Anda di halaman 1dari 323

BUKU AJAR

MATA KULIAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

. . . SKS ( . . .SKS Teori, . . . SKS Praktikum)

TINGKAT :...

SEMESTER :...

Tim Penulis:

Ns. Emitra, M.Kep

AKADEMIK KEPERAWATAN

BINA INSANI SAKTI


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karuniaNya
buku ajar keperawatan maternitas ini dapat diselesaikan. Buku materi
pembelajaran ini disusun untuk memenuhi proses pembelajaran mata kuliah
Keperawatan Anak yang ada pada kurikulum Akademi Keperawatan Bina
Insani Sakti dan sebagai pegangan bagi dosen dan mahasiswa dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas.

Dengan diterbitkannya buku materi pembelajaran ini diharapkan mahasiswa


dan dosen dapat melaksanakan pembelajaran dengan terarah, mudah dan
berorientasi pada pendekatan Student Centered Learning sehingga
pembelajaran yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan
memotivasi mahasiswa dapat belajar dengan disiplin dan mampu menghadapi
soal uji kompetensi nasional DIII keperawatan dengan baik

Terima kasih kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan buku materi pembelajaran ini. Semoga buku materi
pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi dosen dan mahasiswa Akademi
keperawatan Bina Insani Sakti.
Sungai Penuh,

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................iv

Bab I Persfektif Keperawatan Maternitas...................................................1

Issue dan Trend Keperawatan Maternitas........................................

Peran dan Fungsi Keperawatan Maternitas.......................................

Bab II Konsep Keperawatan Ibu Hamil......................................................

Bab III Anatomi dan Fisiologi Alat Reproduksi.........................................

Bab IV Konsep Keperawatan Maternitas....................................................

Bab V Konsep Keperawatan Ibu Intranatan dan bayi baru lahir................

Bab VI Konsep Masa Post Partum ............................................................

Bab VII Konsep Dasar Senam Hamil........................................................

Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Hamil........................................


Bab VIII Askep INC....................................................................................

Perawatan Payudara Pada Ibu Hamil...........................................

Bab IX Askep Dan Konsep Dasar pada Ibu Gangguan Reproduksi..........

Bab X Askep Pada Masa Post Partum.........................................................

Bab XI Askep Ibu dengan Gangguan Payudara..........................................

Bab XII Askep pada masa intranal dan komplikasi....................................


Bab XIII Askep pada ibu dengan Kegawatan Ruptur Uterus......................

Bab XIV Pelayanan Konstra dan Macam-macam Alat...............................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................

BAB I

PERSFEKTIF KEPERAWATAN MATERNITAS

A. PENDAHULUAN

Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep


dasar keperawatan maternitas yang meliputi filosopi dan paradigma
keperawatan maternitas, prinsip-prinsip keperawatan maternitas dan peran
dan fungsi perawat maternitas . Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini
diharapkan anda memahami konsep dasar keperawatan maternitas secara
umum yang penting digunakan dalam melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan praktek keperawatan pada maternitas yang berkualitas
diberbagai tatanan pelatanan kesehatan. Setelah menyelesaikan kegiatan
belajar ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan persfektif keperawatan maternitas

2. Menjelaskan issue dan trend keperawatan maternitas

3. Menjelaskan peran dan fungsi keperawatan maternitas

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini
dimulai dengan persfektif, issue dan trend dan peran dan fungsi
keperawatan maternitas, selanjutnya prinsip-prinsip keperawatan
maternitas dan diakhiri dengan pembahasan peran dan fungsi keperawatan
maternitas.

B. URAIAN MATERI
1. Persfektif Keperawatan Maternitas
a. Pengertian
Keperawatan Maternitas merupakan persiapan persalinan serta
kwalitas pelayanan kesehatan yang dilakukan dan difokuskan
kepada kebutuhan bio-fisik dan psikososial dari klien, keluarga ,
dan bayi baru lahir. (May & Mahlmeister, 1990).

Keperawatan Maternitas merupakan sub system dari pelayanan


kesehatan dimana perawat berkolaborasi dengan keluarga dan
lainnya untuk membantu beradaptasi pada masa prenatal,
intranatal, postnatal, dan masa interpartal. (Auvenshine &
Enriquez, 1990).

Keperawatan Maternitas merupakan pelayanan professional


berkwalitas yang difokuskan pada kebutuhan adaptasi fisik dan
psikososial ibu selama proses konsepsi / kehamilan, melahirkan,
nifas, keluarga, dan bayi baru lahir dengan menekankan pada
pendekatan keluarga sebagai sentra pelayanan. (Reede, 1997).
perawatan maternitas sudah mengalami banyak perubahan sebagai
respon dari kemajuan teknologi, obat, perawatan dan keinginan
individu dari pasangan yang memiliki anak. Perubahan signifikan
yang menjadi tren saat ini adalah meningkatnya kelahiran secara
Caesar dan induksi persalinan. Manajemen persalinan dan
kelahiran telah beralih dari intervensi obstetri sederhana dan
kelahiran secara natural menjadi intervensi obstetri yang lebih
canggih dan kelahiran yang dapat dikontrol, pada generasi saat ini
terdapat dorongan untuk memanfaatkan teknologi tersebut.

b. Asumsi yang mendasari asuhan keperawatan maternitas

a). Semua individu berhak lahir sehat, oleh karena itu setiap ibu
hamil dan janinberhak mendapatkan layanan kesehatan yang
berkualitas

b). Sikap masyarakat terhadap seksualitas, hubungan peran, masa


kehamilan dan persalinan, seiring dengan kemajuan teknologi
dalam mengendalikan fertilisasi menjadikan kedudukan sebagai
orang tua sebuah pilihan.

c). Reproduksi melibatkan satu atau lebih individu lain dan


merupakan proses psikofisiologis normal, dimana orang–orang
yang terlibat dapat merasakan kepuasaan fisik dan emosi.

d). Pengalaman kehamilan, melahirkan anak dan gangguan


kesehatan anak merupakan tugas perkembangan keluarga yang
dapat mencegah krisis situasi.

e). Perubahan fisiologis dan penyesuaian yang dialami ibu serta


anaknya selama proses melahirkan dapat berjalan dengan baik.
f). Setiap hasil reproduksi dan pengalaman melahirkan setiap
individu akan dipengaruhi oleh warisan budaya

2. Issue Dan Trend Keperawatan Maternitas

a. Pengertian

Perawat maternitas yang berpendidikan memahami pola pelayanan


kesehatan dan pengaruh berbagai faktor pada pemberian pelayanan
kesehatan masa kini. Kesadaran terhadap sejarah, trend sosial, dan
ekonomi membuat perawat dapat mengantisipasi bagaimana
perubahan akan mempengaruhi praktek profesional.

Tujuan dasar pelayanan maternitas adalah promosi kesejahteraan


keluarga Perawat maternitas tidak diam di tempat tetapi selalu
berubah dan dinamis Perawat maternitas harus dapat
mengidentifikasi, berfikir secara kritis dan berespon secara tepat
terhadap perubahan, trend dan issue saat ini.

Penurunan angka kematian ibu sangat lambat dan tidak merata


antar daerah  perdarahan, sepsis, eklamsi, abortus terkomplikasi,
partus lama dll. Menurut WHO kematian ibu adalah kematian
selama masa kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah
berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan
atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan
disebabkan oleh kecelakaan atau cedera. Di Indonesia sendiri,
angka kematian ibu masih cukup tinggi. Seperti yang tertulis dalam
Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu mencapai angka
359 per 100 ribu kelahiran hidup. Meskipun cukup tinggi, tapi
angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan data
survei yang didapat dari SDKI tahun 1991, sebesar 390 per 100ribu
kelahiran hidup. Sementara penyebab lainnya yang cukup besar
merupakan penyakit yang diderita ibu semasa kehamilan, seperti
penyakit kanker, ginjal, jantung, tuberculosis atau penyakit
lainnya.

b. Masalah
1. Penyebab angka kematian bayi masih tinggi
Kematian pada bayi disebabkan oleh penyakit menular seperti
radang paru-paru, diare dan malaria, Penyakit yang merenggut
paling banyak korban jiwa adalah radang paru-paru 18 persen,
atau sebanyak 1,58 juta anak diare (15 persen, 1,34 juta) dan
malaria 8 persen, 0.73 juta anak.
2. Penyebab angka kelahiran bayi masih tinggi.
Penyebab angka kelahiran bayi masih tinggi adalah pelayanan
kesehatan yang semakin meningkat, kurangnya pengetahuan
masyarakat progam KB.
3. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) tiap tahun atau dua ibu tiap jam
meninggal oleh sebab yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan dan nifas (Depkes RI,Dirjen Binkesmas, 2004).
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas
faktor- factor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan
kesehatan dan sosio-ekonomi. Penyebab komplikasi obstetrik
langsung telah banyak diketahui dan dapat ditangani, meskipun
pencegahannya terbukti sulit. Perdarahan sebagai penyebab
kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat
darurat yang kejadiannya masih banyak dari semua persalinan,
penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan
perdarahan yang belum jelas sumbernya (Chalik TMA, 1997).
Secara sempit, risiko obstetrik diartikan sebagai probabilitas
kematian dari seorang perempuan atau ibu apabila ia hamil.
Indikator yang lebih kompleks adalah adalah risiko seumur
hidup (lifetime risk) yang mengukur probabilitas kematian
perempuan atau ibu sebagai akibat kehamilan dan persalinan
yang dialaminya selama hidup. Bila istilah pertama hanya
mencantumkan kehamilan maka yang kedua mempunyai
dimensi yang lebih lebar yaitu kemampuan dan jumlah fertilitas.
Tingginya kematian ibu sebagian besar disebabkan oleh
timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih mampu. Keterlambatan merujuk
disebabkan berbagai faktor seperti masalah keuangan,
transportasi dsb. (Depkes RI, Dirjen Yanmedik, 2005)
4. Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual, atau PMS adalah berbagai infeksi
yang dapat menular dari satu orang ke orang yang lain melalui
kontak seksual.. Kelompok remaja dan dewasa muda (15-24
tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi
untuk tertular PMS, 3 juta kasus baru tiap tahun adalah dari
kelompok ini. Hampir seluruh PMS dapat diobati. Namun,
bahkan PMS yang mudah diobati seperti gonore telah menjadi
resisten terhadap berbagai antibiotik generasi lama. PMS lain,
seperti herpes, AIDS, dan kutil kelamin, seluruhnya adalah PMS
yang disebabkan oleh virus, tidak dapat disembuhkan. Beberapa
dari infeksi tersebut sangat tidak mengenakkan, sementara yang
lainnya bahkan dapat mematikan. Sifilis, AIDS, kutil kelamin,
herpes, hepatitis, dan bahkan gonore seluruhnya sudah pernah
dikenal sebagai penyebab kematian. Beberapa PMS dapat
berlanjut pada berbagai kondisi seperti Penyakit Radang
Panggul (PRP), kanker serviks dan berbagai komplikasi
kehamilan. Sehingga, pendidikan mengenai penyakit ini dan
upaya-upaya pencegahan penting untuk dilakukan.
3. Peran Dan Fungsi Keperawatan Maternitas

a. Peran Dan Fungsi Perawat Maternitas

Sebagai penyedia layanan kesehatan primer bagi ibu sehat dan


tidak memiliki resiko dalam proses persalinan dan memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah ginikologi.

Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut Reeder


(1997):

a). Pelaksana
Perawat yang bekerja member asuhan keperawatan di tempat
pelayanan kesehatan.
b). Pendidik
Pendidik disini dapat sebagai dosen bagi pasien maupun perawat
memberikan pendidikan kepada klien.

c). Konselor
Perawat sebagai seorang yang mempunyai keahlian dalam
melakukan konseling kepada klien, konselor bertanggung jawab
memberikan layanan dan konseling
d). Role model bagi para ibu
Panutan bagi para ibu-ibu yang sedang menjalankan
keperawatan maternitas.

e). Role model bagi teman sejawat

Panutan sesama perawat atau saling bekerja sama antar


paerawat.
f). Perumus masalah
Mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pasien dan
merumuskan masalah tersebut.

g). Ahli keperawatan

Perawat harus ahli dalam melaksanakan tugas keperawatan.

Peran perawat dalam keperawatan maternitas menurut


Old(1988), Bobak & Jensen (1993):
1. Member pelayanan
2. Advocate
3. Pendidik
4. Change Agent
5. Political Activis
6. Peneliti

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan
penuh konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai
materi tersebut, kerjakanlah latihan berikutl Anda dianjurkan untuk
mencari dan mempelajari:
1. Bagaimana penerapan persfektif keperawatan maternitas
2. Bagaimana penerapan issue dan trend keperawatan maternitas
3. Bagaimana peran dan fungsi keperawatan maternitas

D. RANGKUMAN
Keperawatan maternitas merupakan salah satu bentuk pelayanan
keperawatan profesional yang ditujukan kepada wanita pada masa usia
subur (WUS) berkaitan dengan system reproduksi, kehamilan, melahirkan,
nifas, antara dua kehamilan dan bayi baru lahir sampai umur 40 hari,
beserta keluarganya, berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar dalam
beradaptasi secara fisik dan psikososial untuk mencapai kesejahteraan
keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Setiap
individu mempunyai hak untuk lahir sehat maka setiap individu berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Upaya
mempertahankan kesehatan ibu dan bayinya sangat membutuhkan
partisipasi aktif dari keluarganya.

Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya


mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik
keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan bersifat holistik dengan
selalu menghargai klien dan keluarganya serta menyadari bahwa klien dan
keluarganya berhak menentukan perawatan yang sesuai untuk dirinya.
Keberhasilan penerapan asuhan keperawatan memerlukan kerjasama tim
yang terdiri dari pasien, keluarga, petugas kesehatan dan masyarakat.

E. EVALUASI
1. Tujuan keperawatan Maternitas adalah
a. Membantu klien dalam mengatasi msalah reproduksi dalam
mempersiapkan dir untuk kehamilan.
b. Memberi dukungan agar ibu hamil memandang kehamilan sebagai
pengalaman yang positif dan menyenangkan.
c. Membantu memberikan informasi yang adekuat untuk calon orang
tua.
d. Memahami social budaya klien

2. Model Konsep Keperawatan Maternitas adalah


a. Melaksanakan kelas untuk pendidikan prenatal orang tua
b. Mengikut serta keluarga dalam perawatan kehamilan, persalinan,
dan nifas.
c. Mengikut sertakan keluarga dalam operasi.
d. Mengatur kamar bersalin sepeti suasana rumah

3. Karakteristik keperawatan maternitas yaitu:


a. Fokus kebutuhan dasar
b. Pendekatan keluarga
c. Tindakan khusus dengan peran perawat.
d. Terjadi interaksi

4. Tatanan pelayanan keperawatan maternitas yaitu


a. Rumah Sakit
b. Puskesmas
c. Rumah bersalin
d. Komunitas

5. Perawat maternitas merupakan seorang profesional yang dibutuhkan


untuk memberikan perawatan yang kompeten dan beretika yaitu.
a. Kewajiban untuk mengerjakan dengan baik
b. Keadilan dalam memperlakukan semua orang
c. Kewajiban untuk menepati janji
d. Kewajiban untuk mengatakan yang sejujurnya

6. Peran dan ruang lingkup keperawatan maternitas sebagai pelaksana


adalah dalam
a. Mendeteksi secara dini penyimpangan dari keadaan normal
b. Mengorganisir perawatan pasien
c. Melakukan rujukan bila ditemukan penyimpangan
d. Menyediakan sarana kebutuhan pasien

BAB II

KONSEP KEPERAWATAN IBU HAMIL

A. PENDAHULUAN
Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep
dasar keperawatan maternitas yang meliputi filosopi dan paradigma
keperawatan maternitas, prinsip-prinsip keperawatan ibu hamil, tanda
ddan gejalan ibu hamil dan gangguan kesehatan pada ibu hamil. Setelah
menyelesaikan kegiatan belajar ini diharapkan anda memahami konsep
dasar keperawatan maternitas secara umum yang penting digunakan dalam
melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan dan praktek keperawatan
pada maternitas yang berkualitas diberbagai tatanan pelatanan kesehatan.
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan Konsep Keperawatan Ibu Hamil

2. Menjelaskan Tanda Dan Gejalan Ibu Hamil

3. Menjelaskan Gangguan Kesehatan Pada Ibu Hamil

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini
dimulai dengan persfektif, issue dan trend dan peran dan fungsi
keperawatan maternitas, selanjutnya prinsip-prinsip keperawatan ibu hamil
dan diakhiri dengan pembahasan gangguan kesehatan pada ibu hamil.

B. URAIAN MATERI
1. Konsep Keperawatan Ibu Hamil
Kehamilan atau disebut juga Gestasi adalah suatu proses/ rangkaian
peristiwa baru  yang akan dialami oleh wanita bila sel ovumnya
dibuahi oleh sel sperma yang berasal dari tubuh pria dalam proses
reproduksi. Oleh karena itu, ibu yang sedang hamil dikatakan pula
sedang mengandung. Pertanyaan ini dapat pula menimbulkan
pertanyaan, mengandung apa? Jawabannya tidak lain adalah
mengandung sel telur yang telah dibuahi oleh sel mani atau sperma.
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai dengan lahirnya janin
ke dunia luar. Lainnya kehamilan normal adalah 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir.
Kehamilan dibagi dalam 3 trimaster pertama dimulai dari konsepsi
sampai 3 bulan, triwulan kedua dimulai bulan ke 4 sampai bulan ke 6,
trimaster ketiga dari bulan ke 7 sampai bulan ke 9.

Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambung dan


terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan
pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan
plasentadan tumbuh kembang hasil sampai aterm.

Kehamilan menyebabkan perubahan fisik, psikis, dan sosial pada ibu


oleh karena itu peran keluarga sangat besar dalam upaya memelihara
kehamilan. Pada primigravida merupakan suatu kondisi kehamilan
yang pertama kali dialami oleh ibu maka asuhan antenatal care
merupakan standar terpenting dalam mendeteksi dini komplikasi yang
terjadi, baik pada ibu maupun pada janin. Dulu orang menganggap
bahwa pertolongan pada persalinan adalah yang terpenting untuk
menyelamatkan ibu dan anak. Tapi persalinan boleh diibaratkan
dengan pertandingan olahraga, prestasi pertandingan  tidak ditentukan
oleh daya upaya untuk persalinan saja tetapi jauh sebelumnya adalah
sangat tergantung pada persiapan fisik maupun mental, sebelum
pertandingan harus dimulai sejak ibu semasa hamil.

Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambung dan


terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan
pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan
plasentadan tumbuh kembang hasil sampai aterm. (Manuaba, 2010).
1). Ovulasi
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh
sistem hormonal yang kompleks. Selama masa subur yang
berlangsung 20 sampai 35 tahun, hanya 420 buah ovum yang dapat
mengikuti proses pematangan dan terjadi ovulasi. Dengan pengaruh
FSH, folikel primer mengalami perubahan menjadi folikel de Graaf
yang menuju ke permukaan ovarium disertai pembentukan cairan
folikel. Desakan folikel de Graaf ke permukaan ovarium
menyebabkan penipisan dan disertai devaskularisasi. Selama
pertumbuhan menjadi folikel de Graaf, ovarium mengeluarkan
hormon estrogen yang dapat mempengaruhi gerak dari tuba yang
makin mendekati ovarium, gerka sel rambut lumen tuba makin
tinggi, peristaltik tuba makin aktif. Ketiga faktor ini menyebabkan
aliran cairan dalam tuba makin deras menuju uterus.

Dengan pengaruh LH yang semakin besar dan fluktuasi yang


mendadak, terjadi pelepasan ovum yang disebut ovulasi. Dengan
gerak aktif tuba yang mempunyai umbai (fimbraie) maka ovum
yang telah dilepaskan segera ditangkap oleh fimbriae tuba. Proses
penangkapan ini disebutovum pick up mechanism. Ovum yang
tertangkap terus berjalan mengikuti tuba menuju uterus dalam
bentuk pematangan pertama artinya telah siap untuk dibuahi.
(Manuaba, 2010).

2). Spermatozoa
Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang
kompleks. Spermatogonium berasal dari sel primitif tubulus
menjadi spermatosit pertama, menjadi spermatosit kedua, menjadi
spermatid akhirnya spermatozoa.
Pertumbuhan spermatozoa dipengaruhi matarantai hormonal yang
kompleks dari pancaindra, hipotalamus, hipofisis dan sel interstisial
leydig sehingga spermatogonium dapat mengalami proses mitosis.
Pada setiap hubungan seksual dikeluarkan sekitar 3 cc sperma yang
mengandung 40 sampai 60 juta spermatozoa setiap cc. Bentuk
spermatozoa seperti cebong yang terdiri atas kepala (lonjong
sedikit gepeng yang mengandung inti), leher (penghubung antara
kepala dan ekor), ekor (panjang sekitar 10 kali kepala, mengandung
energi sehingga dapat bergerak). Sebagian besar spermatozoa
mengalami kematian dan hanya beberapa ratus yang dapat
mencapai tuba falopi. Spermatozoa yang masuk ke dalam alat
genitalia wanita dapat hidup selama tiga hari sehingga cukup waktu
untuk mengadakan konsepsi (Manuaba, 2010).
3. Konsepsi
Pertemuan inti ovum dengan inti spermatozoa disebut konsepsi
atau fertilisasi dan membentuk zigot. Proses konsepsi dapat
berlangsung seperti uraian dibawah ini.
1. Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh
korona radiata yang mengandung persediaan nutrisi.
2. Pada ovum, dijumpai inti dalam bentuk metafase ditengah
sitoplasma yang disebut vitelus.
3. Dalam perjalanan korona radiata makin berkurang pada zona
pelusida. Nutrisi dialirkan ke dalam vitelus melalui saluran pada
zona pelusida.
4. Konsepsi terjadi pada pars ampularis tuba, tempat yang paling
luas yang dindingnya penuh nonjot dan tertutup sel yang
mempunyai silia. Ovum mempunyai waktu hidup terlama di
dalam ampula tuba.
5. Ovum siap dibuah setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam.
Spermatozoa menyebar masuk melalui kanalis servikalis dengan
kekuatan sendiri. Pada kavum uteri, terjadi proses kapasitasi
yaitu pelepasan lipoprotein dari sperma sehingga mampu
mengadakan fertilisasi. Spermatozoa melanjutkan perjalanan
menuju tuba falopi

4. Proses Nidasi atau Implantasi


Dengan masuknya inti spermatozoa kedalam sitoplasma, ‘vitelus”
membangktkan kembali pembelahan dalam inti ovum yang dalam
keadaan “metafase”. Proses pemecahan dan pematangan mengikuti
bentuk anafase dan telofase sehingga pronukleusnya menjadi
“haploid”. Pronukleus spermatozoa dalam keadaan haploid saling
mendekati dengan inti ovum yang kini haploid dan bertemu dalam
pasangan pembawa tanda dari pihak pria maupun wanita.
Pada manusia terdapat 46 kromosom dengan rincian 44 dalam
bentuk “autosom” sedangkan 2 kromosom sisanya sebagai
pembawa tanda seks. Wanita selalu resesif dengan kromosom X.
Laki-laki memiliki dua bentuk kromosom seks yaitu kromosom X
dan Y. Bila spermatozoa kromosom X bertemu sel ovum, terjadi
jenis kelamin wanita sedangkan bila kromosom seks Y bertemu sel
ovum, terjadi jenis kelamin laki-laki. Oleh karena itu, pihak wanita
tidak dapat disalahkan dengan jenis kelamin bayinya yang lahir
karena yang menentukan jenis kelamin adalah pihak suami. Setelah
pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa, terbentuk zigot yang
dalam beberapa jam telah mampu membelah dirinya menjadi dua
dan seterusnya.berbarengan dengan pembelahan inti, hasil konseps
terus berjalan menuju uterus. Pembelahan berjalan terus dan
didalam morula terbentuk ruangan yang mengandung cairan yang
disbut blastula. Perkembangan dan pertumbuhan berlangsung,
blastula dengan vili korealisnya yang dilapisi sel trofoblas telah
siap untuk mengadakan nidasi.

5. Pembentukan plasenta
Nidasi atau implantasi terjadi pada bagian fundus uteri di dinding
depan atau belakang. Pada blastula, penyebaran sel trofoblas yang
tumbuh tidak rata sehingga bagian blastula dengan inner cell mass
akan tertanam ke dalam endometrium.terjadinya nidasi (implantasi)
mendorong sel blastula mengadakan diferensiasi. Sel yang dekat
dengan ruangan eksoselon membentuk “entoderm” dan yolk sac
(kantong kuning telur) sedangkan sel lain membentuk “ektoderm”
dan ruangan amnion. Plat embrio terbentuk diantara dua ruang
yaitu ruang amnion dan kantung yolk sac. Plat embrio terdiri dari
unsur ektoderm, endoterm dan mesoderm. Ruangan amnion dengan
cepat mendekati korion sehingga jaringan yang terdapat di antara
amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali pusat.
Awalnya yolk sac berfungsi sebagai pembentuk darah bersama
dengan hati, limpa dan sumsum tulang. Pada minggu kedua sampai
ketiga terbentuk bakal jantung dengan pembuluh darahnya yang
menuju body stalk (bakal tali pusat). Jantung bayi mulai dapat
dideteksi pada minggu ke-6 sampai 8 dengan menggunakan
ultrasonografi atau sistem Doppler.

2. Tanda Dan Gejalan Ibu Hamil

a. Tanda-tanda kemungkinan hamil


a).  Perut membesar
b). Uterus membesar: terjadi perubahan dalam bentuk, besar dan
konsistensi dari rahim.
c).   Tanda Hegar
d). Tanda Chadwick
e).  Tanda Piscaseck
f).   Kontraksi-kontraksi kecil uterus bila dirangsang = Braxton-
Hiks
g). Teraba Ballotement
h).  Reaksi kehamilan positif

b. Tanda pasti (tanda positif)


a).  Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasa atau diraba, juga
bagian bagian janin.
b).   Denyut jantung janin
1)      Didengar dengan stetoskop-monoral Laennec
2)      Dicatat dan didengar dengan alat Doppler
3)      Dicatat dengan feto-elektro kardiogram
4)      Dilihat pada ultrasonografi
c).  Terlihat tulang-tulang janin dalam foto rontgen
3. Gangguan Kesehatan Pada Ibu Hamil

1). Anemia berisiko lebih besar mengalami persalinan prematur

Selama kehamilan, tubuh mengalami perubahan yang signifikan


Pada umumnya, ibu hamil berisiko lebih tinggi untuk mengalami
anemia American Society of Hematology mengatakan, ketika hamil
tubuh membutuhkan lebih banyak zat besi dibanding saat sebelum
hamil. Bila kebutuhan zat besi tidak terpenuhi, ibu hamil bisa
mengalami b anemia. Anemia yang terjadi berkepanjangan dan
tidak terkontrol dengan baik dapat meningkatkan risiko
terjadinya persalinan prematur atau bayi dengan berat lahir rendah.
Sedangkan anemia selama kehamilan bisa menjadi kondisi ringan
dan mudah diobati jika terdeteksi dini dan segera diatasi.

2). Diabetes berpotensi menurun ke anak

Freepik/xb100 Faktanya, diabetes merupakan penyakit yang


merenggut banyak jiwa tanpa diketahui gejalanya. Meski tidak
pernah memiliki riwayat penyakit diabetes sebelumnya, Mama bisa
saja mengalami diabetes gestasional saat hamil. Secara umum,
ibu hamil yang mengalami diabetes berpotensi untuk menurunkan
penyakit tersebut pada anaknya kelak. 

Americanpregnancy menjelaskan, segera mengendalikan diabetes


selama kehamilan adalah kunci untuk kesehatan sang ibu dan janin.
Untuk itu penting bagi Mama selalu berkonsultasi dengan dokter dan
mengatur pola makan yang tepat untuk mengontrol diabetes yang
dialami.

3). Hipertensi selama kehamilan membutuhkan pemantauan ketat

Freepik/senivpetro Tekanan darah tinggi selama kehamilan terjadi


bila tekanan darah mencapai140 mm Hg atau lebih tinggi sistolik,
dengan diastolik 90 mm Hg atau lebih tinggi. Pada awal
kehamilan hingga pertengahan trimester kedua, tekanan darah
ibu hamil sebenarnya dapat menurun.

Dikutip dari Mayoclinic, memiliki hipertensi selama kehamilan


membutuhkan pemantauan ketat dan teratur. Tekanan darah tinggi
kronis yang tidak terkontrol selama kehamilan bisa membahayakan
kesehatan ibu dan janin.

4). Gangguan kesehatan mental cenderung mengalami mood swing

Freepik/yanalya Depresi dan kecemasan adalah masalah kesehatan


mental yang paling sering terjadi dalam kehamilan. Selama hamil,
perubahan hormon bisa memengaruhi kadar zat kimia di otak yang
berhubungan langsung dengan pengaturan suasana hati. Inilah
sebabnya ibu hamil cenderung mengalami mood swing atau
perubahan suasana hati.

Depresi yang berlanjut selama kehamilan dapat mempersulit sang


ibu untuk merawat dirinya dan bayinya yang belum lahir.

Penting bagi setiap calon Mama untuk mengenali faktor risiko dan
gejala masalah mental yang terjadi selama kehamilan. Segera cari
bantuan ahli yang dapat membantu Mama mengatasi masalah
mental yang Mama alami.

5). Preeklampsia adalah suatu kondisi serius

Freepik/bearfotos Preeklampsia bisa terjadi ketika seorang ibu


hamil memiliki tekanan darah tinggi, protein dalam urinenya dan
pembengkakan di kaki. WebMD memaparkan, preeklampsia dapat
menyebabkan eklampsia. Eklampsia merupakan kondisi serius
yang dapat mengancam nyawa Mama dan janin.
Satu-satunya cara membantu melindungi diri sendiri dari
preeklampsia adalah dengan mempelajari gejala preeklampsia
dan mengunjungi dokter untuk perawatan pranatal secara teratur.

Itulah kelima risiko yang paling umum terjadi di masa kehamilan.


Tidak perlu khawatir, bila Mama rutin berkonsultasi ke dokter dan
menjalankan gaya hidup sehat, Mama bisa terbebas dari kelima
masalah kesehatan tersebut.

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan
penuh konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai
materi tersebut, kerjakanlah latihan berikutl Anda dianjurkan untuk
mencari dan mempelajari:
1. Bagaimana penerapan Konsep Keperawatan Ibu Hamil
2. Bagaimana penerapan Tanda Dan Gejalan Ibu Hamil
3. Bagaimana Gangguan Kesehatan Pada Ibu Hamil

D. RANGKUMAN
Proses kehamilan merupakan matarantai yang bersinambung dan terdiri
dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan
zigot, nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasentadan tumbuh
kembang hasil sampai aterm. (Manuaba, 2010). Perkembangan janin pada
dua minggu pertama, hasil konsepsi masih merupakan perkembangan dari
ovum yang dibuahi, dari minggu ke-3 sampai ke-6 disebut mudigah
(embrio) dan sesudah minggu ke-6 mulai disebut fetus. Perubahan-
perubahan dan organogenesis terjadi pada berbagai periode kehamilan.

Tanda dan gejala kehamilan diantaranya adalah Tanda-tanda presumptif,


Tanda-tanda kemungkinan hamil dan Tanda pasti (tanda positif).
Perubahan Fisiologi Pada Kehamilan terjadi pada sistem reproduksi
diantaranya Uterus, Indung telur (ovarium), Vagina vulva, Dinding perut
(abdominal wall) dan Payudara. Serta Perubahan pada organ dan sistem
lainnya diantaranya Sistem sirkulasi darah, Sistem pernapasan, Saluran
pencernaan, Tulang dan gigi, Kulit dan Kelenjar endokrin.

Pemeriksaan Ibu Hamil meliputi tahap Anamnesa, Pemerikaan fisik,


Pemeriksaan dalam (pembukaan, perlunakan serviks, ketuban, penurunan
bagian terendah, penempatan kombinasi, tumor yang menyerupai bagian
terendah, pelvimetri panggul) dan Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan
laboratorium, ultrasonografi, tes pemeriksaan air ketuban, tes pemeriksaan
bakteriologis).

E. EVALUASI
1. Seorang ibu datang ke Puskesmas dengan keluhan mual, muntah, dan
pusing. Saat dikaji, ibu mengatakan sudah tidak haid sejak dua bulan
yang lalu. Hari pertama haid terakhir (HPHT) adalah tanggal 17
Oktober 2015. Taksiran persalinan (TP) ibu tersebut
adalah pada tanggal ....
a. 24 Juni 2016
b. 14 Juli 2016
c. 24 Juli 2016
d. 26 Juni 2016

2. Seorang ibu G2P1A0 hamil 28 minggu datang ke Puskesmas. Saat


dikaji tinggi fundus uterus (TFU) 28 cm, dan kepala berada di bawah
spina ischiadika. Besar taksiran berat badan janin ibu tersebut
adalah ....
a. 2635 gram
b. 2480 gram
c. 3565 gram
d. 3410 gram
3. Seorang ibu G2P1A0 hamil 18 minggu datang ke Puskesmas, dengan
keluhan kontraksi tidak teratur, kontraksi dirasakan tidak sakit.
Kontraksi yang dirasakan oleh ibu tersebut adalah ....
a. Kontraksi goodell
b. Kontraksi quickening
c. Kontraksi atau HIS palsu
d. Kontraksi Braxton Hicks

4. Seorang ibu hamil G1P0A0 datang ke Puskesmas dengan keluhan


mual dan muntah pada pagi hari. Setelah dilakukan pemeriksaan urin,
ibu (+) hamil. Penyebab ibu mual dan muntah adalah karena ....
a. Peningkatan HCG
b. Peningkatan progesteron
c. Kurangnya tidur di malam hari
d. Terlalu banyak makan dan minum

5. Seorang ibu hamil G3P2A0 , dengan usia kehamilan 35 minggu


mengeluh sering kencing Ibu mengatakan keluhannya tersebut
menyebabkan sulit tidur karena sering bolak–balik ke kamar mandi
pada malam hari. Penyebab sering berkemih pada ibu tersebut
adalah ....
a. Pembesaran kehamilan
b. Peningkatan progesteron
c. Penurunan otot dasar panggul
d. Intake/minum terlalu sedikit

6. Seorang ibu hamil, dengan usia kehamilan 35 minggu mengeluh


kakinya bengkak, sehingga harus mengganti ukuran sepatunya.
Penyebab kaki ibu bengkak adalah ....
a. Peningkatan HCG
b. Penurunan aliran renal
c. Peregangan otot abdomen
d. Penurunan tonus bladder

7. Ibu hamil mengeluh pusing. Pusing dirasakan disertai berkunang–


kunang, bertambah jika ibu berdiri setelah berbaring. Hasil pengukuran
tekanan darah 90/60 mmHg. Penyebab ibu tersebut mengalami
hipotensi karena terjadi ....
a. Peningkatan progesteron
b. Peningkatan cardiac output
c. Peningkatan sel darah merah
d. Peningkatan volume dan sel darah merah

8. Seorang ibu datang ke Puskesmas dengan keluhan sekarang tidak


percaya diri lagi karena kulit perutnya tidak mulus lagi. Ibu mengalami
striae gravidarum. Ibu mengatakan malu karena temannya sering
membandingkan bahwa perut temannya saat hamil tetap mulus.
Penyebab ibu merasakan malu karena ....
a. Kulit perut teregang
b. Ibu mengalami peningkatan estrogen
c. Ibu sering menggaruk–garuk perutnya
d. Ibu mengalami peningkatan vaskularisasi

9. Ibu hamil G1P0A0, 38 minggu datang ke Puskesmas Pembantu untuk


bertanya pada perawat apakah dirinya boleh melakukan hubungan
suami istri bersama pasangannya. Jawaban perawat terhadap
pertanyaan kliennya adalah ....
a. Tidak boleh karena bisa menekan janin
b. Boleh karena suami tidak bisa menahan nafsu
c. Tidak boleh karena dapat menimbulkan kontraksi
d. Boleh karena umur kehamilan sudah mature dan dapat membantu
kontraksi
10. Seorang ibu muda datang ke Puskesmas dengan keluhan mual dan
muntah pada pagi hari. Setelah dilakukan pemeriksaan urin, ibu (+)
hamil. Ibu mengatakan bahwa dirinya belum siap hamil. Yang harus
perawat lakukan agar ibu dapat mempersiapkan tugas kehamilannya
dengan perubahan psikososial yang terjadi adalah ....
a. Menerima bayi
b. Menerima kehamilan
c. Menerima perkawinan
d. Menyiapkan kelahiran bayi sebagai akhir dari kehamilan
BAB III
ANATOMI DAN FISIOLOGI ALAT REPRODUKSI

A. PENDAHULUAN
Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep
dasar keperawatan maternitas yang meliputi anatomi dan fisiologi alat
reproduksi wanita interna dan eksterna, dan proses menstruasi. Setelah
menyelesaikan kegiatan belajar ini diharapkan anda memahami konsep
dasar keperawatan maternitas secara umum yang penting digunakan dalam
melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan dan praktek keperawatan
pada maternitas yang berkualitas diberbagai tatanan pelatanan kesehatan.
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi alat reproduksi wanita interna dan
eksterna
2. Menjelaskan proses menstruasi

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini
dimulai dengan anatomi dan fisiologi alat reproduksi wanita interna dan
eksterna, diakhiri dengan pembahasan proses menstruasi

B. URAIAN MATERI
1. Anatomi dan Fisiologi Alat Reproduksi Wanita Interna Dan
Eksterna
Alat reproduksi wanita terdiri atas alat/organ eksternal dan internal,
dan sebagian besar terletak dalam rongga panggul. Eksternal (sampai
vagina) memiliki  fungsi kopulasi dan bagian Internal memiliki fungsi
ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,
pertumbuhan fetus, kelahiran.

Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan/dipengaruhi oleh


hormon-hormon gondaotropin/steroid dari poros hormonal thalamus –
hipothalamus – hipofisis – adrenal – ovarium. Selain itu terdapat
organ/system ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh
siklus reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan
sebagainya.

a. Genitalia Eksternal

Terdiri atas:
1) Vulva
Vulva ini terdiri dari beberapa organ wanita yaitu eksternal. Hal
ini termasuk pad, kecil bulat lemak yang melindungi tulang
kemaluan. Menjangkau ke hampir ke dubur adalah dua lipatan
jaringan lemak, yang disebut “bibir lebih besar,” untuk
melindungi alat kelamin bagian dalam. Hanya dalam dua “bibir
kecil”, yang menyertakan pembukaan uretra (yang turun dari
kantong tersebut) dan vagina. Pada ujung atas, adalah proyeksi
kecil, disebut “kulup” yang melindungi clitoris.

