki kondisi manusia.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 72


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

 Teori Transkultural

1. Pengertian

teori Leininger berasal dari disiplin ilmu antropologi, Leininger mendefinisikan


“Transkultural nursing” sbg area yg luas dalam keperawatan yg mana berfokus pd
komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan sub kultur dgn menghargai perilaku
caring , nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dengan pola tingkah laku dengan
tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yg spesifik
Tujuan dari transcultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi
terhadap perbedaan kultur. Hal ini berarti perawat yg professional memiliki
pengetahuan dan praktek yg berdasarkan kultur secara konsep perencanaan dan untuk
praktek.

2. Tujuan Keperawatan Transkultural


a) Membantu keluarga dengan budaya yang berbeda-beda untuk mampu memahami
kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan dan kesehatan.
b) Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian asuhan
keperawatan pada keluarga melalui pengkajian gaya hidup, keyakinan tentang
kesehatan dan praktik kesehatan klien.
c) Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitive terhadap
kebutuhan klien akan menurunkan kemugkinan stress dan konflik karena
kesalahpahaman budaya.

3. Paradigma Kepereawatan transkultural

Paradigma keperawatan transkultural adalah cara pandang, persepsi, keyakinan,


nilai-nilai dan konsep-konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap konsep sentral, yaitu manusia, keperawatan,
kesehatan dan lingkungan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 73


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

A.    Manusia

Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nolai dan norma-
norma yang diyakini berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan.
Menurut leininger (1984), manusia mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan
budayanya setiap saat dan dimana saja dia berada.

Klien yang dirawat di rumah sakit harus belajar budaya baru ,yaitu budaya
rumah sakit, selain membawa budayanya sendiri.Klien secara aktif memilih budaya dari
lingkungan, termasuk dari perawat dan semua pengunjung di rumah sakit.klien yang
sedang dirawat belajar agar cepat pulih dan segera pulang ke rumah untuk memulai
aktivitas hidup yang lebih sehat.

B.     Kesehatan

Kesehatan adalah keseluruhan aktivitas yang dimiliki klien dalm mengisi


kehidupanya, yang terletak pada rentang sehat sakit (Leininger , 1978).Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilaI, pola kegiatan yang dalam konteks budaya digunakan
untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang atau sehat, yang dapat diamati
dalam aktivitas sehari-hari (Andrew & Boyle, 1995). Kesehatan menjadi fokus dalam
interaksi antara perawat dan klien.

Menurut Depkes (1999), sehat adalah keadaan yang memungkinkan seorang


produktif. Klien yang sehat adalah yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan
produktif. Produktif bermakna dapat menumbuhkan dan mengembangkan kualitas
hidup secara optimal. Klien memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memfungsikan
diri sebaik mungkin di tempat ia berada.

Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama ,yaitu ingin mempertahankan
keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Leininger, 1978). Asuhan
keperawatan yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan klien memilih
secara aktif budaya yang sesuai dengan status kesehatannya. Untuk memilih secara aktif
budaya yang sesuai dengan status kesehatannya, klien harus mempelajari lingkunganya.
Sehat yang akan dicapai adalah kesehatan yang holistik dan humanistik karena
melibatkan peran serta klien yang lebih dominan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 74


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

C.     Lingkungan

Lingkungan adalah keseluruhan fenomena yang mempengaruhi


perkembangan ,keyakina,dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehiduapan klien dan budayanya.Ada tiga bentuk lingkungan yaitu lingkungan
fisik ,sosial, dan simbolik (Andrew & Boyle, 1995). Ketiga bentuk lingkungan tersebut
berinteraksi dengan diri manusia membentuk budaya tertentu.

Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau lingkungan yang diciptakan oleh
manusia, seperti daerah khatulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim tropis
(Andrew & Boyle, 1995). Lingkungan fisik dapat membentuk budaya tertentu, misalnya
bentuk rumah di daerah panas yang mempunyai banyak lubang, berbeda dengan
bentuk rumah orang Eskimo yang hampir tertutup rapat (Andrew & Boyle, 1995).
Daerah pedesaan atau perkotaan dapat menimbulkan pola penyakit tertentu, seperti
infeksi saluran pernafasan akut pada balita di Indonesia lebih tinggi di daerah perkotaan
(Depkes, 1999). Bring (1984 dalam Kozier & Erb, 1995) menyatakan bahwa respon klien
terhadap lingkungan baru, misalnya rumah sakit dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini klien.

D.    Keperawatan

Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien
dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit (Andrew & Boyle, 1995).  Asuhan
keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan kepada klien sesuai latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan
ditujukan memandirikan sesuai dengan budaya klien. Asuhan keperawatan diberikan
sesuai dengan karakteristik ruang lingkup keperawatan, dikelola secara profesional
dalam konteks budaya klien dan kebutuhan asuhan keperawatan  Strategi yang
digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan atau mempertahankan
budaya, mengakomodasi atau menegosiasi budaya dan mengubah atau mengganti
budaya klien  (Leininger, 1984).

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 75


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

a. Cara 1 : Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan


dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolah
raga setiap pagi.
b. Cara 2 : Negosiasi budaya yaitu intervensi dan implementasi keperawatan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatannya. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien yang sedang hamil
mempunyai pantangan makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
c. Cara 3 : Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatannya. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Seluruh perencanaan dan implementasi
keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya dipandang
sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 76


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan  yang


difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku
sehat sesuai dengan latar belakang budaya.
2. Leiningar (2002),beberapa asumsi yang mendasari konsep transcultural berasal dari hasil
penelitian kualitatif tentang kultur, yg kemudian teori ini dipakai sbg pedoman untuk
mencari kultur care yg akan diaplikasikan.
3. Paradigma keperawatan transkultural adalah cara pandang, persepsi, keyakinan, nilai-nilai
dan konsep-konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar
belakang budaya terhadap konsep sentral, yaitu manusia, keperawatan, kesehatan dan
lingkungan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 77


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI
1. Jelaskan Konsep utama dan pengertian keperawatan tanskultural.
2. Sebutkan Tujuan keperawatan transkultural.
3. Sebutkan Paradigma keperawatan transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 78


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
9

TEORI TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Pengertian Teori Transkultural.


2. Menyebutkan Tujuan dan Manfaat Teori Transkultural.
3. Menjelaskan Model Keperawatan Transkultural Leininger.

Pokok Bahasan :
Teori Transkultural.

Sub Pokok Bahasan :


1. Jelaskan Pengertian Teori Transkultural.
2. Sebutkan Tujuan dan Manfaat Teori Transkultural.
3. Jelaskan Model Keperawatan Transkultural Leininger.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 79


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

URAIAN MATERI

TEORI TRANSKULTURAL

1. Pengertian Teori Transkultural


teori Leininger berasal dari disiplin ilmu antropologi, Leininger mendefinisikan
“Transkultural nursing” sbg area yg luas dalam keperawatan yg mana berfokus pd
komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan sub kultur dgn menghargai perilaku
caring , nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dengan pola tingkah laku dengan
tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yg spesifik

2. Tujuan dan Manfaat Teori Transkultural


 Tujuan Teori Transkultural :
Tujuan dari teori transkultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi
terhadap perbedaan kultur. Hal ini berarti perawat yg professional memiliki pengetahuan
dan praktek yg berdasarkan kultur secara konsep perencanaan dan untuk praktek.

 Manfaat Teori Transkultural :


Mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman
keperawatan transcultural  dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan
keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring
diberikan  kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan
fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara  kultur satu
tempat dengan tempat lainnya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 80


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

3. Model Keperawatan Transkultural Leininger


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit
(Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini.
1. Care   : perawat memberikan bimbingan dukungan kepada klien  untuk meningkatkan kondisi
klien
2. Caring  : tindakan  mendukung, berbentuk aksi atau tindakan  
3. Culture  : perawat mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang kepercayaan dan
budaya klien
4. Cultural care  : kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, norma/ kepercayaan
5. Nilai kultur   : keputusan/kelayakan  untuk bertindak
6. Perbedaan kultur  : berupa variasi-variasi pola nilai yang ada di masyarakat
mengenai   keperawatan
7. Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan budaya
8. Etnosentris  : keyakinan ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari yang lain
9. Cultural Imposion  :  kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan kepercayaan kepada klien
Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew
and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan mulai dari :
1. Tahap Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 81


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

 Gambar Model matahari terbit (Sunrise Model) oleh Leiningher

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 82


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Perawat yang profesional memiliki pengetahuan dan praktik yang berdasarkan kultur secara
konsep perencanaan untuk mengaplikasikan praktik keperawatan.
2. Keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staf,
dan kelompok lain.
3. Perbedaan kultur dlam keperawatan kultur adalah variasi dari pengertian pola, nilai atau simbol
dari perawatan, kesehatan atau untuk meningkatkan kondisi manusia, jalan kehidupan atau
untuk kematian.
4. Perawat yang profesiaonal memiliki pengetahuan dan praktek yang berdasarkan kultur secara
konsep perencanaan dan untuk praktek.
5. Model Keperawatan Transkultural merupakan model konsep dari Leininger yang berupa sunrise
sebagai dasar dalam asuhan keperawatan budaya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 83


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI
1. Apakah yang dimaksud dengan pengertian teori transkultural ?
2. Apakah tujuan dan manfaat teori keperawatan transkultural ?
3. Dikenal dengan sebutan apakah Model Keperawatan Transkultural Leininger ?
4. Coba jelaskan Model keperawatan transkultural Leininger ?
5. Mengapa perlu model konsep Leininger ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 84


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
10

KOMUNIKASI LINTAS
BUDAYA

TUJUAN
PEMBELAJARA
N
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Teori Komunikasi antar Budaya.


2. Menjelaskan Karakteristik Komunikasi lintas Budaya.
3. Menjelaskan Penggunaan Bahasa.
4. Menjelaskan Prinsip-prinsip Komunikasi antar Budaya.
5. Menyebutkan Factor-faktor Komunikasi Lintas Budaya

Pokok Bahasan :

Proses Keperawatan Transkultural

Sub Pokok Bahasan :

1. Jelaskan Teori Komunikasi antar Budaya.


2. Karakteristik Komunikasi lintas Budaya.
3. Jelaskan Peggunaan Bahasa.
4. Jelaskan Prinsip-prinsip Komunikasi antar Budaya.
5. Sebutkan Factor-faktor Komunikasi Lintas Budaya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 85


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

URAIAN MATERI

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

1. Teori Komunikasi antar Budaya.

Budaya atau kebudayaan sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia


dalam masyarakat, dimana ada masyarakat disitu pasti ada budaya atau kebudayaaan.
Budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu Buddhayah yang berarti budi atau akal
sehingga dapat diartikan bahwa budaya merupakan hasil budi atau cipta karya manusia.

Budaya dapat pula diartikan sebagai cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama sebagai suatu warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Selo
sumardjan dan Solaeman Soemardi mengatakan bahwa kebudayaan adalah sarana hasil
karya dan cipta masyarakat. Sehingga dalam hal ini kbudayaan, manusia dan masyarakat
adalah hal yang tak terpisahkan.

lebih lanjut seorang peneliti bernama Hosftede berhasil merumuskan enam


dimensi budaya yang ia peroleh dari penelitianya di 50 negara berbeda. Perkembangan
kebudayaan dan kehidupan manusia serta hubungan kelompok manusia (masyarakat)
dengan kelompok manusia lain. Hubungan tersebut masing masing membawa
kebudayaannya sendiri dan menimbulkan sebuah interaksi baru diantara keduanya yaitu
komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya merupakan suatu peristiwa
komunikasi dimana mereka yang terlibat didalamnya berasal dari latar belakang yang
berbeda.

Samavor dan porter menjelaskan bahwa komunikasi antar budaya terjadi


manakala bagian yang terlibat dalam komunikasi tersebut membawa latar belakang
budaya yang berbeda. Perbedaan tersebut meliputi keyakinan, tata nilai pengetahuan
dan pengalaman yang mencerminkan sebagai suatu yang dianut oleh kelompoknya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 86


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Berikut adalah teori – teori komunikasi antar budaya, diantaranya :


1. Teori Kecemasan dan Ketidakpastian
Teori ini dikembangkan oleh William Gudykunts yang memfokuskan pada
perbedaan budaya antar kelompok dan orang asing. Ia menjelaskan bahwa teorinya ini
dapat digunakan dalam segala situasi dan kondisi berkaitan dengan terdapatnya perbedaan
diantara keraguan dan ketakutan. Gudykunts berpendapat bahwa kecemasan dan
ketidakpastianlah yang menjadi penyebab kegagalan komunikasi antar kelompok.  lebih
lanjut ia menjabarkan bahwa terdapat enam konsep dasar dalam teorinya ini yaitu : Konsep
diri, berkaitan dengan meningkatnya harga diri ketika seseorang berinteraksi dengan orang
lain akan menghasilkan kemampuan meningkatkan kecemasan.

Motivasi berinteraksi dengan orang asing, berkaitan dengan peningkatan kebutuhan


diri untuk masuk dalam kelompok. Ketika seseorang berinteraksi dengan orang asing,
interaksi tersebut akan meningkatkan kecemasan.

Reaksi terhadap orang asing, berkaitan dengan peningkatan menerima informasi,


toleransi dan empati terhadap orang asing akan meningkatkan kemampuan seseorang
untuk memprediksi perilaku orang asing tersebut.

Kategori sosial orang asing, berkaitan dengan peningkatan kesamaan personal


diantara kita dengan orang asing. Tujuannya adalah meningkatkan kemampuan
memprediksi perilaku mereka secara akurat serta kemampuan mengelola kecemasan begitu
pula sebaliknya.

Proses Situasional, berkaitan dengan peningkatan situasi informal dimana kita


berinteraksi dengan orang asing. Dengan tujuan akan meningkatkan kemampuan kita dalam
mengelola kecemasan serta meningkatkan kepercayaan diri kita terhadap mereka.

Koneksi dengan orang asing, berkaitan dengan peningkatan ketertarikan, hubungan


dan jalinan kerja dengan orang asing. Dengan tujuan akan menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kepercayaan pada diri kita.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 87


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2.Teori Negosiasi Wajah

Teori yang di kemukakan oleh Stella Ting-Toomey ini menjelaskan bagaimana


perbedaan-perbedaan dari berbagai budaya dalam merespon berbagai konflik yang dihadapi. Ia
berpendapat bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu mencitrakan dirinya didepan
publik, hal tersebut merupakan cara baginya agar orang lain melihat dan memperlakukannya.

Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa wajah bekerja merujuk pada pesan verbal dan non
verbal yang membantu menyimpan rasa malu, dan menegakkan muka terhormat. Dalam hal ini,
identitas selalu dipertanyakan, kecemasan dan ketidakpastian yang disebabkan konflik membuat
kita tak berdaya dan harus menerima.

Terkait dengan hal tersebut, dalam teori ini juga dijelaskan lima model dalam
pengelolaan konflik yang meliputi :

1. Avoiding (penghindaran), yaitu berkaitan dengan upaya untuk menghindari berbagai macam


konflik yang dimungkinkan terjadi.
2. Obliging (keharusan), yaitu berkaitan dengan keharusan untuk menyerahkan keputusan
pada kesepakatan bersama.
3. Comproming, berkaitan dengan saling memberi dan menerima segala sesuatu agar sebuah
kompromi dapat tercapai.
4. Dominating, berkaitan dengan dominasi salah satu pihak dalam penanganan suatu masalah.
5. Integrating, berkaitan dengan penanganan secara bersama-sama terhadap suatu masalah.

3.Teori Kode Bicara

Gerry Phillipsen dalam teorinya ini berusaha menjelaskan bagaimana keberadaan kode


bicara dalam suatu budaya. Dan juga bagaimana kekuatan dan dan substansinya dalam sebuah
budaya. Lebih lanjut ia menjelaskan kiranya terdapat lima proporsi dalam teori ini yaitu :

1. Dimanapun ada budaya, disana pasti ada kode bahasa yang menjadi ciri khas.
2. Sebuah kode bahasa mencangkup sosiologi budaya, retorika dan psikologi budaya.
3. Pembicaraan yang signifikan bergantung pada kode bicara yang digunakan pembicara dan
pendengar untuk mengkreasikan dan menginterprestasi komunikasi mereka.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 88


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Karakteristik Komunikasi lintas Budaya.


Adapun karakteristik komunikasi lintas budaya adalah sebai berikut :
1. Ada dua atau lebih kebudayaan yang terlibat dalam komunikasi.
2. Ada jalan atau tujuan yang sama yang akhirnya menciptakan komunikasi itu.
3. Komunikasi Lintas budaya menghasilkan kuntungan dan kerugian diantara dua budaya
atau lebih yang terlibat.
4. Komunikasi lintas budaya dijalin baik secara individu anggota masyarakat maupun dijalin
secara berkelompok atau dewasa ini dapat dilakukan melalui media.
5. Tidak semua komunikasi lintas budaya menghasilkan feedback yang dimaksud, hal ini
tergantung kepada penafsiran dan penerimaan dari sebuah kebudayaan yang terlibat,
mau atau tidaknya dipengaruhi.
6. Bila dua kebudayaan melebur karena pengaruh komunikasi yang dijalin maka akan
menghasilkan kebudayaan baru, dan inilah yang disebut akulturasi.

7. Peggunaan Bahasa.

Setiap insan manusia yang lahir ke dunia dikaruniai oleh Yang Maha Pencipta
dengan kompetensi bahasa, yang merupakan pengetahuan seseorang mengenai kaidah-
kaidah bahasa yang menjadi masalah terutama para guru bahasa ialah bagaimana cara
memupuk serta meningkatkan kompetensi tersebut sehingga dapat membuahkan
perfomansi (penggunaan aktual baahsa dalam situasi-situasi nyata) yang baik sehingga
insan pembelajar dapt terampil berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.

Kompetansi kumulatif adalah kemampuan untuk menerapkan kaidah-kaidah


gramatikal suatu bahasa untuk mebentuk kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal
untuk mengetahui apabila dan di mana menggunakan kalimat-kalimat tersebut dan kepada
siapa. Kompetensi kumulatif ini meliputi:

a. Pengetahuan mengenai tatabahasa dan kosa kata bahasa yang bersangkutan.


b. Penetahuan mengenai kaidah-kaidah berbicara (yaitu mengetahui bagaimana memulai dan
mengahiri percakapan, mengetahui topik-topik apa yang mungkin dibicarakan dalam

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 89


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

berbagai tipe peristiwa-bicara, mengetahui bentuk-bentuk sapaan yang seharusnya dipakai


kepada teman kita berbicara dan dalam berbagai situasi).
c. Mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memberi respon terhadap berbagai tipe
tindak-tutur, seperti meminta, memohon, meminta maaf, mengucapkan terima kasih, dan
mengundang orang.
d. Mengetahui bagaimana cara menggunakan bahasa secara tepat dan memuaskan.

Dengan demikian maka apabila seseorang ingin berkomunikasi dengan orang lain,
maka dia harus mengenali latar belakang sosial, hubungannya dengan orang lain, dan tipe-
tipe bahasa yang dapat dipergunakan bagi kesempatan tertentu. Dia juga harus mampu
mengintropeksikan, menafsirkan kalimat-kalimat tulis atau lisan di dalam keseluruhan
konteks tempatnya.