2) Mons pubis/mons veneris


Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
3) Labia Mayora
Labia utama (tunggal, labium) melampirkan dan melindungi
organ-organ lain reproduksi eksternal. Mereka sesuai dengan
skrotum pada laki-laki dan terutama terdiri dari lipatan bulat dari
jaringan adiposa tertutup oleh kulit. Pada kulit luar termasuk
rambut banyak, kelenjar keringat, kelenjar andsebaceous,
sementara di dalamnya yang tipis dan berbulu. Labia utama
terletak dekat bersama dan memanjang dipisahkan oleh celah
yang mencakup urethral dan pembukaan vagina. Di depan, labia
bergabung untuk membentuk ketinggian bulat dari jaringan lemak
yang disebut “mons pubis,” yang ignimbrit simfisis pubis. Di
belakang, dekat anus, labia agak meruncing dan menggabungkan
ke dalam labia minor.

4) Labia Minora
Labia (tunggal, labium) kecil ini diratakan memanjang ke lipatan
terletak dengan celah antara labia besar. Lipatan ini
memperpanjang sepanjang kedua sisi ruang depan. Mereka terdiri
dari jaringan penghubung yang kaya disertakan dengan pembuluh
darah, yang menyebabkan penampilan merah muda. Di belakang,
dekat anus, labia minor bergabung dengan labia besar, sementara
di depan mereka berkumpul untuk membentuk sebuah tudung
seperti meliputi antara lain sekitar klitoris.

5) Clitoris
Klitoris adalah tonjolan kecil di bagian depan vulva antara labia
minor. Meskipun sebagian besar tertanam di sekitar jaringan,
biasanya sekitar 2 cm dan 0,5 cm diameter. Clitoris sesuai dengan
penis pada pria dan agak mirip struktur. Hal ini terdiri dari dua
kolom jaringan ereksi, yang dipisahkan oleh septum dan
dikelilingi oleh meliputi dari padat, jaringan ikat berserat. Pada
akar klitoris, kolom jaringan berbeda untuk membentuk “krura,”
yang pada gilirannya melekat pada sisi lengkungan kemaluan. Di
depan, massa kecil jaringan ereksi membentuk “kelenjar,” yang
kaya dengan disertakan dengan serat saraf sensorik.

6) Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus
Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa
navicularis.

7) Introitus/Orifium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara/hymen, utuh tanpa
robekan. Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis,
septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen
dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan
robekan (misalnya berbentuk fimbriae).

Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae


myrtiformis adalah sisa-sisa selaput dara yang robek yang tampak
pada wanita pernah melahirkan/para.Hymen yang abnormal,
misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup
total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi
terkumpul di rongga genitalia interna.

8) Vagina
Vagina adalah bagian otot yang merupakan bagian dari organ seks
wanita dan yang menghubungkan leher rahim (serviks) dengan
alat kelamin eksternal. Vagina, yang kira-kira dua dan satu
setengah sampai empat inci, memiliki dinding berotot yang
disertakan dengan banyak pembuluh darah. Dinding ini menjadi
tegak saat seorang wanita terangsang sebagai tambahan darah
dipompa ke dalam kapal. Vagina memiliki tiga fungsi: sebagai
wadah untuk penis selama bercinta; sebagai outlet untuk darah
selama menstruasi, dan sebagai jalan bagi bayi untuk melewati
saat lahir.
Fungsi vagina: Untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid,
untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).  Bagian atas
vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus
urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior,
posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh
(G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior
dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus
vaginal.

9) Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas
otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan
diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda,
m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median
m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada
persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

b. Genitalia Internal
Terdiri atas:
1) Uterus
Uterus atau rahim adalah organ yang berongga, otot di mana telur
(zigot) dibuahi, menjadi tertanam dan di mana telur diberi makan
dan dibiarkan berkembang sampai kelahiran.  Terletak dalam
rongga panggul di belakang kandung kemih dan di depan usus
besar. Rahim biasanya miring ke depan pada sudut sembilan
puluh derajat ke vagina, meskipun pada sekitar 20% dari
perempuan miring ke belakang. Rahim dilapisi dengan jaringan
yang berubah selama siklus menstruasi. Membangun jaringan ini
di bawah pengaruh hormon dari ovarium. Ketika hormon menarik
setelah siklus menstruasi, pasokan darah dipotong dan jaringan
dan telur yang tidak dibuahi sebagai limbah.

Uterus terdiri dari :


a) Fundus uteri (dasar rahim) bagian uterus yang terletak antara
kedua pangkal saluran telur.
b) Korpus uteri. Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,
bagian ini berpungsi sebagai tempat janin berkembang.
Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri
atau rongga rahim.
c) Servik uteri. Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut
porsio, hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis di
sebut, ostium, uteri, internum.

Dinding uterus terdiri dari :


a) Endromentium (epitel, kelenjar, jaringan dan pembuluh darah)
merupakan lapisan dalam uterus yang mempuyai arti penting
dalam siklus haid. Seorang wanita pada reproduksi, pada
kehamilan endomentrium akan menebal, pembuluh darah
bertambah banyak hal ini diperlukan untuk memberi makanan
pada janin
b) Miometrium ( lapisan otot polos ) tersusun sedemikian rupa
hingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan.
Sesudah plasenta lahir akan mengalami pengecilan sampai
keukuran normal sebelumnya.
c) Mapisan serosa (peritonium verisal) terdiri atas ligamentum
yang mengguatkan uterus yaitu:
1) ligamentum kardinale kiri dan kanan, mencegah supaya
uterus tidak turun.
2) ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan, menahan uterus
supanya tidak banyak bergerak.
3) ligamentum rotundum kiri dan kanan, menahan uterus agar
tetap dalam keadaan antlovleksi.
4) ligamentum latum kiri dan kanan, ligamentum yang
meliputi tuba.
5) ligamentum infundibulo pelvikum ligament yang menahan
tuba falopi.

Fungsi uterus:
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan, sebutir ovum yang telah keluar dari ovarium
dihantarkan melalui tuba uterine keuterinis, pembuahan secara
normal terjadi didalam tuba uterina, endromentium disiapkan
untuk menerima ovum yang telah dibuahi dan ovum tertanam
dalam endromentrium, pada waktu hamil uterus bertambah
besar dindingnya menjadin tipis tetapi kuat dan besar sampai
keluar pelvis masuk kedalam rongga abdomen pada masa
pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkondraksi
mendorong bayi dan plasenta keluar.

2) Serviks Uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis
(berbatasan/menembus dinding dalam vagina) dan pars
supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan
jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di
dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan
lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel
skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum
(dalam, arah cavum).

Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium


externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi
serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica.
Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang
mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan
berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas
lendir serviks dipengaruhi siklus haid.

3) Corpus Uteri
Terdiri dari: paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat
pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke
dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta
dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri,
menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-
hormon ovarium.

Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior,


fundus uteri berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus
terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi selama
pertumbuhan dan perkembangan wanita.

4) Ligamenta Penyangga Uterus


Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum
cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium,
ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina,
ligamentum rectouterina.

Vaskularisasi Uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca
interna, serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis.

5) Salping/Tuba Falopi
Tabung fallopi memanjang dari uterus ke ovarium. Tabung ini
membawa telur dan sperma dan adalah tempat fertilisasi telur,
atau “ovum” terjadi. Saluran telur terletak di bagian panggul dari
rongga perut dan setiap tabung mencapai dari indung telur untuk
menjadi bagian atas rahim. Ini tabung berbentuk corong adalah
sekitar tiga inci panjangnya.

Akhir lebih besar dari saluran dibagi menjadi berbulu, jari-


proyeksi seperti yang terletak dekat dengan ovarium. Memukul
proyeksi ini, bersama dengan kontraksi otot, memaksa sel telur ke
saluran akhiri kecil, yang membuka ke dalam rahim. Setelah
hubungan seksual, sperma berenang ini saluran dari uterus.
Lapisan tabung dan sekresi yang mempertahankan baik telur dan
sperma, mendorong pemupukan dan bergizi telur sampai
mencapai rahim.

Tuba falopi terdiri atas :


1. Interstitialis, bagian yang terdapat di dinding uterus.
2. Ismika/ismus, merupakan bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya.
3. Ampularis, bagian yang terbentuk saluran leher tanpak
konsepsi agak lebar,
4. Bagian ujung tuba yang terbuka diseut frinbia untuk
menangkap telur kemudian menyalurkan telur kedalam tuba.
Fungsi tuba uterine. Mengantarkan ovum dari ovarium k eke
uterius. Menyediakan tempat untuk pembuahan, perjalanan
ovum dibuahi maka terjadi kehamilan ektropik, karena ovum
tidak dapat bergerak terus maka ovum tertanam dalam tempat
yang abnormal, hal ini bisa berakhir 8-10 minggu.

6) Pars Isthmica (Proksimal/Isthmus)


Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter
uterotuba pengendali transfer gamet.
7) Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga
terjadi implantasi di dinding
tuba bagian ini. Pars infundibulum (distal) Dilengkapi dengan
fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat
dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi “menangkap”
ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan
membawanya ke dalam tuba.
8) Messolping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada
usus).
9) Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai
jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari
korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal
primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid
(estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus
luteum pascaovulasi).

Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui


perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang
dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum
ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan
ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis
inferior terhadap arteri renalis.

2. Proses Menstruasi
Proses menstruasi adalah luruhnya dinding rahim yang dipersiapkan
untuk kehamilan. Jika tidak terjadi pembuahan sel telur oleh sel
sperma, wanita akan mengalami proses menstruasi setiap bulannya.
Namun, tiap wanita memiliki siklus menstruasi yang berbeda-beda. 

Proses menstruasi merupakan sebuah siklus. Siklus


menstruasi umumnya terjadi selama 28 hari, dihitung dari hari pertama
keluarnya darah menstruasi saat ini hingga hari pertama keluar darah
mens pada siklus haid selanjutnya.

Namun, tidak semua wanita memiliki panjang siklus menstruasi yang


sama. Siklus menstruasi bisa datang lebih cepat atau justru lebih
lambat, tergantung pada kondisi masing-masing wanita.
a. Memahami Proses Menstruasi
Secara umum, proses menstruasi terbagi menjadi empat fase, yaitu:
1) Fase menstruasi
Jika pada fase menstruasi tidak terjadi pembuahan sel telur oleh
sel sperma, lapisan dinding rahim (endometrium) yang
mengandung pembuluh darah, sel-sel dinding rahim, dan lendir
akan luruh dan keluar melalui vagina.

Fase menstruasi dimulai sejak hari pertama siklus menstruasi


dimulai dan bisa berlangsung selama 4–7 hari. Pada fase ini,
wanita biasanya akan merasakan nyeri di perut dan punggung
bagian bawah karena rahim berkontraksi untuk membantu
meluruhkan endometrium atau dinding rahim.

2) Fase folikular
Fase folikular berlangsung sejak hari pertama menstruasi hingga
memasuki fase ovulasi. Pada fase ini, ovarium atau indung telur
akan memproduksi folikel yang berisi sel telur.

Seiring dengan pertumbuhan folikel ovarium, dinding


endometrium juga akan menebal untuk “menyambut” sel telur
yang diharapkan sudah dibuahi sperma. Fase folikular biasanya
terjadi pada hari ke-10 dari 28 hari dalam sebuah siklus
menstruasi.
3) Fase ovulasi
Fase ovulasi dikenal juga dengan masa subur wanita. Pada fase
ini, folikel yang diproduksi ovarium akan melepaskan sel telur
untuk dibuahi. Sel telur yang telah matang akan bergerak melalui
tuba fallopi dan menuju ke rahim. Sel telur ini hanya akan
bertahan selama 24 jam.
Jika tidak dibuahi sperma, sel telur akan mati. Sementara itu, sel
telur yang dibuahi sperma akan membentuk janin. Fase
ovulasi biasanya terjadi sekitar 2 minggu sebelum siklus
menstruasi berikutnya dimulai.
4) Fase luteal
Setelah fase ovulasi, folikel yang telah pecah dan mengeluarkan
sel telur akan berubah membentuk struktur yang disebut korpus
luteum. Korpus luteum ini akan memicu peningkatan hormon
progesteron untuk mempertebal lapisan dinding rahim.

Fase luteal dikenal juga sebagai fase pramenstruasi. Pada fase ini,


wanita biasanya akan merasakan sejumlah gejala, seperti nyeri
payudara, muncul jerawat, badan terasa lemas, dan menjadi
mudah marah atau emosional.

Fase luteal dapat berlangsung selama 11–17 hari, tetapi rata-rata


wanita mengalami fase ini selama 14 hari.
Proses menstruasi akan terus berputar dan berakhir ketika seorang
wanita sudah memasuki masa menopause. Biasanya, menopause
terjadi saat wanita berusia 40 tahun ke atas.

b. Hormon yang Memengaruhi Proses Menstruasi


Proses menstruasi dipengaruhi oleh beberapa hormon, antara lain:
1) Hormon estrogen
Hormon estrogen berperan penting dalam pembentukan fisik dan
organ reproduksi wanita, misalnya dalam menumbuhkan kelenjar
payudara dan rambut di sekitar organ intim, serta mengatur siklus
menstruasi. Kadar hormon estrogen akan meningkat selama fase
folikular dan menurun pada fase luteal.
2) Hormon progesterone
Hormon progesteron akan diproduksi setelah wanita melewati
fase ovulasi. Salah satu fungsi hormon progesteron adalah
merangsang lapisan dinding rahim untuk menebal dan siap
menerima sel telur yang telah dibuahi.
Kadar hormon progesteron akan mengalami penurunan pada fase
folikular dan peningkatan pada fase luteal.
3) Gonadotrophin-releasing hormone (GnRh)
Gonadotrophin-releasing hormone (GnRh) diproduksi di dala
otak bagian hipotalamus. Hormon ini berfungsi untuk
merangsang kelenjar pituitari agar mengeluarkan follicle
stimulating hormone dan luteinizing hormone.
4) Follicle stimulating hormone (FSH)
Hormon ini berperan dalam merangsang produksi sel telur. Dalam
siklus menstruasi, kadar hormon ini akan meningkat sebelum sel
telur dilepaskan oleh ovarium.
5) Luteinizing hormone (LH)
Hormon ini berfungsi merangsang ovarium untuk melepaskan sel
telur selama ovulasi. Jika sel telur bertemu sperma dan dibuahi,
hormon ini akan merangsang korpus luteum untuk memproduksi
hormon progesteron.

Proses menstruasi yang normal akan terjadi dengan melalui fase-


fase seperti di atas dan berlangsung secara teratur setiap bulannya.
Jika proses menstruasi Anda tidak berjalan normal atau ada
gangguan saat menstruasi, Anda dianjurkan untuk memeriksakan
diri ke dokter guna mendapat penanganan yang sesuai.

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan
penuh konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai
materi tersebut, kerjakanlah latihan berikut Anda dianjurkan untuk
mencari dan mempelajari:
1. Bagaimana penerapan anatomi dan fisiologi alat reproduksi wanita
interna dan eksterna
2. Bagaimana penerapan Proses Menstruasi

D. RANGKUMAN
Alat reproduksi wanita terdiri atas alat/organ eksternal dan internal,  dan
sebagian besar terletak dalam rongga panggul. Eksternal (sampai vagina)
memiliki  fungsi kopulasi dan bagian Internal memiliki fungsi ovulasi,
fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus,
kelahiran.

Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan/dipengaruhi oleh hormon-


hormon gondaotropin/steroid dari poros hormonal thalamus –
hipothalamus – hipofisis – adrenal – ovarium. Selain itu terdapat
organ/system ekstragonad/ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus
reproduksi : payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.

Proses menstruasi adalah luruhnya dinding rahim yang dipersiapkan untuk


kehamilan. Jika tidak terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma, wanita
akan mengalami proses menstruasi setiap bulannya. Namun, tiap wanita
memiliki siklus menstruasi yang berbeda-beda. 

E. EVALUASI
1. Seorang wanita sudah tidak produktif untuk bereproduksi yang ditandai
dengan tidak mengalami menstruasi disebut ….
a. Oogenis
b. Permatogenesis
c. Ovulasi
d. Menopause

2. Penyakit pada sistem reproduksi yang disebabkan virus adalah ….


a. Sifilis
b. Gonore
c. AIDS
d. herpes genetalis

3. Alat reproduksi wanita terdiri atas:


(1) vagina
(2) ovarium
(3) tuba fallopii
(4) uterus
Jalannya sel telur sejak dibentuk sampai menjadi embrio secara
berurutan dimulai dari …
a. 2, 3, 4
b. 2, 4, 3
c. 2, 1, 4
d. 3, 1, 4
e. 1, 2, 4

4. Hormon yang aktif paling awal pada proses menstruasi seorang wanita
dewasa adalah …
a. Estrogen
b. Progesterone
c. Gonadotrophin
d. FSH
e. LH

5. Setiap bulan, ovarium seorang wanita akan melepaskan satu sel telur
yang masak. Proses pelepasan sel telur itu disebut …
a. Sekresi
b. Ovumasi
c. Kopulasi
d. Menstruasi
e. Ovulasi
6. Siklus menstruasi dibagi menjadi tiga fase, yaitu …
a. Sekresi, ovulasi, menstruasi
b. Luteus, proliferasi, sekeresi
c. Menstruasi, proliferasi, sekresi
d. Menstruasi, sekresi, ejakulasi
e. Ovulasi, proliferasi, luteus

7. Folikel telur yang telah ditinggalkan ovum akan mensekresikan


hormone ..
a. Aldosteron
b. Progesteron
c. Testosteron
d. androgen
e. estrogen

8. Berikut beberapa bagian alat reproduksi wanita :


(1) Kelenjar pituitaria
(2) Ovarium
(3) Uterus
(4) Oviduk
Siklus reproduksi normal pada wanita melibatkan peran ..
a. 2 dan 4
b. 1 dan 2
c. 2, 3 dan 4
d. 1, 2 dan 4
e. 1, 2 dan 3

9. Jika sel telur tidak dibuahi, korpus luteum akan menghentikan produksi
hormon…
a. Estrogen dan progesterone
b. LH dan FSH
c. FSH dan LTH
d. Estrogen dan testosterone
e. Aldosteron dan FSH

10. Pada siklus menstruasi, tahapan dimana endometrium terus menebal


dan arterinya membesar serta menghasilkan cairan yang kaya glikogen
adalah …
a. Kopulasi
b. Menstruasi
c. Sekresi
d. Ovulasi
e. Proliferasi

BAB IV
KONSEP KEPERAWATAN MATERNITAS

A. PENDAHULUAN
Kegiatan belajar ini akan memberikan pengetahuan dan pemahaman
tentang konsep dasar keperawatan maternitas yang meliputi: konsep
keperawatan ibu hamil, masalah yang terjadi pada kehamilan trimester
I,II,III, dan askep kehamilan dengan komplikasi.

Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini diharapkan anda memahami


konsep dasar keperawatan maternitas secara umum yang penting
digunakan dalam melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan dan
praktek keperawatan pada maternitas yang berkualitas diberbagai tatanan
pelatanan kesehatan.
. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar, diharapkan Anda dapat:
1. Menjelaskan konsep keperawatan ibu hamil

2. Menjelaskan masalah yang terjadi pada kehamilan trimester I,II,II

3. Menjelaskan askep kehamilan dengan komplikasi


Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar, maka secara
berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan dimulai dengan konsep
keperawatan ibu hamil, masalah yang terjadi pada kehamilan trimester
I,II,III. diakhiri dengan membahas askep kehamilan dengan komplikasi.

B. TINJAUAN TEORI
1. Konsep Ibu Hamil
a. Definisi Ibu Hamil.
Kehamilan merupakan saat yang sangat menakjubkan dalam
kehidupan seorang wanita. Hal itu juga merupakan saat
menegangkan ketika sebuah kehidupan baru yang misterius
bertumbuh dan berkembang di dalam rahim. Sekali kehamilan
terjadi, berbagai macam efek terjadi dalam tubuh wanita, baik efek
karena perubahan hormon, bentuk tubuh, maupun kondisi emosional
wanita yang mengalami kehamilan. Sering dengan pertumbuhan
janin dalam rahim, muncul berbagai tanda yang menunjukan
terjadinya kehamilan. Pada kehamilan, terjadi perubahan pada
seluruh tubuh wanita, khususnya pada alat genetalia eksterna dan
interna, serta pada payudara (mammae). Hal ini disebabkan karena
peran hormon samatomatropin, esterogen, dan progesteron dalam
kehamilan. Selain perubahan fisik, wanita hamil juga mengalami
perubahan psikologis, yang juga dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan hormon. Perubahan-perubahan ini berinteraksi dengan
faktor interna dan mempengaruhi masa tansisi wanita hamil ke masa
menjadi ibu (Vivian, et al, 2011).

b. Perubahan Fisik Pada Ibu Hamil


Menurut Syafiudin (2001, dalam Vivian, 2011), masa kehamilan
mulai dari konsepsi sampai janin. Lamanya kehamilan yang normal
adalah 280 hari atau 40 mingguan, dihitung dari hari pertama haid
terakhir. Berikut tahapan perubahan fisik pada ibu hamil dan
trimester 1 sampai
trimester 3 :
1) Trimester 1
Tanda fisik pertama yang dapat dilihat pada beberapa ibu hamil
adalah pendarahan sedikit atau spoting sekitar 11 hari setelah
konsepsi pada saat embrio melekat pada lapisan uterus.
Pendarahan implitas ini biasanya kuranf dari lamanta menstruasi
yang normal. Setelah terlambat satu periode menstruasi,
perubahan fisik berikutnya adalah nyeri dan pembesaran payudara
sedikit kelelahan yang kronis/menetap dan sering BAK. Ibu akan
mengalami dua gejala terakhir selama tiga bulan berikutnya.
Morning sickness atau mual dan muntah biasanya dimulai sekitar
8 minggu dan mungkin berakhir sampai 12 minggu. Pada usia
kehamilan 12 minggu, pertumbuhan uterus dia atas simfisis pubis
dapat dirasakan. Ibu biasanya mengalami kenaikan berat badan
sekitar 1-2 kg selama rimester pertama.
2) Trimester 2
Uterus akan terus tumbuh pada usia kehamilan 16 minggu, uterus
biasanya berada pada pertengahan antra simfisis pubus dan pusat.
Penambahan berat badan sekitar 0,4-0,5 kg/mg. Ibu mungkin
akan merasa banyak energi pada usia kehamilan 20 minggu,
fundus berada dekat dengan pusat. Payudara mulai mengeluarkan
kolostrum. Ibu dapat merasa gerakan bayinya dan juga
mengalami perubahan yang normal pada kulitnya, meliputi
adanya chloasma, linea nigra, dan strie gravidarum.
3) Trimester 3
Pada usia kehamilan 28 minggu fundus berada pada pertengahan
antara pusat dan sifoideus. Pada usia kehamilan 32-36 minggu
mencapai prosesus sifoideus. Payudara penuh dan nyeri tekan,
sering BAK kembali terjadi. Sekitar 38 minggu bayi masuk/turun
kedalam panggul, sakit punggung dan sering BAK meningkat. Ibu
mungkin menjadi sulit tidur, kontraksi Braxton Hicks meingkat.
c. Perubahan Psikologis Pada Ibu Hamil
Selama hamil kebanyakan wanita mengalami perubahan psikologis
dan emosional. Seringkali kita mendengar seorang wanita
mengatakan betapa bahagianya karena menjadi seorang ibu dan telah
memiliki sebuah nama untuk bayi yang akan dilahirkan. Namun
tidak jarang ada wanita yang merasa khawatir kalau terjadi masalah
dengan kehamilannya, khawatir kalau ada kemungkinan dia
kehilanagan kecantikan dan kemungkinanan bayinya tidak normal
Pusdinakes (2003: 27, dalam Vivian, 2011).

Berikut tahapan perubahan psikologis pada ibu hamil dari trimester 1


sampai trimester 3 :
1) Trimester 1
Segera setelah kadar hormon progeston dan estrogen dalam
kahamilan akan meningkat. Hal ini akan menyebabkan timbulnya
mual dan muntah pada pagi hari, lemah dan membesarnya
payudara. Ibu merasa tidak sehat dan sering kali membenci
kehamilannya. Banyak ibu yang merasakan kekecewaan,
penolakan, kecemasan, dan kesedihan. Seringkali pada awal
kehamilan ibu berharap untuk tidak hamil (Vivian,2011)
2) Trimester 2
Trimester kedua biasanya adalalah saat ibu merasa sehat, tubuh
ibu sudah terbiasa dengan kadar hormon yang lebih tinggi dan
rasa yang tidak nyaman karena hamil telah berkurang. Perut ibu
belum terlalu besar sehingga belum dirasakan sebagai beban. Ibu
sudah menerima kehamilanya dan mulai dapat mengguanakan
energi dan pikirnya secara lebih konstruktif. Pada trimnester ini
pula ibu dapat merasakan gerakan bayinya dan ibu hamil
merasakan kehadiran bayinya sebagai seorang diluar dari dirinya
sendiri. Banyak ibu yang merasa terlepas dari kecemasan, rasa
tidak nyaman seperti yang dirasakan pada trimester pertama dan
merasakan meningkatnya libidi (2003:27, dalam Vivian, 2011).
3) Trimester 3
Trimester tiga seringkali disebut perode menunggu dan waspada
sebab pada saat ibu merasa tidak sabar menunggu kelahirn
bayinya. Gerakan bayi dan membesarnya perut merupakan dua
hal yang mengingatkan ibu akan bayinya. Terkadang ibu merasa
khawatir bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu, keadaan ini
menyebabkan ibu meningkatkan kewasapadaanya akan
timbulnya tanda dan gejala terjadinya persalinan. Sering kali ibu
merasa khwatir atau takut apabila bayi yang akan dilahirkannya
tidak normal, kebanyak ibu juga akan bersikap melindungi
bayinya dan akan menghindai orang atau benda apa saja yang
dianggapnya membahayakan bayinya. Seorang ibu mungkin
mulai merasa takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang akan
timbul pada waktu melahirkan (Vivian, 2011).
d. Tanda dan Gejala Pada Kehamilan
Tanda-tanda kehamilan adalah sekumpulan tanda atau gejala yang
timbul pada wanita hamil dan terjadi akibat adanya perubahan
fisiologi dan psikologis pada masa kehamilan (Nurul,2012).
Berikut tanda dan gejala pada kehamilan dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Tanda Presumtif/tanda tidak pasti
Tanda premustif adalah perubahan-perubahan yang dirasakan
oleh ibu (subyektif) yang timbul selama kehamilan. Yang
termaksud tanda presumtif sebagai berikut.
a) Amenorhoe (tidak dapat haid)
Pada wanita sehat dengan haid yang teratur amenohoe
menandakan kemungkinan kehamilan. Gejala ini sangat
penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid lagi.
Penting diketahui tanggal hari pertama haid terakhir, supaya
dapat ditentukan tuanya kehamilan dan tafsiran tangga
persalinan dengan memakai rumus dan naegele.
b) Neusea (enek) dan Emesis (muntah)
Enek terjadi umumnya pada bulan-bulan pertama sampai akhir
triwulan pertama disertai kadang-kadang oleh muntah. Sering
terjadi pada pagi hari tetapi tidak selalu, keadaan ini lazim
disebut morning sicknes. Dalam batas tertentu keadaan ini
masih fisiologis, namun bila terlampau sering dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan dan disebut dengan
hiperemisis gravidarum.
c) Mengidam (mengiinginkan makanan atau minuman tertentu)
Sering terjadi pada bulan-bulan pertama dan meghilangkan
dengan makin tuanya usia kehamilan.
d) Mamae menjadi tegang dan membesar
Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh esterogen dan
progesteron yang merangsang duktus dan alveoli pada mamae,
sehingga glandula motglomery tampak lebih jelas.
e) Anoreksia (tidak nafsu makan)
Terjadi pada bulan-bulan pertama tetapi setelah itu nafsu
makan akan timbul lagi
f) Sering kencing
Terjadi karena kandung kencing pada bulan-bulan pertama
tertekan oleh uterus yang mulai membesar.
g) Obstipasi
Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh
pengaruh hormon steroid.
h) Pigmentas kulit
Terjadi kehamilan 12 minggu ke atas, pada pipi, hidung, dan
kadang-kadang tampak deposit pigmen yang berlebihan.
Dikenal sebagai kloasma gravidarum (topeng kehamilan).
i) Epulis
Suatu hipertrofi papila ginggivae, sering terjadi pada triwulan
pertama.
j) Varises (penekanan vena-vena)
Sering dijumpai pada triwulan terakhir, didapat pada daerah
genetalia eksterna, fosa poplitea, kaki dan betis.

2) Tanda kemungkinan Hamil


Tanda kemungkinan hamil adalah perubahan-perubahan yang
diobservasi oleh pemeriksaan (bersifat obyektif), namun berapa
dugaan kehamilan saja. Makin banyak tandatanda yang mungkin
kita dapati, makin besar kemungkinan kehamilan. Beberapa
kehamilan tanda kehamilan hamil :
a) Uterus membesar
Terjadi perubahan bentuk, besar, dan konsistensi rahim. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan
makin lama makin bandar bentuknya.

b) Tanda hegar
Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak,
terutama daerah ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus
uteri mengalami hipertrofi seperti korpus urteri. Hipertrofi
ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus menjadi
panjang dan lebih lunak.

c) Tanda chadwick
Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva
tampak lebih merah, agak kebiru-biruan (livide). Warna
porsiopun tampak livide hal ini disebabkan oleh pengaruh
hormon estrogen.

d) Tanda piscaseck
Uterus mengalami pembesaran, kadang-kadang pembesaran
tidak rata tapi di daerah telur bernidasi cepat tumbuh. Hal ini
menyebabkan uterus memebesar ke salah satu jurusan
pembesaran tersebut.
e) Tanda barxtor hicks
Bila uterus diransang akan mudah berkontraksi, waktu palpasi
atau pemeriksaan dalam uterus yang tadinya lunak akan
menjadi keras karena kontraksi. Tanda ini khas untuk uterus
dalam masa kehamilan.

f) Goodell sign
Diluar kehamilan konsistensi serviks keras, kerasnya seperti
kita merasa ujung hidung, dalam kehamilan serviks menjadi
lunak pada perabaan bibir atau ujung bawah daun telinga.

g) Reaksi kehamilan positif


Cara khas yang dipakai dengan menetukan adanya human
chorionic gonadotropin pada kehamilan muda adalah air
kencing pertama pada pagi hari.

3) Tanda pasti
Tanda pasti adalah tanda-tanda obyektif yang didapatkan oleh
pemeriksa yang dapat digunakan untuk menegakan diagnosis
pada kehamilan. Beberapa tanda kehamilan yang pasti yaitu :
a) Terasa gerakan janin
Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibunya
pada kehamilan 18 minggu. Sedangkan pada multigravida pada
16 minggu karena telah berpengalaman dari kehamilan
terdahulu. Kalau rahim didorong atau digoyangkan maka anak
akan melenting dalam rahim.

b) Teraba bagian-bagian rahim


Bagian-bagian janin secara obyektif dapat diketahui oleh
pemeriksaan denga cara palpasi menurut leopald pada akhir
trimester kedua.
c) Denyut jantung janin
Denyut jantung janin secara obyektif dapat diketahui oleh
pemeriksaan dengan menggunakan.
1) fetal electrocardiograph pada kehamilan 12 minggu
2) sistem doppler pada kehamilan 12 minggu,
3) stetoskop laenec pada kehamilan 18 minggu – 20 minggu.

d) Terlihat kerangka janin pada pemerikasaan sinar rontgen

e) Dengan menggunakan USG dapat terlihat gambatan janin


berupa ukuran kantong janin, panjang janin dan diameter
biparelatis hingga dapat diperkirakan tuanya kehamilan.

e. Pemeriksaan Diagnosa Kehamilan


1) Tes HCG (tes urin kehamilan)
a) Dilakukan segera mungkin begitu diketahui ada amenore (satu
minggu setelah koitus)
b) Urin yang digunakan saat tes diupayakan urin pagi hari

2) Pemerikasaan Ultrasonografi (USG)


a) Dilakukan sebagai salah satu alat diagnosis pasti kehamilan.
b) Gambaran yang terlihat yaitu adanya rangka janin dan kantong
kehamilan.

3) Palpasi abdomen
Palpasi leopold
a) Leopold I Bertujuan untuk mengetahui TFU dan bagian janin
yang ada di Fundus.
b) Leopold II Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada
disebelah kanan.
c) Leopold III Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada
dibawah uterus.
d) Leopold IV Bertujuan untuk mengetahui bagian janin yang ada
dibagian bawah dan untuk mengetahui apakah kepala sudah
masuk atau belum.

f. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan


a) Faktor fisik
1) Status kesehatan
Ada dua klasifikasi dasar yang berkaitan dengan status
kesehatan atau penyakit yang dialami oleh ibu hamil.
a) Penyakit atau komplikasi akibat langsung kehamilan
1) Hyperemesis gravidarum (HEG)
2) Pre-eklamsia/eklamsia
3) Kelainan dalam lemahnya kehamilan
4) Kehamilan etopik
5) Kelainan palsenta atau selaput janin
6) Pendarahan antepartum
7) Gemeli

b) Penyakit atau kelaina yang tidak langsung berhubungan


dengan kehamilan.
Terdapat berhubungan timbal baik dimana penyakit ini
dapat memperberat serta mempengaruhi kehamilan atau
penyakit ini dapat diperberat oleh kehamilan. Contoh yang
termaksud dalam kategori ini adalah :
1) Penyakit atau kelainan alat kandungan: varises vulva,
karsinomakorpus uteri, karsinoma serviks, mioma
urteri, DM, peradangan, hematoma vulva.
2) Penyakit kardiofaskuler : penyakit jantung, hipertensi,
jantung rematik, endokarditis.
3) Penyakit darah : anemia dalam kehamilan, leukemia,
kelainan pembekuan darah, hipovibrinogemia.
4) Penyakit saluran nafas : influenza, bronkhitis,
pnemonia, asma, bronkiale, TB paru.
5) Penyakit tarktus digistifus : petialiasmus, karies,
ginggiftis, pirosis, hernia diafagmatika gastritis, ileus,
kolitis, magakolon.
6) Penyakit hepar dan pankreas : hepatitis, repture hepar,
siosis hepatis, ikterus, atropi hepar, penyakit pankreas.
7) Penyakit ginjal dan saluran kemih : infeksi saluran
kemih, bakteriuria, sistitis, pielonefrisis, glomerulone
fritis, sindroma neftorotik, batu ginjal, gagal ginjal.
8) Penyakit endokrin : diabetes dalam kehamilan,
keleainan kelenjar gondok dan anak ginjal, kelainan
hiposis.
9) Penyakit saraf : epilepsi, pendarahan intrakranial, tumor
otak, poliomyelitis, sklerosis multipleks.
10) Penyakit menular : IMS (infeksi menular seksual),
AIDS, kondilomata akuminata, thypus,kelora, tatanus,
difteri,lepra, TORCH, morbiliti, campak, parotitis,
varisela, malaria.

2. Masalah Yang Terjadi Pada Kehamilan Trimester I,II,III


a) Trimester Pertama
1) Mengalami kelelahan yang luar biasa
2) Payudara sakit dan bengkak
3) Perut tidak enak, dengan atau tanpa muntah
4) Mood tidak stabil
5) Sembelit atau sulit BAB
6) Sering kencing

b) Trimester Kedua
Berlangsung sejak minggu ke-13 hingga minggu ke-27. Hal-hal yang
biasanya dirasakan antara lain :
1) Pusing
2) Hidung tersumbat
3) Masalah gusi yang jadi sensitive
4) Perubahan kulit, seperti muncul noda hitam dan stretch marks
5) Sakit punggung
6) Kram kaki

c) Trimester Ketiga
Berlangsung sejak kehamilan di minggu ke-28 sampai akhir
kehamilan, yakni di usia sekitar 40 minggu. Keluhan yang sering
dialami ibu hamil di trimester ketiga antara lain:
1) Sesak napas
2) Rasa khawatir dan cemas
3) Rasa tidak nyaman dan tekanan pada perineum
4) Kontraksi palsu
5) Kram betis
6) Bengkak pada kaki sampai tungkai

3. Askep Kehamilan Dengan Komplikasi


a. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam
kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan
plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic
Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam
24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP
biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah
kelahiran(Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi
lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan


dengan. komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.
Berdasarkan penyebabnya :
1) Atoni uteri (50-60%).
2) Retensio plasenta (16-17%).
3) Sisa plasenta (23-24%).
4) Laserasi jalan lahir (4-5%).
5) Kelainan darah (0,5-0,8%).

b. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a) Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
b) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4) Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan Rahim
c. Rupture uteri
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia
/hipofibrinogenemia. Tanda yang sering dijumpai :
a) Perdarahan yang banyak.
b) Solusio plasenta.
c) Kematian janin yang lama dalam kandungan.
d) Pre eklampsia dan eklampsia.
e) Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6) Hematoma
7) Inversi Uterus
8) Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca


persalinan. Yaitu;
Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1) Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2) Grande multipara (lebih dari empat anak).
3) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4) Bekas operasi Caesar.
5) Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
6) Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
a) Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah
ekstraksi vakum, forsep.
b) Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan
kembar, anak besar.
c) Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
d) Uterus yang lembek akibat narkosa.
e) Inversi uteri primer dan sekunder.

c. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam
jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna
merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok
hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a) Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum
primer). Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah,
mual dan lain-lain)

b) Robekan jalan lahir


Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta
baik.Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c) Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik gejala yang kadang-
kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.

d) Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)


Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi
baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

e) Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok neurogenik dan pucat.

d. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna
sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti
epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah,
penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau
hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk
membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa
mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan


robekan jalan lahir adalah:
a) Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri
masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian
uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
b) Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini
terus menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari
robekan.
3) Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung
uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri


Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan
pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan
sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama;
pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada
hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering
(multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat
terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan
mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari
rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera
diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak
pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,
rahim membesar dan lembek.

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus


diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan
seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya
pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya
harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar
jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke
bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya


penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi
akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri
dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam
pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam
waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila
perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan
tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh.
Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan
pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau
pengangkatan rahim.

Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur,


Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan
narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli,
hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma
uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio
ekonomi yaitu malnutrisi.
Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir
selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
1) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebihdalam.
b) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus
miometrium sampai ke serosa.
d) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa
atau peritoneum dinding rahim.

2) Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum


keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada
bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III)
yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi


perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan
terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera
mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau
rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi


Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola
normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari
penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda
dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga
6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di
dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia
seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa,
lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra,
atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum.
Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih
dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi
kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada
yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau
menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki
riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang
berlebihan setelah kelahiran.

Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri


Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus
dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar
saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan
dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus
yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversio uteri :


1) Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke
dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga
rahim.
2) Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam
vagina.
3) Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik
dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :


1) Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat
kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat,
manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :


1) Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
2) Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.


Gejala klinis inversio uteri :
1) Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri
yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok.
Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada
yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2) Pemeriksaan dalam :
a) Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus
teraba fundus uteri cekung ke dalam.
b) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan
dalam vagina teraba tumor lunak.
c) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang
traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada
mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma
yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan
yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami.
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan
Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering
dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi
bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum
dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan
oleh robelan servik atau vagina.
a) Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks
sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang
belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik
yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar
ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan servik uteri

b) Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan
setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
speculum.

c) Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia
sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang
berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang
kuat.

e. Pemeriksaan Penunjang
1) Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2) Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak
hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak
hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)
3) Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca
partum
4) Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5) Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk
fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar
fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang
pada KID
Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
f. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak
berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :
Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus
bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan
penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan
yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang
dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang
signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.

Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada


fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara
manual harus dilakukan.

Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang


menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap
darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang
berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan.
Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus,
mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.

Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu


yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma
terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.

Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan


ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan.
Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan
silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline
normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt
bersama dengan mengurut uterus secara efektif

Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan


secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan
berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat
implantasi plasenta.
Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya
masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan
haluaran.

Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10
L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.

Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia


Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta),
ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat.
Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat
melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:
a) Pasang infus.
Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina
atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
b) Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
c) Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan
dengan;
d) Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
e) Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih
berdarah;
f) Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus
uteri atau kompresi aorta.
Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:
a) Pemberian uterotonika intravena.
b) Kosongkan kandung kemih.
c) Menekan uterus-perasat Crede.
d) Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta. Tentu
saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan
penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang
mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu
memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai
pertolongan pertama.

Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir.


Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus
yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir
(periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red).
Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka
tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.

Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah


tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan
terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika
intravena.

g. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan.
Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam
merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang
dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan
informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari
wawancara dan pemeriksaan fisik.
Pengkajian terhadap klien post meliputi :
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medical record dan lain – lain.
b. Riwayat kesehatan :
1) Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir,
kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah
dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea
berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, dan mual.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang
menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia,
penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
c. Riwayat obstetric
1) Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,
banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
2) Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang
keberapa, Usia mulai hamil
3) Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu
a) Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua,
apakah ada abortus, retensi plasenta.
b) Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara
persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada
kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat
badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
c) Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat
nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
d. Riwayat Kehamilan sekarang
a) Hamil muda, keluhan selama hamil muda
b) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat
badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
c) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan,
beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat
Pola aktifitas sehari-hari
d) Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi,
baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun
makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan
bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein,
banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.
e) Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna,
konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.
BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi
hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar,
1995 )
f) Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena
perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang
berlebihan.
g) Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi,
menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat
serta perawatan mengganti balutan atau duk.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital
2) Suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal.
Setelasatu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C),
terjadi penurunan akibat hipovolemia
3) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya
terjadi hipovolemia yang semakin berat.
4) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia
5) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi
tidak normal.
6) Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-
tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh.
Pengkajian ini meliputi :
a) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)
Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung
(hematoma)
b) Sistem vaskuler
Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1,
kemudian tiap 8 jam berikutnya.
c) Tensi diawasi tiap 8 jam
d) Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak
dan merah
e) Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan
kekenyalan
f) Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis,
defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni
purpura.

Sistem Reproduksi
a) Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post
partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi
tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b) Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap
warna, banyak dan bau.
c) Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-
tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya
yang lepas
d) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.
e) Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan
kolostrum
f) Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada
ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)
g) Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi
miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
h) Traktur gastro intestinal. Observasi terhadap nafsu
makan dan obstipasi.
i) Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
vaskuler yang berlebihan.
2) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia
3) Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan
pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb.
5) Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/
distensi jaringan.
6) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan
atau tidak mengenal sumber informasi.
3. Rencana Keperawatan Pada Pasien Pendarahan Postpartum
Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan
DO:
a) Hipotensi
b) Peningkatan nadi,
c) Penurunan volume urin,
d) Membran mukosa kering,
e) Pelambatan pengisian kapiler

DS:
a. Ibu mengatakan urin sedikit
b. Ibu mengatakan pusing dan pucat
c. Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik
Tujuan :
Volume cairan adekuat
Hasil yang diharapkan:
a) TTV stabil
b) Pengisian kapiler cepat
c) Haluaran urine adekuat
Mandiri:
1) Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan
faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan
seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta,
emboli cairan amnion.
2) Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang
dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan
untuk dievaluasi oleh dokter.
3) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan
sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis
pubis
4) Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian
kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan
bibir.
5) Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena
sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada.
6) Pantau masukan aturan puasa saat menentukan
status/kebutuhan klien
7) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia.


DO:
a) Penurunan pulsasi arteri,
b) Ekstremitas dingin
c) Perubahan tanda-tanda vital
d) Pelambatan pengisian kapiler
e) Penurunan produksi ASI
DS:
a) Ibu mengatakan Asi sedikit
b) Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin
Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan
Kriteria hasil :
a) Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal
b) Ekstremitas hangat

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan
penuh konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai
materi tersebut, kerjakanlah latihan berikut Anda dianjurkan untuk
mencari dan mempelajari:
1. Bagaimana penerapan Konsep Keperawatan Ibu Hamil
2. Bagaimana penerapan Masalah Yang Terjadi Pada Kehamilan Trimester
I,II,III
3. Bagaimana Penerapan Askep Kehamilan Dengan Komplikasi

D. RANGKUMAN
Kehamilan merupakan saat yang sangat menakjubkan dalam kehidupan
seorang wanita. Hal itu juga merupakan saat menegangkan ketika sebuah
kehidupan baru yang misterius bertumbuh dan berkembang di dalam
rahim.

Selama hamil kebanyakan wanita mengalami perubahan psikologis dan


emosional. Seringkali kita mendengar seorang wanita mengatakan betapa
bahagianya karena menjadi seorang ibu dan telah memiliki sebuah nama
untuk bayi yang akan dilahirkan. Namun tidak jarang ada wanita yang
merasa khawatir kalau terjadi masalah dengan kehamilannya, khawatir
kalau ada kemungkinan dia kehilanagan kecantikan dan kemungkinanan
bayinya tidak normal Pusdinakes (2003: 27, dalam Vivian, 2011).

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24


jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-
600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam
Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya
bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama atau setelah kelahiran(Marylin E Dongoes, 2001).
E. EVALUASI
1. Presentasi puncak kepala disebut juga presentasi …
a. Oksiput
b. Sinsiput
c. Vertek
d. Obliq

2. Pada presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin normal, tidak
dapat lahir secara spontan, maka tindakan yang dilakukan …
a. Partus percoban
b. Induksi persalinan
c. Episiotomy luas
d. Section secarea

3. Kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan disebut …


a. Inersia uteri
b. Inersia uteri primer
c. Inersia uteri sekunder
d. Inerteri uteri hypotonic

4. Pada persalinan normal kepala masuk PAP dengan sutura dalam


keadaan …
a. Melintang
b. Sejajar
c. Melintang dengan fleksi ringan
d. Sejajar dengan fleksi ringan

5. Pada presentasi belakang kepala, oksiput biasanya memutar ke …


a. Depan
b. Menetap
c. Belakang
d. Ke lateral kanan

6. Kontra indikasi persalinan pervaginam adalah …


a. TBJ 3000 gram
b. Tensi ibu 120 Mmhg
c. Bagian terendah UUK
d. Riwayat fistula rectovaginal
7. Seorang ibu hamil 11 minggu mengalami muntah berkepanjang, sering,
dan parah, membrane mukosa kering, turgor kulit kurang,
malaise/kelemahan. Komplikasi kehamilan yang mungkin dialami ibu
adalah …
a. Abortus
b. Preeclampsia
c. Plasenta previa
d. Hyperemesis gravidarum

8. Seorang ibu hamil 32 minggu, mengeluh mengalami pendarahan namun


tidak nyeri. Saat dilakukan USG, hasilnya menunjukkan plasenta previa
marginalis. Tindakan yang tidak boleh dilakukan pada ibu tersebut
adalah …
a. Pemeriksaan dalam (vagina touché)
b. Pemeriksaan leopold
c. Pemeriksaan TFU
d. Pemeriksaan TTV

9. Soal 9-10
Ny. Edi tiba ke BPS ingin memeriksakan diri untuk yang pertama
kalinya sebab selama 6 bulan tidak haid. Ny. Edi juga mengeluh sering
sakit punggung cuilan atas dan bawah. Dari hasil investigasi diperoleh
data : perut membesar, teraba gerakan janin, pada auskultasi terdengar
denyut jantung janin diperut ibu cuilan kiri.
Tinggi fundus uteri yang dibutuhkan pada Ny. Edi sesuai usia
kehamilannya adalah …
a. Pertangahan simphisis Pusat
b. 3 jari dibawah pusar
c. Setinggi pusat
d. 3 jari diatas pusat

10. Penyebab keluhan yang dirasakan oleh Ny. Edi adalah ..


a. Penekanan dari uterus yang membesar
b. Terjadinya relaksasi dari otot-otot halus
c. Spasme otot sebab tekanan terhadap syaraf
d. Kontraksi otot, ketegangan spasma otot, letih
BAB V
KONSEP KEPERAWATAN IBU INTRANATAL DAN BAYI BARU
LAHIR

A. PENDAHULUAN

Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep


dasar keperawatan maternitas yang meliputi filosopi dan paradigma
keperawatan maternitas, prinsip-prinsip keperawatan maternitas dan peran
dan fungsi perawat maternitas . Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini
diharapkan anda memahami konsep dasar keperawatan maternitas secara
umum yang penting digunakan dalam melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan praktek keperawatan pada maternitas yang berkualitas
diberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Setelah menyelesaikan kegiatan
belajar ini, anda diharapkan mampu :
1. Menjelaskan konsep keperawatan ibu intranatal dan bayi baru lahir

2. Menjelaskan defenisi intranatal

3. Menjelaskan pengkajian ibu pada masa intranatal

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini
dimulai dengan konsep keperawatan intranatal dan bayi baru lahir , selanjutya
defenisi intranatal, dan diakhiri dengan pengkajian ibu pada masa intranatal.

B. URAIAN MATERI
1. Konsep keperawatan ibu intranatal dan bayi baru lahir
a. Konsep keperawatan ibu intranatal
Selama persalinan, rahim berkontraksi leher rahim menjadi tipis
(penipisan) dan membuka (melebar), bayi berotasi dan bergerak
kebawah kejalan lahir dan anda melahirkan bayi, plasenta, tali pusat,
serta ketuban. Seluruh proses ini yang biasanya berlangsung
beberapa jam atau satu atau beberapa hari, adalah suatu periode
peralihan untuk menjadi orang tuadan peralihan menjadi makhluk
yang mandiri bagi bayi anda persalinan adalah klimaks dari
kehamilan, dimana berbagai sistem yang tampaknya tidak saling
berhubung bekerja dalam keharmonisan untuk melahirkan bayi.

Awal persalinan tampaknya berada dibawah kendali hormonal


(endokrin) dari sistem ibu dan bayi. Sistem ini berfungsi secara
sinkron sehingga pada umumnya saat bayi siap dilahirkan, si ibu
secara fisik dan emosional siap untuk melahirkan, memberi makan
dan mengasuh bayinya. Hormon kortikotopin (CRH) mengatur
waktu peralihan dengan mengicu perubahan pada rahim ibu dan
janin yang harus mendahului persalinan. Baik otak janin maupun
plasenta memproduksi CRH. Kecepatan peleasan hormon kadang
disebut “ jam feto-plasenta”. Pada beberapa wanita jam ini bekerja
lebih cepat dibandingkan pada wanita lain ini membantu
menjelaskan bayi cukup bulan yang sehat lahir antara kehamilan 37
sampai 42 minggu.

Untuk peristiwa yang diatur oleh CRH mencakup peningkatan


produksi estrogen pada kehamilan lanjut. Sebelumnya,
keseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron membuat
dinding rahim terutup rapat dan mencegah rahim berkontraksi secara
teratur. Pada hamil tua, kenaikan produksi estrogen mengakibatkan
terjadinya beberapa perubahan pada rahim :
 Peningakatan sensitivitas otot rahim terhadap oksitosin (hormon
yang menyebabkan rahim berkontraksi).
 Peningkatan produksi maternal dari prostaglandin (substansi
yang mematangkan atau melunakkan leher rahim).
 Peningkatan aktivitas rahim dan kontraksi yang lebih jelas
terlihat.

Juga pada periode hamil tua, CRH menyebabkan kelenjar adrenal


janin menjadi matang dan mulai memproduksi kortisol. Kortisol
merangsang paru-paru janin menjadi matang dan memastikan bahwa
paru akan tetap mengembang sesudah kelahiran saat bayi mulai
bernafas.

Walau intraksi fisiologi antara ibu, plasenta, dan janin ini cukup
kompleks dan masih belum dipahami, penelitian akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa jam feto-plasenta memainkan peran peting
dalam mengatur kematangan janin dan memicu mekanisme yang
melalui perslinan. Jam feto-plasenta dapat diubah beberapa hal
seperti sakit atau infeksi pada calon ibu kebiasaan merokok berat
atau memakai obat terlarang, suasana kehidupan yang sangat stres,
atau faktor lain. Pengaturan waktu kelahiran juga dapat diubah
induksi persalinan baik karena alasan medis maupun non medis.
Induksi non medis agak kontropersial.

Selama minggu-minggu terakhir, tubuh mengalami perubahan yang


mempersiapkan diri untuk menghadapi pelahiran dan memberi
makan bayi. Payudara akan memproduksi lebih banyak kolustrum
(makan pertama bayi sesudah lahir). Rahim lebih menjadi sensitiv
dan berkontraksi lebih sering baik spontan atau sebagai respon
terhadap aktivitas dan gangguan ringan seperti berjalan, bersin, dan
benturan pada perut. Kontraksi ringan ini, dipengaruhi oleh
keseimbangan hormon, berperan pada perubahan leher rahim seperti
pematangan (pelunakan), dan pendataran (penipisan). Sebelum
persalinan dimulai, leher lahir akan melebar 1 atau 2 cm (atau
bahkan lebih jika sudah melahirkan). Jaringan ikat dan tulang rawan
pada panggul akan rileks, memungkinkan gerakan sendi yang lebih
besar. Agar tulang panggul dapat membuka selama persalinan dan
kelahiran untuk memberi bayi ruangan lebih banyak pada jalan lahir.
Pada saat bersamaan, sekresi vagina meningkat dan jaringan dinding
vagina menjadi lebih elastis. Semua perubahan ini penting bagi
keluarnya bayi.

b. Konsep keperawatan bayi baru lahir


1) Pengertian
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 minggu. (Kamus
Istilah Kebidanan. SitiMaemunah, 2005). Bayi baru lahir normal
adalah bayi yang lahir dari kehamilan 40 atau 42minggu,dan
berat lahir 2500 gram-4000 gram. (Bobak,2000)

Bayi baru lahir (neonatus) adalah suatu keadaan dimana bayi


baru lahir dengan umur kehamilan 38-40 minggu, lahir melalui
jalan lahir dengan presentasi kepala secara spontantanpa
gangguan, menangis kuat, nafas secara spontan dan teratur, berat
badan antara 2500-4000 gram.

Neonatus (BBL) adalah masa kehidupan pertama diluar rahim


sampai dengan usia 28hari,dimana terjadi perubahan yang
sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadidiluar
rahim.Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada
semua system.
Neonatus (BBL) bukanlah miniature orang dewasa,bahkan
bukan pula miniatureanak.Neonatus mengalami masa perubahan
dari kehidupan didalam rahim yang serbatergantung pada ibu
menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri.Masa
perubahanyang paling besar terjadi selama jam ke 24-72
pertama.Transisi ini hampir meliputi semuasystem organ
tapi yang terpenting bagi anastesi adalah system pernafasan
sirkulasi,ginjal danhepar.Maka dari itu sangatlah diperlukan
penataan dan persiapan yang matang untukmelakukan suatu
anastesi terhan dap neonates (BBL).

2) Fisiologi neonatus
Fisiologi neonatus ialah ilmu yang mempelajari fungsi dan
proses vital neonatus,yaitu satu organisme yang sedang tumbuh,
yang baru mengalami proses kelahiran dan harusmenyesuaikan
diri dari kehidupan ekstra uteri, tiga faktor yang mempengaruhi
perubahanfungsi yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi.
a) Respirasi Neonatus
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari
pertukaran gas harus melaluiparu bayi. Sebelum terjadi
pernafasan, neonatus dapat mempertahankan hidupnya
dalamkeadaan anoksia lebih lama karena ada kelanjutan
metabolisme anaerob. Rangsangan untuk gerakan pernafasan
pertama ialah tekanan mekanis dari toraks sewaktu
melaluijalan lahir. 
b) Jantung Dan Sirkulasi
Pada masa fetus darah plasenta melalui vena umbilikalis
sebagian ke hati,sebagian langsung ke serambi kiri jantung
kemudian ke bilik kiri jangtung, dari bilikdarah dipompa
melalui aorta ke seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah
dipompa sebagianke paru dan sebagian melalui duktus
arteriosus aorta. Setelah bayi lahir paru akanberkembang
mengakibatkan menutupnya foramen ovale secara
fungsional, hal ini terjadipada jam-jam pertama, setelah
kelahiran. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhioleh
sejumlah darah yang melalui transfusi plasenta dan pada
jam-jam pertama sedikitmenurun, untuk kemudian naik lagi
dan menjadi konstan kira-kira 85/40 mmHg.
c) Traktus Digestivus
Traktus digestivus pada neonatus relatif lebih berat dan
panjang dibandingkanorang dewasa. Pada neonatus traktus
digestivus mengandung zat yang berwarna hitamkehijauan
yang terdiri dari mukopolisakarida dan disebut mekonium.
Pengeluaranmekonium biasanya dalam 10 jam pertama. Dan
dalam 4 hari biasanya tinja sudahberbentuk dan berwarna
biasa. Enzim traktus digestivus biasanya sudah terdapat
padaneonatus kecuali amilase pankreas, aktifitas lipase telah
ditemukan pada fetus 7 – 8 bulan.
d) Hati Dan Metabolisme
Segera setelah lahir hati menunjukan perubahan biokimia
dan morfologis, yaitukenalkan kadar protein dan penurunan
kadar lemak dan glikogen. Sel hemopoetik jugamulai
berkurang walaupun memakan waktu agak lama. Luas
permukaan neonatusterlahir lebih besar daripada orang
dewasa, sehingg metabolisme basal per kg BB lebihbesar,
pada jam pertama energi didapatkan dari pembakaran
karbohidrat. Pada harikedua energi berasal dari pembakaran
lemak, setelah mendapatkan susu lebih kurangpada hari
keenam, energi 60 % didapatkan dari lemak dan 40 % dari
karbohidrat.
e) Bila suhu sekitar turun, ada 3 cara tubuh untuk meninggikan
suhu, yaitu: aktifitasotot, shivering, non shivering
thermogenesis (NST). Pada neonatus cara
untukmeninggikan suhu terutama dengan NST, yaitu dengan
pembakaran ‘ Brown Fat ‘ yang memberikan lebih banyak
energi per gram dari pada lemak biasa
f) Keseimbangan Air Dan Fungsi Ginjal
Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan
kadar natrium relatiflebih besar daripada kalium. Hal ini
menandakan bahwa ruangan ekstraselular luas.Fungsi ginjal
belum sempurna karena jumlah nefron matur belum
sebanyak orangdewasa, ada ketidakseimbangan antara luas
permukaan glomerolus dan volume tubulus proksimal ‘
Renal Blood Flow ‘ pada neonatus relatif kurang bila
dibandingkan dengan orang dewasa.
g) Kelenjar Endokrin
Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu,
pada waktu bayi barulahir kadang-kadang hormon tersebut
masih berfungsi. Misalnya dapat dilihatpembesaran
kelenjaran air susu pada bayi laki-laki ataupun perempuan.
Kadang-kadang dapat dilihat ‘ With Drawal ‘ misalnya
pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai haid pada
bayi perempuan, kelenjar tyroid sudah sempurna terbentuk
sewaktu lahir dansudah mulai berfungsi sejak beberapa hari
sebelum lahir.
h) Susunan Saraf Pusat
Sewaktu lahir fungsi motorik terutama ialah subkortikol.
Setelah lahir jumlahcairan otak berkurang sedangkan lemak
dan protein bertambah.
i) Imunoglobulin
Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sum-sum
tulang dan laminaproprianeum dan apendiks plasenta
merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigendan stress
imunologis. Pada bayi baru lahir hanya terdapat globulin
gamma G, yaituimunologi dari ibu yang dapat melalui
plasenta karena berat molekulnya kecil, tetapi bilaada infeksi
yang dapat melalui plasenta seperti illeus,taksoplasma,
herpes simpleks danpenyakit virus lainnya, reaksi imunologi
dapat terjadi dengan pembentukan sel plasmadan anti body
gamma A, gamma G, gamma M, imunologi dalam
kolostrum bergunasebagai proteksi lokal dalam traktus
digestivus, misalnya terhadap beberapa strain E.Colli.
3) Klasifikasi bayi
a) Bayi Aterm
 Berat badan 2500-4000 gram.
 Panjang badan lahir 48-52 cm.
 Lingkar dada 30-38 cm.
 Lingkar kepala 33-35 cm.
 Bunyi jantung janin pada menit pertama 180 x/menit.
 Pernapasan pada menit-menit pertama cepat 80x/menit
kemudian lebih kecilsetelah 40x/menit.
 Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan
subkutan cukup terbentukdan diliputi verniks kaseosa.
 Rambut lanugo telah terlihat dan rambut kepala
biasanya telah sempurna.
 Kuku agak panjang dan lemas.
 Pada bayi perempuan labia mayora sudah menutupi
labia minora, pada bayilaki-laki testis sudah turun.
 Refleks menghisap dan menelan sudah terbentuk
dengan baik
 Refleks morro sudah baik apabila diletakkan suatu
benda diletakkanditelapak tangan, bayi akan
menggenggamnya.
 Eliminasi baik urine dan mekonium akan keluar dalam
waktu 24 jam pertama
 Umur kehamilan 37-42 minggu
b) Bayi Prematur
 
 Berat badan kurang dari 2499 gram
 Organ-organ tubuh imatur
 Umur kehamilan 28-36 minggu
c) Bayi Posmatur
 Biasanya lebih berat dari bayi aterm
 Tulang dan Sutura kepala lebih keras dari bayi aterm
 Verniks kaseosa dibadan kurang
 Kuku-kuku panjang
 Rambut kepala agak tebal
 Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
 Umur kehamilan lebih dari 42 minggu.
d) Tujuan perawatan bayi baru lahir
 Tali pusat harus dijaga sekering mungkin. Tali pusat
dapat diusap (dibasuh) denganalkohol untuk menjaga
agar tetap kering. Tali pusat penting dijaga
kebersihannya.Ajari sang Ibu untuk segera
memberitahu jika ada cairan (lendir) atau bau
busukpada tali pusat.
 Usap kedua mata bayi dengan kapas atau kain kasa
yang kering. Hal ini dapatmencegah infeksi akibat
bakteri yang dapat menyebabkan kebutaan. 
 Suhu tubuh bayi mungkin sedikit diatas normal pada
saat lahir tapi akan segera turunsampai 37,5 0C secara
aksila. Denyut nadi normal biasanya sekitar 40
pernapasanpermenit
 Ukuran bayi bermacam-macam. Bayi yang berat
badannya dibawah 2.5 kilogramharus dirawat sebagai
bayi kurang bulan. Bayi kurang bulan memerlukan
perawatankhusus untuk menjaga agar bayi tetap hangat.
Berikan bayi ASI yang cukup. 
 Kulit bayi biasanya berwarna merah muda. Ketika bayi
baru lahir mungkin ada bahanlengket dikulit yang
disebut Verniks. Verniks dapat dibersihkan secara hati-
hatidengan mengusapkan sedikit minyak pada hari
kedua. Atau biasa juga dibiarkansampai mengelupas
sendiri secara bertahap saat mandi.
 Feses (tinja) pertama yang dikeluarkan oleh bayi
berwarna kehitaman. Warna fesesberubah menjadi
kuning dalam 2 atau 3 hari berikutnya.
 Bayi harus diberi makan (diteteki) secara teratur sejak
lahir, mulai dari pemberianbeberapa menit dan
bertambah lama secara perlahan. Untuk hari-hari
pertamapayudara mengeluarkan kolostrum.

2. Defenisi intranatal
Intranatal adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan
sejati, yang di tandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan di akhiri
dengan pelarihan plasenta. Penyebab awitan persalinan spontan tidak
diketahui, walaupun sejumlah teori menarik elah di kembangkan dan
profesional perawatan kesehatan mengetahui cara menginduksi
persalinan pada kondisi tertentu.

Tanda dan gejala menjelang persalinan, ada sejumlah tanda dan gejala
peringatan yang akan meingkatkan kesiagaan bahwa seseorang wanita
sedang mendekati berbagai kondisi berikut, mungkin semua, atau malah
tidak sama sekali. Dengan mengingat tanda dan gejala tersebut terbantu
ketika menangani wanita yang sedang hamil tua sehingga anda dapat
memberikan konseling dan bimbingan antisipasi yang tepat. Tanda dan
gejala menjelang persalinan antara lain :
a) Lightening (perasaan distensi abdomen berkurang)
Lightening, yang mulai di rasa kira-kira 2 minggu sebelum
persalinan, adalah penurunan sebagai presentasi bayi kedalam
pelvis minur. Pada presentasi safilik, kepala bayi biasanya
menancap (enganged) setelah lightening. Wanita sering menyebut
lightening sebagai “ kepala bayi sudah turun “. Sesak nafas yang
si rasakn sebelumnya selama trisemester ke tiga kehamilan akan
berkurang karena kondisi ini akan menciptkan ruangan yang lebih
besar di dalam updomen atas untuk ekpansi paru. Namun, tetap
saja lightening tetap saja menimbulkan rasa tidak nyaman yang
lain akibat tekanan bagian presnetasi pada struktur diarea pelvis
minor. Hal-hal spesifik berikut akan dialami ibu :
 Ibu jadi sering berkemih karena kandung kemih ditekan
sehingga ruang yang tersisa untuk ekpansi berkurang.
 Perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang
menyeluruh, yang membuat ibu merasa tidak enak dan
menimbulkan sensasi terus menerus bahwa sesuatu perlu
dikeluarkan atau iya perlu defekasi.
 Kerang tungakai, yang di sebabkan oleh tekanan bagian
presentasi pada saraf yang menjalar melalui poramen
iskiadikum dan menuju ketungkai.
 Peningkatan statis vena yang menghasilkan edema dependen
akibat tekanan bagian presentasi paa pelvisminor
menghambat aliran balik vena dari ektrenitas bawah.

b) Perubahan pelviks
Mendekati persalinan, serviks semakin “ matang “. Kalau tadinya
selama masa hamil, serviks dalam keadaan menutup, panjang, dan
lunak, selarang serviks masih lunak, kosistensi seperti pudding,
dan mengalami sedikit penitisan dan kemungkinan sedikit
dilatasi. Evaluasi kematangan servik akan tergantung pada
individu wanita dan pantasnya sebagai contoh, pada masa hamil,
serviks ibu multipara secara normal mengalami pembukaan 2 cm,
sedangkan pada primagravida dalam kondisi normal serviks
menutup.
c) Persalinan palsu
Persalinan palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri
yang telah terjadi sekitar 6 minggu kehamilan.
Perslinan palsu dapat terjadi selama berhari-hari atau secara
intermiten bahkan 3 atau 4 minggu sebelum awitan persalinan
sejati. Persalinan palsu sangat nyeri dan wanita dapat mengalami
kurang tidur dan kekurangan energi dalam menghadapinya.

d) Ketuban pecah dini


Pada kondisi normal, ketuban pada akhir kala satu persalinan.
Apabila terjadi sebelum awitan persalinan, kondisi tersebut di
sebut ketuban pecah dini (KPD). Hal ini dialami oleh sekitar 12%
wanita hamil.

e) Bloodiso
Plak lendir di sektresi serviks sebagai hasil proliverasi kelenjar
lendir serviks pada awal kehamilan. Pengeluaran plak lendir
inilah yang dimaksud dengan bloodiso. Bloodiso paling sering
terlihat sebagai rabas lendir bercampur dara yang lengket dan
harus di bedakan dengan cermat dari perdarahan murni. Ketika
melihat terabas tersebut, wanita sering kali berfikir bahwa ia “
melihat tanda persalinan “. Kadang-kadang seluruh plak lendir di
keluarkan dalam benuk massa. Plak yang keluar pada saat
persalinan berlangsung dan terlihat pada vagina sering kali
disangka tali pusat yang lepas oleh tenanga obstetri yang belum
berpengalaman. Padahal, umumnya tlai pusat di keluarkan dalam
1-2 hari.
f) Lonjakan Energi
Banyak wanita mengalami lonjakan energi kurang lebih 24-48
jam sebelum awitan persalinan. Setelah beberapa hari dan minggu
merasa letih secara fisik dan lelah karena hamil, mereka terjaga
pada suatu hari dan menemukan diri mereka bertenaga penuh.
Umumnya, para wanita ini merasa energik selama beberapa jam
sehingga mereka semangat melakukan berbagai aktivitas, seperti
membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika tirai, nyekita
lantai, memasak dan membekukan makanan, dan melakukan
berbagai rumah tangga lain, yang ebelumnya tidak mampu
mereka lakukan, teapi saat ini mereka merasa perlu
melakukannya sebelum kedatangan bayi akibatnya mereka
memasuki masa persalinan dalam keadaan letih dan sering kali
persalinan menjadi sulit dan lama
g) Gangguan saluran cerna
Ketika ada penjelasan yang tepat untuk diare, kesulitan mencerna,
mual, dan muntah, diduga hal-hal tersebu merupakan gejala
menjelang persalinan walaupun belum ada penjelasan untuk hal
ini.

3. Pengkajian ibu pada masa intranatal


a. Pengkajian
b. Biodata
a) Identitas bayi.
b) Identitas orang tua.
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang : cara lahir, apgar score, cara
lahir, kesadaran
b) Riwayat perinatal : lama kehamilan, penyakit yang
menyertai kehamilan.
c) Riwayat persalinan : cara persalinan, trauma persalinan.
d. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
 Kesadaran
 Vital sign
 Antropometri
b) Kepala : apakah ada trauma persalinan, adanya caput,
chepal hematom, tanda forcep.
c) Mata : apakah ada katarak, neonatal, btenorhoe.
d) Sistem gastrointestinal : apakah palatum keras dan lunak,
apakah bayi menolak untuk disusui, muntah/distensi
abdomen, stomatitis, BAB.
e) Sistem pernafasan : apakah ada kesulitan bernafas,
takipneu, bradipne, teratur/tidak, bunyi nafas.
f) Tali pusat : periksa apakah ada pendarahan, tanda infeksi,
keadaan dan jumlah pembuluh darah (2 arteri 1 vena).
g) Sistem genitourinaria : apakah hipospaadia, epispadia,
testis, BAK.
h) Ekstrimitas : cacat bawaan, kelainan bentuk, jumlah,
bengkak, posisi/postur normal/ abnormal.
i) Sistem muskuluskletal : tonus otot, kekuatan otot, kaku?,
lemah?, asimetris.
j) Kulit : pustula, abrasi, ruam ptekie.
e. Pemeriksaan fisik
a) Apgar score
b) Frekuensi kardiovaskuler : apakah takikardi,
bradikardi/normal.
c) Sistem neurologis :
 Refleks moro = tidak ada, asimetris/hiperaktif.
 Refleks mengisap = kuat/lemah.
d) Pemeriksaan laboratorium
 Sampel darah.
 Jenis ketonuria.
 Hematokrit.

b. Diagnosa keperawatan
c. Intervensi keperawatan
C. Latihan
Anda pasti telah mempelajari materi diatas dengan seksama dan penuh
konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi
tersebut, kerjakanlah latihan berikut anda dianjurkan untuk mencari dan
mempelajari :
1. Bagaimana konsep keperawatan ibu intranatal dan bayi baru lahir?

2. Apa itu intranatal?

3. Bagaimana pengkajian ibu pada masa intranatal?

D. Rangkuman
Selama persalinan, rahim berkontraksi leher rahim menjadi tipis (penipisan)
dan membuka (melebar), bayi berotasi dan bergerak kebawah kejalan lahir
dan anda melahirkan bayi, plasenta, tali pusat, serta ketuban. Seluruh proses
ini yang biasanya berlangsung beberapa jam atau satu atau beberapa hari,
adalah suatu periode peralihan untuk menjadi orang tuadan peralihan menjadi
makhluk yang mandiri bagi bayi anda persalinan adalah klimaks dari
kehamilan, dimana berbagai sistem yang tampaknya tidak saling berhubung
bekerja dalam keharmonisan untuk melahirkan bayi.

Bayi baru lahir (neonatus) adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir
dengan umur kehamilan 38-40 minggu, lahir melalui jalan lahir dengan
presentasi kepala secara spontantanpa gangguan, menangis kuat, nafas secara
spontan dan teratur, berat badan antara 2500-4000 gram.

Intranatal adalah rangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran hasil


konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang
di tandai oleh perubahan progresif pada serviks, dan di akhiri dengan
pelarihan plasenta. Penyebab awitan persalinan spontan tidak diketahui,
walaupun sejumlah teori menarik elah di kembangkan dan profesional
perawatan kesehatan mengetahui cara menginduksi persalinan pada kondisi
tertentu.

a. Pengkajian
b. Biodata
c. Riwayat kesehatan
d. Pemeriksaan fisik
e. Pemeriksaan fisik
d. Diagnosa keperawatan
e. Intervensi keperawatan

E. Evaluasi

1. Pada hamil tua, kenaikan produksi estrogen mengakibatkan


terjadinya beberapa perubahan pada rahim, kecuali
a. Peningkatan sensitivitas otot rahim terhadap oksitosin (hormon
yang menyebabkan rahim berkontraksi).
b. Peningkatan produksi maternal dari prostaglandin (substansi yang
mematangkan atau melunakkan leher rahim).
c. Peningkatan aktivitas rahim dan kontraksi yang lebih jelas
terlihat.
d. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentukdan diliputi verniks kaseosa.

2. Sebutkan yang BUKAN bagian dari ciri-ciri bati atemn


a. Berat badan 2500-4000 gram.
b. Panjang badan lahir 48-52 cm.
c. Lingkar dada 30-38 cm.
d. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

3. Sebelum persalinan dimulai, leher rahim akan melebar, berapa cm


leher rahim melebar?
a. 1 sampai 2 cm
b. 2 sampai 3 cm
c. 3 sampai 4 cm
d. 4 sampai 5 cm

4. Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar
natrium relative lebih besar dari pada kalium. Hal ini menandakan
bahwa
a. ruangan ekstraselular luas
b. kelenjar tyroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahir
c. kadar natrium relative lebih besar dari pada kalium
d. a, b, dan c benar

5. Suhu tubuh bayi mungkin sedikit diatas normal pada saat lahir tapi
akan segera turun sampai
a. 35.5 0C
b. 36.0 0C
c. 37.5 0C
d. 38.0 0C

6. Yang BUKAN termasuk dari tanda dan gejala menjelang persalinan


adalah
a. Lightening (perasaan distensi abdomen berkurang)
b. Perubahan pelviks
c. Gangguan pernafasan
d. Nyeri otot

7. Pada hamil tua, kenaikan produksi estrogen mengakibatkan


terjadinya beberapa perubahan pada rahim, kecuali
a. Peningkatan sensitivitas otot rahim terhadap oksitosin (hormon
yang menyebabkan rahim berkontraksi).
b. Peningkatan produksi maternal dari prostaglandin (substansi yang
mematangkan atau melunakkan leher rahim).
c. Peningkatan sesitivitas pada dinding rahim
d. Peningkatan aktivitas rahim dan kontraksi yang lebih jelas
terlihat.

8. penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa jam feto-plasenta


memainkan peran peting dalam mengatur
a. pengaturan waktu kelahiran
b. mencegah berkontraksi lebih sering baik spontan atau sebagai
respon terhadap aktivitas dan gangguan ringan
c. kematangan janin dan memicu mekanisme yang melalui
perslinan
d. gerakan sendi yang lebih besar
9. “Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 4 minggu” kalimat
yang di kutip tersebut di kutip dari?
a. Kamus Istilah Kebidanan.
b. Kamus asuhan keperawatan
c. Kamus maternitas
d. Kamus post partum

10. Sebutkan salah satu dari bayi yang lahir prematur


a. Berat badan kurang dari 2499 gram
b. Tulang dan Sutura kepala lebih keras dari bayi aterm
c. Umur kehamilan lebih dari 42 minggu.
d. Verniks kaseosa dibadan kurang
BAB VI

KONSEP MASA POST PARTUM, DEFENISI

A. PENDAHULUAN

Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep


dasar keperawatan maternitas yang meliputi filosopi dan paradigma
keperawatan maternitas, prinsip-prinsip keperawatan maternitas dan peran
dan fungsi perawat maternitas . Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini
diharapkan anda memahami konsep dasar keperawatan maternitas secara
umum yang penting digunakan dalam melaksanakan pelayanan asuhan
keperawatan dan praktek keperawatan pada maternitas yang berkualitas
diberbagai tatanan pelayanan kesehatan. Setelah menyelesaikan kegiatan
belajar ini, anda diharapkan mampu:
4. Menjelaskan konsep masa post partum dan defenisi
5. Menjelaskan konsep bayi lahir yang bermasalah

6. Menjelaskan kelainan – kelainan pada bayi baru lahir

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini
dimulai dengan konsep masa post pasrtum, selanjutya konsep bayi baru lahir
yang bermaslah, dan diakhiri dengan kelainan – kelainan pada bayi baru lahir.