8. Prinsip-prinsip Komunikasi antar Budaya.

Berikut ini prinsip-prinsip komunikasi antar budaya yang dapat di ketahui, sebagai


berikut:

1. Relativitas Bahasa.

Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak
disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920an dan disepanjang
tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kita.
Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik semantik
dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan
berpikir tentang dunia.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 90


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Bahasa sebagai cermin budaya.


Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan
komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat non verbal. Makin besar
perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit
komunikasi dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan
komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham, makin
banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
3. Mengurangi Ketidakpastian.
Makin besar perbedaan antar budaya, makin besarlah ketidakpastian dam
ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi
ketidakpastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan
menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidakpastian dan ambiguitas yang lebih besar ini,
diperlukan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan untuk
berkomunikasi secara lebih bermakna.
4. Kesadaran diri dan perbedaan antar budaya.
Makin besar perbedaan antar budaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness)
para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif.
Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita
mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini
membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
5. Interaksi awal dan perbedaan antar budaya.
Perbedaan antar budaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara
berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab.
Walaupun selalu terdapat kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain,
kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antar budaya.
6. Memaksimalkan hasil interaksi.
Dalam komunikasi antar budaya terdapat tindakan-tindakan yang berusaha
memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi mengisyaratkan implikasi yang penting
bagi komunikasi antar budaya. Pertama, orang akan berintraksi dengan orang lain yang
mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Kedua, bila mendapatkan hasil yang
positif, maka pelaku komunikasi terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi. Bila
memperoleh hasil negatif, maka pelaku mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 91


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Ketiga, pelaku membuat prediksi tentang perilaku mana yang akan menghasilkan hasil
positif.

5. Factor-faktor Komunikasi Lintas Budaya.

Ketika seorang perawat berinteraksi dengan klien berbeda latar belakang budayanya
dengan perawat maka dapat dikatakan proses komunikasi lintas budaya atau cross-cultural
communication. (Andrews dan Boyle, 2003), karena itu beberapa factor yang perlu
dipertimbangkan dalam komunikasi lintas budaya antara lain :

a. Komunikasi dengan anggota keluarga dan orang lain yang berkepentingan


Adalah penting untuk mengetahui keluarga klien, struktur hubungan darah dan
mengidentifikasi siapa yang menurut pasien penting dalam perawatannya dan
bertanggung jawab akan pembuatan kepuusan yang akan mempengaruhi
perawatan kesehatan mereka.
b. Pandangan budaya dalam hal kedekatan
Seberapa dekat klien dengan perawat ditentukan oleh latar belakang budaya klien.
Interaksi yang terjadi bias beragam mulai dari informal sampai yang formal sekalipun.
c. Komunikasi nonverbal
Komunikasi nonverbal terdiri dari keheningan, kontak mata, sentuhan, ruang dan jarak,
jenis kelamin dan jender. Setiap budaya memiliki interpretasi yang berbeda tentang
keheningannya. Sejauh mana seorang dituntut untuk mengadakan kontak mata juga
ditentukan oleh budaya. Di sisi lain seberapa dekat berbicara dengan orang lain juga
dipengaruhi oleh budaya. Dengan kata lain penggunaan ruang dan jarak dalam
melakukan interaksi dengan orang lain tidak dapat lepas dari pengaruh budaya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 92


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Budaya atau kebudayaan sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia dalam
masyarakat, dimana ada masyarakat disitu pasti ada budaya atau kebudayaaan. Budaya
berasal dari bahasa sansekerta yaitu Buddhayah yang berarti budi atau akal sehingga dapat
diartikan bahwa budaya merupakan hasil budi atau cipta karya manusia.
2. Budaya dapat pula diartikan sebagai cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
sebagai suatu warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi. Selo
sumardjan dan Solaeman Soemardimengatakan bahwa kebudayaan adalah sarana hasil
karya dan cipta masyarakat. Sehingga dalam hal ini kbudayaan, manusia dan masyarakat
adalah hal yang tak terpisahkan.
3. Terdapat enam karakteristik komunikasi lintas budaya yang perlu di ketahui.
4. Setiap insan manusia yang lahir ke dunia dikaruniai oleh Yang Maha Pencipta dengan
kompetensi bahasa, yang merupakan pengetahuan seseorang mengenai kaidah-kaidah
bahasa yang menjadi masalah terutama para guru bahasa ialah bagaimana cara memupuk
serta meningkatkan kompetensi tersebut sehingga dapat membuahkan perfomansi
(penggunaan aktual baahsa dalam situasi-situasi nyata) yang baik sehingga insan pembelajar
dapt terampil berbahasa dalam kehidupan sehari-hari.
5. Ketika seorang perawat berinteraksi dengan klien berbeda latar belakang budayanya dengan
perawat maka dapat dikatakan proses komunikasi lintas budaya atau cross-cultural
communication. (Andrews dan Boyle, 2003), karena itu beberapa factor yang perlu
dipertimbangkan dalam komunikasi lintas budaya antara lain : komunikasi dengan anggota
keluarga dan orang lain yang berkepentingan, pandangan budaya dalam hal kedekatan,
komunikasi nonverbal.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 93


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI
1. Apakah yang dimaksud dengan teori komunikasi antar budaya ?
2. Sebutkan dan jelaskan karakteristik komunikasi lintas budaya ?
3. Jelaskan penggunaan bahasa ?
4. Sebutkan apa saja yang termasuk dalam komunikasi antar budaya ?
5. Jelaskan factor-faktor komunikasi lintas budaya ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 94


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
11

PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Pengertian Pengkajian Transkultural.


2. Menyebutkan Factor Teknologi.
3. Menyebutkan Faktor Agama dan Falsafah Hidup.
4. Menyebutkan Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan.
5. Menyebutkan Faktor Pendidikan.

Pokok Bahasan :

Pengkajian Keperawatan Transkultural.

Sub Pokok Bahasan :

1. Menjelaskan Pengertian Pengkajian Transkultural.


2. Menyebutkan Factor Teknologi.
3. Menyebutkan Faktor Agama dan Falsafah Hidup.
4. Menyebutkan Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan.
5. Menyebutkan Faktor Pendidikan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 95


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

URAIAN MATERI

PENGKAJIAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

1. Pengertian Pengkajian Keperawatan Transkultural


Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger andDavidhizar, 1995). Langkah
awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi tentang pasien, informasi mencakup
biopsiososialcultural dan spiritual. Data yang merupakan hasil dari pencarian informasi bisa
diperoleh melalui pasien sendiri berdasar wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga
dan orang lain yang terkait.

Andrew dan Boyle (2003) menjelaskan beberapa factor yang perlu dan penting
diperhatikan ketika pengkajian terhadap pasien, hubungan perawat dan pasien tersebut bisa
menggunakan sunrise model sebagai prinsip dalam melakukan pengkajian.

2. Faktor Teknologi
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk memilih atau
mendapatkan penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan.

3. Faktor Agama dan Falsafah Hidup


Agama adalah suatu system symbol yg mengakibatkan pandangan dan motivasi yang
amat realistic bagi para pemeluknya. Faktor agama yang perlu dikaji seperti: agama yang dianut,
kebiasaan agama yang brdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa
mengenal putus asa,mempunyai konsep diri yg utuh, cara pandang klien trhadap penyebab
penyakit.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 96


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

4. Faktor sosial dan keterikatan keluarga


Pada faktor sosial dan kewarganegaraan yang perlu dikaji oleh perawat: nama lengkap
dan nama panggilan didalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir , jenis kelamin,
status, tipe kluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan
kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan
yang dilakukan bersama masyarakat misalnya: ikut kelompok keluarga atau pengajian.
5. Faktor Pendidikan
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Di dalam menempuh pendidikan formal tersebut terjadi
suatu proses eksperimental. Suatu proses menghadapi dan menyelesikan masalah yang dimulai
dari keluarga dan selanjutnya dilanjutkan kepada pendidikan diluar keluarga. (leyninger,1984).
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
rasional dan dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan klien meliputi tingkat pendidikan
klien dan keluarga, jenis pendidikannya, serta kemampuan klien belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 97


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasimasalah


kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger andDavidhizar, 1995). Langkah
awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi tentang pasien, informasi mencakup
biopsiososialcultural dan spiritual. Data yang merupakan hasil dari pencarian informasi bisa
diperoleh melalui pasien sendiri berdasar wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga
dan orang lain yang terkait.

Andrew dan Boyle (2003) menjelaskan beberapa factor yang perlu dan penting
diperhatikan ketika pengkajian terhadap pasien, hubungan perawata dan pasien tersebut bisa
menggunakan sunrise model sebagai prinsip dalam melakukan pengkajian. Pengkajian
keperawatan transkultural Leininger, yaitu :

1. Factor Teknologi
2. Factor Agama dan Falsafah Hidup
3. Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan
4. Faktor Pendidikan

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 98


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI

1. Apakah Pengertian Pengkajian Transkultural ?


2. Sebutkan komponen pada Leininger’S Sunrise Models ?
3. Buatlah pengkajian keperawatan pada pasien dengan masalah transkultural ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 99


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
12

PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan tentang Faktor Ekonomi.


2. Menjelaskan nilai-nilai BUdaya dan gaya hidup.
3. Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit.

Pokok Bahasan :

Pengkajian Keperawatan Transkultural.

Sub Pokok Bahasan :

1. Menjelaskan tentang Faktor Ekonomi.


2. Menjelaskan nilai-nilai BUdaya dan gaya hidup.
3. Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 100


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

URAIAN MATERI

PENGKAJIAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

1. Faktor ekonomi
Sumber ekonomi yang pada umumnya dimanfaatkn klien antara lain: asuransi, biaya
kantor, tabungan, patungan dari keluarga. Yang perlu dikaji perawat: pekerjaan klien, sumber
biaya pengobatan, kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan, berpengaruh
dalam menentukan pasien atau keluarganya dirawat di ruang yang sesuai dengan daya
embannya.

2. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup

Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang
dianggap baik apa yang di anggap buruk. Nilai budaya adalah sesuatu yg dirumuskn dan
ditetapkan oleh penganut budaya yg dianggap baik atau buruk. Hal yang perlu dikaji berkaitan
dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah: posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau
direktur, bahasa yang digunakan,bahasa nonverbal yang ditunjukkan klien, kebiasaan
membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit.

3. Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku


Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah sesuatu yg mempengaruhi
kagiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperwatan transcultural (Andrew dan
Boyle,1995). Seperti: berkaitan dengan jam berkunjung, klien harus memakai baju seragam,
hak dan kewajiban klien yg harus dikontrakkan oleh RS, cara pembayaran untuk klien yang
dirawat.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 101


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Cara Pengisian Pengkajian Keperawatan Transkultural

Cara pengkajian transkultural ini diterjemahkan dari leyninger (2000) oleh mahasiswa
magister komunitas universitas Indonesia dan dimodifikasi oleh penulis dari pengkajian Andrews
dan Boyle (2003).

1. Data Demografi
Data demografi meliputi
a. Nama lengkap : .............................................................................................................
b. Nama panggilan : ..........................................................................................................
 Pada suku yang berbeda, masing-masing memiliki nama panggilan yang berbeda pula
dengan nama aslinya. Contoh : Ujang, Tole, dan sebagainya.
 Pada suku tertentu apabila sudah menikah wanita dipanggil dengan nama suaminya.
c. Nama keluarga : ...........................................................................................................
Pada suku Indonesia maupun luar negeri ada yang mencantumkan nama keluarga
d. Alamat : .......................................................................................................................
e. Lama tinggal di tempat ini : ............................................................................................
(lama tinggal ini perlu dikaji sebab akan mempengaruhi klien dan perilaku berbudaya.
Menurut Andrew dan Boyle 2003 budaya akan berubah dari waktu ke waktu.
f. Jenis kelamin (laki-laki/perempuan) : ...............................................................................
g. Tempat lahir : ................................................................................................................
h. Diagnosa medis : ............................................................................................................
i. No register : .................................................................................................................

2. Data Biologis/Variasi Biokultural


...........................................................................................................................................
Dikaji warna kulit, rambut, struktur tubuh, bentuk wajah; penyakit resiko seperti kanker kulit,
sicle sel; penyakit spesifik genetik seperti hipertensi, kardiovaskuler, dan sebagainya.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 102


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

3. Faktor Teknologi
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam faktor teknologi meliputi
a. Alat yang digunakan untuk bepergian (kebiasaan berjalan kaki pada keyakinan tertentu
dianggap melanggar apabila menggunakan kendaraan bermotor sebagai alat
transportasi) ...............................................................................................................................
......
b. Alat yang digunakan untuk berkomunikasi (bahasa yang digunakan) ...................................
c. Alat yang digunakan untuk belajar ..................................................................................
d. Alat yang digunakan untuk berinteraksi. Sarana yang digunakan untuk mendatangi fasilitas
kesehatan .....................................................................................................................
e. Sarana yang digunakan untuk hiburan keluarga (contoh pada ,asyarakat suku jawa jathilan,
di Banjarmasin habsian, pada masyarakat medern pergi ke supermarket, dll) .....................
f. Persepsi terhadap teknologi kesehatan ( Bagaimana klien dan keluarga mempersepsikan
teknologi kesehatan, misalnya imunisasi, injeksi, transfusi, dll) ..........................................
g. Respon terhadap teknologi kesehatan (menolak atau menerima) .......................................
Sarana dan prasarana teknologi kesehatan (tersedia atau tidak tersedia) ...........................
4. Faktor agama dan filosofi
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam faktor agama dan filosofi meliputi:
a. Agama yang dianut .......................................................................................................
b. Keyakinan agama yang dianut klien berhubungan dengan kesehatan (misalnya menolak di
periksa lawan jenis) .......................................................................................................
c. Bagaimana pandangan klien dan keluarga tentang sakit yang diderita menurut agama
ajarannnya( misalnya sakit adalah cobaan, sakit adalah hukman, mati adalah renkarnasi)....
d. Apa yang dilakukan klien dan keluarga untuk mengatasi sakit yang berhubungan agama
filosofi hidupnya (misalnya dengan rukiyah, diobati oleh pendeta, diberi minum air suci
sungai gangga, dimandikan dengan kembang)..................................................................
e. Apa filsafah hidup klien (keyakinan hidup klien) …................................................................

5. Faktor sosial dan ikatan kekerabatan (kindship)


Bagaimana cara mengkaji kekerabatan?, dibawah diantaranya contoh menanyakan
tentang faktor sosial dan kekerabatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 103


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Saya ingin mendengar tentang keluarga anda atau teman dekat anda dan apakah mereka
mengerti anda?, bagaimana lingkungan sosial berpengaruh pada kehidupan anda khususnya
kehidupan kesehatan anda, gaya hidup, bagaimana perhatian seseorang dalam kehidupan ana,
bagaimana cara keluarga membantu anda bila sakit, apakah pandangan keluarga anda tentang
kepedulian anda dalam keluarga, apakah mereka bertanggung jawab bila da keluarga yang
sakit?
Beberapa hal yang oerlu dikaji dalam faktor sosial dan ikatan kekerabatan (kindship) meliputi:
a. Pernyataan klien atau orang lain tentang kesehatannya:
Buruk Kurang baik Baik Sangat baik
b. Status perkawinan:
Menikah janda/ duda
c. Jumlah anak: ............ orang
Anak kandung ...... orang anak angkat....... orang
d. Klien dirumah tinggal dengan:
Orang tua saudara anak dan istri
Menumpang pada saudara lain-lain
e. Tindakan apa yang dilakukan keluarga jika anggota keluarganya sakit ......................
f. Komunikasi:
1). Kualitas suara :
Kuat/nyaring lembut sedang merintih
2). Pelafalan dan pengucapan kata:
Jelas serak dialek .....................................................
3). Penggunaan teknik diam dalam berbicara:
Jarang kadang-kadang sering
4). Waktu yang digunakan untuk diam:
Singkat sedang lama tak terobservasi
5). Penggunaan bahasa non verbal saat berkomunikasi:
Gerakan tangan gerakan mata
Gerakan badan
Kinetik (gesture, ekspresi, dan cara berdiri/ duduk)
6). Sentuhan
Terkejut atau menarik diri ketika disentuh

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 104


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Mmenerima sentuhan tanpa kesulitan


Menyentuh orang lain tanpa kesulitan
7). Jarak
a). Tingkat kemyamanan
berpindah ketika jarak terinvasi
tidak bergerak ketika jarak terinvasi
b). Jarak saat berkomunikasi
setengah meter
setengah sampai satu meter
lebih dari satu meter
c). Jarak yang nyaman bagi klien ketika berkomunikasi dengan orang: ............................
d). Apak objek tertentu (misalnya tirai, furniture, dll) mempengrauhi suka klien dalam
bekomunikasi
tidak ya, jelaskan ...................................................................................
e). Ketika klien berbicara dengan keluarga, seberapa dekat ia berdiri atau duduk
f). Ketika berkomunikasi dengan orang dengan teman, seberapa jarak klien
berdiri/duduk ................................................................................................................
g). Jika klien harus disentuh karena situasi, bagaimana klien bereaksi dan bagaimana
perasaan klien ...............................................................................................................
i). Apakah jarak antara klien dan perawat saat ini nyaman bagi klien ............................
8. Hubungan dalam keluarga
1) Bagaimana hubungan klien dan keluarganya..................................
2) Apa fungsi klien dalam keluarga ....................................................
3) Apa peran klien dalam keluarga
Ayah/Ibu anak
Penasehat ..................................................................................
4) Apabila ada sesuatu yang penting untuk didiskusi dengan kelurga, bagaimana klien
melakukannya ..................................................................
5) Bagaimana klien berespon ketika mendapat pertanyaan dari keluarga :
Dengan kata-kata Gerakan tubuh Keduanya
9. Hubungan dengan teman, tetangga/orang lain
1) Bagaimana penilaian orang lain menurutm klien .......................

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 105


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2) Dari mana lien mendapat informasi tentang penilaian tersebut ..........


3) Bagaimana klien berespon ketika mendapat pernyataan :
Penggunaan kata-kata Gerakan tubuh Keduanya
10. Organisasi social/kemasyarakatan
1) Kegiatan social/kemasyarakatan yang diikuti .............................
2) Begaimana pendapat klien tentang aktivitas social yang dijalaninaya
3) Apakah aktivitas social yang dilakukan klien membuat klien senang
Ya Tidak
Alasan ......................................................................................
a. Apa hobby klien
b. Apa yang klien kerjakan jika mempunyai waktu luang
c. Apa anda percaya adanya pemimpin/penguasa
d. Bagaimana anda bersikap terhadap pemimpin atau penguasa
e. Ketika klien masih kecil, siapa paling berpengaruh pada klien
f. Apakah arti bekerja bagi klien
6. Nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan pandangan hidup

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam Nilai-nilai budaya, kepercayaan dan pandangan
hidup meliputi :

1) Apakah pengertian budaya menurut klien ..............................................


2) Apa arti penting budaya yang dimiliki klien ..........................................
3) Suku/Bangsa ...........................................................................................
4) Ras ..........................................................................................................
5) Kepercayaan berdasarkan suku/bangsa berhubungan dengan sehat-sakit
Sehat : ...................................................................................................
Sakit : ....................................................................................................
6) Pandangan hidup klien berhubungan dengan sehat-sakit .......................
7) Waktu
a. Orientasi pada waktu
Orientasi pada masa lalu ................................................................
Orientasi pada masa sekarang ........................................................
Orientasi pada masa yang akan datang ..........................................