B. URAIAN MATERI

1. Konsep Masa Post Partum, Defenisi

a. Pengertian Masa Post Partum

Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil,
yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa pemulihan
tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang
bersifat fisiologis dan banyak memberikan ketidak nyamanan pada awal
postpartum, yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila
tidak diikuti dengan perawatan yang baik (Yuliana & Hakim, 2020).

b. Tahap Masa Post Partum

Menurut Wulandari (2020)Ada beberapa tahapan yang di alami oleh wanita


selama masa nifas, yaitu sebagai berikut :

 Immediate puerperium, yaitu waktu 0-24 jam setelah melahirkan. ibu


telah di perbolehkan berdiri atau jalan-jalan
 Early puerperium, yaitu waktu 1-7 hari pemulihan setelah melahirkan.
pemulihan menyeluruh alat-alat reproduksi berlangsung selama 6-
minggu Later puerperium, yaitu waktu 1-6 minggu setelah melahirkan,
inilah waktu yang diperlukan oleh ibu untuk pulih dan sehat sempurna.
Waktu sehat bisa bermingguminggu, bulan dan tahun.

c. Proses Adaptasi Psikologis Post Partum

Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum
Menurut Sutanto (2019) :

1) Fase Talking In (Setelah melahirkan sampai hari ke dua)

a) Perasaan ibu berfokus pada dirinya


b) Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain
c) Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya
d) Ibu akan mengulangi pengalaman waktu melahirkan
e) Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan
tubuh ke kondisi normal
f) Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi
g) Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi
tubuh tidak berlangsung normal
h) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu
2) Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10)
a) Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi, munculnya
perasaan sedih (baby blues)
b) Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan
tanggung jawab akan bayinya
c) Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK,
BAB, dan daya tahan tubuh
d) Ibu berusaha menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok
e) Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi
f) Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak
mampu membesarkan bayinya
g) Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya, cepat
tersinggung, dan cenderung menganggap pemberitahuan bidan
teguran. Dianjurkan untuk berhati-hati dalam berkomunikasi dengan
wanita ini dan perlu memberi support

3) Fase Letting Go (Hati ke-10 sampai akhir masa nifas)

a) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu
pulang ke rumah dan di pengaruhi oleh dukungan serta perhatian
keluarga.
b) Ibu sudab mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhan bayi

d. Perubahan Fisiologis Post Partum

Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan


kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan
setelah melahirkan antara lain Risa & Rika (2014) :

a) Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada


kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus
Uterinya (TFU).
b) Lokhea Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda
pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan
adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume
karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis
berdasarkan warna dan waktu keluarnya:
1) Lokhea rubra Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-
4 masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena
terisi darah segar, jaringan sisasisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo (rambut
2) Lokhea sanguinolenta Lokhea ini berwarna merah kecokelatan
dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7
post partum.
3) Lokhea serosa Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena
mengandung serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke14
4) Lokhea alba Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel
epitel, selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati.
Lokhea alba ini dapat berlangsung selama 2-6 minggu post
partum. Lokhea yang menetap pada awal periode post partum
menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang
mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta.
Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya
endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen
dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau
busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran
lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
c) Perubahan Vagina Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam
beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-
angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol.
d) Perubahan Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi
kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak
maju. Pada post partum hari ke-5, perinium sudah mendapatkan
kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada
keadaan sebelum hamil.
e) Perubahan Sistem Pencernaan Biasanya ibu mengalami konstipasi
setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan
alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi
kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan,
kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.
f) Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung,
biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama.
Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema
leher kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar
hormon estrogen yang besifat menahan air akan mengalami penurunan
yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.
g) Perubahan Sistem Muskuloskeletal Otot-otot uterus berkontraksi
segera setelah partus, pembuluh darah yang berada di antara anyaman
otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan
perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang
meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8
minggu setelah persalinan.
h) Perubahan Sistem Kardiovaskuler Setelah persalinan, shunt akan
hilang tibatiba. Volume darah bertambah, sehingga akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal
ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala.
Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima
postpartum
i) Perubahan Tanda-tanda Vital Pada masa nifas, tanda – tanda vital
yang harus dikaji antara lain:
a) Suhu badan Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan
naik sedikit (37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam
keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada
hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan Air
Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya
infeksi pada endometrium.
b) Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat.
Denyut nadi yang melebihi 100x/ menit, harus waspada
kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan post partum.
c) Tekanan darah Tekanan darah biasanya tidak berubah.
Kemungkinan tekanan darah akan lebih rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
saat post partum menandakan terjadinya preeklampsi post partum.
d) Pernafasan Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan
keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,
pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan
khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post
partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.

e. Kebutuhan Post Partum

1) Nutrisi dan cairan


Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang
baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi
susunan air susu. Kebutuhan gizi iba saat menyusui adalah sebagai
berikut:
a) Konsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari
b) Diet berimbang protein, mineral dan vitamin
c) Minum sedikitnya 2 liter tiap hari (+8 gelas)
d) Fe/tablet tambah darah sampai 40 hari pasca persalinan
e) Kapsul Vit. A 200.000 unit
2) Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) adalah kebijaksanaan agar secepatnya
tenaga kesehatan membimbing ibu post partum bangun dari tempat
tidur membimbing secepat mungkin untuk berjalan. Ibu post partum
sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24 - 48 jam
postpartum. Hal ini dilakukan bertahap. Ambulasi dini tidak dibenarkan
pada ibu post partum dengan penyulit misalnya anemia, penyakit
jantung penyakit paru-paru, demam dan sebagainya. Keuntungan dari
ambulasi dini:
a) Ibu merasa lebih sehat
b) Fungsi usus dan kandung kemih lebih baik.
c) Memungkinkan kita mengajarkan ibu untuk merawat bayinya.
d) Tidak ada pengaruh buruk terhadap proses pasca persalinan,
tidak memengaruhi penyembuhan luka, tidak menyebabkan
perdarahan, tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau
retrotexto uteri
3) Eleminasi
Setelah 6 jam post partum diharapkan. ibu dapat berkemih, jika
kandung kemih penuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan
melakukan kateterisasi. Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih
(predlo urine) pada post partum:
Berkurangnya tekanan intra abdominal.
a) Otot-otot perut masih lemah
b) Edema dan uretra
c) Dinding kandungan kemih kurang sensitif
d) Ibu post partum diharapkan bisa defekasi atau buang air besar
setelah hari kedua post partum jika hari ketiga belum delekasi
bisa diberi obat pencahar oral atau rektal.
4) Kebersihan diri
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh
karena itu kebersihan tubuh pakaian, tempat tidur, dan lingkungan
sangat penting untuk tetap terjaga. Langkah langkah yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh terutama perineum
b) Mengajarkan ibu cara memberikan alat kelamin dengan sabun
dan air dari depan ke belakang
c) Sarankan ibu ganti pembalut setidaknya dua kali sehari
d) Membersihkan tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan alat kelamin
e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi luka jahit pada
alat kelamin, menyarankan untuk tidak menyentuh daerah
tersebut(Elisabeth Siwi Walyani, 2017)

f. Tanda-tanda Bahaya Masa Post Partum

1) Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba


(melebihi haid biasa atau jika perdarahan tersebut membasahi lebih
dari 2 pembalut saniter dalam waktu setengah jam)
2) Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras.
3) Rasa nyeri di perut bagian bawah atau punggung Sakit Kepala yang
terus menerus. nyeri epigastrium, atau, masalah penglihatan.
4) Pembengkakan pada wajah dan tangan Deman muntah, rasa sakit
sewaktu buang air seni, atau merasa tidak enak badan Payudara
yang memerah panas dan/atau sakit.
5) Kehilangan selera makan untuk waktu yang berkepanjangan Rasa
sakit. warna merah, kelembutan dan/atau pembengkakan pada kaki.
6) Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengurus diri-sendiri atau
bayi
7) Merasa sangat letih atau bernafas terengah-engah(Wilujeng &
Hartati, 2018).

g. Infeksi Masa Post Partum


Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua pera dangan alat-alat
genitalia dalam masa nifas. Infeksi setelah persa linan disebabkan oleh
bakteri atau kuman. Infeksi masa nifas ini menjadi penyebab tertinggi
angka kematian ibu (AKI)(Anik Maryunani, 2017).
1) Tanda dan Gejala Masa Post Partum
Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas,
Oleh karena itu, demam menjadi gejala yang penting untuk
diwaspadai apabila terjadi pada ibu postpartum. Demam pada masa
nifas sering disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks
kejadian infeksi nifas. Morbiditas nifas ini ditandai dengan suhu
38'C atau lebih yang terjadi selama 2 hari berturut-turut. Kenaikan
suhu ini terjadi sesudah 24 jam postpartum dalam 10 hari pertama
masa nifas. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk:
a) Infeksi Lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan,
perubahan warna kulit, pengeluaran lokhea bercampur
nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur
badan dapat meningkat.
b) Infeksi Umum
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan,
perubahan warna kulit, pengeluaran lokhea bercampur
nanah, mobilitasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur
badan dapat meningkat.

2) Faktor Penyebab Infeksi


a) Persalinan lama, khususnya dengan kasus pecah ketuban
terlebih dahulu.
b) Pecah ketuban sudah lama sebelum persalinan.
c) Pemeriksaan vagina berulang-ulang selama persalinan,
khususnya untuk kasus pecah ketuban.
d) Teknik aseptik tidak sempurna
e) Tidak memperhatikan teknik cuci tangan.
f) Manipulasi intrauteri (misal: eksplorasi uteri, penge luaran
plasenta manual).
g) Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka seperti laseri
yang tidak diperbaiki.
h) Hematoma.
i) Hemorargia, khususnya jika kehilangan darah lebih dari
1.000 ml.
j) Pelahiran operatif, terutama pelahiran melalui SC.
k) Retensi sisa plasenta atau membran janin
l) Perawatan perineum tidak memadai
m) Infeksi vagina atau serviks yang tidak ditangani.

2. Konsep bayi baru lahir yang bermasalah


a. Hiperbilirubinemia
1) Definisi
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dg konsentrasi bilirubin
serum yg menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau
ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dapat
dikendalikan. Ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera
menjadi kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam
darah (hiperbilirubinema). Pada bayi aterm ikterus tampak jika
konsentrasi bilirubin serum mencapai 85-120 µmol/L
(myles,2009).
2) Etiologi Ikterus fisiologis Ikterus fisiologis adalah akibat
kesenjangan antara pemecahan sel darah merah dan
kemampuan bayi untuk mentranspor, mengonjugasi, dan
mengeksresi bilirubin tak terkonjugasi. Ikterus patologis
Etiologi ikterus patologis adalah beberapa gangguan pada
produksi, transpor, konjugasi, atau ekskresi bilirubin.
3) Faktor resiko ·
 BBLR.
 Penyakit hemolisis karena inkompatibilitas golongan
darah asfiksia atau asidosis.
 Trauma cerebral .
 Infeksi sistemik.

4) Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila
terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan
bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y
dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus
yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan


merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada
bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah
larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek
patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada
syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar
bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.

5) Tanda gelaja
Hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi:
 Gejala akut: gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau
minum dan hipotoni.
 Gejala kronik: tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat
biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis

6) Tatalaksana Awal
 Ikterus fisiologis tidak memerlukan penanganan khusus
dan dapat rawat jalan dengan nasehat untuk kembali jika
ikterus berlangsung lebih dari 2 mg. · Jika bayi dapat
menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan
ekslusif lebih sering minimal setiap 2 jam
 Jika bayi tidak dapat menyusui, ASI dapat diberikan
melalui pipa nasogastrik atau dengan gelas dan sendok
 Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar
matahari pagi selama 30 menit selama 3-4 hari. Jaga agar
bayi tetap hangat.
 Kelola faktor resiko (asfiksia dan infeksi)karena dapat
menimbulkan ensefalofati biliaris
 Setiap ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca
persalinan adalah patologis dan membutuhkan
pemerikasaan laboratorium lanjut
 Pada bayi dengan ikterus kremer 3 atau lebih perlu dirujuk
ke fasilitas yang lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil.

7) Pemeriksaan Penunjang
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang sebagai berikut:
 Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan
bayi pada saat kelahiran.
 Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk
menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
 Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan
ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.
b. Kejang
1) Definisi
Kejang merupakan gerakan involunter klonik atau tonik pada
satu atau lebih anggota gerak. Biasanya sulit di kenali dan
terjadi pada usia 6 bulan – 6 tahun.

2) Epidemiologi
Prevalensi 1 diantara 20 anak.

3) Penyebab kejang:
 Serebral hipoksia, trauma lahir, malformasi kongenital.
 Metabolik.
 Sepsis.
 Obat-obatan(Lissauer dan Fanaroff, 2009).
 Perubahan suhu yg cepat dantiba-tibademam (Victoria
Goverment Melbourne, 2010).

4) Faktor penyebab kejang


Komplikasi pada saat kehamilan dan kelahiran
 Ibu tidak imunisasi TT.
 Perdarahan saat usia kehamilan 28 tahun, menyebabkan
hiposia janin.
 Gawat janin pada masa kehamilan dan persalinan yg
mengharuskan induksi persalinan.
 Alat yang digunakan tidak steril.
 Persalinan dengan tindakan dapat menyebabkan trauma
susunan saraf pusat.
 Perdarahan intracranial.
 Ibu hamil dengan DM.
 Kelainan metabolism seperti hipoglikemia, hipokalasemia,
hipomagnesemia, dll.
5) Manifestasi Klinis
 Apneu
 Gerakan mengecap bibir
 Perputaran bola mata (Lissauer dan Fanaroff, 2009).

6) Penatalaksanaan kejang:
 Jalan nafas (air)
 Pernafasan (breathing)
 Sirkulasi (circulation)
 Periksa adanya hipoglikemia (Lissauer dan Fanaroff,
2009).

c. Gangguan nafas
1) Definisi
Sindrom gawat nafas adalah syndrome gawat nafas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir
dengan masa gestasi kurang.
2) Etiologi
 Obstruksi jalan napas. Misalnya: trakemolasia;
 Penyakit parenkim paru. Misalnya: penyakit membran
hialin;
 Penyakit jaringan organ. Misalnya: hernia diafragmatika;
 Diluar paru paru, payah jantung dll.

3) Tanda gelaja
Klasifikasi:
 Ringan: frek.nafas 60-90x/menit. Adanya tanda tarikan
dinding tanpa merintih saat ekspirasi/sianosis sentral;
 Sedang: frek.nafas 60-90x/menit. Adanya tarikan dinding
dada/merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral;
 Berat: frek.nafas 60-90x/menit. Dgn sianosis sentral dan
tarikan dinding dada/ merintih saat ekspirasi;

4) Patofisiologi
Disebabkan karena alveoli masikh kecil sehingga sulit
berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih leemah, produksi surfaktan berkurang.
Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal ini menyebabkan
perubahan fisiologis pada paru.

5) Komplikasi
 Ruptur alveoli: bila dicurigai terjadi kebocoran udara;
 Infeksi;
 Perdarahan intracranial;
 Kurangnya oksigen ke otak;
 Bronchopulmonary Dysplasia;
 Retinopathy prematur;

6) Penatalaksanaan Tatalaksana awal:


 Menjaga jalan nafas ttp bebas;
 Pencegahan terjadinya hipoksia;
 Penanganan/tindakan (beri O2, bersihkan jalan nafas dan
ASI tetap diberikan;
 Pengobatan antibiotika ampisilin dan gentamisin;

3. Kelainan – kelainan pada bayi baru lahir

Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang didapat


sejak lahir. Kondisi ini disebabkan oleh gangguan selama masa
tumbuh kembang janin dalam kandungan. Kelainan kongenital dapat
menyebabkan bayi lahir dengan kecacatan atau gangguan fungsi pada
organ tubuh atau bagian tubuh tertentu.
Data dari WHO menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di
seluruh dunia terlahir dengan kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari
sekian banyak bayi yang terlahir dengan kelainan kongenital atau
bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi meninggal hanya dalam waktu
beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan.

Di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 295.000 kasus kelainan


kongenital per tahunnya dan angka tersebut menyumbang sekitar 7%
dari angka kematian pada bayi.

Sebagian bayi yang terlahir dengan kelainan kongenital dapat hidup.


Namun, bayi tersebut umumnya berisiko tinggi untuk mengalami
masalah kesehatan atau kecacatan pada organ tubuh atau bagian tubuh
tertentu, misalnya kaki, tangan, jantung, hingga otak.

Kelainan kongenital dapat terjadi dalam setiap fase kehamilan. Namun,


sebagian besar kasus kelainan bawaan terjadi pada trimester pertama
kehamilan, yaitu saat organ tubuh janin baru mulai terbentuk. Kelainan
ini bisa terdeteksi pada masa kehamilan, saat bayi dilahirkan, atau
selama masa tumbuh kembang anak.

Beberapa Faktor Penyebab Kelainan Kongenital

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seorang bayi terlahir


dengan kelainan kongenital, di antaranya:

a. Genetik

Setiap sifat genetik yang menentukan bentuk dan fungsi organ


tubuh dibawa oleh kromosom. Kromosom adalah komponen
pembawa materi genetik yang diwariskan dari orang tua kepada
anak.

Jumlah kromosom normal manusia ada 23 pasang. Setiap pasang


kromosom berasal dari sel telur ibu dan sperma ayah yang bertemu
saat proses pembuahan.
Ketika terjadi kelainan kromosom atau kelainan genetik, misalnya
pada anak yang lahir tanpa 46 kromosom atau justru lahir dengan
kelebihan kromosom, maka ia dapat mengalami kelainan
bawaan. Kelainan genetik ini bisa bersifat keturunan atau terjadi
akibat adanya mutasi atau perubahan sifat genetik pada janin saat ia
dikandung.

b. Lingkungan

Paparan radiasi atau zat kimia tertentu pada ibu hamil, seperti pada
pestisida, obat, alkohol, asap rokok, dan merkuri, dapat
meningkatkan risiko bayi mengalami kelainan bawaan. Hal ini
karena efek racun dari zat-zat tersebut bisa mengganggu proses
tumbuh kembang janin.

c. Gizi ibu selama hamil

Diperkirakan sekitar 94% kasus kelainan bawaan yang ditemukan


di negara berkembang terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
dengan gizi buruk selama hamil.

Ibu dengan kondisi tersebut biasanya kekurangan asupan nutrisi


penting yang berperan dalam menunjang pembentukan organ tubuh
janin dalam kandungan. Adapun nutrisi yang penting untuk ibu
hamil dan janin tersebut meliputi asam folat, protein, zat besi,
kalsium, vitamin A, yodium, dan omega-3.

Selain gizi buruk, ibu yang mengalami obesitas saat hamil juga
memiliki risiko cukup tinggi untuk melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital.

d. Kondisi ibu hamil

Saat hamil, ada banyak kondisi atau penyakit pada ibu yang bisa
meningkatkan risiko janin di dalam kandungannya untuk
mengalami kelainan kongenital. Beberapa kondisi dan penyakit ini,
antara lain:

1) Infeksi saat hamil, misalnya infeksi air ketuban, siflis, rubella,


atau virus zika
2) Anemia saat hamil
3) Komplikasi kehamilan, seperti diabetes gestasional dan
preeklamsia
4) Efek samping obat-obatan yang dikonsumsi saat hamil
5) Kebiasaan tidak sehat yang dilakukan selama hamil, seperti
menggunakan narkoba, mengonsumsi minuman beralkohol, dan
merokok
6) Usia ibu hamil yang sudah cukup tua saat hamil, karena semakin
tua usia ibu saat hamil, semakin tinggi risiko terjadinya kelainan
bawaan pada bayi yang dikandungnya

Kelainan Kongenital yang Banyak Terjadi pada Bayi

Kelainan kongenital atau kelainan bawaan pada bayi dapat


dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelainan fisik dan kelainan
fungsional. Berikut ini adalah penjelasannya:

a. Kelainan fisik

Beberapa kelainan atau cacat fisik pada tubuh bayi yang sering
ditemui, di antaranya:

1) Bibir sumbing (celah bibir dan langit-langit)


2) Penyakit jantung bawaan
3) Cacat tabung saraf, seperti spina bifida dan anensefali
4) Bagian tubuh tidak normal, seperti kaki pengkor atau bengkok
5) Kelainan bentuk dan letak tulang panggul (dislokasi panggul
kongenital)
6) Kelainan pada saluran cerna, seperti penyakit Hirschsprung,
fistula saluran cerna, serta atresia anus

b. Kelainan fungsional

Kelainan fungsional adalah cacat lahir yang terkait dengan


gangguan sistem dan fungsi organ tubuh. Beberapa jenis kelainan
atau cacat fungsional yang sering terjadi, di antaranya:

1) Gangguan fungsi otak dan saraf, seperti Sindrom Down


2) Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan fenilketonuria
3) Gangguan pada indra tubuh, seperti tuli dan buta (misalnya
akibat katarak bawaan)
4) Kelainan pada otot, misalnya distrofi otot
5) Kelainan pada darah, misalnya hemofilia, thalasemia, dan
anemia sel sabit

Deteksi Dini dan Penanganan Kelainan Kongenital

Kelainan bawaan dapat dideteksi sejak janin masih di dalam


kandungan. Untuk mendeteksi apakah terdapat kelainan bawaan pada
janin, dokter dapat melakukan pemeriksaan USG kandungan, tes darah
janin, tes genetik, serta amniocentesis atau pengambilan sampel cairan
ketuban.

Meski demikian, kelainan kongenital terkadang baru terdeteksi ketika


bayi lahir atau setelah ia kanak-kanak, bahkan setelah dewasa. Kelainan
kongenital biasanya tidak terdeteksi karena ibu jarang atau sama sekali
tidak melakukan pemeriksaan kandungan selama hamil.

Setelah terdiagnosis memiliki kelainan kongenital, bayi atau anak perlu


mendapatkan penanganan, seperti pemberian obat-obatan, fisioterapi,
penggunaan alat bantu, hingga operasi untuk memperbaiki bagian atau
organ tubuh yang cacat. Jenis penanganannya akan dipilih sesuai jenis
kelainan yang terjadi.
Dalam banyak kasus, kelainan bawaan tidak dapat dicegah, terutama
yang bersifat keturunan. Namun, ada beberapa upaya untuk
menurunkan risiko terjadinya kondisi tersebut, di antaranya:

1) Mengonsumsi makanan bergizi seimbang


2) Melakukan imunisasi sesuai anjuran dokter
3) Menghentikan kebiasaan merokok atau menghirup asap rokok
4) Membatasi konsumsi minuman beralkohol
5) Melakukan olahraga secara teratur
6) Mencukupi waktu tidur dan hindari stres berlebihan selama hamil

Hal penting yang juga harus Anda lakukan adalah melakukan


pemeriksaan kehamilan secara rutin ke dokter kandungan, terutama jika
ada riwayat kelainan kongenital di dalam keluarga. Jika anak
menunjukkan adanya kelainan kongenital, segeralah memeriksakan
kondisinya ke dokter anak untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

C. Latihan

Anda pasti telah mempelajari materi diatas dengan seksama dan penuh
konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman anda mengenai materi
tersebut, kerjakanlah latihan berikut anda dianjurkan untuk mencari dan
mempelajari :
4. Bagaimana konsep masa post pasrtum?

5. Apa itu post partum?

6. Bagaimana konsep bayi baru lahir yang bermaslah?

7. Apa saja kelainan – kelainan pada bayi baru lahir?

D. Rangkuman
Masa nifas (Post Partum) adalah masa di mulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat kandungan kembali semula seperti sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Selama masa pemulihan tersebut
berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan fisik yang bersifat
fisiologis dan banyak memberikan ketidak nyamanan pada awal postpartum,
yang tidak menutup kemungkinan untuk menjadi patologis bila tidak diikuti
dengan perawatan yang baik (Yuliana & Hakim, 2020).

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dg konsentrasi bilirubin serum yg menjurus


ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dapat dikendalikan. Ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera
menjadi kuning akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah
(hiperbilirubinema). Pada bayi aterm ikterus tampak jika konsentrasi bilirubin
serum mencapai 85-120 µmol/L (myles,2009).

Kelainan Kongenital yang Banyak Terjadi pada Bayi

Kelainan kongenital atau kelainan bawaan pada bayi dapat dikelompokkan


menjadi dua, yaitu kelainan fisik dan kelainan fungsional. Berikut ini adalah
penjelasannya:

a. Kelainan fisik

Beberapa kelainan atau cacat fisik pada tubuh bayi yang sering ditemui,
di antaranya:

1) Bibir sumbing (celah bibir dan langit-langit)


2) Penyakit jantung bawaan

3) Cacat tabung saraf, seperti spina bifida dan anensefali


4) Bagian tubuh tidak normal, seperti kaki pengkor atau bengkok
5) Kelainan bentuk dan letak tulang panggul (dislokasi panggul
kongenital)
6) Kelainan pada saluran cerna, seperti penyakit Hirschsprung, fistula
saluran cerna, serta atresia anus
b. Kelainan fungsional

Kelainan fungsional adalah cacat lahir yang terkait dengan gangguan


sistem dan fungsi organ tubuh. Beberapa jenis kelainan atau cacat
fungsional yang sering terjadi, di antaranya:

a. Gangguan fungsi otak dan saraf, seperti Sindrom Down


b. metabolisme, seperti hipotiroid dan fenilketonuria
c. Gangguan pada indra tubuh, seperti tuli dan buta (misalnya
akibat katarak bawaan)
d. Kelainan pada otot, misalnya distrofi otot
e. Kelainan pada darah, misalnya hemofilia, thalasemia, dan anemia sel
sabit

E. Evaluasi

1. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-
tanda kesulitanmenyusui diberikan pada ...
a. 6-8 jam post partum
b.  b. 6 hari post partum
c. c. 2 minggu post partum
d. 6 minggu post partum
e. e.10 minggu post partum

2. Asuhan pada 6 hari post partum dapat diberikan juga pada saat kunjunga
n nifas ...
a. 2 jam post partum
b. 6-8 jam post partum 
c. 2 minggu post partum
d. 6 minggu post partus
e. 3 bulan pasca melahirkan
 
3. Asuhan yang dapat diberikan pada 6 minggu post partum adalah ...
 
a. Memastikan involusio uteri berjalan dengan normal
 
b. Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan
 
c. Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi
 
d. Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas
 
f. Mendeteksi dan perawatan penyebab dari perdarahan

Seorang bayi lahir pervaginam dengan presentasi bokong (sunsang), BBL


3600 gram, cukup bulan, langsung menangis kuat, tangan kanan tampak tidak
terangkat.

4. Apa penyebab kelainan pada tangan bayi tersebut


a. Trauma pada pleksus cervicalis
b. Trauma pada pleksus brakhialis
c. Fraktur klavicula
d. D.Fraktur humeru
e. Semua benar

5. Berapa lama dilakukan pemantauan terhadap bayi dengan jejas persalinan


tersebut?
a. 3 bulan
b. 4 bulan sampai 1 tahun
c. 1 bulan
d. 2 tahun
e. Sampai bisa berjalan

6. Apa defisit residual jangka panjang yang dapat terjadi pada bayi ini?
a. Kelainan pembentukan tulang yang progresif
b. Atrofi otot
c. Kontraktur sendi
d. Gangguan pertumbuhan ekstermitas
e. Semua benar

7. Seorang wanita datang membawa bayinya yang berusia 3 hari ke Bidan


Sarah dengan keluhan kulit bayinya berwarna kuning, dari hasil anamnesa
diketahui bahwa bayi dapat menyusu seperti biasa, BB saat lahir 2900 g
dan hasil pemeriksaan BB sekarang 3000 g.
Diagnosa yang tepat untuk kasus diatas adalah:
a. Ikterus fisiologis
b. Ikterus patologis
c. Kern ikterus
d. Hepatitis

8. Ciri-ciri ikterus patologis:


a. Timbul pada hari ke 2-3.
b. Timbul dalam 24 jam pertama
c. Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan < 12mg/dl
d. Menghilang pada hari 10

9. Saat bayi pertama kali bayi menangis, terjadi hal – hal berikut kecuali ...
a. Pertukaran gas melalui paru bayi dengan pernafasan
b. Duktus aerteriousus membuka
c. Cairan didalam alveolus terdorong olwh udara
d. Pelebaran pembuluh darah alveoli
e. Paru mengembang

10. Neonatus berat badan lhir rendah, kurang bulan. Tiga puluh menit setelah
bayi tersebut mengalami penurunan suhu sampai 35 derajat . tindakan yang
harus dilakukan pada bayi adalah :
a. Berikan antibiotik
b. Lakukan metode kangguru
c. Berikan cairan infus dextrosa
d. Berikan ASI
e. Lakukan rujukan segera

BAB VII

KONSEP DASAR SENAM HAMIL DAN PENDIDIKAN KESEHATAN


PADA IBU HAMIL
A. PENDAHULUAN

Kegiatan belajar ini akan memberikan pengetahuan dan pemahaman


kepada anda tentang konsep dasar senam hamil dan pendidikan
kesehatan pada ibu hamil yang meliputi: pengertian,jenis dan gerakan
senam dan pendidikan kesehatan bagi ibu hamil.
Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini diharapkan anda memahami
Konsep dasar senam hamil dan pendidikan kesehatan pada ibu hamil
secara umum yang penting dipahami oleh setiap perawat dalam
melaksanakan fungsi dan perannya sebagai perawat maternitas dalam
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan hak-hak klien sebagai
individu yang harus dilindungi. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar,
diharapkan Anda dapat:
1. Menjelaskan pengertian konsep dasar senam hamil.

2. Menjelaskan pendidikan kesehatan pada ibu hamil.

3. Jenis senam hamil

4. Gerakan senam hamil.

Berdasarkan tujuan pembelajaran pada kegiatan belajar, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan dimulai dengan konsep
dasar, dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan.

B. URAIAN MATERI

1. KONSEP DASAR SENAM HAMIL


a. Defenisi

Senam hamil adalah program kebugaran yang diperuntukkan bagi


ibu hamil. Oleh karena itu senam hamil memiliki prinsip gerakan khusus
yang disesuaikan dengan kondisi ibu hamil. Latihan pada senam hamil
dirancang khusus untuk menyehatkan dan membugarkan ibu hamil,
mengurangi keluhan yang timbul selama kehamilan serta mempersiapkan
fisik dan psikis ibu dalam menghadapi persalinan. Tujuan dari program
senam hamil adalah membantu ibu hamil agar nyaman, aman dari sejak
bayi dalam kandungan hingga lahir. Senam hamil merupakan latihan
relaksasi yang dilakukan oleh ibu yang mengalami kehamilan sejak 23
minggu sampai dengan masa kelahiran dan senam hamil ini merupakan
salah satu kegiatan dalam pelayanan selama kehamilan (prenatal care)
(Manuaba. 2015).

b. Jenis Senam Hamil

Senam hamil ada beberapa jenis, masing-masing memiliki gerakan


dan manfaat yang berbeda. Jenis-jenis senam hamil antara lain :

1. Yoga

Yoga dapat dilakukan oleh ibu hamil dengan bantuan instruktur


selama 60-90 menit tiap sesi dan dilakukan 1-2 kali seminggu, di hari
lain dapat melakukan sendiri di rumah. Yoga dibagi dalam 2 bagian
besar, yaitu praktik pagi dan praktik petang. Praktik pagi terdiri atas :
pemusatan perhatian, praktik meningkatkan stamina dan praktik
postur yoga, sedangkan untuk praktik petang terdiri atas pemusatan
perhatian dan praktik relaksasi/meditasi.
Gambar 2.1 Senam hamil yoga

2. Pilates

Pilates adalah penggabungan seni olah tubuh dari dunia Timur dan
dunia Barat, senam ini terlihat sepintas seperti yoga. Namun beberapa
gerakan dalam pilates juga menggunakan alat bantu. Selain itu, pilates
memiliki teknik pernapasan khusus yang dipraktekkan dalam setiap
gerakan. Teknik nafas yang digunakan tidak dengan perut atau dada,
melainkan dengan diafragma (Muhtadi, 2011). Gerakan Pilates bukan
gerakan aerobic atau cardio, melainkan gerakan peregangan atau
dikenal dengan istilah resistance exercise. Dua elemen kunci untuk
Pilates adalah kekuatan otot dan postur tubuh. Selama melakukan
gerakan harus senantiasa fokus pada kontraksi otot, pernafasan, dan
kualitas dari gerakan. Tujuannya adalah untuk terkoordinasinya antara
fikiran, tubuh, dan semangat yang disebut oleh Joseph Pilates dengan
"contrology" (Muhtadi, 2011).

Gerakan dalam pilates terlihat ringan dan mudah, namun bagi


pemula akan terasa relatif sulit. Gerakan pilates tidak dilakukan
berulang-ulang seperti halnya gerakan saat aerobik. Hal yang
dipentingkan saat berpilates adalah akurasi (ketepatan) gerakan dan
cara mengatur napas. Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang
perlu berkonsentrasi penuh saat melakukan pilates (Widyatama 2011).

3. Hypnobirthing

Hypobirthing berasal dari kata hypno (hypnosis dan birthing


(melahirkan), sehingga hypnobirthing adalah proses melahirkan
dengan hypnosis, dimana ibu sepenuhnya sadar dan menikmati proses
persalinan.

Metode ini berakar pada ilmu hypnosis dengna metode pendekatan


kejiwaan yang memberi kesempatan kepada wanita untuk
berkonsentrasi, fokus dan rileks. Sehingga hypnobirthing mengacu
pada hypnoterapi, yakni latihan penanaman sugesti pada alam bawah
sada ibu untuk men-dukung menjalani proses persalinan (Batbual,
2010). Latihan relaksasi hypnobirthing bisa dilakukan kapan saja oleh
ibu hamil pada umumnya dilakukan saat memasuki trimester ketiga
kehamilan, tetapi akan lebih baik jika dilakukan di trimester pertama.
Hypnobirthing dilakukan juga bisa secara singkat, yaitu dua minggu
sebelum ibu melahirkan. Hyp-nobirthing dilakukan setiap malam
menjelang tidur, segera setelah bangun tidur di pagi hari maupun
waktu dimana ibu merasa nyaman (Batbual, 2010). Ketenangan ibu
menjadi kunci penting saat proses me-lahirkan. Metode relaksasi
memb melancarkan persalinan dan memini-malisir rasa sakit. Kondisi
rileks akan mendorong pengeluaran hormon endorphine yang
membantu menghilangkan rasa takut, tegang dan kep-anikan saat
melahirkan (Batbual, 2010).

4. Tai Chi

Tai Chi adalah olah raga tradisional Cina dengan gerakan lambat,
pernafasan yang dalam, dan pemusatan pikiran dengan unsur meditasi
(Yeh, et al., 2009 dalam Hikmaharidha, 2011). Gerakan yang lembut
dari Tai Chi ini dapat menjadi pilihan olahraga yang baik khususnya
wanita (Thornton, Sykes, & Wai, 2004 dalam Hikmaharidha, 2011).
Tai Chi dikenal dapat membantu menghilangkan stress yang
merupakan salah satu faktor risiko hipertensi dengan cara latihan
pernafasan yang tepat dikombinasikan dengan latihan otot ringan
sehingga membuat seseorang menjadi rileks. Teknik pernafasan yang
dalam dan gerakan yang lambat dapat meningkatkan konsentrasi
oksigen di dalam darah, memperlancar aliran darah, dan menu denyut
jantung (Hikmaharidha, 2011).

5. Yophytta

Salah satu senam yang juga dilakukan oleh ibu hamil adalah
Senam Yophytta. Senam yophytta diciptakan oleh Putu Arsaningsih
pada tahun 2009. Senam hamil ini merupakan gabungan antara Yoga,
Pilates, Hypnoteraphy dan Tai Chi, sehingga apabila dilakukan secara
teratur akan membuat tubuh ibu hamil menjadi lebih sehat bugar dan
mempermudah proses persalinan (Lestari 2014; Muhimah dan Safe
2010 dalam Umamah, 2011). Perbedaan senam hamil lainnya dengan
yophytta adalah senam lainnya menekankan gerakan fisik sedangkan
senam yophytta menggabungkan latihan fisik, mental, dan spiritual
ibu hamil. Hal tersebut tentunya menjadi kelebihan dari senam
yophytta. Senam yophytta bisa mulai dilakukan pada usia kehamilan 5
bulan, dengan durasi latihan 1-1,5 jam perhari. Senam yophytta dapat
dirasakan manfaatnya saat persalinan apabila dilakukan minimal 2 kali
dalam seminggu atau 6 kali latihan dalam 3 minggu, dengan intensitas
latihan 70 - 90%.

c. Gerakan Dasar Senam Hamil

Senam hamil bisa dilakukan dimana saja termasuk di rumah.


Tetapi cara atau tahapan harus disesuaikan dengan kondisi tubuh,
umur kandungan dan sesuai aturan yang sudah dianjurkan oleh
instruktur (Manuaba. 2015).

1. Latihan I
a. Duduk relaks dan badan ditopang tangan di belakang.
b. Kaki diluruskan dengan sedikit terbuka
c. Gerakan latihan: gerakan kaki kanan dan kiri ke depan dan ke
belakang, putar persendian kaki melingkar kedalam dan keluar,
bila mungkin angkat bokong dengan bantuan kedua tangan dan
ujung telapak tangan, kembangkan dan kempiskan otot dinding
perut, kerutkan dan kendorkan otot dubur.
d. Lakukan gerakan ini sedikitnya 8-10 setiap gerakan.

Gambar 2.2 Latihan I

2. Latihan II

a. Sikap duduk tegak dengan badan disangga oleh tangan


dibelakang badan.
b. Kedua tungkai bawah lurus dalam posisi rapat
c. Bentuk latihan: tempatkan tungkai kanan di atas tungkai bawah
kiri silih berganti, kembangkan dan kempiskan otot dinding
perut bagian bawah, kerutkan dan kendurkan otot liang dubur.
d. Lakukan gerakan ini sedikitnya 8-10 kali.
e. Tujuan latihan: melatih otot dasar panggul agar dapat berfungsi
optimal saat persalinan, meningkatkan peredaran darah ke alat
ke-lamin bagian dalam sehingga sirkulasi menuju plasenta
makin sempurna.
Gambar 2.3 Latihan II

3. Latihan III

a. Sikap duduk dengan badan disangga kedua tangan di belakang,


tungkai dirapatkan.
b. Tidur terlentang dengan kedua kaki merapat.
c. Bentuk latihan: pada sikap duduk, angkat tungkai bawah silih
berganti ke atas dengan tinggi semaksimal mungkin, angkat
tungkai bawah silih berganti kanan dan kiri dengan tinggi
semaksimal mungkin.
d. Lakukan latihan ini sedikitnya 8-10 kali.
e. Tujuan latihan: memperkuat otot dinding perut sehingga dapat
berfungsi saat persalinan, meningkatkan sirkulasi darah menuju
kelamin bawah, sehingga darah menuju janin dapat
ditingkatkan.

4. Latihan IV

a. Sikap duduk bersila dengan tegak.


b. Tangan di atas bahu sedangkan siku di samping badan
c. Bentuk latihan: lengan diletakkan di depan dada, putar lengan ke
atas dan ke samping, ke belakang, dan selanjutnya ke depan
tubuh (dada).
d. Lakukan latihan ini sedikitnya 8-10 kali.
e. Tujuan latihan: melatih otot perut bagian atas, meningkatkan ke-
mampuan.
Gambar 2. 4 Latihan IV

5. Latihan V

a. Sikap duduk bersila dengan tumit berdekatan satu sama lain.


b. Badan agak relaks dan paha lemas.
c. Kedua tangan di persendian lutut.
d. Bentuk latihan: tekan persendian lutut dengan berat badan
sebanyak 20 kali.
e. Badan diturunkan ke depan semaksimal mungkin.
f. Tujuan latihan: melatih otot punggung agar berfungsi dengan
baik, melatih agar persendian tulang punggung tidak kaku.