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 106


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

b. Cara melihat waktu


Waktu social
Berorientasi pada jam

c. Reaksi fisiokimia terhadap waktu


1) Berapa jam tidur pada malam hari : ....... jam
2) Apakah biasa tidur pada siang hari :
Tidak Ya, Berapa ....... jam
3) Apakah klien tidur dan bangun sesuai jadwal :
Tidak Ya
4) Apakah klien memahami pentingnya mendapat pengobatan atau makan obat
sesuai jadwal walaupun dalam waktu tidur klien :
Ya  Tidak
d. Tanyakan hal-hal berikut berhubungan dengan waktu :
1) Alat penunjuk waktu yang digunakan :
Jam Bel
2) Jika klien janji pada jam 2, jam berapa klien biasanya tiba untuk memenuhi
janji tersebut .....................................................
3) Jika perawat berkata pada klien bahwa setengah jam lagi akan menyuntik
klien, berapa waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan
diri .....................................................................................

8) Locus control (keyakinan seseorang)


a. Kontrol internal
1) Percayakah bahwa kekuatan dipengaruhi perubahan dari dalam
b. Kontrol eksternal
1) Percayakah bahwa nasib, keberuntungan dan kebetulan telah banyak
dipengaruhi upaya yang kita lakukan

9) Orientasi Nilai
a. Percayakah pada kekuatan super natural
Tidak, Alasan ........................................................................

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 107


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Ya, Alasan ............................................................................


b. Percayakah pada ilmu magik, ilmu gaib, ritual/upacara mempengaruhi
perubahan :
Tidak, Alasan ..........................................................................
Ya, Alasan ..............................................................................
c. Tanyakan hal-hal yang berikut :
1) Adakah obat tradisional yang anda gunakan untuk mengurangi sakit klien :
Tidak, alasannya .............................................................
Ya, alasannya ..................................................................

2) Adakah orang disekitar klien yang memberi obat untuk mengurangi sakit yang
diderita..........................................................

3) Apakah obat yang diberikan oleh para normal akan digunakan untuk
mengobati sakit yang dialami klien saat ini

Tidak,alasannya.........................................................................................

Ya,alasannya..............................................................................................

6. Faktor politik dan hukum

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam faktor politik dan hukum meliputi :

1. Partai politik yang diikuti..............................................................................


2. Dalam partai politik kedudukan klien:
Anggota Pengurus
3. Bagaimana pandangan politik klien (menurut klien politik
haram)...........................................................................................................
4. Bagaimana pandangan politik mempengaruhi sikap sehat sakit
klien .......................................................................................................................
5. Sanksi atau aturan dan kebijakan yang dianut keluarga (misalnya menjaga subak di
Bali)...............................................................................................

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 108


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

7. Faktor ekonomi

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam faktor ekonomi meliputi:

1. Pendapatan sebulan
2. Penghasilan tambahan
3. Apakah pendapat dan penghasilan tambahan mencukupi untuk kebutuhan hidup sehari hari:
Ya Tidak
4. Jika ya, apakah kelebihan penghasilan.......................
5. Sumber pembiyaan kesehatan klien............................................................
6. Program asuransi kesehatan dan non kesehatan yang diikuti (orang-orang Indonesia banyak
yang tidak percaya pada asuransi)...............................

8. Faktor pendidikan

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam faktor pendidikan meliputi:

1. Tingkat pendidikan terakhir


2. Apa arti sehat atau kondisi yang bagus bagi klien sesuai dengan disiplin ilmunya
3. Apa arti sakit atau kesehatan yang buruk menurut klien dan disiplin ilmunya
4. Jenis penyakit apa yang sering diderita oleh keluarga klien
5. Pemehaman sakit yang sedang diderita klien
6. Apa yang dilakukan klien/keluarga jika mengalami sakit seperti yang sekarang
7. Apa yang klien harapkan dari petugas kesehatan yang sedang menolong memulihkan
kesehatan klien
8. Persepsi klien dan keluarga tentang pendidikan (menggagap pendidikan penting atau tidak
bagi kehidupan)

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 109


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasimasalah


kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger andDavidhizar, 1995). Langkah
awal dari proses keperawatan adalah mencari informasi tentang pasien, informasi mencakup
biopsiososialcultural dan spiritual. Data yang merupakan hasil dari pencarian informasi bisa
diperoleh melalui pasien sendiri berdasar wawancara, respon verbal dan non verbal, keluarga
dan orang lain yang terkait.

Andrew dan Boyle (2003) menjelaskan beberapa factor yang perlu dan penting
diperhatikan ketika pengkajian terhadap pasien, hubungan perawata dan pasien tersebut bisa
menggunakan sunrise model sebagai prinsip dalam melakukan pengkajian. Pengkajian
keperawatan transkultural Leininger, yaitu :

1. Factor Ekonomi
2. Factor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
3. Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 110


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI

1. Apakah Pengertian Pengkajian Transkultural ?


2. Sebutkan komponen pada Leininger’S Sunrise Models ?
3. Buatlah pengkajian keperawatan pada pasien dengan masalah transkultural ?

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 111


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
13

PENETAPAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan syarat-syarat membuat diagnose keperawatan transkultural.


2. Menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan diagnosa keperawatan.
3. Alasan penulisan diagnose keperawatan.
4. Proses penyusunan diagnose keperawatan.
5. Gambaran kasus transkultural.

Pokok Bahasan :

Penetapan Diagnosa Keperawatan Transkultural.

Sub Pokok Bahasan :

1. Menjelaskan syarat-syarat membuat diagnose keperawatan transkultural.


2. Menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan diagnosa keperawatan.
3. Alasan penulisan diagnose keperawatan.
4. Proses penyusunan diagnose keperawatan.
5. Gambaran kasus transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 112


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

URAIAN MATERI

PENENTAPAN DIAGNOSA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

1. Syarat-syarat membuat Diagnosa Keperawatan Transkultural.

1). Aktual : suatu diagnosa keperawatan aktual menggambarkan penilaian klinis yang
harus divalidasi perawat karena adanya batasan karakteristik mayor.

Syarat: Menegakkan diagnosa keperawatan aktual harus ada unsur PES. Symptom
(S) harus memenuhi kriteria mayor (80%-100%) dan sebagian kriteria minor dari
pedoman diagnosa NANDA. Misalnya, ada data : muntah, diare, dan turgor jelek selama
5 hari.

Diagnosa : Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan


cairan secara abnormal (taylor, lilis, dan LeMoni, 1988, p.283) Jika masalah semakin
jelek dan menganggu kesehatan “perineal”, klien tersebut akan terjadi resiko kerusakan
kulit, dan disebut sebagai “resiko diagnosa”.

2). Resiko : diagnosa keperawatan resiko menggambarkan penilaian klinis dimana


individu atau kelompok lebih rentan mengalami masalah di banding orang lain dalam
situasi yang sama atau serupa.

Syarat: Menegakkan resiko diagnosa keperawatan ada unsur PE (problem and


etiologi) penggunaan istilah “resiko dan resiko tinggi” tergantung dari tingkat
keparahan/kerentanan terhadap masalah.

Diagnosa : “resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare yang terus
menurus”.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 113


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Jika perawat menduga adanya gangguan self-concept, tetepi kurang data yang
cukup mendukung (defenisi karakteristik/tanda dan gejala) untuk memastikan
permasalahan, maka dapat dicantumkan sebagai : “kemungkinan diagnosa”.

3). Kemungkinan: Diagnosis keperawatan yang mungkin adalah pernyataan yang


menjelaskan masalah yang diduga memerlukan data tambahan. itu adalah beruntung
bahwa banyak perawat telah disosialisasikan untuk menghindari muncul tentative
dalam pengambilan keputusan ilmiah, pendekatan tentatif bukanlah tanda kelemahan
atau keraguan, tetapi merupakan bagian penting dari proses perawat harus menunda
diagnosis akhir sampai ia atau dia telah mengumpulkan dan menganalisis semua
informasi yang diperlukan untuk tiba pada suatu conclusion.physicians ilmiah
menunjukkan kesementaraan dengan aturan pernyataan keluar (R / O). Perawat juga
harus mengadopsi posisi tentatif sampai mereka telah menyelesaikan pengumpulan
data dan evaluasi dan dapat mengkonfirmasi atau menyingkirkan.

Syarat: menegakkan kemungkinan diagnosa keperawatan adanya unsur respon


(problem) dan faktor yang mungkin dapat menimbulkan masalah tetapi belum ada.

Diagnosa: kemungkinan gangguan konsep diri : rendah diri/terilosasi


berhubungan dengan diare.

Keperawat dituntut untuk berfikir lebih kritis dan mengumpulkan data


tambahan yang berhubungan dengan konbsep diri.

4). Diagnosa Keperawatan “Wellness”

Diagnosa keperawatan kesejahteraaan adalah penilaian klinis tentang keadaan


individu, keluarga, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke
tingkat sejahtera yang lebih tinggi (NANDA).

Ada 2 kunci yang harus ada:

a) Sesuatu yang menyenangkan pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.


b) Ada status dan fungsi yang efektif.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 114


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Pernyataan diagnosa keperawatan yang dituliskan adalah “potensi untuk


peningkatan..”. perlu dicatat bahwa diagnosa keperawatan kategori ini mengandung
unsur “faktor yang berhubungan”.

Contoh : Potensial peningkatan hubungan dalam keluarga

               Hasil yang diharapkan meliputi :

 Makan pagi bersama selama lima hari / minggu


 Mrlibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga
 Menjaga kerahasiaan setiap anggota keluarga     

5)      Diagnosa keperawatan “syndrome”

Diagnosa keperawatan syndrom adalah diagnosa yang terdiri dari kelompok


diagnosa keperawatan aktual atau resiko yang diperkirakan ada karena situasi atau
peristiwa tertentu.

Manfaat diagnosa keperawatan syndrom adalah agar perawat selalu waspada


dan memerlukan keahlian perawat dalam setiap melakukan pengkajian dan tindakan
keperawatan.

Menurut NANDA ada dua diagnosa keperawatan syndrom:

1. Syndrom trauma pemerkosaan (Rape trauma syndrome)

Pada diagnosa keperawatan diatas lebih menunjukkan adanya kelompok tanda dan
gejala dari pada kelompok diagnosa keperawatan. Tanda dan gejala tersebut meliputi:

Cemas, takut,sedih, gangguan istirahat dan tidur, dan resiko tinggi nyeri sewaktu melakukan
melakukan hubungan seksual.

2. Resiko Syndrome penyalahgunaan (Risk for Disuse Syndrome)

 Resiko konstipasi
 Resiko perubahan fungsi pernafasan
 Resiko infeksi
 Resiko thrombosis

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 115


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

 Resiko gangguan aktivitas


 Resiko perlukaan
 Kerusakan mobilisasi fisik
 Resiko gangguan proses piker
 Resiko gangguan gambaran diri
 Resiko ketidakberdayaan (powerlessness)
 Resiko kerusakan integritas jaringan.

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan diagnosa keperawatan.


1. Berorientasi kepada klien, keluarga dan masyaraka
2. Bersifat aktual atau potensial
3. Dapat diatasi dengan intervensi keperawatan.
4. Menyatakan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat, serta faktor-faktor
penyebab timbulnya masalah tersebut.

3. Alasan penulisan diagnosa keperawatan.


1. Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
2. Memberikan kesatuan bahasa dalam profesi keperawatan
3. Meningkatkan komunikasi antar sejawat dan profesi kesehatan lainnya
4. Membantu merumuskan hasil yang diharapkan / tujuan yang tepat dalam menjamin
mutu asuhan keperawatan, sehingga pemilihan intervensi lebih akurat dan menjadi
pedoman dalam melakukan evaluasi
5. Menciptakan standar praktik keperawatan
6. Memberikan dasar peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.

4. Proses Penyusunan Diagnosa Keperawatan


1. Klasifikasi & Analisis Data

Pengelompokkan data adalah mengelompokkan data-data klien atau keadaan


tertentu di mana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan
berdasarkan kriteria permasalahannya. Pengelompokan data dapat disusun berdasarkan
pola respons manusia (taksonomi NANDA) dan/atau pola fungsi kesehatan (Gordon,

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 116


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

1982); analisa data mencakup mengenali pola dan membandingkannya dengan pola yang
normal. Jika hubungan antara pola-pola tersebut teridentifikasi maka daftar masalah
klien akan muncul.

 Respons Manusia (Taksonomi NANDA II) :

a. Pertukaran

b. Komunikasi

c. Berhubungan

d. Nilai-nilai

e. Pilihan

f. Bergerak

g. Penafsiran

h. Pengetahuan

i. Perasaan

 Pola Fungsi Kesehatan (Gordon, 1982) :

a. Persepsi kesehatan : pola penatalaksanaan kesehatan

b. Nutrisi : pola metabolisme

c. Pola eliminasi

d. Aktivitas : pola latihan

e. Tidur : pola istirahat

f. Kognitif : pola perseptual

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 117


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

g. Persepsi diri : pola konsep diri

h. Peran : pola hubungan

i. Seksualitas : pola reproduktif

j. Koping : pola toleransi stres

k. Nilai : pola keyakinan

Kelompok data terdiri atas batasan karakteristik. Batasan karakteristik adalah kriiteria
klinis yang mendukung adanya kategori diagnostik. kriteria klinis adalah tanda dan gejala
objektif atau subjektif atau faktor risiko (Carpenito, 1999). Batasan karakteristik multiple yang
dihasilkan dari data pengkajian mendukung diagnosa keperawatan. Terdapatnya satu tanda atau
gejala tidak cukup untuk mendukung label diagnosa keperawatan.

2. Mengindentifikasi Masalah Klien

Masalah klien merupakan keadaan atau situasi di mana klien perlu bantuan untuk
mempertahankan atau meningkatkan status kesehatannya, yang dapat dilakukan oleh
perawat sesuai dengan kemampuan dan wewenang yang dimilikinya. Identifikasi masalah
klien dibagi menjadi : pasien tidak bermasalah, pasien yang kemungkinan mempunyai
masalah, pasien yang mempunyai masalah potensial sehingga kemungkinan besar
mempunyai masalah dan pasien yang mempunyai masalah aktual.

3. Menentukan kelebihan klien

Apabila klien memenuhi standar kriteria kesehatan, perawat kemudian


menyimpulkan bahwa klien memiliki kelebihan dalam hal tertentu. Kelebihan tersebut dapat
digunakan untuk meningkatkan atau membantu memecahkan masalah yang klien hadapi.

4.  Menentukan masalah klien

Jika klien tidak memenuhi standar kriteria, maka klien tersebut mengalami
keterbatasan dalam aspek kesehatannya dan memerlukan pertolongan.

5. Menentukan masalah yang pernah dialami oleh klien

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 118


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Pada tahap ini, penting untuk menentukan masalah potensial klien. Misalnya
ditemukan adanya tanda-tanda infeksi pada luka klien, tetapi dari hasil test laboratorium,
tidak menunjukkan adanya suatu kelainan. Sesuai dengan teori, maka akan timbul adanya
infeksi. Perawat kemudian menyimpulkan bahwa daya tahan tubuh klien tidak mampu
melawan infeksi.

6. Penentuan Keputusan

Tidak ada masalah, tetapi perlu peningkatan status dan fungsi (kesejahteraan) :
tidak ada indikasi respons keperawatan, meningkatnya status kesehatan dan kebiasaan,
serta adanya inisiatif promosi kesehatan untuk memastikan ada atau tidaknya masalah yang
diduga.

a. Masalah kemungkinan (possible problem) : pola mengumpulkan data yang lengkap untuk
memastikan ada atau tidaknya masalah yang diduga.
b. Masalah aktual, resiko, atau sindrom : tidak mampu merawat karena klien menolak masalah dan
pengobatan, mulai untuk mendesain perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk mencegah,
menurunkan, atau menyelesaikan masalah.
c. Masalah kolaboratif : konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional yang kompeten dan
bekerja secara kolaboratif pada masalah tersebut. Masalah kolaboratif adalah komplikasi
fisiologis yang diakibatkan dari patofisiologi, berhubungan dengan pengobatan dan situasi yang
lain. Tugas perawat adalah memonitor, untuk mendeteksi status klien dan kolaboratif dengan
tenaga medis guna pengobatan yang tepat. Label yang digunakan adalah : Potensial Komplikasi
(PK).
 Identifikasi masalah membawa perawat lebih dekat untuk membentuk diagnosa keperawatan.

Pohon Masalah

Langkah-langkah:

1. Tentukan core problem berdasarkan identifikasi data subyektif (keluhan utama) dan data
obyektif (data mayor).

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 119


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

2. Identifikasi penyebab (E) dari masalah utama.


3. Identifikasi penyebab dari penyebab masalah utama (akar dari masalah).
4. Identifikasi penyebab dari penyebab masalah.
5. Memvalidasi Diagnosis Keperawatan

Adalah menghubungkan dengan klasifikasi gejala dan tanda-tanda yang kemudian


merujuk kepada kelengkapan dan ketepatan data. Untuk kelengkapan dan ketepatan data, kerja
sama dengan klien sangat penting untuk saling percaya, sehingga mendapatkan data yang tepat.

Pada tahap ini, perawat memvalidasi data yang ada secara akurat, yang dilakukan
bersama klien/keluarga dan/atau masyarakat. Validasi tersebut dilaksanakan dengan
mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang reflektif kepada klien/keluarga tentang kejelasan
interpretasi data. Begitu diagnosis keperawatan disusun, maka harus dilakukan validasi untuk
menjamin ketepatan dan kebenaran dari penyusunan diagnosa keperawatan tersebut.

6. Menyusun Diagnosis Keperawatan Sesuai dengan Prioritasnya

Setelah perawat mengelompokkan, mengidentifikasi, dan memvalidasi data-data yang


signifikan, maka tugas perawat pada tahap ini adalah merumuskan suatu diagnosis
keperawatan. Diagnosa keperawatan dapat bersifat aktual, resiko, sindrom, kemungkinan dan
wellness. Perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan klien.

Menyusun diagnosis keperawatan hendaknya diurutkan menurut kebutuhan yang


berlandaskan hierarki Maslow (kecuali untuk kasus kegawatdaruratan - menggunakan prioritas
berdasarkan “yang mengancam jiwa”) :

a. Berdasarkan Hirarki Maslow : fisiologis, aman-nyaman-keselamatan, mencintai dan


memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
b. Griffith-Kenney Christensen : ancaman kehidupan dan kesehatan, sumber daya dan dana
yang tersedia, peran serta klien, dan prinsip ilmiah dan praktek keperawatan.

5. Gambaran Kasus Transkultural

Ibu Mumtaza (M) berusia 60 tahun, waraga negara pakistan, datang ke IGD
dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada. Tekanan darahnya 150/70 mmHg, denyut
jantung 82 kali per menit, hitung pernapasan 22 kali per menit. Saat ini ibu M

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 120


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

berkunjung yang pertama kali ke amerika. Beliau mengujungi suaminya yang kelahiran
amerika. Ibu M bisa sedikit bahasa inggris. Ketika akan diperiksa tekanan darah dan ECG
ibu M tidak bersedia melepas baju dan jilbabnya. Anak laki-lakinya tidak bisa membantu
karena sejak kecil tidak terbiasa membuka jilbab didepan anak laki-lakinya. Sedangkan
menantunya yang bersedia membantu adalah warga negara amerika yang sedikit
mengerti bahasa ibu M.