6. Latiahan VI

a. Sikap latihan tidur di atas tempat tidur datar.


b. Tangan di samping badan.
c. Tungkai bawah ditekuk pada persendian lutut dengan sudut
tungkai bagian bawah sekitar 80-90 derajat.
d. Bentuk latihan: angkat badan dengan topangan pada ujung
telapak kedua kaki dan bahu, pertahankan selama mungkin di
atas dan selanjutnya turunkan perlahan-lahan.
e. Tujuan latihan: melatih persendian tulang punggung bagian atas,
melatih otot perut dan otot tulang belakang.

Gambar 2.5 Latihan VI

7. Latihan VII

a. Sikap tidur terlentang di tempat tidur mendatar.


b. Badan seluruhnya relaks.
c. Tangan dan tungkai bawah harus rileks
d. Bentuk latihan: badan dilemaskan pada tempat tdur, tangan dan
tungkai bawah membujur lurus, pinggul diangkat ke kanan dan
ke kiri sambil melatih otot liang dubur, kembang kempiskan otot
bagian bawah.
e. Lakukan latihan ini sedikitnya 10-15 kali.
f. Tujuan latihan: melatih persendian tulang punggung dan
pinggul, meningkatkan peredaran darah menuju janin melalui
plasenta.

8. Latihan pernapasan

a. Sikap tubuh tidur terlentang di tempat tidur atau matras yang da-
tar.
b. Kedua tangan di samping badan dan tungkai bawah ditekuk
pada lutut dan santai
c. Satu tangan dilekatkan di atas perut.
d. Bentuk latihan: tarik napas perlahan dari hidung serta
pertahankan dalam paru beberapa saat, bersamaan dengan
tarikan napas tersebut, tangan yang berada di atas perut ikut
serta diangkat mencapai kepala, keluarkan napas melalui perut
secara perlahan, tangan yang diangkat ikut serta diturunkan.
e. Lakukan gerakan latihan ini sekitar 8-10 kali dengan tangan silih
berganti.
f. Bentuk gerakan lain: tangan yang berada di atas perut dibiarkan
mengikuti gerakan saat melakukan tarikan dan saat
mengeluarkan napas, tangan tersebut seolah-olah memberikan
pemberat pada perut untuk memperkuat diafragma.
g. Tujuan latihan: meningkatkan penerimaan konsumsi oksigen ibu
dan janin, menghilangkan rasa takut dan tertekan, mengurangi
nyeri saat kontraksi.

9. Latihan relaksasi.

Latihan relaksasi dapat dilakukan bersamaan dengan latihan otot


tulang belakang, otot dinding perut dan otot liang dubur atau
dengan relaksasi total. Teknik relaksasi antara lain :

a. Sikap tubuh seperti merangkak.


b. Bersikap tenang dan relaks.
c. Badan disangga pada persendian bahu dan tulang paha.
d. Bentuk latihan: tubuh disangga persendian bahu dan tulang
paha, lengkungkan dan kendurkan tulang belakang, kembangkan
dan kempiskan otot dinding perut, kerutkan dan kendorkan otot
liang dubur.
e. Lakukan latihan ini 8-10 kali.
f. Bentuk latihan yang lain: tidur miring dengan kaki membujur,
terlentang dengan disangga bantal pada bagian bawah lutut,
tidur terlentang dengan kaki ditekuk, tidur miring dengan kaki
ditekuk.
g. Tujuan latihan kombinasi: melatih dan melemaskan persendian
pinggul dan persendian tulang paha, melatih otot tulang
belakang, otot dinding perut.

Gambar 2.6 Latihan Relaksasi

10. Latihan relaksasi dengan posisi duduk telungkup

a. Sikap tubuh duduk menghadap sandaran kursi.


b. Kedua tangan disandaran kursi.
c. Kepala diletakkan diatas tangan.
d. Bentuk latihan: tarik napas dalam dan perlahan hembuskan,
dilakukan pada kala I (pertama).
e. Tujuan latihan: meningkatkan ketenangan, mengendalikan dan
mengurangi rasa nyeri, latihan ini dapat dilakukan pada kala I
(masa pembukaan pada proses persalinan) sehingga mengurangi
nyeri.

11. Latihan menurunkan dan memasukkan kepala janin ke PAP (pintu


atas panggul).

Pada primigravida kepala janin sudah turun dan masuk PAP pada
minggu ke 36, bila kepala janin belum masuk pintu atas panggul,
terdapat beberapa faktor antara lain: tali pusat pendek, terdapat
lilitan tali pusat, kelainan bentuk kepala janin, panggul ibu sempit
atau sebab lainnya. Dengan masuknya kepala janin ke pintu atas
panggul terutama pada ibu primigravida memberikan petunjuk
bahwa tidak terdapat kesempitan panggul, untuk mengusahakan
agar kepala janin masuk pintu atas panggul, dapat dilakukan
latihan se-bagai berikut:

a. Sikap tubuh berdiri tegak dan jongkok.


b. Berdiri dengan berpegangan pada sandaran tempat tidur atau
kursi dan jongkok.
c. Tahan beberapa saat sehingga tekanan pada Rahim mencapai
maksimal untuk memasukkan kepala janin ke pintu atas
panggul.
d. Bentuk latihan lain: membersihkan lantai sambil bergerak
sehingga tahanan sekat rongga tubuh dan tulang belakang
menyebabkan masuknya kepala janin ke dalam pintu atas
panggul.

12. Latihan koordinasi persalinan.

Menurut Manuaba (2015) latihan koordinasi persalinan


mempunyai tiga tujuan, yaitu:

a. Tubuh melengkung menyebabkan dorongan maksimal sekat


rongga tubuh terhadap rahim. Saat mengejan, kontraksi otot
dasar panggul mencapai hasil maksimal sebagai pendorong janin
dalam proses persalinan, dan persendian antara tulang
selangkang dan tulang tungging akan melebar sehingga
meluaskan jalan lahir.
b. Napas dalam dan menahannya beberapa waktu untuk mengejan,
dapat mengurangi rasa sakit saat kontraksi, dan hasil kekuatan
mempercepat persalinan.
c. Latihan koordinasi persalinan adalah untuk membiasakan diri
saat proses persalinan berlangsung. Urutan latihan koordinasi
persalinan adalah: sikap badan dan bahu diletakkan kearah dada
sampai menyentuhnya, tulang punggung dilengkungkan, pinggul
ditarik ke atas, paha ditarik kearah badan dengan jalan menarik
persendian lutut dengan tangan mencapai siku, badan
melengkung sedemikian rupa sehingga terjadi hasil akhir his
untuk mengejan dan sambil tarik napas dalam.

2. PENDIDIKAN KESEHATAN PADA IBU HAMIL

a. Defenisi

Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang


ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup
sehat. Pendidikan kesehatan memiliki tujuan yaitu terjadinya perubahan
perilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah sasaran
pendidikan, pelaku pendidikan, proses pendidikan dan perubahan
perilaku yang diharapkan (Setiawati, 2008).

Menurut Susilo (2011), menyatakan dalam pelaksanaan pendidikan


kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu:

a) Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya pendidikan kesehatan sesungguhnya
adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai
komponen dari masyarakat.
b) Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain- lain)
maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media
massa.
c) Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-
bidang lain yang berkaitan serta mereka yangdapat memfasilitasi
atau menyediakan sumber daya.

b. Ibu Hamil

Ibu hamil adalah seorang ibu yang mengalami kehamilan atau


konsepsi yang dimulai dari awal kehamilan sampai lahirnya janin.
Lamanya kehamilan normal adalah 280 hari atau 40 minggu, di hitung
dari hari pertama haid terakhir dan dapat dilihat tanda pasti hamil yaitu
ada gerakan janin dalam rahim (terlihat atau teraba gerakan janin dan
teraba bagian-bagian janin), terdengar denyut jantung janin (didengar
dengan stetoskop laenec, alat kardiotokografi atau EKG dan alat
Doppler, dilihat dengan ultrasonografi, pemeriksaan dengan alat canggih,
yaitu rontgen melihat kerangka janin, ultrasonografi (Aprillia, 2010).

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Ibu Hamil tentang Tanda


Bahaya Kehamilan menurut Saifuddin, 2014 adalah sebagai berikut :

a. Umur

Adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai


saat beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari
segi kepercayaan masyarakat yang lebih dewasa akan lebih percaya
dari pada orang belum cukup tinggi kedewasaannya.

Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir


seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Dua sikap tradisional mengenai
jalannya perkembangan selama hidup, salah satunya adalah Semakin
tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya.

b. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk


memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang
dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan
profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
menifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

Ibu yang hamil lebih dari satu kali (multigravida) memiliki


pengalaman lebih dalam deteksi dini tanda bahaya kehamilan
dibandingkan dengan ibu yang baru pertama kali hamil
(primigravida), dengan hal ini graviditas merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pengetahuan ibu dalam deteksi dini tanda bahaya
kehamilan.

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan


nafkah atau pencaharian. Masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau
pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk
memperoleh informasi.

Dengan adanya pekerjaan seseorang akan memerlukan banyak


waktu dan memerlukan perhatian. Masyarakat yang sibuk hanya
memiliki sedikit waktu untuk memperoleh informasi, sehingga
pengetahuan yang mereka peroleh kemungkinan juga berkurang.

d. Pendidikan
Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu
cita-cita tertentu. Pendidikan adalah salah satu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah
orang tersebut menerima informasi.

Dengan pendidikan tinggi maka seseorang cenderung untuk


mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media
massa. Sebaliknya tingkat pendidikan yang rendah akan menghambat
perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan. Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan
yang rendah, seseorang dengan tindakan pendidikan terlalu rendah
akan sulit menerima pesan, pesan dan informasi yang disampaikkan.

Pendidikan dasar atau pendidikan yang paling rendah dimiliki oleh


masyarakat Indonesia yaitu bila tamat SMP (sederajat) berdasarkan
ketentuan pendidikan dasar sembilan tahun, serta pendidikan tinggi
yaitu apabila seseorang menamatkan pendidikan SMA (sederajat) ke
atas.

e. Sumber Informasi

Sumber informasi dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan


seseorang, dengan kemajuan teknologi yang cukup pesat, semua
informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat, sehingga dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Faktor informasi yang
diterima secara berulang-ulang serta motivasi yang dimiliki untuk
memperoleh informasi tersebut akan meningkatkan pengetahuan
seseorang untuk sesuatuhal.

Penyebaran informasi melalui media, memberikan potensi kepada


masyarakat untuk bertindak, menurut Notoatmodjo, 2011, sumber
informasi dapat dikelompokan menjadi;
1) Media cetak seperti: surat kabar, koran, majalah, tabloid,
danbuku

2) Media elektronik, sepersti: radio, televisi, dan internet

3) Media lain, seperti: petugas kesehatan secara langsung, teman

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan


mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, bila seseorang banyak
memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan
yang lebih luas.

c. Pendidikan Kesehatan Bagi Ibu Hamil

Menurut Kemenkes RI (2014), pendidikan kesehatan yang diberikan


pada ibu hamil merupakan tanggung jawab pemberi asuhan kesehatan.
Pendidikan kesehatan pada ibu hamil bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi ibu hamil agar terwujud
derajat kesehatan yang optimal (Kusmiyanti, 2009).

Menurut Kemenkes RI (2014), pendidikan kesehatan pada ibu hamil


berupa konseling (temu wicara) yang dilakukan pada setiap kunjungan
antenatal yang meliputi :

a. Kebutuhan akan nutrisi


Selama kehamilan ibu membutuhkan tambahan asupan makanan
untuk pertumbuhan janin dan pertahanan dirinya sendiri. Sebagai
tenaga kesehatan 12 sebaiknya melakukan upaya untuk memberikan
pendidikan tentang kebutuhan nutrisi ibu hamil tersebut.
b. Pakaian
Ibu hamil sebaiknya mengenakan pakaian yang memenuhi kriteria
sebagai berikut : nyaman, longgar dan tidak tebal.
c. Kebutuhan kebersihan diri (personal hygiene) Mandi, sikat gigi,
keramas, perawatan kuku.
d. Persiapan Laktasi
Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ibu dapat
sukses dalam menyusui bayinya, menjelaskan pada ibu bahwa
persalinan dan menyusui adalah proses alamiah yang hampir semua
ibu berhasil menjalaninnya.
e. Pengenalan tanda-tanda bahaya secara dini
Memberikan ibu pengetahuan tanda bahaya kehamilan meliputi :
perdarahan prevaginam, sakit kepala hebat, pengelihatan kabur,
bengkak pada muka dan tangan, nyeri abdomen hebat, gerakan janin
tidak terasa.

C. LATIHAN

Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan
penuh konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi
tersebut, kerjakanlah latihan berikut Anda dianjurkan untuk mencari dan
mempelajari:

1. Bagaimana penerapan Konsep Senam Hamil


2. Bagaimana penerapan Jenis dan Gerakan Senam Hamil
3. Bagaimana Penerapan Pendidikan Kesehatan Pada Ibu Hamil

D. RANGKUMAN
Kehamilan merupakan proses fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa
dan ovum dilanjutkan dengan nidasi atau implantansi. Kehamilan dibagi
menjadi 3 trimester yaitu trimester pertama berlangsung dari umur kehamilan
0-12 minggu, trimester kedua berlangsung dari umur kehamilan 13-27 minggu
dan trimester ketiga berlangsung dari umur kehamilan 28-40 minggu
(Prawirohardjo, 2011). Bidan sebagai tenaga kesehatan, wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil. Bidan tentu menyadari hak-hak yang ibu
dapatkan saat menerima pelayanankesehatan yaitu: 1) berhak mendapatkan
pelayanan kesehatan komprehensif secara martabat dengan rasa hormat, 2)
asuhan dapat dicapai, diterima, serta terjangkau untuk semua perempuan dan
keluarga, 3) ibu berhak memilih dan memutuskan mengenai kesehatannya, 4)
memperoleh pendidikan dan informasi, 5) memperoleh gizi cukup, 6) berhak
bekerja dan tidak dikeluarkan dari pekerjaanya, 7) mendapat jaminan dari
pemerintah mengenai kehamila tanpa resiko (Jannah, 2012).
Kelas ibu hamil adalah kelompok belajar ibu hamil dengan jumlah peserta
maksimal 10 orang. Dalam kelas ini ibu akan belajar bersama saling bertukar
pengalaman tentang kesehatan ibu dan anak (KIA) secara menyeluruh dan
sistematis serta dapat dilaksanakan secara terjadwal dan berkesinambungan.
Kelas ibu hamil difasilitasi oleh bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan
paket kelas ibu hamil yaitu Buku KIA, Flip Chart (lembar balik), Pedoman
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil, dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil.
Peserta Kelas ibu hamil sebaiknya semua ibu hamil yang ada di wilayah
tersebut. Jumlah ibu hamil dalam satu kelas maksimal 10 orang (Kementerian
Kesehatan RI, 2014).

E. EVALUASI

1.Ny. U umur 36 th GVII PV AI, segera setelah plasenta lahir lengkapterjadip
erdarhan,kontraksiuteruslembekserta TFUsulit ditemukan.Hasil pemeriksaa
n tidakada robekkan jalan lahir,kandungkemih kosong.Ny.U kemungkinan 
mengalami…

a. Atonia uteri
b. Rupture uteri
c. Inversion uteri
d. Laserasiportio
e. Laserasiperineum

2. NY. A umur 24 th G1 P0 A0, hamil 39 minggu datang ke bidanmengeluh k
enceng-kenceng,perutterasa nyeriyang sangathebat,keluar keringatdingin d
an gelisah.Setelah di lakukan pemeriksaanoleh bidan didapatkan hasil,peru
tteraba keras,denyutnadidanpernafasan meningkat,serta teraba lekukan mel
intang pada segmenbawah rahim setinggipusat.Kontraksiuterusterusmener
usdan sengatkuatdiagnose sesuaikasusdi atas adalah

a. Rupture uteri
b. Plasenta previa
c. Inersia uteriprimer
d. Solusio plasenta
e. Rupture uteriimminent

3. Seorang wanita umur 26 tahun, datang ke poliklinik mengeluh perut terasa


mulas-mulas sejak 1 jam lalu. Pasien mengatakan ini baru hamil yang
pertama dengan usia kehamilan 36 minggu Setelah dilakukan pemeriksaan
didapatkan hasil TD: 110/70 mmHg, N:84x/menit, S: 36,7°C. RR:
20x/menit, TFU:36 cm, puki, preskep, DJJ (+) 140x/menit, VT:3cm, KK
(+). lendir darah (+), penurunan kepala 3/5. Kandung kemih penuh
Intervensi keperawatan paling tepat yang dapat diberikan kepada pasien
tersebut adalah?

a. Ajarkan teknik relaksasi


b. Anjurkan ibu untuk tidur miring kiri
c. Anjurkan ibu untuk memilih posisi bersalin
d. Lakukan laevement untuk mempercepat pembukaan servik
e. Anjurkan ibu untuk bak ke kamar mandi, dan mobilisasi

4. Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke RSIA untuk konsultasi KB.


Pasien telah memiliki 3 orang anak. Sebelumnya, pasien menggunakan
alat kontrasepsi pil, suntik dan kondom. Pasien mengaku takut untuk
menggunakan IUD. Tapi setelah berbicara dengan tetangganya dua hari
yang lalu, pasien jadi berencana untuk menggunakan kontrasepsi IUD,
Apakah masalah keperawatan yang paling utama pada pasien tersebut?

a. Cemas
b. Kurang pengetahuan
c. Gangguan pola seksual
d. Gangguan Rasa nyaman
e. Rencana Pemasangan IUD

5. Seorang perempuan 26 tahun G2A1PO hamil 28 minggu didiagnosa HIV


positif. Ibu bertanya apakah nanti bayi saya baik-baik saja? Apakah saya
bisa melahirkan secara normal? Makanan apa saja yang boleh saya
konsumsi?. Ibu mengatakan punya riwayat mengkonsumsi narkoba dengan
suntik dan belum pernah dirawat di rumah sakit. Tindakan pertolongan
persalinan yang paling aman pada kasus diatas adalah ?

a. Normal
b. Seesio secaria
c. Vacum ekstraksi
d. Forcep ekstraksi
e. Induksi persalinan

6. Seorang perempuan berusia 25 tahun GIPOAO hamil 36 minggu, datang


ke poliklinik kebidanan untuk memeriksa kehamilan. Keluhan kaki
bengkak, TD: 130/80 mmHg. N: 90x/menit, kepala janin sudah masuk PAP,
kaki edema dan terdapat varises, berat badan bertambah 28 kg, urin protein
positif. Apakah masalah keperawatan yang paling utama pada kasus diatas?

a. Risiko terjadi eklampsi


b. Bertambahnya ukuran janin
c. Bertambahnya usia kehamilan
d. Tahanan vaskuler aliran balik vena di tungkai
e. Kurangnya asupan nutrisi yang mengandung protein
BAB VIII
ASKEP INC DAN KONSEP DASAR PERAWATAN
PAYUDARA PADA IBU HAMIL

A. PENDAHULUAN
Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang askep inc
dasar konsep dasar perawatan payudara pada ibu hamil. Setelah menyelesaikan
kegiatan belajar ini diharapkan anda memahami konsep dasar perawatan
payudara pada ibu hamil secara umum yang penting digunakan dalam
melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan dan praktek keperawatan pada
maternitas yang berkualitas diberbagai tatanan pelatanan kesehatan. Setelah
menyelesaikan kegiatan belajar ini, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan askep INC
2. Menjelaskan kosep dasar perawatan payudara pada ibu hamil

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini dimulai
dengan askep INC, dan konsep dasar perawatan payudara pada ibu hamil.

B. URAIAN MATERI
1. Askep INC
a. Defenisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post
partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak,
2010) .
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam
masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat satu janin presentasi
puncak kepala dan persalinana selesai dalam 24 jam (Bobak, 2005).
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PERSALINAN NORMAL

Tgl.MRS : 25 Juli 2018 Jam : 11 : 20


WITA

Tgl. Pengkajian : 25 Juli 2018 Jam : 11: 22


WITA

I. DATA UMUM

Inisial klien : Ny. J (30 thn) Nama Suami :Tn. I (31


Thn)
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh harian
Pendidikan T : SMA Pendidikanterakhi : SAM
r
Agama : Islam Agama : Islam
Suku bangsa : Makassar Status perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Cendrawasih

Diagnosa Medis : G8 P6 A1 + inpartum kala II

II. DATA UMUM KESEHATAN

TB/BB : 168 cm/70Kg

BB sebelum hamil : 60 Kg

Masalah kesehatan khusu : Tidak ada masalah khusus

Obat-obatan : Tidak ada


Alergi (obat/makanan/bahan tertentu) : Ada alergi makanan ( telur dan ikan
kering)
Diet khusus : Tidak ada diet khusus

Alat bantu yang digunakan : Tidak ada

Frekuensi BAB/BAK : BAB 1 x sehari, BAK ± 1000 cc/hari


Masalah BAB/BAK : Tidak ada masalah BAB/BAK

III. DATA UMUM KEBIDANAN

Kehamilan sekarang direncanakan : Ya di rencanakan

Status obstetric : G8 P6 A1
HPHT : 20 /10 /2017

HTP : 27 /07 /2018

Jumlah anak di rumah : 6 orang

Mengikuti kelas prenatal (ya/tidak) : Tidak

Riwayat kehamilan dan Nifas yang lalu

N Tahun Tempa Tipe Penolong Jenis Umur Keadaan Masalah


o t bayi
persalina kelami Hamil kehamila
Partus n n waktu lahir n
1 2006 PKM Normal Bidan P Aterm Sehat Tidak
s ada
2 2008 PKM Normal Bidan P Atems Sehat Tidak
ada
3 2010 PKM Normal Bidan P Atems Sehat Tidak
ada
4 2013 PKM Normal Bidan P Atems Sehat Tidak
ada
5 2014 RS Normal Bidan L Atems Sehat Tidak
ada
6 2016 PKM Normal Bidam P Atems Sehat Tidak
ada

Jumlah kunjungan ANC pada kehamilan ini : 1 kali

Masalah kehamilan yang lalu : Tidak ada


masalah kehamilan yang lalu Rencana KB : Ada
rencana KB
Makanan bayi sebelumnya : ASI

Pelajaran yang diinginkan saat ini : Tehnik Relaksasi untuk


mengurangi nyeri Setelah bayi lahir, siapa yang diharapkan membantu :
Keluarga dan Suami

Masalah dalam persalinan yang lalu : Tidak ada


IV. RIWAYAT PERSALINAN SEKARANG

Mulai persalinan (kontraksi) tanggal/jam : 25 Juli 2018 / 11.30


WITA Pengeluaran pervaginam (tanggal/jam) : Lendir,25
Juli 2018 Jam 11.35 WITA
Denyut jantung janin (DJJ) : Frekuensi : 150 x/menit

Kualitas : Baik

Irama :
Reguler

BJ :
81 x 31
TBJ : 2.511 gram

Pemeriksaan Fisik :

Kenaikan BB selama hamil : 10 kg

TV TTV : TD : 120/80 mmHg,

N : 96 x/menit,

S : 36,9oC,

P : 20x/mnt
Kepala dan leher : Rambut berwarna
hitam, tidak terdapat lesi, bersih Payudara : Simetris, tidak ada
benjolan

Abdomen : Leopold : TFU 3 cm


Leopold II : Punggung kanan

Leopold III : Kepala

Leopold IV : BDP
V. PSIKOSOSIAL

Penghasilan keluarga setiap bulan : Tidak menentu

Perasaan klien terhadap kehamilan sekarang :Pasien merasa senang dengan


kehamilannya
Perasaan suami terhadap kehamilan sekarang : suami mengatakan senang

VI. LAPORAN PERSALINAN

I. Pengkajian awal

Tanggal : 25 Juli 2018

Jam : 11: 20 WITA

TTV : TD : 120/80 mmHg,

N : 96x/mnt,

S : 36,9oC,

P : 20x/mnt

Pemeriksaan palpasi abdomen


Leopold I : Bokong

Leopold II : Punggung Kanan

Leopold III : Kepala

Leopold IV : BDP

Hasil pemeriksaan dalam :VT ∅ 5 cm, Ketuban (+),


Hodge I Pemeriksaan perineum : Perineum
nampak menonjol, lunak Dilakukan klisma (ya/tidak)
: Tidak
Pengeluaran pervagina : Lendir dan darah

DJJ :152x/menit
Status janin : Hidup, jumlah : 1, presentasi: kepala

Observasi kemajuan persalinan :

Kontraksi
Tanggal/ DJJ VT/Keterangan
jam Uterus

11.30 2x10’(20-25”) 150x/mnt ∅ 5 cm, Ketuban (+),


Hodge I
11.35 5x10’(45-50”) 152 ∅ 10 lengkap, portio
x/mnt melesap,
ketuban pecah, jernih

Kala II

Kala II dimulai : 25 Juli 2018 / 11.35 WITA

TTV : TD :120/80 mmHg,

N : 98x/mnt,

S : 36,5oC,

P : 20x/mnt

Keadaan psikososial : Cemas


Kebutuhan khusus klien : Dukungan
keluarga Tindakan : Asuhan
Persalinan Normal
 Memberi tahu ibu bahwa pembukaan telah lengkap dan
kepala bayi telah terlihat
 Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bokong ibu

 Menginstruksikan ibu untuk mengeran dengan bernapas dangkal

 Mengistruksikan ibu untuk melahirkan kepala janin


secara perlahan, biarkan kepala janin melakukan putaran
paksi luar secara spontan
 Menyokong perineum selama persalinan

 Memeriksa adanya lilitan tali pusat

 Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi

 Membantu melahirkan bahu

 Membantu melahirkan bayi dengan perlahan

 Klem dan memotong tali pusat,

 Mengikat tali pusat dengan Umbilical Cord clamp .

 Melakukan perhitungan APGAR skor di menit pertama


dan menit kelima
 Membersihkan bayi dengan mengelap secara lembut

 Menempatkan bayi di perut ibu untuk melakukan IMD selama 1 jam

 Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada


lagi bayi dalam uterus
Perineum, jika rupture, tingkat rupture : tidak ada rupture

Bonding ibu dan bayi : Setelah IMD, bayi segera di bawa ke ruangan Bayi

TTV bayi : DJB : 144 x/mnt, S : 36,2oC, P : 48x/mnt

Pengobatan :-

Cacatan kelahiran : Tidak ada

Bayi lahir jam : 11.35 WITA

Jenis kelamin : Perempuan

Nilai APGAR : 8/10

BB/PB/lingkar kepala : 3.000


gram, 45cm, 31 cm Kaput
suksadaneum/cephal
hematoma :Tidak ada Anus :
Berlubang
Perawatan tali pusat : Pengikatan tali pusat (jepit
umbilical dan biarkan terbuka
Perawatan mata : Di berikan tetes mata

Kala III

Mulai jam : 11.40 WITA

TTV : TD :120/80 mmHg, N : 90 x/mnt, S : 37,2oC, P :


22x/mnt

Tanda dan gejala :

• Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat

• Tali pusat memanjang

• Semburan darah mendadak dan singkat

Plasenta lahir jam : 11.40 WITA

Cara lahir plasenta : Plasenta lahir dengan cara


peregangan tali pusat terkendali (PTT), Dorsokranial
Karateristik plasenta : Karakteristik plasenta dalam
keadaan lengkap dan bulat
Diameter :-

Ketebalan :-

Panjang tali pusat :-

Jumlah pembulu darah : Dua arteri dan satu vena

Insersio tali pusat : Ada di tengah (sentralis)

Kelainan :Tidak ada kelainan

Pengeluaran darah per vaginam : ± 50 ml


Karakteristik perdarahan : Kental dan berwarna merah kehitam-

hitaman
Keadaan psikososial : Ny.J Terharu ketika
bayinya lahir Kebutuhan khusus : Tidak ada kebutuhan
khusus Tindakan :
 Melakukan regangan tali pusat terkontrol,

 Meminta ibu mengeran sambil menarik tali pusat

 Setelah plasenta lahir, memperhatikan


plasenta apakah plasenta utuh atau tidak
 Massase fundus uteri

 Mengevaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan


perineum

 Melakukan penjahitan pada perineum

 Membersihkan perineum

 Memperkirakan darah yang hilang selama


persalinan Pengobatan: Pemberian Lidocaine 1 amp/2 ml
Kala IV

Mulai jam : 13.40 WITA

TTV : TD :120/80 mmHg, N : 90x/mnt, S : 37 oC, P :


22x/mnt

Kontraksi uterus : Baik

Pengeluaran darah per vaginam : ± 50 ml


Karateristik : Darah bercampur dengan stolsel, lanugo
Tindakan:
 Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit di dada atau IMD
 dengan ibu, selama 1 jam
 Setelah satu jam, melakukan penimbangan dan pengukuran
 bayi (LD,LK,LL,PB) dan memberikan salep mata Chlorampenikol
 , serta memberikan Vit K 1 mg IM dipaha kiri anterolateral
 Memasang baju, celana dan selimut pada bayi

 Setalah 1 jam pemberian Vit K, memberikan imunisasi Hb0 di paha


kanan anterolateral
 Melanjutkan pemantauan kontaksi dan mencegah
 perdarahan pervaginam
 Mengevaluasi dan menentukan jumlah kehilangan darah

 Membantu ibu memakai pembalut

 Memeriksa nadi ibu, kandung kemih setiap 15 menit selama 1

 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam

 kedua persalinan
 Memeriksa kembali keadaan bayi

 Mengisi partograf

 Mengisi buku status rekam medis ibu dan bayi

ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. J

Diagnose Medis : Persalinan Normal Primi Gravida 8 Ruangan : KB

KALA II

DATA MASALAH
KEPERAWATAN
DS :
Nyeri akut
1. Pasien mengatakan sakit bertambah kuat
berhubungan
2. Pasien mengatakan ada dorongan kuat untuk
mengedan dengan penekanan
DO: pada daerah
perineum
1. Pasien nampak meringis
(pengeluaran
2. TTV : TD 120/80 mmHg,N : 80x/mnt,S 36,5 C,
o
presentase kepala)
P : 20x/mnt
Kode : 00132
3. VT ∅ 5 cm jam (11:30)
Domain 12
4. VT ∅ 10cm lengkap jam (11:35) :
kenyaman
5. Pasien memegangi daerah yang nyeri
an Kelas
6. Pengkajian nyeri : P : Dilatasi
1:
serviks Q : Tajam
kenyaman
R : Perut bagian bawah S : 9
an fisik
T : Terus menerus
DS : Ansietas berhubungan
dengan krisis situasi
1. Pasien mengatakan khawatir atas proses
kebutuhan tidak
persalinannya
terpenuhi.
DO:
Kode : 00146
1. Pasien nampak cemas
Domain 9 :
2. Pasien nampak gelisah
Koping/toleransi
3. Pasien nampak sering stress Kelas 2 :
Respon koping
menanyakan tentang persalinannya

KALA III

Data Masalah keperawatan


DS :
Nyeri akut
1. Pasien mengatakan nyeri di perut DO :
berhubungan
1. Pasien nampak meringis
dengan pengeluaran
2. TTV: TD 120/80 mmHg,
plasenta
N : 80x/mnt, Kode : 00132

S : 36,5 oC, Domain 12 :


kenyamanan
P : 20x/mnt
Kelas 1 :
3. Pasien memegangi daerah yang nyeri
kenyamana
4. Pengkajian nyeri :
fisik
P : Pengeluaran plasenta. Q : Tajam
R : Perut bagian bawah. S : 6
T : Hilang timbul

Faktor risiko : Risiko


perdarahan
1. Adanya pengeluaran darah setelah bayi lahir
Kode :
sebanyak ± 50ml
00206
Domain 11 :
keamanan/perlindungan

Kelas 1 : cedera fisik

KALA IV

Data Masalah keperawatan


DS:
Nyeri akut
1. Pasien mengatakan sakit pada daerah
perutnya
berhubungandengan
DO :
trauma jaringan setelah
1. Pasien nampak meringis
melahirkan Kode : 00132
2. TTV: TD 120/80 mmHg,N : 80x/mnt,S
Domain 12 :
36,5 C, P : 20x/mnt
o
kenyamanan
3. Pasien memengangi daerah yang nyeri
Kelas 1 :
4. Pengkajian nyeri : P : Dilatasi
kenyamana
serviks Q : Tajam
fisik
R : Perut bagian bawah S : 4
T : Hilang timbul

Diagnose keperawatan

Kala II

1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada daerah perineum


(pengeluaran presentase kepala)
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi kebutuhan

Kala III

1. Nyeri akut berhubungan dengan pengeluaran plasenta

2. Risiko perdarahan

Kala IV

1. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi serviks


setelah melahirkan

Kala II

No Diagnose Tujuan/ Kriteria Rencana keperawatan


Keperawatan hasil (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut Setelah melakukan 1400 Mananjemen nyeri :
berhubungan asuhan
1. Lakukan pengkajian
dengan penekanan keperawatan
nyeri komprehensif
pada daerah selama lebih dari 1
meliputi lokasi,
perineum jam maka
karakteristik, durasi,
(pengeluaran diharapkan : 1605
frekuensi, kualitas,
presentase kepala) kontrol nyeri
intensitas atau beratnya
DS : dengan criteria
nyeri dan faktor
hasil :
1. Pasien pencetus 6830awatan
1. 160502
mengatakan Intrapartum:
mengenali
sakit bertambah 1. Tentukan apakah pasien
kapan nyeri
kuat dalam proses persalinan
terjadi dan
2. Pasien
2. Tentukan persiapan
menunjukkan
mengatakan ada
persalinan dan tujuan
secara
dorongan kuat
persalinan
konsisten
untuk mengedan
3. Lakukan pemeriksaan
2. 160509
DO :
vaginal, untuk
mengenali apa
1.Pasien nampak menentukan dilatasi
yang terkait
meringis lengkap, posisi dan
dengan gejala
2. TTV : kondisi bayi
nyeri dan
TD 4. Siapkan pasien untuk
menunjukkan
120/80 protocol persalinan
secara konsisten
mmHg,N :
5. Ajarkan napas,
80x/mnt,S 36,5
relaksasi, dan teknik
o
C, P : 20x/mnt
visualisasi
3. VT ∅ 5 cm (jam
Dokumentasikan
11:30)
karakteristik cairan,
4. VT ∅ 10 cm frekuensi janin dan pola
lengkap (jam kontraksi setelah
11:35) ketuban pecah secara
5. Pasien spontan
memengangi
7. Monitor kemajuan
daerah yang
persalinan meliputi
nyeri
pengeluaran vagina
6. Pengkajian
dilatasi
nyeri : P :
serviks,effacement,
Dilatasi
posisi dan penurunan
serviks Q :
bayi
Tajam
8. Jaga pasien dan yang
R : Perut bagian
mengarahkan tetap
bawah S : 9
mendapatkan
T : Terus menerus
informasi terkait
kemajuan persalinan
9. Ajarkan teknik
mendorong, pada kala
dua persalinan
didasarkan pada pada
persiapan
10. Dukung usaha
mendorong secara
spontan pada kala dua
6. Bantu mengarahkan
untuk melanjutkan
aktivitas selanjutnya

2 Ansietas Setelah melakukan 5618 Pengajaran prosedur/


berhubungan asuhan perawatan
dengan krisis keperawatan
1. Informasikan pada
situasi kebutuhan selama 16-30 menit
pasien atau orang
tidak terpenuhi. DS maka diharapkan:
terdekat mengenal dan
: 1211 Tingkat
dimana akan dilakukan
1. Pasien kecemasan dengan
tindakan
mengatakan criteria hasil :
2. Informasikan pada
khawatir atas  121105perasaan
pasien dan orang
proses
terdekat mengenai
persalinannya gelisah tidak tindakan yang akan
DO: ada berlangsung
121117 rasa 3. Kaji pengalaman
1. Pasien nampak
cemasyang sebelumnya dan
cemas
disampaikan tidak
tingkat pengetahuan
2. Pasien
ada pasien terkait tindakan
nampak gelisah
yang akan dilakukan
3. Pasien nampak
4. Libatkan keluarga
sering
atau orang terdekat
menanyakan
tentang
persalinannya

Kala III

N Diagnose Tujuan/ Kriteria Rencana keperawatan


o Keperawatan hasil (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut Setelah melakukan 1400 Mananjemen nyeri :
berhubungan dengan asuhan keperawatan
1. Lakukan pengkajian
pengeluaran plasenta selama lebih dari 1
nyeri komprehensif
DS : jam maka diharap
meliputi lokasi,
kan : 2102 Tingkat
1. Pasien karakteristik, durasi,
nyeri dengan criteria
mengatakan nyeri frekuensi, kualitas,
hasil :
di perut intensitas atau
DO : 1. 210201 Nyeri
beratnya nyeri dan
yang dilaporkan
1. Pasien nampak faktor pencetus 6830
sedang
meringis Perawatan
2. 210226
2. TTV : intrapartum
Berkeringat
TD 120/80mmHg,
2. Ajarkan nafas,
berlebihan sedang
N : 80x/mnt,
relaksasi dan tehnik
S 36,5 oC,
visualisasi
P : 20x/mnt
3. Lakukan posisi yang
3. Pasien
meningkatkan
memegangi
kenyamanan maternal
daerah yang
& perfusi plasenta
nyeri
4. Masase perineum
4. Pengkajian nyeri :
untuk
P: Pengeluaran
melonggarkan
plaseta Q : Tajam
dan merelaksasikan
R : Perut bagian
jaringan
bawah S : 6
5. Bantu mengarahkan
T : hilang timbul untuk melanjutkan
aktivitas yang
berkelanjutan
2 Resiko Setelah melakukan 4026 Pengurangan
perdaharahan asuhan keperawatan perdarahan Uterus post
Faktor resiko : selama 46-60 menit partum:
1. Adanya maka diharapkan:
1. Kaji riwayat obstetric
pengeluaran darah 2510 Status
dan catatan
setelah bayi lahir Maternal:
persalinan terkait
sebanyak ± 50ml Intrapartum dengan
dengan faktor resiko
criteria hasil :
perdarahan post
1. 251004 Frekuensi
partum
2. Berikan oksitoksin IV
kontraksi uterus
atau IM sesuai
tidak ada protokol
2. 251005 durasi
3. Tingkatkan pijatan
kontraksi uterus
fundus
tidak ada
4. Observasi
3. 251006 intensitas
karakteristik lokhia
Monitor tanda-tanda vital
kontraksi uterus
maternal setiap 15 menit
tidak ada
atau lebih sering
4. 251007
perkembangan
dilatasi serviks
tidak ada

Kala IV

N Diagnose Keperawatan Tujuan/ Kriteria Rencana


o hasil (NOC) keperawatan (NIC)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah melakukan 1400
dengan trauma jaringan asuhan keperawatan Manajemen
setelah melahirkan selama lebih dari 1 nyeri
DS: jam maka diharapkan:
1. Lakukan
2102 Tingkat nyeri
1. Pasien mengatakan sakit pengkajian
dengan criteria
pada daerah perutnya nyeri
hasil :
DO : komprehen
1. 210201 Nyeri yang
sif meliputi
1. Pasien nampak
dilaporkan sedang
lokasi,
meringis
2. 210226
karakteristi
2. TTV : TD 120/80
Berkeringat
k, durasi,
mmHg,N : 80x/mnt,S berlebihan sedang
frekuensi,
36,5 oC, P : 20x/mnt
kualitas,
3. Pasien memengangi
intensitas
daerah yang nyeri
atau
Pengkajian nyeri : P :
beratnya
Dilatasi serviks Q :
nyeri dan
Tajam
faktor
R : Perut bagian bawah
pencetus
S:4
2. Berikan
4. T : Hilang timbul
informasi
mengenai
nyeri
seperti
penyebab
nyeri,
berapa
lama nyeri
akan
dirasakan,
dan
antisipasi
dari
ketidaknya
manan
prosedur
3. Ajarkan
penggunaa
n
nonfarmak
ologi
(Anjurkan
ibu agar
menggunak
an teknik
relaksasi
dan
distraksi
rasa nyeri)

CATATAN PERKEMBANGAN

Kala II

N Tgl/ Thn Jam Implementa Evaluasi


O si
1. 25 Juli 11.20 1. Melakukan pengkajian nyeri Rabu ,25/07/20
2018 komprehensif meliputi 18 : jam 13:30
lokasi, karakteristik, WITA
durasi, frekuensi,
S : Pasien
kualitas, intensitas
mengatak
atau beratnya nyeri dan
an sakit
faktor pencetus Hasil :
bertambah
P : Dilatasi serviks Q :
kuat
Tajam
Pasien
R : Perut bagian bawah S : 9
mengatak
T : Terus menerus
an ada
1. Menentukan apakah pasien dorongan
11.30 dalam proses persalinan kuat
Hasil : Perineum sudah untuk
menonjol dan terlihat kepala mengedan
bayi O : Bayi lahir,
11.32 2. Mengajarkan napas, relaksasi, BB :
dan teknik visualisasi 3.000
Hasil : Pasien merasa lebih gram,
relaks dan kuat dalam proses PB : 45
persalinan cm, A/S :
3. Mendokumentasikan APGAR :
karakteristik cairan, 8/10
1 frekuensi janin dan pola A :
1 kontraksi setelah ketuban Masalah
. pecah secara spontan nyeri akut
3 Hasil : belum
3 teratasi P :
Cairan yang keluar berupa
Lanjutkan
lendir dan darah, terdapar
intervensi
dorongan yang kuat dari
ke KALA
dalam tubuh ibu dan
II
kontraksi uterus 5×10/mnt
(45-50 detik)
4. Memonitor kemajuan
persalinan meliputi
pengeluaran vagina dilatasi

11.34 serviks,effacement, posisi


dan penurunan bayi
Hasil : Vagina nampak
menonjol, terdapat
presentase kepala, dan
pembukaan lengkap
5. Mengajarkan teknik

11.35 mendorong, pada kala dua


persalinan didasarkan pada
pada persiapan
Hasil : Ibu mengetahui
tehnik mendorong setelah

11.35 diberikan informasi


sebanyak dua kali
6. Dukung usaha mendorong
secara spontan pada kala dua
Hasil : Ibu dapat melakukan
tehnik mendorong dengan
baik dan disertai diberikan
semangat dari
keluarga, perawat, dan bidan
2 25/07/2018 11.22 1. Menginformasikan pada Rabu ,25/07/20
pasien dan orang terdekat 18 : jam 13:30
mengenai tindakan yang WITA
akan berlangsung
S : Pasien
Hasil : Pasien mulai
mengataka
mengerti akan tindakan
11.25 n khawatir
persalinan yang dilakukan
sudah tidak
2. Menginformasikan kepada
cemas
pasien dan orang terdekat
setalah
mengenai siapa yang akan
persalinan
melakukan tindakan
normal
11.27 Hasil : Pasien mengetahui
O : Pasien
siapa yang akan menolong
nampak senang
persalinannya
A : masalah
3. Mengkaji pengalaman
ansietas teratasi
sebelumnya dan tingkat
P:-
pengetahuan pasien terkait
tindakan yang akan
11.30 dilakukan
Hasil : Pasien belum pernah
melakukan persalinan
karena baru kehamilan yang
pertama
4. Melibatkan keluarga atau
orang terdekat
Hasil : Ibu merasa lebih
bersemangat dalam proses
persalinannya

Kala III
N Tgl/ thn Jam Implementasi Evaluasi

O
1. 25 Juli 2018 11.40 1. Melakukan pengkajian Rabu ,25/07/2018
nyeri komprehensif : jam 13:40
meliputi lokasi, WITA
karakteristik, durasi,
S : pasien
frekuensi, kualitas,
mengatakan sudah
intensitas atau beratnya
ada dorongan kuat
nyeri dan faktor pencetus.
dari dalam tubuh
Hasil :
O : pengeluaran
P : Pengeluaran plasenta plasenta utuh
Q : Tajam
A:
R : Perut bagian bawah S :
Masalah
6
Nyeri
11.45 T : Hilang timbul
akut,belu
2. Mengajarkan nafas, m teratasi
relaksasi dan tehnik P:
11.50 visualisasi Hasil : Lanjutkan
Pasien merasa lebih intervensi
relaks ke KALA
3. Melakukan posisi yang IV
meningkatkan
kenyaman maternal &
perfusi plasenta
Hasil : Plasenta mulai
11.55 keluar denga sendirinya
4. Memasase perineum
untuk
melonggarkan dan
merelaksasikan jaringan
Hasil : Plasenta keluar dengan
spontan
2 1. Mengkaji riwayat obstetric Rabu ,25/07/2018
dan catatan persalinan : jam 13:50 WITA
terkait dengan faktor resiko
perdarahan post partum
Hasil : Pasien mengatakan
ini adalah kehamilan ke
delapan
2. Meningkatkan pijatan
fundus

Hasil : plasenta lahir dengan


mudah dan spontan

3. Monitor tanda-tanda vital


maternal setiap 15 menit
atau lebih sering
Hasil : TTV: TD 120/80
mmHg,N : 80x/mnt,S 36,5
o
C, P : 20x/mnt

Kala IV

N Tgl/ jam Jam Implementsi Evaluasi


O
1. 25 Juli 2018 12.20 1. Melakukan pengkajian nyeri Rabu ,25/07/20
komprehensif meliputi 18 : jam 13:30
lokasi, karakteristik, durasi, WITA
frekuensi, kualitas, intensitas
S : Pasien
atau beratnya nyeri dan
mengatakan
faktor pencetus. Hasil : P:
sakit saat
dilatasi serviks Q : Tajam
perutnya
R : Perut bagian bawah S : 4
ditekan-tekan
T : Hilang timbul
O : Pasien
nampak
2. Memberikan informasi
meringis
mengenai nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama A :
12.25 nyeri akan dirasakan, dan Masalah
antisipasi dari Nyeri akut,
ketidaknyamanan prosedur belum
Hasil : Penyebab nyeri teratasi P :
karena proses setelah Pertahanka
persalinan/jalan lahir, dan n
mengantisipasi/ mengurangi intervensi
dengan cara tehnik relaksasi Manajeme
12.35 dilakukan ketika nyerinya n nyeri
datang
3.Mengajarkan penggunaan
nonfarmakologi (Anjurkan
ibu agar menggunakan
teknik relaksasi dan distraksi
rasa nyeri)
Hasil : Pasien lebih relaks dan
nyerinya berkurang

2. Konsep Dasar Perawatan Payudara Pada Ibu Hamil

a. Defenisi

Perawatan payudara (Breast Care) adalah suatu cara merawat payudara


yang dilakukan pada saat kehamilan atau masa nifas untuk produksi ASI,
selain itu untuk kebersihan payudara dan bentuk puting susu yang masuk
ke dalam atau datar. Puting susu demikian sebenarnya bukanlah
halangan bagi ibu untuk menyusui dengan baik dengan mengetahui sejak
awal, ibu mempunyai waktu untuk mengusahakan agar puting susu lebih
mudah sewaktu menyusui. Disamping itu juga sangat penting
memperhatikan kebersihan personal hygiene (Rustam, 2009).

Payudara adalah pelengkap organ reproduksi wanita dan pada masa


laktasi akan mengeluarkan air susu. Payudara mungkin akan sedikit
berubah warna sebelum kehamilan, areola (area yang mengelilingi puting
susu) biasanya berwarna kemerahan, tetapi akan menjadi coklat dan
mungkin akan mengalami pembesaran selama masa kehamilan dan masa
menyusui(Manuaba, 2011).

b. Tehnik Perawatan Payudara

Beberapa Keadaan Yang Berkaitan Dengan Teknik Dan Saat


PerawatanPayudara antara lain :

1. Puting Lecet

a. Untuk mencegah rasa sakit, bersihkan puting susu dengan air


hangat ketika sedang mandi dan janganmenggunakan sabun, karena
sabun bisa membuat puting susu kering dan iritasi.
b. Pada ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dan tanpa
riwayat abortus, perawatnnya dapat dimulai pada usia kehamilan 6
bulan atas.
c. Ibu dengan puting susu yang sudah menonjol dengan riwayat
abortus, perawatannya dapat dimulai pada usia kehamilan diatas 8
bulan.
d. Pada puting susu yang mendatar atau masuk kedalam,
perawatannya harus dilakukan lebih dini, yaitu usia kehamilan 3
bulan, kecuali bila ada riwayat abortus dilakukan setelah usia
kehamilan setelah 6 bulan.Cara perawatan puting susu datar atau
masuk Ke dalam Antara Lain:
a) Puting susu diberi minyak atau baby oil.
b) Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah puting.
c) Pegangkan daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari
kearah atas dan kebawah ± 20 kali (gerakannya kearahluar)
d) Letakkan kedua ibu jari disamping kiri dan kanan puting susu
e) Pegang daerah areola dengan menggerakan kedua ibu jari
kearah kiri dan kekanan ± 20 kali( Saiffudin, 2010).

2. Penyumbatan Kelenjar Payudara

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari


luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih
berhati-hatilah pada area yang mengeras. Menyusui sesering mungkin
dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara
yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui
dengan penuh semangat pada awal sesi menyusui, sehingga bisa
mengeringkannya dengan efektif. Lanjutkan dengan mengeluarkan air
susu ibu dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum
benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada
payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari atau mandi dengan air
hangat beberapa kali, lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar
area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-
lahan turun ke arah puting susu (Prawirohardjo, 2010).

3. Pengerasan Payudara

Menyusui secara rutin sesuai dengan kebutuhan bisa membantu


mengurangi pengerasan, tetapi jika bayi sudah menyusui dengan baik
dan sudah mencapai berat badan ideal, ibu mungkin harus melakukan
sesuatu untuk mengurangi tekanan pada payudara. Sebagai contoh,
merendam kain dalam air hangat dan kemudian di tempelkan pada
payudara atau mandi dengan air hangat sebelum menyuusi bayi.

Mungkin ibu juga bisa mengeluarkan sejumlah kecil ASI sebelum


menyusui, baik secara manual atau dengan menggunakan pompa
payudara. Untuk pengerasan yang parah, gunakan kompres dingin
atau es kemasan ketika tidak sedang menyusui untuk mengurangi
rasa tidak nyaman dan mengurangi pembengkakan (Manuaba, 2010).

c. Cara Perawatan Payudara

Ada beberapa tips perawatan payudara antara lain:

a. Pengurutan harus dilakukan secara sistematis dan teratur minimal 2


kali sehari.
b. Merawat Puting Susu dengan menggunakan kapas yang sudah diberi
baby oil lalu di tempelkan selama 5 menit
c. Memperhatikan kebersihan sehari-hari.
d. Memakai BH yang bersih dan menyokong payudara .
e. Jangan mengoleskan krim, minyak, alcohol, atau sabun pada puting
susu (Mustika, 2011).

d. Teknik Dan Cara Perawatan Payudara

1. Tehnik Pengurutan Payudara

Tehknik Dan Cara pengurutan payudara di Paparkan Oleh Siti, 2012


antara lain:

a. Massase
Pijat sel-sel pembuat ASI dan saluran ASI tekan 2-4 jari ke dinding
dada, buat gerakan melingkar pada satu titik di area payudara
Setelah beberapa detik pindah ke area lain dari payudara, dapat
mengikuti gerakan spiral. mengelilingi payudarake arah puting
susu ataugerakan lurus dari pangkal payudara ke arah puting susu.
b. Stroke
1) Mengurut dari pangkal payudara sampai ke puting susu dengan
jari-jari atau telapak tangan.
2) Lanjutkan mengurut dari dinding dada kearah payudara
diseluruh bagian payudara.
3) Ini akan membuat ibu lebih rileks dan merangsang pengaliran
ASI (hormon oksitosin).
c. Shake (goyang) Dengan posisi condong kedepan, goyangkan
payudara dengan lembut, biarkan gaya tarik bumi meningkatkan
stimulasi pengaliran.

2. Cara Pengurutan Payudara

Cara Pengurutan payudara di Paparkan Oleh Prawirohardjo, 2010


dapat di lakukan dengan cara sebagai berikut :

1) Pengurutan Pertama

a. Licinkan telapak tangan dengan sedikit minyak/baby oil.


b. Kedua tangan diletakkan diantara kedua payudara ke arah
atas, samping, bawah, dan melintang sehingga tangan
menyangga payudara, lakukan 30 kali selama 5 menit.

2) Pengurutan kedua

a. Licinkan telapak tangan dengan minyak/baby oil.


b. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari
tangan kanan saling dirapatkan Sisi kelingking tangan kanan
memegang payudara kiri dari pangkal payudara kearah
puting, demikian pula payudara kanan lakukan 30 kali selama
5 menit (Manuaba, 2010).

3) Pengurutan ketiga

a. Licinkan telapak tangan dengan minyak


b. Telapak tangan kiri menopang payudara kiri.Jari-jari tangan
kanan dikepalkan, kemudian tulang kepalantangan kanan
mengurut payudara dari pangkal ke arah puting susulakukan 30
kali selama 5 menit.

4) Perawatan Buah Payudara pada Masa Nifas


a. Menggunakan BH yang menyokong payudara
b. Apabila puting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang
keluar pada sekitar puting susu setiap kali
c. selesai menyusui, menyusui tetap dilakukan dimulai dari
puting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat di istirahatkan selama 24 jam
ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan
sendok.
e. Untuk menghilangkan rasa nyeri ibu dapat minum parasetamol
1 tablet setiap 4-6 jam.
f. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :
pengompresan payudara menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting
susu, keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara
sehingga puting susu menjadi lunak, susukan bayi setiap 2-3
jam, apabila tidak dapat menghisap ASI sisanya dikeluarkan
dengan tangan letakkan kain dingin pada payudara setelah
menyusui.

5) Akibat Jika Tidak Dilakukan Perawatan PayudaraBerbagai


dampak negatif dapat timbul jika tidak dilakukanperawatan payudara
sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :

a. Puting susu kedalam


b. ASI lama keluar
c. Produksi ASI terbatas
d. Pembengkakan pada payudara
e. Payudara meradang
f. Payudara kotor
g. Ibu belum siap menyusui
h. Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet
(Prawirohardjo, 2011).
e. Penatalaksanaan Perawatan Payudara

Penatalaksanaan Perawatan Payudara Menurut Rustam (2009), antara


lain :

1. Cara Mengatasi Bila Puting Tenggelam


Lakukan gerakan menggunakan kedua ibu jari dengan menekan
kedua sisi puting dan setelah puting tampak menonjol keluar lakukan
tarikan pada puting menggunakan ibu jari dan telunjuk lalulanjutkan
dengan gerakan memutar puting ke satu arah. Ulangi sampai
beberapa kali dan dilakukan secara rutin.
2. Jika Asi Belum Keluar
Walaupun asi belum keluar ibu harus tetap menyusui. Mulailah
segera menyusui sejak bayi barulahir, yakni dengan inisiasi
menyusui dini, Dengan teratur menyusui bayi maka hisapan
bayipada saat menyusu ke ibu akan merangsang produksi hormon
oksitosin dan prolaktin yang akan membantu kelancaran ASI. Jadi
biarkan bayi terus menghisap maka akan keluar ASI. Jangan
berpikir sebaliknya yakni menunggu ASI keluar baru menyusui.
3. Penanganan puting susu lecet
Bagi ibu yang mengalami lecet pada puting susu, ibu bisa
mengistirahatkan 24 jam pada payudara yang lecet dan memerah
ASI secara manual dan ditampung pada botol steril lalu di suapkan
menggunakan sendok kecil . Olesi dengan krim untuk payudara yang
lecet. Bila ada madu, cukup di olesi madu pada puting yang lecet.
4. Penanganan Pada Payudara Yang Terasa Keras Sekali Dan Nyeri,
Asi Menetes Pelan Dan Badan Terasa Demam.
Pada hari ke empat masa nifas kadang payudara terasa penuh dan
keras, juga sedikit nyeri. Justru ini pertanda baik. Berarti kelenjar air
susu ibu mulai berproduksi. Tak jarang diikuti pembesaran kelenjar
di ketiak, jangan cemas ini bukan penyakit dan masih dalam batas
wajar. Dengan adanya reaksi alamiah tubuh seorang ibu dalam masa
menyusui untuk meningkatkan produksi ASI,maka tubuh
memerlukan cairan lebihbanyak. Inilah pentingnya minum air putih
8 sampai dengan 10 gelas sehari.

f. Cara Melakukan Perawatan Payudara

Adapun cara perawatan payudara Menurut Siti (2012), antara lain:

a. Tempelkan kapas yang sudah di beri minyak atau baby oil selama 5
menit, kemudian putting susu di bersihkan.
b. Letakan kedua tangan di antara payudara
c. Mengurut payudara dimulai dari arah atas, kesamping lalu kearah
bawah.
d. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan
kearah sisi kanan.
e. Melakukan pengurutan kebawah dan kesamping.
f. Pengurutan melintang telapak tangan mengurut kedepan kemudian
kedua tangan dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20 – 30 kali.
g. Tangan kiri menopang payudara kiri 3 jari tangan kanan membuat
gerakan memutar sambil menekan mulai dari pangkal payudara
sampaipada puting susu, lakukan tahap yang sama pada payudara
kanan.
h. Membersihkan payudara dengan air hangat lalu keringkan payudara
dengan handuk bersih, kemudian gunakan bra yang bersih dan
menyokong.
i.

C. LATIHAN

Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan seksama dan penuh
konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi
tersebut, kerjakanlah latihan berikutl Anda dianjurkan untuk mencari dan
mempelajari:
1. Bagaimana pengetahuan tengtang Askep INC
2. Bagaimana penerapan Perawatan Payudara Pada Ibu Hamil
D. RANGKUMAN

Perawatan payudara pada masa kehamilan adalah salah satu bagian penting
yang harus diperhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya. Payudara
perlu dipersiapkan sejak masa kehamilan sehingga bila bayi lahir dapat segera
berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Perawatan payudara juga sangat
membantu keberhasilan dalam pemberian ASI dini, yang mempengaruhi
pemberian ASI Eksklusif (1). Pemeriksaan payudara bertujuan untuk
mengetahui lebih dini adanya kelainan, sehingga diharapkan dapat dikoreksi
sebelum persalinan. Pemeriksaan payudara dilaksanakan pada kunjungan
pertama ibu dimulai dari inspeksi kemudian palpasi (2) Pemeriksaan puting
susu dilakukan untuk menunjang keberhasilan menyusui, maka pada saat
kehamilan puting susu ibu perlu diperiksa kelenturannya dengan cara : sebelum
dipegang, periksa dulu bentuk puting susu, cubit areola di sisi puting susu
dengan ibu jari dan telunjuk,dengan perlahan puting susu dan areola ditarik.
Bila puting susu mudah ditarik,berarti lentur. Tertarik sedikit berarti kurang
lentur, masuk ke dalam berarti puting susu terbenam

E. EVALUASI

1. Tujuan perawatan payudara pada masa kehamilan kecuali ...

a. Memelihara kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi


b. Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga puting tidak
mudahvlecet dan bayi mudah menyusui
c. Mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau datar
d. Mempersiapkan produksi ASI
e. menumbuhkan rasa saling percaya antara anak dan ibu

2. Dalam perawatan payudara harus diperhatikan prinsip-prinsip berikut ini


kecuali...

a. Dikerjakan dengan sistematis dan teratur


b. Menjaga kebersihan sehari-hari
c. Nutrisi harus lebih baik dari sebelum hamil
d. Memakai bra yang bersih dan menopang payudara
e. Memakai bra yang lebih longgar

3.Yang tidak termasuk Indikasi Perawatan Payudara... Klien yang ukum putting
susunya kecil atau mendelep

a. Klien yang payudaranya kotor


b. ASI lama keluar pada ibu nifas
c. Asi yang sulit dan sedikit keluar
d. Peradangan dan pembengkakan pada payudara

4. Perawatan payudara dianjurkan mulai dilakukan setelah kehamilan berusia...

a. 10-12 minggu
b. 6-8 minggu
c. 13-14 minggu
d. 8-10 minggu
e. semuanya benar

5. Songkong payudara kiri dengan tangan kiri, 2 atau 3 jari dan tangan yang
berlawanan membuat gerakan memutar searah jarum jam sambil menekan, mulai
dari pangkal payudara dan berakhir pada putting payudara. Dilakukanschanyak...

a. 10-15x gerakan
b. 20-25x gerakan
c. 20-22x gerakan
d. 5-8x gerakan
e. 3 x gerakan

6. pada saat proses breast care Kompres dengan air bergantian selama 3 x
berturut-turut sesuai SOP yaitu....

a. dingin,hangat dingin
b. Hangat, dingin, dingin
c. hangat, dingin, hangat
d. hangat hangat dingin
e. dingin, hangat, hangat

7. Kompres kedua payudara dengan waslap hangat dan dingin selama...menit

a. 15 menit
b. 3 menit
c. 20 menit
d. 5-10 menit
e. semua salah

8. Tonjolan disekitar puting susu yang memungkinkan tempat keluarnya ASI


disebut...

a. Montgomery glands
b. Korpus
c. Papilla
d. prolaktin
e. Laktasi

BAB X
ASKEP KEPERAWATAN MATERNITAS

A. PENDAHULUAN
Modul ini, akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep
dasar keperawatan maternitas yang meliputi Askep pada masa post partum
dan Askep dengan komplikasi, Askep pada ibu dengan infeksi puerperalis
dan Askep pada ibu dengan hemoragia post partum. Setelah menyelesaikan
kegiatan belajar ini diharapkan anda memahami konsep dasar keperawatan
maternitas secara umum yang penting digunakan dalam melaksanakan
pelayanan asuhan keperawatan dan praktek keperawatan pada maternitas
yang berkualitas diberbagai tatanan pelatanan kesehatan. Setelah
menyelesaikan kegiatan belajar ini, anda diharapkan mampu:
11. Menjelaskan Askep pada masa post partum
12. Menjelaskan Askep dengan komplikasi
13. Menjelaskan Askep pada ibu dengan infeksi puerperalis
14. Menjelaskan Askep pada ibu dengan hemoragia post partum

Berdasarkan capaian pembelajaran pada kegiatan belajar ini, maka secara


berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan pada kegiatan belajar ini
dimulai dengan Askep pada masa post partum dan Askep dengan
komplikasi, Askep pada ibu dengan infeksi puerperalis , diakhiri dengan
pembahasan Askep pada ibu dengan hemoragia post partum.

B. TINJAUAN MASALAH
a. Askep Pada Masa Post Partum Dan Askep Dengan Komplikasi
1. Askep Masa Post Partum
a) Pengertian Post Partum
Masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psiko sosial
terhadap proses melahirkan, dimulai segera setelah melahirkan
sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali
mendekati keadaan sebelum hamil kurang lebih 6 minggu.

b) Masa Post Partum


a) Immediate Post Partum : dalam 24 jam pertama.
b) Early Post Partum : periode minggu I
c) Late Post Partum : periode 2-6 minggu
Dan terjadi perubahan secara bertahap, potensial terjadi dalam 24
jam pertama.

c) Perubahan Fisiologis pada Wanita Nifas


1) Sistem Vaskuler
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah 300-400 cc
perubahan terdiri dari blood volume danhematokrit. Setelah
melahirkan shunt akan menghilang dengan tiba-tiba, volume
darah ibu akan bertambah, keadaan ini akan menimbulkan beban
jantung. Untuk keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume
darah kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini terjadi pada
hari ke-3 dan ke-5 post partum.

2) Sistem Reproduksi
a) Involusi uterus kembalinya kepada keadaan normal
 Akhir Kala III, uterus berada di midline dan lebih kurang 2
cm di bawah umbilikalis, dimana fundus di sakral
promomtoriun pada waktu ukuran uterus :
 Umur kehamilan 16 minggu
 Ukuran panjang 14 cm, lebar 12 cm, tebal 10 cm
 Pada hari ke-6 post partum, fundus berada di pergelangan
simphisis pubis dan umbilikus.
 Uterus tidak teraba dengan palpasi sesudah hari ke-9 post
partum.
 Uterus dalam kehamilan full term lebih kurang 11 kali berat
sebelum hamil :
 Seminggu post partum 500 gra
 2 minggu post partum 350 gram
 6 minggu post partum 50-60 gram

b) Lochia
Yaitu cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam
masa nifas sifatnya alkalis, jumlahnya lebih banyak dari
pengeluaran darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau
anyir dan lochea di bagi dalam beberapa jenis :
1) fernicsiosa, dan sisa Leukosit, trombosit merah terang/tua.
2) Hari 3-4 post partum lochea serosa berwarna pink sampai
kekuningan (sel darah tua, serum Leukosit dan sisa
jaringan).
3) Hari ke 10 post partum lochea alba berwarna kuning sampai
putih (Leukosit, sel epitel, mukosa servik lochea alba
sampai lebih kurang 2-6 minggu setelah melahirkan.

c) Perubahan servik
1) Edema tipis dan terbuka untuk beberapa hari setelah
melahirkan.
2) Setelah 12 jam post partum servik memendek mengeras dan
pada akhir minggu pertama sudah pulih.
3) Bentuk osteum uteri sedikit melebar/fish mouth.

d) Vagina dan Perineum


1) Dinding vagina yang lembut bertahap kembali pada
keadaan sebelum hamil setelah 6 minggu.
2) Rugas tampak kembali setelah 4 minggu
3) Introitus vagina eritema dan edema pada daerah episiotomi
atau laserasi.
4) Kadang-kadang terlihat adanya hemoroid.

3) Perubahan Sistem Perkemihan


Dinding kandung kemih memperlihatkan edema dan hiperemis
kadang-kadang eaema menimbulkan obstruksi dari uretra
sehingga terjadi retensi urine.

4) Tanda-tanda Vital
a) Suhu badan
24 jam pertama postpartum suhu badan akan naik sedikit
(37,5-38) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan
kehilangan cairan dan kelelahan apabila keadaan normal suhu
badan biasa.

b) Nadi
Biasanya denyut nadi ibu sehabis melahirkan akan lebih cepat.

c) Tekanan darah
Tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena
aranya perdarahan.

d) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga akan
mengikuti kecuali ada gangguan khusus pada saluran
pernafasan.

5) Sistem Gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal
ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong
mengeluarkan cairan yang berlebihan pada waktu persalinan
kurang makan, hemoroid, laserasi jalan lahir.

d) Perubahan Psikososial
Banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan
menunjukkan gejala depresi ringan sampai berat sebab beban kerja
ibu bertambah di samping ibu harus memperhatikan dirinyajuga
harus memperhatikan bayinya, apalagi ada ibu yang baru
melahirkan.
Faktor lain yang menyebabkan ialah :
1) Riwayat pekawinan yang abnormal.
2) Riwayat obstetri yang abnormal.
3) Riwayat kelahiran mati/cepat
4) Riwayat penyakit lain

Ada beberapa hal yang menjadi psikologis, misalnya kesiapan


seseorang untuk merubah peran menjadi seseorang ibu/bapak oleh
karena itu untuk memenuhi kebutuhan psikologis ini perawat harus
bersikap dan bertindak bijaksana, menghargai dan menghormati ibu
sebagaimana adanya. Misalnya dengan memberi ucapan selamat
yang dapat memberikan perasaan senang.

Kebutuhan kesehatan Ibu Nifas

1) Pemulihan Kebutuhan Gizi


Gizi untuk wanita yang nifas terdiri dari :
a) Kalori : 2800 – 3000 kl
b) Protein : 58 gr
c) Calcium : 1,1
d) Vitamin A : 600 ui
e) Vitamin B : 1,1 mg
f) Riboflavin : 1,4 mg
g) Niacin : 15 mg
h) Vitamin C :50 mg

2) Kebersihan Diri dan Lingkungan


a) Personal Hygiene
Mandi, ganti baju yang bersih, kebersihan mamae dan putting
susu.
b) Kebersihan lingkungan perlu di perhatikan tempat tidur yang
bisa terjadi cross infeksi.

3) Perawatan Perineum
Perineum dibersihkan secara rutin pada umumnya ibu merasa
takut untuk membersihkan sekitar jahitan dan ibu perlu diingatkan
tentang warna dan bau lochea sehingga kelainan dapat dikaji
sedini mungkin, selain itu juga lukaepisiotomi dapat mengalami
infeksi karena hygiene yang kurang.

Perawatan perineum :
a) Vulva hygiene selama 1 x 6 jam selama 24 jam pertama cairan
desinfektan, kapas cebok steril, pemberian antiseptic lokal,
pemasangan pembalut harus tepat/tidak menggeser sehingga
menimbulkan iritasi.
b) Setelah 24 jam di atas dilakukan1 x 24 jam sampai stadium
lochea serasa berair.
c) Selama lochea, vulva hygiene cukup 1 x sehari
d) Senam hamil (yang dimulai jika klien sudah merasa kondisinya
kuat) untuk meningkatkan vaskularisasi darah perineum.

4) Perawatan Hemorrhoid
Hemorrhoid biasanya menyertai persalinan. Perawatan dengan
memberikan compress dingin karena efektif mengurangi bengkak,
maka diberikan compress es. Disamping itu dapat menggunakan
air hangat dengan suhu 37-38 derajat celcius selama 20 menit.

5) Eliminasi
a) Miksi
Normalnya dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu diusahakan
mampu BAK sendiri bila tidak, dilakukan dengan : dirangsang
dengan mengalirkan air kran di dekat klien, mengkompres air
hangat di atas simpisis, sambil sith bath klien disuruh kencing.
Bila tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi.
b) Defekasi
Biasanya 2-3 hari post partum masih susah BAK maka
sebaiknya diberikan laksan atau parafin (1-2 hari postpartum)
dan minumair hangat. Bila tidak berhasil dilakukan huknah.

6) Laktasi
Agar laktasi dapat lancar dan terhindar dari kesulitan-kesulitan
dalam menyusui maka dilakukan perawatan buah dada.

7) Test laboratorium
Terutama terhadap hematokrit untuk melihat konsentrasi darah
dalam tubuh setelah tiga hari post partum.

8) Istirahat
Seorang ibu cemas apakah ia mampu merawat anaknya atau tidak.
Hal ini mengakibatkan susah tidur. Juga akan terjadi gangguan
pola tidur karena beban kerja bertambah, ibu harus bangunt engah
malam untuk menyusui atau mengganti popok yang sebelumnya
tidak pernah dilakukan.

9) Exercise
a) Ambulasi dini
Merupakan kebijakan selekas mungkin membimbing parturien
keluar/ turun dari tempat tidurnya dan membimbingnya
secepat mungkin berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya
ambulasi dikerjakan setelah 8 jam.
b) Senam nifas
Program senam di mulai dari yang sederhana sampai yang
sulit. Dimulai dengan mengulang tiap 5 gerakan. Setiap hari
harus ditingkatkan sampai 1 kali gerakan. Kalau sudah pulang,
senam semakin meningkat, pekerjaan rumah yang agak ringan
dikerjakan sampai minggu III, yang agak berat sampai minggu
ke IV ke X.

10) Pendekatan Psikososial


Selain melahirkan keadaan psikis mengalami stress, karena
adanya kelelahan dan kecemasan. Kemungkinan kestabilan psikis
tidak segera kembali setelah lahir. Oleh karena itu untuk
memenuhi kebutuha piskologis petugas kesehatan yagn
menunjukkan rasa simpati, mengakui menghargai, menghormati
dan memperhatikan ibu yang dapat memberikan perasaan senang.

11) Senggama
Bila perdarahan sudah berhenti dan episiotomi sudah sembuh,
maka coitus bisa di lakukan (3-4 minggu post partum).

12) Hospitalisasi
Parturent pada komplikasi dapat dirawat sampai 3 hari. Kontrol
ulang biasanya dilakukan setelah 6 minggu post partum atau lebih
sedikit lagi 3-4 minggu post partum yang perlu dikontrol dalam
hal ini adalah : perut, buah dada, vagina dan kaki.

13) Keluarga berencana


a) Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu laktasi juga
mengalami ovulasi, bahkan ada hamil sebelum haid, maka
pada masa laktasi perlu memakai kontrasepsi.
b) Pemakaian kontrasepsi sebaiknya di mulai 6 minggu pasca
persalinan.
c) Pilihan kontrasepsi yang dianjurkan menurut prioritas :
 Tubektomi/vasektomi asal pasangan tersebut sudah mantap
akan mengakhiri kesuburan.
 Alat kontrasepsi dalam rahim untuk menjarangkan anak.
 Kontrasepsi suntikan atau pil kontrasepsi yang mengandung
progesteron untuk pasangan yang akan menjarangkan anak
untuk waktu lebih 5 tahun.
 Cara dengan “barrier” (kondom, disfragma, jelly, cream,
suppositoria) dapat dipakai pada pasangan yang betul-betul
sudah paham pemakaiannya.

14) Rooming in plan


Yang dimaksud roomin in plan adalah rencana perawatan ibu dan
bayi merupakan perawatan bersama. Artinya ibu di rawat
bersama-sama dengan bayinya dalam satu kamar, jadi tempat
tidur anak akan terdapat di samping tempat tidur ibu, sehingga ibu
dapat melihat anaknya setiap saat yang ia kehendaki.

2. Askep Dengan Komplikasi


a. Defenisi
Depresi post partum adalah keadaan emosi yang ditandai oleh
episode menangis ringan sesaat dan perasaan sedih selama 10 hari
pertama setelah melahirkan.
Psikosa post partum adalah gangguan kepribadian derajat berat yang
mengurangi kemampuan fungsi tangguang jawab pasien, Gejala-
gejala ini diklasifikasikan sebagai psikosis manik depresi psikosis
post partum, skizoprenia dan keadaan kebingungan toksik. (Kapita
selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi : 367)

b. Etiologi
Penyebab dari depresi post partum belum diketahui secara pasti
tetapi kemungkinan merupakan kombinasi dari aspek biologis,
psikososial, stress situasional. Hal ini juga berhubungan dengan latar
belakang depresi personal atau keluarga, dukungan social yang
rendah dan masalah selama kehamilan dan kelahiran.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko gangguan dapat
berupa :
1) Prustasi hormonal seiring dengan kelahiran
2) Latar belakang depresi, gangguan mental
3) Disfungsi mental atau kesulitan berhubungan dengan orang
terdekat
4) Kemarahan terhadap kehamilan
5) Perasaan terisolasi atau tidak ada dukungan dari keluarga
6) Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial, melahirkan bayi
cacat
7) Kehamilan yang tidak diinginkan.

c. Klasifikasi
1) Post partum blues
Tipe paling banyak dan depresi post partum adalah post partum
blues, merupakan suatu gangguan penyesuain terhadap kehidupan
baru (kelahiran). Ibu mengalami gangguan mood selama masa
transisi, tersebut kurang dari 1-14 hari, dimana puncak pada hari
ke-5.
2) Servere post partum depression
Disebut juga affektif (neurotic) depression terjadi dengan singkat
setelah kelahiran tetapi mungkin tidak terdiagnosa untuk beberapa
bulan post partum ibu akan mengalami pengalaman yang
mendalam, perasaan kehilangan dan kesedihan yang persisten,
diikuti oleh kecemasan, mudah tersinggung, gangguan tidur,
kurang nafsu makan dan perasaan salah.
3) Women with borderline personalities
Pada ambang gangguan personal biasanya mempunyai beberapa
gejala seperti diatas tetapi ditambah oleh perasaan putus asa,
hampa dan tidak berguna. Perasaan ini bisa timbul sebelum
kehamilan tapi lebih menonjol pada saat kehamilan.
4) Post partum psikologis
Ibu dengan depresi psikotik kehilangan kontak dengan realita dan
mengalami delusi dan disorientasi, umunya berhubungan dengan
kesehatan bayi dan seksualitas.

d. Manifestasi klinis
a) Post partum blues
Depresi ringan, menangis, perasaan kehilangan, kelelahan,
konsentrasi menurun.
b) Afektif (neurotic) depression
Mencakup tahap-tahap ansietas, fobia, ketakutan akan
membahayakan bayi, berat badan menurun, imsomnia, mudah
tersinggung, perasaan bersalah bahkan apatis.
c) Women with botderline depresion personalities
Bisa berfluktasi dan neurotik depresi ke psikotik
d) Post partum psychosis
Delusi, halusinasi, disorientasi, rasa marah terhadap diri sendiri
dan bayi

Dampak depresi pada keluarga :


Depresi postpartum bisa berakibat pada seluruh keluarga, hal ini
menciptakan ketegangan pada metode koping yang bisa dipakai
pada setiap anggota keluarga dan sering menimbulkan kesulitan
dalam berkomunikasi. Kemudian stressor sering menjadi besar
dan sebagai akibatnya anggota keluarga akan mengurangi
interaksinya dengan ibu yang depresi tersebut ketika ibu sedang
membutuhkan dukungan yang lebih, komunikasi bisa terganggu
karena penolakan ibu terhadap orang sekitarnya.