Diagnosa keperawatan transkultural yang bisa ditegakkan pada ibu M adalah :

 Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi menggunakan bahasa


yang biasa dipakai
 Sindrom stres renokasi (pindah rumah, pindah negara) berhubungan dengan kehilangan
suasana kekeluargaan atau negara asal
 Takut berhubungan dengan ketidakmenngertian pengguanaan ruangn, jarak,waktu
terhadap pemberi pelayanan kesehatan
 Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 121


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga


dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 & NANDA).
            Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran
tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi,
dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 122


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

EVALUASI

1. Sebutkan syarat-syarat membuat diagnosa keperawatan transkultural.


2. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan diagnosa keperawatan.
3. Apakah Alasan penulisan diagnose keperawatan.
4. Ringkaslah hasil pengkajian anda, tegakkan diagnosa keperawatan transkulturalnya.
5. Buatlah Gambaran kasus transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 123


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

KEGIATAN BELAJAR
14

PERENCANAAN DAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN

TUJUAN
PEMBELAJARA
N

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Menjelaskan Tahapan Perencanaan keperawatan.


2. Menjelaskan Keputusan yang berhubungan dengan masalah transkultural dalam
pemberian asuhan keperawatan.
3. Merumuskan rencana tindakan transkultural.
4. Gambaran Kasus.

Pokok Bahasan :

Perencanaan dan Implementasi Keperawatan Transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 124


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Sub Pokok Bahasan :

1. Jelaskan Tahapan Perencanaan keperawatan.


2. Jelaskan Keputusan yang berhubungan dengan masalah transkultural dalam pemberian
asuhan keperawatan.
3. Merumuskan rencana tindakan transkultural.
4. Gambaran Kasus.

URAIAN MATERI

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL.

1. Tahapan Perencanaaan Keperawatan Transkultural

Tahap proses keperawatan setelah menegakan diagnosa keperawatan adalah rencana


tindakan keperawatan. Rencana tindakan keperawatan/rencana intervensi adalah preskripsi
untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan / atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat (Doengoes, 2000). Ada tiga komponen utama dalam rencana tindakan
keperawatan, komponen tersebut adalah masalah atau diagnosa keperawatan, apa yang ingin
diharapkan atau kriteria hasil dan rencana tindakan yaitu apa yang akan dilakukan untuk
mecapai kriteria hasil.(Levervge,1998)

Rencana tindakan keperawatan terdiri dari rencana tindakan independen (mandiri) dan
kolaboratif (kerjasam dengan profesi lain , seperti dokter, ahli akupuntur, dan sebagainya).
Rencana tindakan akan diprioritaskan pula. Tahapan perencanaan keperawatan adalah sebagai
berikut:

1. Menentukan prioritas sesuai diagnosa keperawatan


2. Menetukan tujuan atau hasil asuahan keperawatan untuk diagnosa
3. Memilih langka tindakan keperawatan yang spesifik

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 125


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Prioritas diagnosa keperawatan yang akan diikuti oleh rencana tindakan keperawatan
berdasarkan ancaman-ancaman terhadap integritas individu yaitu:
a. Prioritas pertama: masalah yang langsung mengancam nyawa, misalnya gangguan pertukaran
gas, resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada kasus transkultural
diagnosa ini bisa muncul ketika pasien menolak transfusi disebabkan pertentangan dengan
keyakinannya.
b. Prioritas kedua:ancaman beresiko tinggi terhadap integritas fisiologi dan psikologi seperti
gangguan integritas jaringan, resiko tinggi infeksi dan sebagainya, pada kasus transkultural
diagnosa ini senada dengan contoh tindakan keluarga pasien ketika memberikan obat
tradisional pada luka pasien.
c. Prioritas ketiga: ancaman beresiko rendah terhadap integritas fisiologis dan psikologis (tiap
ancaman akan datang bila tidak ditangani segera)
d. Prioritas keempat: pelestarian kesehatan (contoh peningkatan pengetahuan tentang……)

Penentuan prioritas bukan berarti memberi penomoran kepada tiap diagnosa mulai dari
nomor satu dan seterusnya menurut keutamaan tetapi setelah ditegakan diagnosa
keperawatan, diseleksi dan recana tindakan diprioritaskan pada diagnosa utama. Setelah
memprioritaskan diagnosa keperawatan, selanjutnya adalah menentukan tujuan hasil yang
diharapkan.

Tujuan merupakan perilaku pasien yang dapat diamati, sedangkan kriteria hasilnya
adalah hasil yang diharapakan dari pasien yang tertulis dengan kata-kata yang operasional dan
yang memenuhi syarat yaitu isi dan waktunya harus spesifik, bisa dijangkau, harus memenuhi
syarat SMART yaitu spesifik, measurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterapkan), realistis
dan time (ada batasan waktu yang akan dicapai).

Contoh merumuskan tujuan :

1). Pasien akan ambulasi menggunakan tongkat dalam waktu 48 jam setelah
pembedahan.

2) pasien akan terpenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam waktu 4 jam setelah
diberi cairan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 126


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

3). Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menceritakan persepsinya tengtang


pengobatan tradisional dan menerima modifikasi yang akan diterapkan perawat.

Tahap terakhir adalah merumuskan rencana tindakan keperawatan. Rencana tindakan


keperawatan bisa berpedoman dari berbagai standar misalnya dari NIC atau nursing intervestion
classification, ANA (American Nurse assosiation), atau dari standar tersebut dikembangkan
berdasar data empiris pasien. Ketika perawat akan mengembangkan atau memodifikasi rencana
tindakan keperawatan maka harus dituliskan dengan kata kerja aktif, misalnya kaji vital sign,
lakukan program kolaborasi injeksi antibiotic 1 gram per delapan jam, beri posisi semi fowler,
anjurkan mengekspresikan maksud pemberian obat tradisional, dan sebagainya.

Keputusan yang berhubungan dengan masalah transkultural dalam pemberian asuhan


keperawatan.

Rencana tindakan keperawatan transcultural akan di tentukan berdasarkan diagnose


keperawatan transcultural.rencana tindakan transcultural didasari prinsip rencana tindakan dari
teori sunrise model yang terdiri dari 3 strategi yaitu :

1. Cultura care preservation or maintenance


2. Cultural care accommodation
3. Cultursl care repartening or reconstrutction.Tiga prinsip ini sudah di jelaskan
ketika membahas konsep keperawatan transcultural.

Leninger (1985),Mengatakan bahwa untuk mengurangi atau meminimallisasi


konflik yang berhubangan dengan budaya tersebut maka dengan memakai 3 strategi
yaitu:

a. Perlindungan perawatan budaya atau pemeliharaanya (cultural care


preservation or maintenance).tindakan keperawatan ini merujuk pada
keputusan provessional yang sifatnya membantu,mendukung budaya klien
untuk merawat atau menjaga keadaan kesehatan untuk sembuh dari sakit
atau menghadapi kematian
b. Akomodasi perawatan budaya atau negoisasi budaya (cultural care
accommodation or negotiation).keputusan professional ini bersifat
membantu.mendukung,dan memungkinkan budaya tertentu beradaptasi atau

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 127


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

bernegosiasi demi status kesehatan yang menguntukan atau memuaskan atau


menghadapi kematian.
c. Perumusan kembali dan restrugturisasi (culture care repatterning on
restructuring) tindakan dan keputusan professional ini bersifat
membantu,mendukung,dan memungkinkan pasien merubah cara hidup
mereka untuk pola baru yang secara budaya berarti dan memuaskan.

2. Keputusan yang berhubungan dengan masalah transkultural dalam pemberian


asuhan keperawatan.

Ada tiga pedoman keputusan yang ditawarkan yang berhubungan dengan masalah
transkultural dalam pemberian asuhan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :

1. mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance

1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi.

2) Bersikap tenang dan tidak terburu-bIuru saat berinterkasi dengan klien.

3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.

b. Cultural careaccomodation/negotiation

1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 128


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana  kesepakatan berdasarkan


pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik

c. Cultual care repartening/reconstruction

1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya.
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya 
kelompok.
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu.
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua.
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya  masingmasing


melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan
budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak
memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan
terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.

3. Merumukan rencana tindakan transcultural

Gambaran kasus l

Maria berusia 19 tahun,gadis meksiko-amerika,bersama keluarganya datang unit


emergenci dengan keluhan sesak nafas.RR 28x/menit , nadi 88x/menit .setelah dilakukan
pemeriksaan fisik klien menderita astma bronchiale dan harus menjalani rawat inap.sesaat
kemudian pamannya datang membawa sesajen berupa bunga dan perlengkapan yang
mengeluarkan asap dan meletakanya dibawa tempat tidur pasien. Pamanya percaya pada
voodoo,harapan pamanya sesajen tersebut dapat mempercepat kesembuhan klien.

Pembahasan kasus l

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 129


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Perawat professional yang bertanggung jawab merawat maria sebaiknya cepat


mengambil tindakan,data yang diperoleh dilakukan clusterikasi dan tentukan diagnose
keperawatannya.praktik ritual yang dilakukan paman pasien membahayakan kesehatan
pasiendan lingkungan sehingga prinsip tindakan keperawatan yang harus dilakukan perawat
adalah culture care rappaterning on restructuring.tindakan dan keputusan professional ini
bersifat membantu,mendukung,dan memungkinkan pasien merubah cara hidup mereka untuk
pola baru yang secara budaya berarti dan memuaskan.

Diagnose keperawatan transcultural : distress cultural berhubungan dengan batasan


atau pencegahan praktik ritual keagamaan ataau budaya dirumah sakit.
Ditandaidengan:
DO : Keluarga klien membawa sesajen yang mengeluarkan asap dikamar pasien
DS : Keluarga mengatakan bahewa sesajen tersebut mempercepat kesembuhan

Tujuan :

Setelah diberi penjelasan oleh perawat :

Klien dan keluarga menerima dan memahami penjelasan dari perawat tentang dampak
dari sesajen.