Pasangan merasakan ada beberapa perubahan dalam hidup


mereka setelah kelahiran, seperti perasaan kehilangan teman,
kehilangan control, marah dan prustasi. Ibu yang depresi
berinteraksi berbeda dengan bayinya dibandingkan dengan ibu
yang tidak depresi, mereka cendrung mudah tersinggung dan
merasa tidak kompetens menjadi seorang ibu.

e) Penatalaksanaan
1) Terapi terbaik dari depresi tersebut adalah kombinasi dari
psikoterapi, dukungan social dan meditasi. Psikoterapi mungkin
lebih berguna dalam membantu ibu untuk mengatasi perubahan
dalam hidup mereka, pasangan, dan keluarga terdekat harus ikut
dalam sesi konseling sehingga mereka bisa memahami apa yang
mereka rasakan dan butuhkan.
2) Pengobatan psikoterapi obat-obat penenang atau peningkatan
suasana hati atau gangguan obat-obat ini dapat diindikasikan
terapi spesifik tergantung pada sifat gangguan psikiatri
3) Anti depresan sering digunakan untuk depresi post partum dan
mungkin diteruskan selama 6 bulan atau lebih, jika ibu ingin
melanjutkan pemberian asi obat-obat yang digunakan harus aman
selama laktasi karena hal ini dapat mempengaruhi proses banding.
4) Rawat inap mungkindiperlukan untuk mencegah cedera diri atau
ansietas yang tidak tertahankan atau peranan tingkah laku yang
tidak dapat dikontrol.

f) Asuhan Keperawatan
1) Pengakjian
a) Identitas Klien
b) Riwayat kesehatan
 RKD
Biasanya klien pernah mengalami stress psikologis pada
kehamilan sebelumnya.
 RKS
Biasanya pada klien yang mengalami psikologis sering
murung, gelisah, cemas, kekhawatiran yang berlebihan dan
kurang tidur.
 RKK
 Biasanya keluarga klien kurang memberi dukungan kepada
klien termasuk suami klien.
c) Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas/ istirahat
Biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu
2) Sirkulasi
Biasanya nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang
meningkat
3) Eliminasi
Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare
4) Makanan/ cairan
Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus ,
membrane mukosa kering
5) Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
6) Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat dan dangkal
7) Nyeri dan ketidaknyamanan
Biasanya terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah
abdomen dan kepala
8) Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah
9) Seksualitas
Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido
10) TTV
Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD
meningkat
d) Kebiasaan sehari-hari
1) Kebersihan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga (kebersihan
kurang)
2) Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan tidur, gelisah
3) Data sosek
Biasanya gangguan psikologis ini banyak ditemukan pada
ekonomi rendah
4) Data psikologis
Biasanya klien murung, gelisah, rasa tidak percaya kepada
orang lain, cemas, menari diri.

2) Diagnosa Keperawatan
1) Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri
negative, system pendukung, yang tidak adekuat
2) Gangguan interaksi social b/d depresi berat
3) Koping keluarga yang tidak efektif, ketidak nyamanan b/d
depresi mental dan efek pada keluarga
4) Resiko mencederai diri sendiri dan bayi b/d psikologis pada
post partum
5) Gangguan istirahat dan tidur b/d kelelahan, kekhawatiran
financial
6) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b/d gangguan psikologis/ stress psikologis
7) Harga diri rendah b/d perasaan terisolir, kurangnya dukungan
keluarga

3) Intervensi Keperawatan
a. Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri
negative, system pendukung, yang tidak adekuat
Tujuan : Koping individu kembali efektif
Kriteria :
Klien menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah
Klien menunjukkan kemampuan untuk mengekspresikan
perasaannya serta menunjukkan kemampuan memenuhi
kebutuhan fisiolgis dan psikologis

Intervensi :

a) Terapkan hubungan terapeutik perawat- klien


Ras : Pasien mungkin merasa lebih bebas dalam konteks
hubungan ini
b) Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya
penggunaan teknik ralaksasi, keinginan untuk
mengekspresikan perasaan
Ras : Jika individu memiliki kemampuan koping yang
berhasil dilakukan pada masa lampau, mungkin dapat
digunakan sekarang untuk mengatasi ketegangan dan
kontrol individu
c) Dorong klien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi
saat ini dan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi
perasaan ansietas
Ras : Menyatakan petunjuk untuk membantu klien dalam
mengembangkan kemampuan koping
d) Sediakan lingkungan yang tenang dan tidak memanipulasi
serta menentukan apa yang dibutuhkan klien
Ras : Menurunkan ansietas dan menyediakan kontrol bagi
klien selama situasi krisis.
e) Diskusikan perasaan menyalahkan diri sendiri/ orang lain
Ras : Ketika mekanisme ini dilindungi pada waktu kritis
terdapat perasaan kounter-produktif dan interfiksasi dari
perasaan tidak tertolong dan tanpa harapan
f) Identifikasi tingkah laku penanggulangan yang baru bahwa
klien menunjukkan dan memperkuat adaptasi positif
Ras : Selama krisis, klien mengembangkan cara baru dalam
menghadapi masalah yang dapat membantu revolusi situasi
sekarang dan krisis masa depan

b. Koping keluarga yang tidak efektif, ketidak nyamanan b/d


depresi mental dan efek pada keluarga
Tujuan : Koping keluarga kembali efektif
Kriteria :
 Klien menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan
identifikasi sumber-sumber dalam diri sendiri untuk
berhadapan dengan situasi
 Klien menunjukkan kemampuan untuk menghadapi situasi
dengan caranya sendiri

Intervensi :

a) Kaji tingkat ansietas yang muncul pada keluarga atau orang


terdekat
Ras : Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum pemecahan
masalah dapat dimulai
b) Kaji masalah sebelum sakit/ tingkah laku saat ini yang
mengganggu perawatan/ proses penyembuhan klien
Ras : Informasikan mengenai masalah keluarga akan
membantu dalam mengembangkan rencana keperawatan
yang sesuai
c) Kaji tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana
mereka diterima oleh klien
Ras : Orang terdekat mungkin berusaha untuk membantu
namun tidak dipersepsikan sebagai sebagai bantuan oleh
klien
d) Ikut sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi,
pemecahan masalah dan perawatan klien sesuai
kemungkinan
Ras : informasi dapat mengurangi perasaab tanpa harapan
dan tidak berguna, keikut sertaan dalam perawatan akan
meningkatkan perasaan kontrol dan harga diri
e) Dorong pencarian bantuan situasi kebutuhan memberikan
informasi mengenai orang dan institusi yang tersedia bagi
mereka
Ras : Izin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan akan
membuat mereka memilih untuk mengambil keuntungan
dari apa yang tersedia.

4) Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik.
Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk
kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan yang diharapkan

5) Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang
diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien
dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/
teratasi.

c. Askep Pada Ibu Dengan Infeksi Puerperalis


1. Definisi Infeksi
puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kumanke dalam alat-alat genetalia pada waktu
persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 :689 ). Infeksi
puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-
alatgenetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
Infeksi puerperalis adalah infeksi peradangan pada semua alat
genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan
ketentuanmeningkatnya suhu badan melebihi 380 C tanpa
menghitung hari pertama dan berturut-turutselama 2 (dua) hari.

2. Etiologi
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme
anaerob dan aerob patogenyang merupakan flora normal serviks dan
jalan lahir atau mungkin juga dari luar. Penyebabyang terbanyak dan
lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya
tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman
yang sering menyebabkaninfeksi puerperalis antara lain :

a) Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan


menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain ,
alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dansebagainya.
Streptokukos hemolitikus aerobikus dan stafilokokus aureus,
factor risiko yangdapat menyebabkan terjadinya infeksi adalah
sebagai berikut.
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu
seperti perdarahan, anemia,nutrisi buruk, status social ekonomi
rendah, dan imunosupresi.
2) Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada
jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan
darah.

b) Staphylococcus aurelis Masuk secara eksogen, infeksinya sedang,


banyak ditemukansebagai penyebab infeksi di rumah sakit.
c) Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rectum ,
menyebabkan infeksi terbatas.
d) Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya ,
sering ditemukan padaabortus kriminalis dan partus yang ditolong
dukun dari luar rumah sakit

3. Faktor presdisposisi
Faktor presdisposisi dari infeksi puerperalis yaitu :
a) Semua tindakan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh ibu
seperti perdarahan, anemia, nutrisi buruk, status sosial ekonomi
rendah, dan imunosupresi.
b) Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
c) Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan
lahir.
d) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah
4. Patofisiologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah
luka dengan diameter kirakira 4 cm. Permukaannya tidak rata,
berbenjol – benjol karena banyak vena yang ditutupi trombus.
Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-
kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita.
Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga
vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan tempat
masuknya kuman-kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada
luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka asalnya. Adapun
infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan
pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang
sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain
adalah bahwa sarung tangan atau alat – alat yang dimasukkan ke
dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena
kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan
dokter atau petugas lainnya yang berada di ruangan tersebut. Oleh
karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus ditutup
dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang
memasuki kamar bersalin.
c) Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal
dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini
bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke
handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan
untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi
penting, kecuali jika menyebabkan pecahnya ketuban.
e) Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala
pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum
biasanya terjadi pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban
sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan pemeriksaan dalam.
Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat
pula. Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada
infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada
waktu persalinan, dan dengan melewati amnion dapat
menimbulkan infeksi pula pada janin.

5. Klasifikasi
Infeksi puerperalis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1) Infeksi yang terbatas pada perineum , vulva , vagina , serviks ,
dan endometrium.
a) Infeksi perineum, vulva, dan serviks Tanda dan gejalanya :
 Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria, dengan
atau tanpadistensi urine. • Jahitan luka mudah lepas, merah,
dan bengkak.
 Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaan tidak berat,
suhu sekitar 38oC, dan nadi kurang dari 100x/menit.
 Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak
dapat keluar, demam bisa meningkat hingga 39-40 Celcius,
kadang-kadang disertai menggigil.
b) Endometritis
 Kadang –kadang lokhea tertahan dalam uterus oleh darah
sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiametra.
 Pengeluaran lokia bisa banyak atau sedikit, kadang-kadang
berbau/tidak, lokhea berwarna merah atau coklat.
 Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum,
menggigil, nadi biasanya sesuai dengan kurva suhu tubuh.
 Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
 Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan
lembek, his susulan biasanya sangat mengganggu.
 Leukositosis dapat berkisar antara 10.000-13.000/mm³.

2) Penyebaran dari tempat tersebut melalui vena , jalan limfe dan


permukaan dan endometrium.
a) Septikemia dan piemia
 Pada septikemia, sejak permulaan klien sudah sakit dan
lemah sampai 3 hari postpartum suhu meningkat dengan
cepat. Biasanya disertai menggigil dengan suhu 39-40ᵒC.
Keadaan umum cepat memburuk, nadi sekitar
140-160x/menit atau lebih. Klien juga dapat meninggal
dalam 6-7 hari postpartum.
 Pada piemia, suhu tubuh klien tinggi disertai dengan
menggigl yang terjadi berulangulang. Suhu meningkat
dengan cepat kemudian suhu turun dan lambat laun timbul
gejala abses paru, pneumonia, dan pleuritis.

b) Peritonotis
c) kembung dan nyeri,serta ada defensif muskuler. Wajah klien
mula-mula kemrahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung,
kulit wajah dingin, serta terdapat facishipocratica.
 Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak
seberat peritonis umum klien demam, perut bawah
nyeri,tetapi keadaan umum tetap baik.

d) Selulitis pelvis
 Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai
rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan
dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvic.
 Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan
nyeri di sebelah uterus.
 Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses
dimana suhu yang mula mula tinggi menetap , menjadi naik
turun disertai menggigil.
 Klien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

6. Gejala klinis
Tanda dan gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu :
1) Peningkatan suhu
2) Takikardi
3) Nyeri pada pelvis
4) Demam tinggi
5) Nyeri tekan pada uterus
6) Lokhea berbau busuk/ menyengat
7) Penurunan uterus yang lambat
8) Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : Baik, CM, Tidak Anemis
2) Vital Sign
3) Status Generalis
 Kepala : Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar
tiroid.
 Dada : Pernafasan kanan dan kiri tidak simetris, tidak ada
retraksi, tidak ada ronki
 Abdomen : Tenang, supel, NT (-), tidak teraba masa dan tidak
nyeri tekan
 Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan edema.
4) Status Obstetri Inspeksi :
 Mata : Konjungtiva tidak anemis
 Dada : Hiperpikmentasi papila dan aerola mamae terlihat
 Abdomen : Tenang, Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
massa, dan tidak nyeri tekan
 Ekstremitas : Tidak ada edema

8. Pemeriksaan Diagnostic
a) Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan
pergeseran diferensial ke kiri.
b) Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM)
sangat meningkat dengan adanya infeksi.
c) Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada
keadaan anemia.
d) Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau
intraservikal atau drainase luka atau perwarnaan gram di uterus
mengidentifikasi organisme penyebab.
e) Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
f) Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta
yang tertahan melokalisasi abses perineum.
g) Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis,
massa atau pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan
trombosis.

9. Prognosis
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut
derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan
mortalitas tinggi diikuti peritonitis umum.

10. Penatalaksanaan
1) Pencegahan
 Selama kehamilan, bila ibu anemia diperbaiki. Berikan diet
yang baik.
 Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
 Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesai persalinan dengan
trauma sedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan
penularan penyakit dan petugasdalam kamar bersalin. Alat-alat
persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila
perlu dan atas indikasi tepat.
 Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan
merawat ibu dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan
wanita dalam nifas yang sehat.

2) Penanganan medis
a) Suhu diukur dari mulut sedikitnya empat kali sehari.
b) Berikan terapi antibiotik prokain penisilil 1,2-2,4 juta unit 1M
penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metisilin 1 gr
setiap 6 jam 1 M ditambah dengan ampisilin kapsul 4 x 250
mg per oral.
c) Perhatikan diet ibu : diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).
d) Lakukan transfusi darah bila perlu.
e) Hati-hati bila ada abses , jaga supaya nanah tidak masuk ke
dalam rongga peritoneum.

11. Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
a) Pengkajian awal
 Dimulai sejak kehamilan yang meliputi keadaan prenatal
dan setelah persalinan berlangsung.
 G,P,A,H o Usia kehamilan dalam minggu.
 Penyakit kehamilan yang menyertai jika ada.
 Lama proses persalinan.
 Perawatan dan kemajuan selama 1 jam postpartum.
 HPP.
 Preeklampsia.
 Depresi mental
 Keadaan umum ibu
 Kontraksi dan tinggi fadus uterus
 Warna,jumlah dan bau lokia.
 Peritonium.
 Rektum.
 Apakah vesikasi urinaria penuh atau tidak.
 Pada waktu pengkajian dilihat bagaimana status emosi
ibu,pengetahuan ibu tentang self care,perawatan bayi,dan
social budaya.
b) Pengkajian berikutnya
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
kompliksi dengan mengevaluasi system dalam tubuh.
Pengkajiannya meliputi:
a) Keadaan umum dan tanda-tanda awal
 Aktivitas/istirahat : malaise,latargi{persalianan lama,
stressor postpartum multipel}
 TTV: nadi lebih dari 100 kali permenit,pernapasaan
cepat dan dangkal{berat atau prosessistemik}serta suhu
380C atau lebih.

b) Sistem vascular
 Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam. 1 jam
pertama kemudian tiap 8 jam berikutnya.
 Tekanan darah diawasi setiap 8 jam.
 Apakah ada tanda-tanda thrombosis,kaki sakit, bengkak
dan merah. · Hemoroid diobservasisetiap 8 jam terhadap
besar dan kekenyalannya.
c) System reproduksi.
 Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat kali
postpartum,kemudian setiap 8 jam selama 3 hari
meliputitinggi fadus uterus dan posisinya serta
konsistensinya.
 Lokia diobsevasi setiap setiap8 jam terhadap warna
banyak dan bau. · Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk
melihat tanda-tanda infeksi luka jahitan dan apakah ada
jahitan yang lepas.
 Vulva dilihat apakah ada edema atau tudak.
 Payudara dilihat apakah ada edema atau tidak

d) Traktus urinarius.
Diobserasi setiap 2 jam selama 2 hari pertama meliputi
miksi lancer/tidak,spontan/tidak.

e) Traktus gastrointestinal
 Observasi terhadap nafsu makan, anoreksia,mual
muntah, haus, membrane mukosa kering.
 Apakah ada obstipasi, diare, bising usus mungkin tidak
ada bila terjadi paralisis usus.
 Distensia abdomen,nyeri lepas{peritonitis}

f) Nyeri/ketidaknyamanan
 Nyeri local,disuria dan ketidaknyamanan abdomen.
 Afterpain berat/lama,neri abdomen bawah atau uterus
serta nyari tekan dengan guarding{endometritis}
 Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/bilateral.
 Sakit kepala

g) Status psikologis/psikososial.
 Ansiestas jelas{peritonius}
 Status social ekonomi rendah dengan stressor
bersamaan

2) Diagnosa keperawatana.
a) Nyeri atau ketidaknyamanan yang berhubungan dengan proses
tubuh pada agen tidak efektif,sifat infeksi{miksedema kulit
atau jaringan,eritema}
b) Resiko tinggi komplikasi yang berhubungan dengan adanya
infeksi, kerusakan kulit atau jaringan yang
trauma,vaskularisasi tinggi pada area yang sakit, prosedr
invansif dan peningkatan pemajanan lingkungan,penyakit
kronis.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat,anoreksia,mual, mutah, pembatasan medis.
d) Resiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua yang
berhubungan dengan infeksi pada proses persalinan,penyakit
fisik,ancaman yang dirasakan pada kehidupan sendiri.

3) Rencana Keperawatan
a) Nyeri atau ketidanyamanan yang berhubungan dengan proses
tubuh pada agen tidak efektif, sifat infeksi.
Tujuan 1 :
Tujuan : Setelah diberikan askep, diharapkan nyeri hilang atau
berkurang dengan kriteria hasil : pasien tampak rileks, skala
nyeri 0-3.
Intervensi :
Mandiri
 Kaji lokasi dan sifat ketidakyamanan atau nyeri
 Berikan instruksi mengenai membantu mempertahankan
kebersihan dan kehangatan.
 Instruksi ibu untuk melakukan teknik relakasasi dengan
memberikan aktivitas pengalihan seperti radio,televise atau
bacaan.
 Anjurkan keseimbangan menyusui saat kondisi
memungkinkan karena anjurkan dan berikan instruksi
dalam memompa payu darah listrik atau manual.

Kolaborasi

 Beriakan analgesik atau antipiretik.


 Beriakan kompresi panas local dengan menggunakan lampu
pemanas atau rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional Mandiri

 Membantu dalam diagnosis banding keterlibatan jarinagn


pada proses infeksi.
 Meningkatkan kesejaterahan umum dan pemulihan
ketidaknyamanan.
 Memfokuskan kembali perhatia ibu serta meningkatkan
prilaku yang positif dan kenyamanan
 Mencegah ketidaknymanan dari pembesran payu drah,
meningkatkan keadekuatan suplai ASI pada ibu menyusui.

Kolaborasi

 Menurunkan ketidaknyaman akibat infeksi.


 Kompresi panas meningkatkan vasodilatasi, meningkatka
srikulasi pada area yang sakit dan meningkatkan
Kenyamanan local.

b) Resiko tinggi komplikasi yang berhubungan dengan adanya


infeksi, kerusakan kulit atau jaringan yang
trauma,vaskularisasi tinggi pada area yang sakit, prosedr
invansif dan peningkatan pemajanan lingkungan,penyakit
kronis.
Tujuan 1 : Mencegah dan mengurangi infeksi. I
Intervensi:
 Meninjau ulang catatan prenatal,intrapartum,postpartum.
 Mempertahankan kebijakan mencuci tangan denga ketat
untuk staf, klien,penunjang.
 Berikan dan instruksikan pada klien mengenai cara
pembungan linen terkontaminasi balutan,duk atau
pembalutan dengan tepat.
 Demonstrasikan masase fudus yang tepat ,tinjau ualang
kepentingan dan waktu prosedur.
 Demonstrasikan/anjurkan pembersihan perineum yang
benar setelah berkemih dan defekasi,anjurkan agar sering
ganti pembalut.
 Pantau suhu,nadi dan pernapasan
 Obervasi /catat tanda infeksi lain{lokia atau drasinase yng
kemerahan yang berbau busuk subinvolasi uterus}
 Anjurkan posisi semi flower.

Kolaborasi

 Anjurkan penggunaan pemanasan yang lembab dalam


bentuk remam duduk dan untuk pemanasan yang kering
dengan menyianri perineal selama 15 menit 2-3 kali sehari.
 Demonstrasikan penggunaan krim antibiotic perineum
sesuai kebutuhan.

Rasional Mandiri

 Mengidentifikasi factor-faktor yang menempatkan ibu pada


kategori resiko tinggi terhadap terjadinya/penyebaran
infeksi postpartum.
 Membantu mencegah kontaminasi silang.
 Mencegah penyebaran infeksi.
 Meningkatkan kontraktilitas uterus juga meningkatkan
involusi dan jaln untuk fregmen plasenta yang tertahan.
 Pembersihan melepaskan kontaminasi urinarius fekal.
 Peningkatkan tanda-tanda vital menyertai infeksi,fluktuasi
atau perubahan gejala menunjukan perubahan pada kondisi
ibu.
 Memungkinkan identifikasi awal dan tindakan
meningkatkan resolusi.
 Meningkatkan aliran lokia dan dranase uterus /pelvis
 Berikan obat-obtan sesuai indikasi.

Kolaborasi

 Panas merupakan meditasi pembuluh darah perineum


meningkatkan aliran darah local dan meningkatkan
pemulihan.
 Membasmi organism infeksius local,menurunkan resiko
peyebaran infeksi
 Menyerang organism pathogen serta membantu mencegah
peyebaran infeksi dari jaringan sekitar an aliran darah.

b. Askep Pada Ibu Dengan Hemoragia Post Partum


1. Pengertian Perdarahan Post Partum
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi
500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur
jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan
perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi
telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran
menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi
< 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera
dilakukan (Prawirohardjo, 2011).
Perdarahan postpartum sering didefenisikan secara berturut-turut
sebagai kehilangan darah berlebihan dari traktus genetalia dalam 24
jam setelah persalinan, sebanyak 500 ml atau lebih, atau sebanyak
apapun yang mengganggu kesejahtraan ibu (Widiarti, 2007).

Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk


menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah
perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal
dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien
mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea,
tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi> 100 x/menit, kadar Hb
< 8 g/dL.

Hemoragia postpartum (perdarahan postpartum) adalah hilangnya darah


lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi
(William, 1981). Namun, menurut Doengoes (2001), perdarahan
postpartum adalah kehilangan darah lebih 500 ml selama atau setelah
melahirkan

2. Jenis-jenis Perdarahan PostPartum


Menurut pendapat (Varney, 2008).
Perdarahan post partum dibagi menjadi 2:
a) Perdarahan Post Partum Dini/Perdarahan Post Partum Primer
(Early Postpartum Hemorrhage)
Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam
24 jam pertama setelah kala III. Penyebab utama perdarahan post
partum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta
dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b) Perdarahan pada Masa Nifas I Perdarahan Post Partum Sekunder
(Late Postpartum Hemorrhage)
Perdarahan post partum sekunder ialah perdarahan yang terjadi
setelah anak lahir biasanya hari ke 5-15 post partum. Penyebab
utamanya robekan jalan lahir dan sisa plasenta.

3. Klasifikasi pendarahan post partum


a) Pendarahan paksa persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah
pendarahan berlebihhan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia
yang terjadi dalam 12-24 jam pertama setela melahirkan.
b) Pendarahan paksa persalinan lambat/ late HPP/ secondary HPP
adalah yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paksa
persalinan.
4. Etiologi
Penyebab umum perdarahan post partum adalah:
1) Atonia Uteri
2) Retensi Plasenta
3) Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a) Pelekatan yang abnormal
b) Tidak ada kelainan perlekatan
4) Trauma jalan lahir
a) Episiotomi yang lebar
b)  Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan Rahim
c) Rupture uteri
5) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia
/hipofibrinogenemia.
a) Tanda yang sering dijumpai:
b) Perdarahan yang banyak
c) Solusio plasenta.
d) Pre eklampsia dan eklampsia.

5. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoniauteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi
yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu
misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan post partum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan


jalan lahir adalah:
1) Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir)
2) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih
tinggi
3) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir
4) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika,
kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.

Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak)


1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil
2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-
menerus
3) Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

6. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1) Perdarahan post partum akibat Atonia uteri.
Perdarahan post partum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian
plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada
jalan lahir. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang
lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti
pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering
(multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi
bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong
rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui.
Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari
penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan
gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar
dan lembek.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya


penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat
perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan
tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam
rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Adapun Faktor predisposisi
terjadinya atonia uteri, yaitu umur, partus lama dan partus terlantar.

2) Perdarahan post partum akibat Retensio plasenta.


Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama
1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
a) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan
tumbuh lebih
dalam.
b) Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar
karena atonia
uteri.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan
tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi
perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau
rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

3) Perdarahan post partum akibat Subinvolusi.


Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab
terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala
subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu
pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/
pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokhea seringkali gagal
berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokhea alba.
Lokhea yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2
minggu pasca patum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus
subinvolusi. Jumlah lokhea bisa lebih banyak dari pada yang
diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokhea berbau menyengat,
bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan
yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

4) Perdarahan post partum akibat Inversio uteri.


Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan
mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya
waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan
mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri
a) Inversio uteri ringan
Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum
keluar dari ruang rongga Rahim
b) Inversio uteri sedang
Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina
c) Inversio uteri berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar
vagina.

Penyebab inversio uteri


a) Spontan
grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi
b) Tindakan
Cara tarikan tali pusat yang berlebihan.

5) Perdarahan post partum akibat Hematoma.


Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus
genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau
perineum. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesik dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami.

6) Perdarahan post partum akibat laserasi /robekan jalan lahir.


Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari
perdarahan post partum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan
atonia uteri. Perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi
baik biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina.
a) Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan
dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.

b) Robekan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

c) Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan
perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas
apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih
kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya
dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang
menyertai kontraksi uterus yang kuat.

7. Pemeriksaan laboratorium
a) Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan
b) Pemeriksaan USG
c) Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan
konsepsi intrauterine
d) Urinalisis memastikan kerusakan kandung kemih
e) Profil koagulasi menentukan peningkatan degradasi kadar produk
fibrin, penurunan fibrinogen, aktivasi masa tromboplastin dan masa
tromboplastin parsial.

8. Penatalaksanaan
a) Penatalaksaan keperawatan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak
berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut. Pijat dengan lembut
uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk
menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap
kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus,
mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan
dengan lembut.

Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang


menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah
yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni
uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna
merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan
akibat adanya laserasi.
b) Penatalaksanaan medis
Pertahankan pemberian cairan IV. Pemberian 20 unit oksitosin dalam
1000 ml larutan RL atau normal saline, efektif bila diberikan infus intra
vena 10 ml/mnt. Transfusi darah diberikan bila diperlukan.

9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain – lain
2) Riwayah kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.

b) Riwayat kesehatan sekarang


Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna
merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, dan mual.

c) Riwayat kesehatan keluarga


Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit
keturunan hemopilia dan penyakit menular.

d) Riwayat obstetric
 Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,
banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT
 Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang
keberapa, Usia mulai hamil.

e) Riwayah hamil, persalinan dan nifas yang lalu


 Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah
ada abortus, retensi plasenta
 Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan,
penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam
persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir
  Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi.

f) Riwayat Kehamilan sekarang


 Hamil muda, keluhan selama hamil muda
  Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat
badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan
tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
 Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan,
beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.

b. Pemeriksaan Fisik
1) B1: Breathing
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak
normal
2) B2: Blood
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat. Tekanan darah biasanya
stabil. Keluar darah pervaginam, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
3) B3: Brain
Kesadaran (GCS) Normal / turun
4) B4: Bowel
Observasi terhadap nafsu makan dan defekasi. Fundus
uteri/abdomen lembek/keras, subinvolusi
5) B5: Bladder
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar
atau tidak, spontan dan lain-lain.
6) B6: Bone
Pola aktifitas sehari-hari seperti makan dan minum, istirahat atau
tidur, personal hygiene.

c. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
3) Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau
ancaman kematian
4) Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan

d. Rencana tindakan keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume
cairan
KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam klien Nampak
a) perdarah berkurang atau sduah berhenti
b) volume cairan / intake output dalam keadaan seimbang
 Intake = ± 2500 cc
 Output = ± 2300 cc
c) TTV dalam batas normal
 Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
  Denyut nadi : 70-80 x/menit
 Pernafasan : 20 – 24 x/menit
 Suhu : 36 – 37 oc
 GCS 15
 Turgor kulit elastic
 Mukosa bibir lembab
 Mata tidak cowong

Rencana tindakan :
a) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan
badannya tetap terlentang.
Rasional : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous
return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
b) Monitor tanda vital
Rasional : Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin
hebat
c) Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya
diletakan diatas simpisis.
Rasional : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan
membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis
mencegah terjadinya inversio uteri
d) Batasi pemeriksaan vagina dan rectum
Rasional : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum
meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom.
e) Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil
dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat,
segera kolaborasi pemberikan infus atau cairan intravena
Rasional : Cairan intravena mencegah terjadinya shock.
f) Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
Rasional : Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan
mengontrol perdarahan
g) Berikan antibiotic
Rasional : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi
karena perdarahan pada.

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan


pervaginam
Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
KH: Setelah dilakukan perawatan 1x 6 jam TTV klien dalam batas
normal
a) Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b)  Denyut nadi : 70-80 x/menit
c) Sp O2 : 90-95 %
d) Pernafasan : 20 – 24 x/menit
e) Suhu : 36 – 37 oc

Rencana keperawatan :
a) Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
Rasional : Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan
pada tanda vital
b) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu
kulit
Rasional : Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital,
sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan
sianosis dan suhu kulit yang dingin.
c) Observasi ada / tidak adanya produksi ASI
Rasional: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin
dimana diperlukan dalam produksi ASI
d) Tindakan kolaborasi :
Monitor kadar gas darah dan PH
Rasional: perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda
hipoksia jaringan
e) Berikan terapi oksigen
Rasional: Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi
sirkulasi jaringan.

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau


ancaman kematian
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya
dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
KH:  setelah dilakukan perawatan 1x 24 jam ibu mengatakan cemas
berkurang atau sudah tidak cemas lagi yang ditandai klien nampak
rileks.
Rencana tindakan :
a) Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
b) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan
takut yang tidak diketahui
c) Bantu klien memahami dan memilih koping adaptip
Rasional: koping adaptif memungkinkan adanya respon positif
dari klien
d) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TTV dalam
batas normal )
a) Lokea
 Bau tidak busuk
 Perubahan warna harus sesuai dengan tingkat penyembuhan
luka
 Lokhea Rubra. Lokhea ini berwarna merah segar seperti darah
haid karena banyak mengandung darah segar dan sisa-sisa
selaput ketuban ,sel-sel decidua,vernix caseosa,lanugo
meconium. Pengeluarannya segera setelah persalinan sampai 2
hari post partum jumlah makin sedikit.
 Lokhea Sanguinolenta. Lokhea ini berwarna merah kuning
berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma
darah,penggeluarannya pada hari ke 3-7 hari post partum.
 Lokhea Serosa. Lokhea ini berwarnah kuning kecoklatan atau
serum,pengeluarnnya pada hari 7-14 post Partum.
 Lokhea Alba berupacairan putih kekuningan pengeluaran.
Setelah 2 minggu hari port partum bila lokhea tetap berwarna
merah kemungkinan tertinggal sisa plasenta atau selaput
amnion.

b) Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg


c) Denyut nadi    : 70-80 x/menit
d) Pernafasan       : 20 – 24 x/menit
e) Suhu                : 36 – 37 oc
KH: setelah dilakukan perawatan 2x24 suhu tubuh klien kembali
ke suhu normal 36-37oc. Klien sudah tidak terdapat tanda-tanda
infeksi seperti:
 Dolor yaitu rasa nyeri
 Kalor yaitu rasa panas
 Tumor yaitu pembengkakan
 Rubor yaitu kemerahan
 Fungsio laesa yaitu perubahan fungsi

Rencana tindakan :
a) Tindakan kolaborasi
 Berikan zat besi (Anemi memperberat keadaan)
  Beri antibiotika (Pemberian antibiotika yang tepat
diperlukan untuk keadaan infeksi).
b) Lakukan vulva hygiene dan personal hygiene lainnya
Rasional: mencegah terjadinya infeksi
c) Catat perubahan tanda-tanda vital
Rasional : Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi
terjadinya infeksi
d) Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi
uterus yang lembek, dan nyeri panggul
Rasional : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya
bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
e) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
Rasional : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi
pengeluaran lokea yang berkepanjangan.
f) Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya
infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
Rasional : Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan.

5. Kriteria/Standart keberhasilan tindakan keperawatan (Evaluasi)


Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
1) Tanda vital dalam batas normal :
a) Tekanan darah                : 110/70-120/80 mmHg
b) Denyut nadi                   : 70-80 x/menit
c) Pernafasan                      : 20 – 24 x/menit
d) Suhu                               : 36 – 37 oc
2) Kadar Hb Lebih atau sama dengan 10 – 12 g%
3) Analisa Gas Darah dalam batas normal 65-100 %
4) Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti
tentang komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
5) Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
6) Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.
7) Lokea tidak bau busuk
8) Lokhea Rubra
Lokhea ini berwarna merah segar seperti darah haid karena
banyak mengandung darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban ,sel-sel decidua, vernix caseosa, lanugo meconium.
Pengeluarannya segera setelah persalinan sampai 2 hari post
partum jumlah makin sedikit.
9) Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena
pengaruh plasma darah,penggeluarannya pada hari ke 3-7 hari
post partum
10) Lokhea Serosa
Lokhea ini berwarnah kuning kecoklatan atau
serum,pengeluarnnya pada hari 7-14 post Partum.
11) Lokhea Alba
Berupa cairan putih kekuningan pengeluran Setelah 2 minggu hari
port partum bila lokhea tetap berwarna merah setelah 2 minggu
post partum kemungkinan tertinggal sisa plasenta atau selaput
amnion.

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan
penuh konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi
tersebut, kerjakanlah latihan berikut Anda dianjurkan untuk mencari dan
mempelajari:
1. Bagaimana penerapan Askep pada masa post partum, dan Askep dengan
komplikasi, Menjelaskan Askep pada ibu dengan infeksi puerperalis
2. Bagaimana Askep pada ibu dengan hemoragia post partum

D. RANGKUMAN
Masa dimana tubuh menyesuaikan baik fisik maupun psiko sosial terhadap
proses melahirkan, dimulai segera setelah melahirkan sampai tubuh
menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan sebelum
hamil kurang lebih 6 minggu.

Depresi post partum adalah keadaan emosi yang ditandai oleh episode
menangis ringan sesaat dan perasaan sedih selama 10 hari pertama setelah
melahirkan.
Psikosa post partum adalah gangguan kepribadian derajat berat yang
mengurangi kemampuan fungsi tangguang jawab pasien, Gejala-gejala ini
diklasifikasikan sebagai psikosis manik depresi psikosis post partum,
skizoprenia dan keadaan kebingungan toksik. (Kapita selekta kedaruratan
obstetri dan ginekologi : 367)
puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kumanke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas
(Sarwono Prawirohardjo, 2005 :689 ). Infeksi puerperalis adalah keadaan
yang mencakup semua peradangan alat-alatgenetalia dalam masa nifas
(Mochtar Rustam, 1998 : 413). Infeksi puerperalis adalah infeksi peradangan
pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan
ketentuanmeningkatnya suhu badan melebihi 380 C tanpa menghitung hari
pertama dan berturut-turutselama 2 (dua) hari.
Penyebab dari infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan
aerob patogenyang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau
mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir.
Definisi perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500
ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini
akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan
tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat
dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka
penanganan harus segera dilakukan (Prawirohardjo, 2011).

BAB XII

ASKEP PADA MASA INTRANATAL

DENGAN KOMPLIKASI

A. Pendahuluan

Kegiatan belajar ini akan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada


anda tentang konsep pada masa intranatal dan pendidikan yang meliputi:
pengertian,jeni Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini diharapkan anda
memahami konsep pada masa intranatal secara umum yang penting dipahami
oleh setiap perawat dalam melaksanakan fungsi dan perannya sebagai perawat
maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan hak-hak klien
sebagai individu yang harus dilindungi. Setelah menyelesaikan kegiatan
belajar, diharapkan Anda dapat: Berdasarkan tujuan pembelajaran pada
kegiatan belajar, maka secara berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan
dimulai dengan konsep dasar, dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan.

B. URAIAN MATERI
1. Konsep Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini yaitu pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya

atau inpartum dengan ditandai adanya pembukaan serviks. Ketika

primature kurang dari tiga cm dan multipara kurang dari lima cm. Faktor

penyebabnya bisa dikarenakan adanya kehamilan ganda, kelainan pada

panggul dan kelainan bawaan dari selaput ketuban (Sepduwiana, 2014).

PROM didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum

waktunya atau sebelum ada tanda tanda melahirkan (Legawati & Riyanti,

2018). Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan kurang dari 37

minggu (preterm) atau kehamilan lebih dari 37 minggu (aterm) sehingga

bisa meningkatkan resiko infeksi pada janin dan ibu hamil (Rohmawati &

Fibriana, 2018).
Ketuban pecah sebelum waktunya bisa menjadi resiko pada seseorang

yang berumur kurang dari dua puluh tahun atau lebih dari 35 tahun, hal

ini bisa terjadi karena diusia kurang dari 20 tahun sistem reproduksi

wanita belum bisa berkembang dengan matang sehingga kondisi ibu

belum bisa menerima kehamilan dan persalinan dengan baik. sedangkan

diusia lebih dari 35 tahun sistem reproduksi wanita mulai berkurang

kemampuannya saat menerima kehamilan, sehingga lebih mudah terkena

komplikasi pasca melahirkan (Aprilla, 2018).

2. Etiologi

a. Infeksi

Infeksi yang terjadi pada neonatus masih menjadi masalah yang gawat

dinegara indonesia. Berikut adalah macam macam dari infeksi.

b. Karioamnionitis atau amnionitis

Merupakan sebuah keadaan dimana seorang perempuan hamil yang

karion atau amnion dari cairan ketubannya terkena infeksi dari

bakteri. Komplikasi paling serius bagi ibu dan janin adalah

kariomnionitis sehingga bisa menjadi sepsis jika berlanjut. Jaringan

viskoelastik merupakan bagian dari membran karioamnionitik.

Jaringan akan menipis dan rentan pecah apabila dipacu oleh persalinan

dan infeksi yang disebabkan oleh enzim kolagenolitik. Penyebab

amnionitis paling sering adalah grub B streptococcus mikroorganisme,

yang sering ditemukan pada cairan ketuban saat kehamilan kurang dari

37 minggu adalah lactobacilli, staphylococcus epidermis dan

bacteroides fragilis, bakteri ini bisa melepakan mediator inflamasi


sehingga menyebabkan kontraksi uterus, kemudian perubahan serviks

akan terjadi serta pecahnya selaput ketuban (Tahir, 2021).

c. Infeksi Genitalia

Vaginosis bakterial merupakan bakteri anaerob dengan flora normal

vagina ketika konsentrasinya tinggi akan menimbulkan infeksi.