Kriteria hasil :

- Setelah 2x pertemuan klien dapat menerima perubahan yang akan diterapkan


perawat.
- Mengidentifikasi alternative untuk membentuk pola koping.

Rencana interfensi atau tindakan keperawatan :

- kaji seberapa jauh keyakinan pasien dan keluarga


- Anjurkan keluarga klien menyalakan sesaji dirumah dan mendoakan dari rumah
- Kaji indifidu terhadap perubahan-perubahan yang baru dialami klien
- Gali pengertian indifidu tentang masalah-masalah dan pengharapannya pada
pengobatan dan hasil-hasil diharapkan
- Tetapkan apakah keyakinan realistis atau tepat

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 130


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

- Pastikan hak-hak pasien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan pengobatan
yang dianjurkan.

4. Gambaran kasus

Bapak trengginas berusia 65 tahun, suku jawa, beraga islam, pendidikan SR (sekolah
rakyak),mata pencarian bertani,diagnose medis gagal ginjal akut (gga),klien merupakan anak
pertama dari 2 bersaudara dan merupakan kakek dari 15 cucu,anak ada 4 orang dan
merupakan keluarga berpengaruh di kampungnya.sejak pagi klien jatuh kesadaran apatis,gcs
11 pernapasan 32x/menit,T 200/90, S 37c. pasien mengalami odema anasarca.klien
sebelumya rutin mememriksakan tekanan darahnya ke puskesmas desa setempat.perna 2
kali mondok di RSUD Dr.Moewardi dengan diagnosa hipertensi.pagi itu keluaraga membawa
air dalam botol,salah satu keluarga menjelaskan bahwa air tersebut suda di beri doa dan
akan di minumkan pada pasien.(modifikasi hasil pengkajian mahasiswa program sarjana
keperawatan).

Pembahasan Kasus

Kondisi bapak Trengginas saat ini mengalami ganguan keseimbangan


cairan,kelebihan volume cairan,data pendukungnya adalah tanda vital sign diatas
dan odema anasarca.ketika perawat mengetahui perilaku keluarga maka sebagai
perawat professional dia harus melakukan analida data dan menentukan prinsip
rencana tindakan keperwatan transcultural.prinsip yang di pakai adalah negoisasi
budaya, sebab pemberian cairan yang berlebihan akan membahayakan jiwa
pasien.kemudian perawat akan berfikir kritis dan menyusun rencana tindakan
keperawatan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut.

Diagnosa keperawatan transcultural: ’’Ketidakpatuhan dalam pengobatan


berhubungan dengan system nilai yang di yakini’’

Ditandai dengan :

DO:keluarga pasien membawa air satu liter untuk di minumkn ke paisen.

DS:keluarga mengatakan bahwa air tersebut sudah di beri doa oleh dukun

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 131


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Tujuan : Setelah di beri penjelasan oleh perawat :

a. pasien mengerti pentinngnya dan kegunaan pengobatan yang dianjurkan


perawat
b. pasien memahami dampak pengobatan tradisional yang di lakukan.
c. pasien dan keluarga menerima dan memahami penjelasan dari perawat
tentang dampak pengobatan tradisional pada kasus pasien
d. pasien menerima tindakan dengan prinsip cultural care accommodation

Kriteria hasil : Setelah dua kali pertemuan klien dapat menceritakan resepsinya
tentang pengobatan tradisional dan menerima modifikasi yang akan di terapkan
perawat.

Rencana intervensi/tindakan keperawatan:

1. Kaji dan klarifikasi tingkat pengetahuan pasien dan keluarga


2. Beri kesempatan klien dan keluarga untuk mengexpresikan budayanya:terkait
pengobatan tradisonal yang dilakukan pasien dan keluarga
3. Hargai presepsi klien dan keluarga tentang budayanya.
4. Beri sikap impati pada klien dan keluarga
5. Jelaskan sesuai kondisi paisen dan keluarga tentang pengaruh cairan dalam
tibuh pasien
6. Modifikasi pengobatan tradisional dengan cara : ambil satu sendok makan air
yang telah di beri doa oleh dukun kemudian bersama paisen dan keluarga di
minuman ke pasien (prinsip culture care accommodation).
7. Dukung keluarga untuk mengikuti anjuran perawat dengan memberikan cairan
tersebut satbu sendok makan setiap hari
8. Observasi kondisi fisiologis dan psikologis pasiendan keluarga tiap hari.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 132


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

RANGKUMAN

1. Perencanaan dan  implementasi dalam  keperawatan transkultural adalah suatu proses


keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilh strategi
yang tepat dan implementasi adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Gigerand Daviddhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang dimiliki klien bila budaya
klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya kien bila budaya klien
kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien
bertentangan dengan kesehatan.

2. Rencana tindakan keperawatan transcultural dikembangkan dan dimodifikasi dari


berbagai standar rencana asuhan keperawatan.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 133


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

evaluasi

1. Sebutkan Tahapan Perencanaan keperawatan.


2. Keputusan yang berhubungan dengan masalah transkultural dalam pemberian asuhan
keperawatan.
3. Bagaimana Merumuskan rencana tindakan transkultural.
4. Buatlah Gambaran Kasus terkait dengan perencanaan dan implementasi keperawatan
transkultural.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 134


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

DAFTAR PUSTAKA

Anderson and Foster (1986) , antropologi kesehatan , : alih bahasa Suryadarma (1996) , Jakarta ,
Universitas Indonesia Press

Andrew , M.M and Boyle . J.S . (1995) , Transkultural conseps in care (2 nd ed) philelphia Company

Barnard ,Alan (2002). Philosofy of technology and Nursing . Nursing philosophy . 3 (1) : 15-26 ,
april 2002 Original papers www.health.com

Calabrese , J.D. (2008) Bentrokan Paradigma klinis : Dan Politik Hambatan etnosentris untuk
Upaya Amerika asli pada Self-Healing , “ www.blackwellpublishing.com. Diakses Juni , 2010

Chinn and kammer (1995) , Theory in Nursing a Systemic Approacch , Fourth edition . St Louis .
Mosby Year Book . Inc ,

George , J.B. (1995) . Nursing Theories The Based For Professional Nursing Practice . (4th ed ) .
Norwalk , Connecticut : Appleton & Lange

Giger and Davidhizar (1995) , Transkultural Nursing , Assesment and Intervention (2 nd ed ) St


Louis : Mosby

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 135


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Gracia, at all .(2002) . Women’s views of pregnancy Ultrasound : a Systematic review . Wiley
Interscience . Dec 2002 . Diakses Desember 2010

Hoegniman . (2001) . Thecnology , April 2002 Oiginal papers www.health.com

Hitchcock , J.E., Schubert, P.E . & Thomas , S.A. (1999) . Community Health Nursing Caring in
Action. New York : Delmar Publisher

Harkness and Dincer (1996) , Medikal Surgikal Nursing : Total Patient Care , Philadelphia : Mosby

Johnson , B.M. (2007). The holistic paradigm in nursing : The diffusion of an innovation . Article.
Journal Research and Nursing Volume 13 Issue 2 , Pages 129-139. Published Online .
www.interscience.wiley.com. Diakses 19 januari 2009

Kozier (1995) , Fundamental of Nursing : Conceps , Procces and Practice , fifth edition , California
Addison wesley

Koencoroningrat (1987) , Kebudayaan, Jakarta: Universitas Indonesia Press

Kozier (1995) , Fundamental of Nursing : Conceps , Process and Practice , fifth edition , California
Addison wesley

Leahy and Kizilay (1996) , Fundations of Nursing Practice : A Nursing Prcess Approach ,
Philadelphia : Lipincot Company

LeFevre , R.A.(1998). Applying Nursing Process: A step by step Guide. Philadelphia: Lipincot
Compony

Leininger , M. (2002). The Theory of Culture Care and the Ethnonursing Research Method.
Toronto , Medical Publishing Division.

Leininger , M. (2002). Culture Care Assessments for Congruent Competency Practices , Toronto ,
Medical Publishing Division

Mariner (1986) , Nursing Theories and Their Work . St Louis . Miisouri : C.V Mosby Company.

McCloskey , J.C dan Bulechek , G.M. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) . St.
Louis.Mosby Year Book Inc

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 136


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

McFarland dan Leininger . (2002). Transcultural Nurning Concept , Philadelphia : Lipincot


compony

Nurachmah (1999) , Hubungan antara Falsafah , Paradigma , model konseptual , teori


keperawatan dan Metodologi Ilmiah , Jakarta : tidak dipublikasikan

Perry and Potter (2001) , Fundamental of Nursing , Concepts proses , and practice ,
Philadelphia : Mosby

Prussing , E. (2008). “ Ketengan dan politik budaya perusahaan : etnograf’s Perspektif An pada ’’
budaya yang tepat “ Layanan ketergantungan di Amerika Utara asli ,
www.blackwellpublishing.com . Diakses Juni , 2010

Purnell , D. L., and Paulanka , B. J. (2003) . Transcultural Health Care. Philadhelphia . Davis
Company

Robins (1996) , Organizational Behavior , Conceps , Controversi, Applikations , New Jersey : A


Simon and Scuster company

Perry and Potter (1997) , Fundamental of nursing , Concepts , proses , and Practice , Philadelphia
: Mosby

Rice , P,L.,Naksook, C.(1999), Pregnancy and technology : Thai women’s perceptions and
experience of prenatal testing. Health Care Women Int. 1999 May-Jun;20(3):259-
78.www.intescience.com.

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 137


Modul Ajar Keperawatan Transkultural

Prodi DIV Keperawatan Poltekkes Kemenkes Ternate 138

Anda mungkin juga menyukai