Normal ph vagina adalah 3,8 - 4,5 ketika ph kurang atau lebih bisa

menyebabkan infeksi pada vagina. Resiko akibat infeksi genetalia

dapat mengakibatkan persalinan preterm, abortus, kematian pada janin,

ketuban pecah dini, pertumbuhan janin yang terhambat, endometrium

partum dan ketuban pecah dini serta endometrium post abortus (Tahir,

2021).

d. Trauma

Berhubungan seksual dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam

seminggu ketika hamil bisa menyebabkan trauma. Ada juga hal yang

menyebabkan trauma yaitu pemeriksaan dalam menggunakan jari

tangan yang dimasukan kevagina sehingga bisa menyebabkan

ketuban pecah karena ada resiko masuknya infeksi kevagina yang

dapat merusak selaput ketuban sehingga membran ketuban mudah

rapuh.Yang terakhir adalah amniosintesis yaitu proses pengambilan

air ketuban dengan cara menusuk perabdominal langsung melewati

uterus ke rongga amnion kemudian memasukkan cairan amnion

tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan pada

janin. Prosedur ini bisa mengakibatkan selaput ketuban shock

sehingga selaputnya pecah secara spontan (Tahir, 2021).


e. Mengalami kontraksi serviks (servika inkompetensia)

Hal ini disebabkan karena ketidak mampuan serviks uteri untuk

mempertahankan kehamilan, hal yang berhubungan dengan kelainan

pada uterus adalah bikornis dan septum uterus. dari sebagian kasus ini

akibat dari trauma pembedahan yang dilakukan pada vagina, dilatasi

yang berlebihan saat terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik

(Tahir, 2021).

f. Kelainan letak (lintang atau sunsang)

Keadaan letak lintang disebabkan karena sudut maternal seperti

kehamilan ganda, tumor pada daerah pelvis , multipara dan panggul

sempit. Kelainan letak sunsang adalah akibat dari komplikasi yang

tidak terduga sebelumnya, sebab dari letak sunsang adanya plasenta

previa, penyebabnya adalah anensefalus, mikrosemia, hidrosefalus,

keadaan air ketuban (olighohidramnion dan polihidrammnion),

keadaan uterus (uterus akuatus), keadaan dinding abdomen, keadaan

kehamilan (kehamilan lebih dari satu), keadaan tali pusat (Tahir,

2021).

g. Meningkat secara berlebih tekanan intra uteri

Misalnya akibat meningkatnya air ketuban yang mendadak

(hidramnion akut) atau bisa juga terjadi secara perlahan lahan

(hidramnion krinis). polihidramnion adalah keadaan dimana

banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc (Tahir, 2021).

h. Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun


Umur adalah usia seseorang yang bisa dihitung dari hari terakhir ulang

tahun seseorang. Umur tidak bisa berkurang dan semakin

bertambahnya hari akan bertambah umur kita maka dari itu penyakit

dan komplikasi lain dapat ditemukan seiring berjalannya waktu.

Ketika seseorang berumur kurang dari dua puluh tahun sistem

reproduksinya belum bisa berkembang dengan baik dan sedangkan di

usia tiga puluh lima tahun sistem reproduksi wanita mulai berkurang

kemampuannya saat menerima kehamilan sehingga bisa menyebabkan

penyakit (Tahir, 2021).

3. Klasifikasi

Klasifikasi dari ketuban pecah dini menurut usia kehamilan :

a. Ketuban pecah dini dengan preterm (kurang dari 37 minggu)

Pecahnya ketuban yang terjadi pada kehamilan kurang dari tiga puluh

tujuh minggu, sehingga dapat mengakibatkan banyak komplikasi

misalnya afiksia, pertumbuhan retardasi janin, hipotermi, ikterik dan

infeksi (Carolin & Widiastuti, 2019).

b. Ketuban pecah dini dengan aterm (37 minggu - 40 minggu)

Pecahnya ketuban yang terjadi pada kehamilan lebih dari tiga puluh

tujuh minggu sampai empat puluh minggu dapat terjadi infeksi dan

komplikasi, penyebab dari ketuban pecah dini belum pasti tetapi ada

hubungannya dengan multipara, serviks inkompeten, selaput ketuban


menipis, disproporsi, hipermortilitas rahim yang sudah lama (Rahayu

& Sari, 2017).

Menurut Rahmatullah & Kurniawan (2019) klasifikasi ketuban pecah

menurut jumlah cairan :

a. Polihidramnion

Polihidramnion adalah kondisi dimana cairan air ketuban yang terlalu

banyak. Hal ini bisa disebabkan karena sedikitnya air ketuban yang

dikonsumsi janin ataupun produksi ketuban yang banyak bisa jadi

sedikit. Hal ini bisa terjadi pada penderita diabetes, kehamilan pada

janin yang memiliki gangguan sistem menelan, sistem pencernaan,

memiliki riwayat infeksi yang menyerang janin, memiliki riwayat

penyakit jantung. Hisramnion dapat menyebabkan overdistended dan

beresiko terjadinya persalinan primatur (Rahmatullah & Kurniawan,

2019).

b. Oligohidramnion

Oligohidramnion adalah kondisi dimana cairan ketuban yang terlalu

sedikit. Hal ini disebabkan karena sedikitnya produksi dari ketuban

atau bisa juga karena ketuban yang pecah dan merembes keluar dari

jalan lahir. Ketuban yang merembes disebabkan karena selaput yang

membungkus robek (Rahmatullah & Kurniawan, 2019).

4. Tanda dan gejala


Menurut dari Andalas (2019) tanda dan gejala dari ketuban pecah dini

yaitu :

a. Adanya riwayat keluar darah dari jalan lahir.

b. Terasa mules / kenceng kenceng.

c. Adanya air yang keluar dari jalan lahir.

d. Pasien mengeluh adanya nyeri tekan.

e. Mengeluh adanya keputihan dan gatal tetapi tidak berbau.

(Andalas et al., 2019)

Menurut dari Tahir (2021) tanda dan gejala yang sering muncul saat

terjadi ketuban pecah dini yaitu :

a. Rembesnya air ketuban melalui vagina.

b. Memiliki bau amis dan tidak seperti bau amoniak pada cairan vagina.

c. Nyeri diperut.

d. Detak jantung janin bertambah cepat.

5. Penatalaksanaan

Saat dirumah sakit lakukan penatalaksanaan sesuai dengan usia

kehamilan :

a. Lebih dari 34 minggu

Bila tidak ada kontraksi uterus bisa lakukan induksi persalinan

menggunakan oksitosin.

b. Kurang dari 24 minggu

1) Dengan melihat resiko ibu dan janin kemudian pertimbangkan apa


yang akan dilakukan.

2) Lakukan konseling dan terminasi pada klien, jika terjadi infeksi

korioamnionitis.

c. 24-33 minggu

1) Bila ada tanda tanda kematian janin, amnionitis, abrupsio plasenta

lakukan persalinan sesegera mungkin.

2) Memberikan obat deksametason 6 mg Injeksi Muscular tiap 12 jam

selama 48 jam atau memberikan betametason 12 mg Injeksi

Muscular tiap 24 jam selama 48 jam.

3) Untuk melihat bagaimana kondisi ibu dan janin, Lakukan

pemeriksaan serial.

4) Bayi yang lahir diusia 34 minggu atau usia kehamilan 32 minggu

hingga 33 minggu, dapat dilaksanaan pemeriksaan kematangan

paru paru jika sudah ada tanda tanda matang maka selanjutnya bisa

melakukan penatalaksanaan sesuaidengan fasilitas pelayanana pada

bayi preterm (cukup bulan) (Kemenkes RI, 2013).

6. Patofisiologi

Patofisiologi dari ketuban pecah dini yaitu apabila ada perubahan struktur,

jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen

berubah sehingga menyebabkan ketuban pecah. Pada awal kehamilan

ketuban masih sangat kuat, di kehamilan akhir ketuban mudah pecah

karena melemahnya selaput ketuban yang berhubungan dengan

pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakan janin. Infeksi adalah

salah satu akibat dari ketuban pecah dini, yang disebabkan karena adanya
patogen dari saluran genetalia yang disebut chlamidia trachomatis,

Neiseria gonorhoeae, groub B beta hemolytic streptococus dan

trichomonas vaginalis. paling sering ditemukan dalam cairan ketuban

adalah patogen ini. Dari patogen tersebut terjadi kontraksi uterus

yang disebabkan oleh lepasnya mediator inflamasi oleh patogen. Hal ini

bisa menyebabkan pecahnya selaput ketuban, perubahan dan pembukaan

pada serviks, selain ini ada juga peningkatan tekanan secara tiba tiba

sehingga membuat peningkatan tekanan intraamnioniotik dan refleks

mengejan yang sering terjadi pada kontraksi uterus preterm (kurang dari

tiga puluh tujuh minggu) ataupun anterm (lebih dari tiga puluh tujuh

minggu sampai empat puluh minggu). Ketidakseimbangan TMP dan

MMP atau peningkatan sitokin lokal dari respon kolnisasi mikroba juga

bisa disebabkan oleh lepasnya mediator inflamasi oleh patogen. Hal ini

bisa menyebabkan pecahnya selaput ketuban, perubahan dan pembukaan

pada serviks, selain ini ada juga peningkatan tekanan secara tiba tiba

sehingga membuat peningkatan tekanan intraamnioniotik dan refleks

mengejan yang sering terjadi pada kontraksi uterus preterm (kurang dari

tiga puluh tujuh minggu) ataupun anterm (lebih dari tiga puluh tujuh

minggu sampai empat puluh minggu).

3. Konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan KPD

1. Pengkajian
a. Identitas pasien

b. Kala 1

1) Keluhan : Kaji alasan pasien mendatangi rumah sakit. adakah

keluhan tentang adanya tanda tanda gejala memasuki persalinan

(Kartajini, 2016).

2) Pengkajian riwayat obstetrik : Kaji kembali hari perkiraan haid

terakhir (HPHT), usia kehamilan, taksir persalinan, penolong

persalinan yang dulu, riwayat nifas yang lalu, kondisi bayi saat

lajir, pemberian asi dan kontrasepsi, masalah setelah melahirkan

(Kartajini, 2016).

3) Pemeriksaan fisik

a) Periksa keadaan umum pasien.

b) Kaji tanda tanda inpartum misal adanya keluaran darah

bercampur lendir, kontraksi dengan intensitas dan frekuensi

meningkat yang dirasa sejak kapan, kapan keluar cairan dari

kemaluan dan bagaimana warnanya, berapakah jumlahnya,

jernih ataukah keruh.

c) Kaji TFU meliputi leopold 1,2,3 dan 4.

d) Kaji kontraksi uterus dengan melakukan pemeriksaan dalam.

e) Auskultasi DJJ (detak jantung janin). (Kartajini, 2016).

c. Kala 2

1) Periksa TTV dengan melihat jam berapa kala 2 lalu lakukan

evaluasi (dorongan meneran, vulva membuka, tekanan keanus, dan

perinium keluar)
2) Periksa kemajuan persalinan yang meliputi status selaput amnion,

warna air ketuban, penurunan presentasi kerongga panggul,

kontraksi, status portio dan pembukaan serviks.

3) Periksa detak janntung janin, gimana kondisi vesika urinaria

penuh atau kosong.

4) Respon sikap apakah ada cemas, kelelahan, nyeri, keinginan

mengedan.

5) Nilai APGAR bayi pada menit pertama saat bayi lahir.

(Kartajini, 2016).

d. Kala 3

1) Kaji kontraksi.

2) Kaji perilaku nyeri.

3) Kaji tanda tanda vital.

4) Tingkat kelelahan.

5) Keinginan untuk bonding attachment.

6) Inisiasi menyusu dini (IMD).

7) Kaji waktu pengeluaran plasenta.

8) Kondisi selaput amnion.

9) Kotiledon sudah lengkap atau belum.

(Kartajini, 2016).

e. Kala 4

Dikaji selama dua jam sekali setelah keluarnya plasenta, monitoring

ibu setiap 15 menit sekali di jam pertama, 30 menit dijam kedua


dengan indikasi tekanan darah, kontraksi, nadi, jumlah pendarahan

pervagina, intake cairan dan kondisi vesika urinaria (Kartajini, 2016).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).

b. Ansietas b.d krisis situasional (D.0080).

c. Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

(D.0142).

(Tim pokja SDKI DPP PPNI


3. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN DISTOSIA BAHU
A. Konsep Distosia Bahu

1. Pengertian

Distosia bahu adalah suatu keadaan di perlukannya tambahan manuver obsterik

oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil

untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala

lahir bahu tidak dapat di lahirkan dengan car pertolongan biasa dan tidak di

dapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3

% dari selurh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu di

definiskan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi

lebih dari 60 detik, maka insidennya menjadi 11%.

Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala di lahirkan maka bahu

memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posserior memasuki panggul lebih

dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan paksi luar, bahu posterior

berada di cekungan tulang atau sekitar spina iskhiadika dan memberikan ruang

yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang

pubis atau berotasi dari fenomena obturator. Apabila bahu berada dalam posisi

antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior

dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam

keadaan demikian kepala yang sudah di lahirkan akan tidak dapat melakukan

putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu

posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).


2. Etiologi

Distosia bahu terutama di sebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu

untuk “melipat” ke dalam panggul (misal: pada makrosomia) di sebabkan oleh

fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan

kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan

lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami

pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

Faktor resiko distosia bahu:

a. Ibu dengan diabetes, 7% insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan

diabetes gestasional (Keller, dkk). Terutama pada diabetes kehamilan atau

diabetes tipe A, karena kemungkinan makrosomia. Pada bayi ini mempunyai

resiko lingkar bahu-kepala lebih besar dari pada ibu non diabetes walaupun

memiliki berat lahir yang sama.

b. Janin besar (makrosomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan

berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kekahian

distosia bahu memiliki berat >4000 gram.

c. Lewat waktu, karena bayi terus tumbuh dan menjadi lebih besar seiring

peningkatan makrosomia antara minggu ke 40 dan ke 42 minggu. Terdapat

rasio lingkar bahu kepala yang lebih besar sejalan pertumbuhan diameter

diparietal yang lambat, tetapi tidak pada diameter bahu dan dada.

d. Riwayat obstetri atau persalinan dengan bayi besar.

e. Ibu dengan obesitas

f. Multiparitas

g. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia

bahu, terdapat kasusu distosia bahu rekuen pada 5 (12%) di anatara 42 wanita

(Smith, dkk)
h. Cephalopelvic disproportion (bentuk pelvic yang memperpendek diameter

anterior posterior dan atau deformitas pelvis misalnya akibat kecelakaan atau

riketsia)

i. Fase aktif yang tidak tentu pada kala I, pada fase ini pasien hanya mengalami

sedikit kemajuan. Hal ini dapat mengindikasikan disproporsi sefalopelvic,

yang dalam persalinan hal ini dapat menjadi tanda bahwa distosia bahu akan

terjadi.

j. Kala II persalinan yang memanjang, termasuk penurunan kepala yang lambat

dan kegagalan kepala untuk turun tercermin dalam deep transverse arrest.

k. Ada indikasi perlu rotsi midpelvis dan atau kelahiran dengan forcep atau

vakum ekstraktor

3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis dari distosia bahu pada ibu, yakni:

a. Panggul yang tampak sempit

b. Usia

c. Nyeri pada panggul

Gejala Klinis dari distosia bahu pada janin, yakni:

a. Adanya kelainan yang terdapat pada janin

b. Bayi besar >3500 gram

c. Bayi melakukan putaran paksi luar

4. Patofisiologi

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan

kepala berada pada sumbu normal dengan tulang dengan tulang belakang bahu
umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.

Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada

di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan

sumbu miring dan tetap berada pada posisi depan terhadap sinfisis sehingga bahu

tidak bisa lahir mengikuti kepala.

5. Komplikasi

Komplikasi maternal:

a. Perdarahan pasca pesalinan

b. Fistula Ractovaginal

c. Simfisiolisis atau diatheis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”

d. Robekan perineum derajat III atau IV

e. Rupture uteri

Komplikasi Fetal :

a. Brachial plexus palsy

b. Fraktura clavicle

c. Kematian janin

d. Hipoksia janin

e. Fraktur humerus

6. Penatalaksanaan

a. Tetap tenang. Anda tahu apa yang harus di lakukan dan akan menangani

situasi ini dengan efektif. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi

distosia bahu sangat di perlukan.

b. Bersikap relax. Hal ini akan mengkondisikan penolong untuk berkonsentrasi

dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif


c. Memanggil dokter. Bila bidan/perawat masih terus meolong sampai bayi ini

lahir sebelum dokter datang, maka dokter akan menangani perdarahan yang

mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi.

d. Siapkan perlatan resusitasi

e. Menyiapkan perlatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan

f. Beritahu ibu prosedur yang akan di lakukan

g. Atur posisi Mc. Robert

Teknik ini di temukan pertama kali oleh Gonik dkk, tahun 1963 dan

selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkan di University of Texas di

Housten, Manauver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan

melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini

dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis ke arah kepala

maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak

berubah, rotasi cephalas panggul cenderung untuk menyebabkan bahu depan

yang terhimpit.

h. Cek posisi bahu, ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi diameter

oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari tangan di

letakan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya pada punggung

janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati karena tindakan ini dapat

menyebabkan kerusakan pleksus syaraf brachialis.

i. Meminta pendampingan persalinan untuk menekan daera suprapubik untuk

menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam melaksanakan

tarikan ke bawah karena dapat menimbulkan kerusakan pleksus syaraf

brachialis. Cara menekan daerah supra pubik dengan cara kedua tangan saling

menumpuk di letakkan di atasa simpisi. Selanjutnya di tekan ke arah luar

bawah perut.
j. Bila persalinan belum di lahirkan, istirahat sebentar (sekitar 40-45 detik) agar

anda lebih memahami situasi, mendapat kesempatan, dan sedikit ruang untuk

melahirkan bahu: kosongkan kandung kemih karena dapat mengganggu

turunnya bahu, pastikan untuk melakukan atau memperluas episitomi, dan

melakukan VT untuk mencari kemungkinan adanya penyebab lain distosia

bahu. Tangan di usahakan memeriksa kemungkinan: Tali pusat pendek,

bertambah besarnya janin pada daerah thirak dan abdomen oleh karena tumor,

lingkaran bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptre uteri., locked twins

dan conjoined twins.

k. Mencoba kembali melahirkan bahu seperti langkah-langkah di atas bila

distosia bahu ringan-sedang, janin akan dapat di lahirkan

l. Manauver Woods (“Wood crock screw maneuver”)

Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol

(corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prisnsip skrup wood. Lakukan

pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum jam,

kemudian di putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu depan

berlawanan arah dengan jarum jam putar 180o. lakukan gerakan pemutaran

paling sedikit 4 kali, kemudia melahirkan bahu dengan menekan kepada ke

arah luar belakang di sertai dengan penekanan daerah supra pubik.

m. Manuver Rubin

Terdiri dari 2 langkah:

1) Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan

tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka di lakukan langkah

berikutnya.

2) Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk di jangkau dan

kemudian di tekan ke depan ke arah dada anak. Tindakan ini untuk


melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil

dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.

Manuver Rubin II

1) Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah

2) Bahu anak yang paling mudah di jangkau di dorong ke arah dada anak

sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior terjepit.

n. Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janinseperti langkah

12-13.

o. Melahirkan bahu belakang

1) Operator memasukan tangan ke dalam vagina menyusuri humerus

posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas di

depan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku.

2) Tangan janin dan lengan di luruskan melalui wajah janin

3) Lengan posterior di lahirkan

p. Kleidotomi: pemahatan klavikula di lakukan engan menenkan klavikula

anterior ke arah SP.

q. Manuver Zavanelli

Manuver zavanelli: mengembalikan kepala ke alam jalan lahir dan anak di

lahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau

posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi. Membuat kepala anak

menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala ke dalam vagina.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Distosia Bahu

1. Pengkajian

a. Identitas pasien
b. Kala 1

1) Keluhan : Kaji alasan pasien mendatangi rumah sakit. adakah keluhan

tentang adanya tanda tanda gejala memasuki persalinan (Kartajini, 2016).

2) Pengkajian riwayat obstetrik : Kaji kembali hari perkiraan haid terakhir

(HPHT), usia kehamilan, taksir persalinan, penolong persalinan yang

dulu, riwayat nifas yang lalu, kondisi bayi saat lajir, pemberian asi dan

kontrasepsi, masalah setelah melahirkan (Kartajini, 2016).

3) Pemeriksaan fisik

f) Periksa keadaan umum pasien.

g) Kaji tanda tanda inpartum misal adanya keluaran darah bercampur

lendir, kontraksi dengan intensitas dan frekuensi meningkat yang

dirasa sejak kapan, kapan keluar cairan dari kemaluan dan bagaimana

warnanya, berapakah jumlahnya, jernih ataukah keruh.

h) Kaji TFU meliputi leopold 1,2,3 dan 4.

i) Kaji kontraksi uterus dengan melakukan pemeriksaan dalam.

j) Auskultasi DJJ (detak jantung janin). (Kartajini, 2016).

c. Kala 2

1) Periksa TTV dengan melihat jam berapa kala 2 lalu lakukan evaluasi

(dorongan meneran, vulva membuka, tekanan keanus, dan perinium

keluar)

2) Periksa kemajuan persalinan yang meliputi status selaput amnion, warna

air ketuban, penurunan presentasi kerongga panggul, kontraksi, status

portio dan pembukaan serviks.

3) Periksa detak janntung janin, gimana kondisi vesika urinaria penuh atau

kosong.
4) Respon sikap apakah ada cemas, kelelahan, nyeri, keinginan mengedan.

5) Nilai APGAR bayi pada menit pertama saat bayi lahir.

(Kartajini, 2016).

d. Kala 3

1) Kaji kontraksi.

2) Kaji perilaku nyeri.

3) Kaji tanda tanda vital.

4) Tingkat kelelahan.

5) Keinginan untuk bonding attachment.

6) Inisiasi menyusu dini (IMD).

7) Kaji waktu pengeluaran plasenta.

8) Kondisi selaput amnion.

9) Kotiledon sudah lengkap atau belum.

(Kartajini, 2016).

e. Kala 4

Dikaji selama dua jam sekali setelah keluarnya plasenta, monitoring ibu

setiap 15 menit sekali di jam pertama, 30 menit dijam kedua dengan indikasi

tekanan darah, kontraksi, nadi, jumlah pendarahan pervagina, intake cairan

dan kondisi vesika urinaria (Kartajini, 2016).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut

b. Resiko perdarahan
c. Resiko cedera janin

d. Resiko cedera maternal (Ibu)

4.ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN PROLAPS TALI PUSAT

A. Konsep Dasar Prolaps Tali Pusat

1. Pengertian

Prolaps tali pusat adalah suatu keadaan dimana tali pusat atau umbilical

cord berada diantara bagian fetus terbawah dan serviks. Kondisi ini

merupakan kegawat daruratan obstetrik. Prolaps tali pusat dibagi menjadi dua,

yaitu overt prolapse dan occult prolapse. Tali pusat menumbung atau overt

prolaps adalah tali pusat yang melewati bagian fetus dan keluar dari serviks

sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan spekulum karena membran amnion

sudah pecah. Sedangkan occult prolaps atau tali pusat terkemuka adalah

kondisi tali pusat berada di sisi fetus tetapi tidak terlihat keluar serviks karena

membran amnion masih intak.

2. Etiologi

Etiologi prolaps tali pusat disebabkan oleh kondisi kehamilan yang

menyebabkan kegagalan fetus engage pada pelvis, atau dapat pula disebabkan

kelainan pada tali pusat, seperti true knots, sedikitnya gel Wharton atau satu

arteri umbilikal. Namun, teori mengenai kelainan tali pusat tidak saling

mendukung, sehingga keterlibatan tali pusat sebagai etiologi prolaps tali pusat

masih tidak jelas.

Tali pusat normalnya terdiri dari 2 arteri dan 1 vena, bisa hanya terdiri dari 1

arteri umbilikal pada 1% kehamilan tunggal dan 5% kehamilan kembar. Satu

arteri umbilikal meningkatkan risiko untuk kelainan pada fetus, seperti

kelainan kardiovaskular, defek gastrointestinal, atresia esofagus, defek renal,


sindrom multiple anomali, dan bayi lahir kecil dari usia kehamilan. Kelainan

pada fetus ini merupakan risiko untuk terjadinya prolaps tali pusat. Selain itu,

tali pusat yang tipis, tidak melingkar, memiliki sedikit gel Wharton, dan tidak

kaku berisiko lebih tinggi untuk menjadi prolaps pada saat ketuban pecah.

3. Patofisiologi

Patofisiologi prolaps tali pusat adalah karena kegagalan fetus engaged di

pelvis, sehingga terdapat ruang kosong yang mengakibatkan tali pusat turun

melewati fetus ketika ketuban pecah. Kantong amnion memiliki tekanan yang

lebih besar daripada lingkungan luar, sehingga ketika ketuban pecah, cairan

terdorong keluar oleh gravitasi. Oleh karena itu, tindakan amniotomi tidak

boleh dilakukan ketika bagian terbawah fetus belum melekat pada pelvis.

Tali pusat yang prolaps akan tertekan antara fetus dengan dinding pelvis atau

serviks, yang menyebabkan kompresi arteri umbilikal. Selain itu, akan terjadi

pula vasospasme pada arteri umbilikal karena temperatur yang rendah di

vagina. Oleh karena 50% sirkulasi fetus berasal dari arteri umbilikal, maka

prolaps tali pusat akan mengakibatkan perubahan pada kardiovaskular fetus,

bahkan asfiksia total akut yang ditandai denyut jantung fetus berkurang atau

bradikardia. Kegagalan mekanisme autoregulasi otak juga menyebabkan

hipotensi dan bradikardi pada fetus, sehingga aliran darah ke otak berkurang

dan dapat menyebabkan manifestasi neurologi jangka panjang. Hal ini

menunjukkan bahwa prolaps tali pusat merupakan “all or none event” untuk

janin.
4. Faktor Resiko

Prolaps tali pusat sering terjadi pada kehamilan atau persalinan dengan faktor

risiko sebagai berikut :

a. Malpresentasi, kehamilan dengan malpresentasi menyebabkan prolaps tali

pusat sebesar 50,6%, yaitu 40 dari 79 pasien prolaps tali pusat

b. Prematur dan berat badan lahir rendah, persalinan prematur <37 minggu

umumnya disertai dengan bayi kecil <2,5 kg, sehingga bagian terbawah

fetus sering tidak terfiksasi pada pelvis dan berisiko prolaps tali pusat

c. Multiparitas, berdasarkan penelitian risiko prolaps tali pusat meningkat

sebesar 54% setelah 3 kali persalinan, dan 67% setelah 4 persalinan

d. Multipel gestasi atau kehamilan kembar, dimana presentasi vertex-vertex

memiliki risiko prolaps tali pusat pada anak kedua sebesar 35%

e. Polihidramnion atau cairan amnion yang berlebih

menyebabkan station persalinan lebih tinggi, sehingga meningkatkan

kejadian tali pusat hingga 10 kali

f. Ketuban pecah dini atau ketuban pecah spontan, 57% kasus prolaps tali

pusat terjadi kira-kira 5 menit setelah ketuban pecah, 67% kasus terjadi

setelah 1 jam, dan 5% kasus setelah 24 jam

g. Kelainan kongenital pada fetus

h. Jenis kelamin fetus laki-laki: berdasarkan penelitian jenis kelamin laki-laki

memiliki risiko 1,26 kali lebih besar untuk prolaps tali pusat. Studi

menunjukkan bahwa laki-laki berhubungan dengan kelahiran preterm

i. Usia ibu hamil lebih dari 35 tahun

Prolaps tali pusat iatrogenik dapat terjadi pada +47%, beberapa tindakan medis

yang berisiko prolaps tali pusat adalah :

a. Amniotomy dengan fetus letak tinggi


b. External cephalic version

c. Internal podalic version

d. Induksi persalinan dengan kateter transcervical

e. Amnioinfusion

f. Pemasangan elektroda pada kepala fetus

g. Menggunakan balloon untuk mematangkan serviks

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Prolaps Tali Pusat

C. Pengkajian
D. a. Identitas klien
E. b. Riwayat kehamilan (GPA)
F. c. Pemeriksaan umum : kesadaran, tanda vital, keadaan umum.
G. d. Pemeriksaan khusus :
H. 1) Abdomen :
I. o Inspeksi : Ada striae dan linea atau tidak, ada bekas luka operasi atau tidak.
J. o Palpasi : Tinggi fundus uteri, pemeriksaan leupold.
K. o Auskultasi : DJJ normal tidak.
L. o Vulva : Kebersihan vulva, fluor albus ada atau tidak.
M. o Ekstremitas : ada varises atau tidak, edema ada atau tidak.
N. o Pemeriksaan vaginal toucher
O. o Teraba tali pusat pada daerah ostium uterus
1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

b. Riwayat Kehamilan

c. Pemeriksaan umum : kesadaran, tanda vital, keadaan umum

d. Pemeriksaan khusus :

1) Abdomen

a) Inspeksi : ada stirae dan linea apa tidak, ada bekas luka operasi apa

tidak.

b) Palpasi : pemeriksaan tinggi fundus uteri, pemeriksaan leopold

c) Auskultasi : DJJ normal atau tidak

d) Vulva : kebersihan vulva


e) Ekstremitas : ada varises atau tidak, ada edema atau tidak

f) Pemeriksaan vaginal toucher

g) Teraba tali pusat pada ostium uterus

e. Sirkulasi : tekanan darah ibu meningkat, dapat terjadi hipoksia pada janin

karena kurangnya sirkulasi dari ibu ke tali pusat

f. Keamanan : pemeriksaan vagina dilakukan untuk menentukan posisi dari

tali pusat, kaji adaya kelainan pada jalan lahir seperti panggul yang sempit,

letak lintang, letak sunsang, dan lain sebagainya.

P. c. Resiko cedera terhadap janin berhubungan dengan hipoksia janin dan


abnormalitas pelvis
Q. ibu.
R. d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
S. e. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan komplikasi persalin
2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke plasenta atau

melalui tali pusat (prolaps).

b. Cemas b/d situasi, keadaan ibu dan janin

c. Resiko cidera terhadap janin b/d hipoksia janin

d. Resiko infeksi b/d prosedur invasif

e. Koping individu tidak efektif b/d komplikasi persalinan

5. KONSEP DASAR ABORTUS

A. Pengertian

Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu

hidup di luar kandungan dengan berat badan sekitar 500 atau gram kurang dari

1000 gram, terhentinya proses kehamilan sebelum usia kehamilan kurang dari 28

minggu (Manuaba, 2010).


Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun, spontan maupun

buatan, sebelum janin mampu bertahan hidup dengan batasan berdasar umur

kehamilan dan berat badan (Handono, 2009).

B. Klasifikasi Abortus

Berdasarkan pelaksananya dibagi menjadi :

1. Keguguran terapeutik (abortus therapeuticus)

Abortus terapeutik adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah

sebelum janin mampu hidup (viabel) dan hampir 60% abortus terapeutik

dilakukan sebelum usia gestasi 8 minggu, dan 88% sebelum minggu ke-12

kehamilan (Handono, 2009).

2. Keguguran buatan illegal (abortus provocatus criminalis

Berdasarkan kejadian dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Abortus buatan

Merupakan tindakan abortus yang sengaja dilakukan sehingga kehamilan

dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi dapat dilakukan

berdasarkan :

a. Indikasi medis

Menghilangkan kehamilan atas indikasi ibu untuk dapat menyelamatkan

jiwanya. Indikasi medis tersebut di antaranya penyakit jantung, ginjal atau

hati yang berat, gangguan jiwa ibu dengan dijumpai kelainan bawaan berat
dengan pemeriksaan ultrasonografi dan gangguan pertumbuhan

perkembangan dalam rahim.

b. Indikasi sosial

Pengguguran kandungan dilakukan atas dasar aspek sosial seperti

menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak

kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil, kehamilan yang tidak

diinginkan (Manuaba, 2010).

2. Abortus spontan

Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan

uterus (Handono, 2009). Penghentian kehamilan sebelum umur 20 minggu

kehamilan lengkap dengan berat janin mati kurang lebih 500 gram. Usia

kehamilan dapat mempengaruhi kejadian abortus spontan dimana sekitar 75%

abortus terjadi sebelum usia 16 minggu dan kira-kira 60% terjadi sebelum 12

minggu. Paling sedikit 80% dari seluruh kehamilan berakhir secara spontan

sebelum wanita yang bersangkutan atau tenaga kesehatan menyadari adanya

kehamilan (Benson dan Pernoll, 2009).

Berdasarkan gambaran klinis, abortus spontan dibagi menjadi :

a. Keguguran mengancam (abortus imminens)

Perdarahan intrauterine pada umur kurang dari 20 minggu kehamilan

lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa dilatasi serviks dan

tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pemeriksaan dengan ultrasonografi

harus diperlihatkan adanya janin yang menunjukkan tanda-tanda

kehidupan misalnya adanya denyut jantung atau gerakan janin. Pada

abortus imminens ini hasil kehamilan yang belum viabel berada dalam

bahaya tetapi kehamilan terus berlanjut (Benson dan Pernoll, 2009).

b. Keguguran tak terhalangi (abortus insipiens)


Merupakan perdarahan intrauterine sebelum kehamilan lengkap 20

minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil

konsepsi. Pada abortus insipiens, kemungkinan terjadi pengeluaran

sebagian atau seluruh hasilkonsepsi dengan cepat. Dapat dianggap abortus

insipiens jika ada dua atau lebih tanda-tanda berikut :

1) Penipisan serviks derajat sedang

2) Dilatasi serviks kurang dari 3 cm

3) Pecah selaput ketuban

4) Perdarahan lebih dari 7 hari

5) Kram menetap meskipun diberikan analgesik

6) Tanda-tanda penghentian kehamilan (misalnya, ada mistalgia).

c. Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus)

Abortus yang terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta

biasanya keluar bersama-sama. Bila kehamilan lebih besar akan terjadi

sisa kehamilan. Perdarahan pervaginam adalah gejala awal, bila jaringan

plasenta tertahan perlu dilakukan tindakan digital atau kuretase. Bila

terjadi perdarahan masif dapat terjadi syok hipovolemik (Handono, 2009).

d. Keguguran lengkap (abortus kompletus)

Pengeluaran semua hasil konsepsi dengan umur kurang dari 20 minggu

kehamilan lengkap. Seluruh hasil konsepsi sudah keluar dan rasa sakit

berhenti tetapi perdarahan bercak akan menetap selama beberapa hari.

e. Keguguran berulang (abortus habitualis)

Abortus spontan yang terjadi berturut-turut sebanyak tiga kali atau lebih

tanpa diketahui sebab yang jelas. Penyebab terjadinya abortus habitualis

berkaitan dengan penyebab umum seperti faktor genetik, faktor hormonal,

faktor plasenta, dan faktor infeksi. Dan dugaan penyebab khusus yaitu
adanya serviks yang inkompeten dan terdapat reaksi immunologis

(Manuaba, 2010).

f. Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiosa)

Akibat tindakan abortus provokatus kriminalis oleh tenaga yang tidak

terlatih atau dukun. Sebagian besar dalam bentuk tidak lengkap dan

dilakukan dengan cara tidak legeartis. Keguguran dengan infeksi

memerlukan tindakan medis khusus (Manuaba, 2010).

g. Keguguran tertunda (missed abortion)

Terhentinya proses kehamilan muda pada embrio atau janin berumur

kurang dari 20 minggu tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama

lebih dari 6-8 minggu. Rasa sakit dan nyeri tekan tidak dirasakan oleh ibu

hamil, serviks agak kaku dan sedikit terbuka, uterus mengecil dan

melunak secara irregular. Komplikasi dapat terjadi pada missed abortus

seperti gangguan pembekuan darah karena intravaskuler koagulasi yang

diikuti hemolisis sehingga terjadinya penurunan fibrinogen sampai bahaya

perdarahan spontan.

h. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Kehamilan yang patologi dimana mudigah dan kantong kuning telur tidak

terbentuk sejak awal kehamilan namun kantong gestasi tetap terbentuk.

Kelainan ini merupakan kehamilan yang dapat berkembang walaupun

tidak ada janin di dalamnya. Pada usia kehamilan 14-16 minggu terjadi

abortus spontan

C. Patofisiologi Abortus
Rahmani (2014) mengemukakan bahwa pada permulaan abortus terjadi

perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan disekitarnya.

Hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing

dalam uterus. Hal ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan hasil

konsepsi. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya

dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara

mendalam. Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua

lebih dalam, sehingga plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat

menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu

umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah, janin disusul

beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang terbentuk lengkap.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada yang

hanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk

yang jelas (blighted ovum) dan ada yang berupa janin lahir mati. Mudigah yang

mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat maka dapat diliputi oleh lapisan

bekuan darah dan isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola

karnosa apabila pigmen darah telah diserap sehingga semuanya tampak seperti

daging. Bentuk lain adalah mola tuberose dalam hal ini tampak berbenjol-benjol

karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses

mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh

sebab diserap, maka menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih

lanjut menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan lain

pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi yaitu kulit
terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan

seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

D. Faktor Penyebab Abortus

Penyebab abortus disebabkan oleh berbagai faktor baik dari faktor janin, faktor

ibu, dan faktor ayah.

1. Faktor janin

Faktor janin merupakan penyebab yang sering terjadi pada abortus spontan.

Kelainan yang menyebabkan abortus spontan tersebut yaitu kelainan telur

(blighted ovum), kerusakan embrio dengan adanya kelainan kromosom, dan

abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas) (Rahmani, 2014).

2. Faktor ibu

Faktor yang menyebabkan abortus terbagi menjadi faktor internal dan faktor

eksternal, yaitu :

a. Faktor Internal

1) Usia : Berdasarkan teori Prawirohardjo (2008) pada kehamilan usia

muda keadaan ibu masih labil dan belum siap mental untuk menerima

kehamilannya. Akibatnya, selain tidak ada persiapan, kehamilannya

tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini menyebabkan ibu menjadi

stress. Akan meningkatkan resiko terjadinya abortus. Kejadian abortus

berdasarkan usia 42,9% terjadi pada kelompok usia di atas 35 tahun,

kemudian diikuti usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25


sampai dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35 tahun

secara medik merupakan usia yang rawan untuk kehamilan. selain itu,

ibu cenderung memberi perhatian yang kurang terhadap kehamilannya

dikarenakan sudah mengalami kehamilan lebih dari sekali dan tidak

bermasalah pada kehamilan sebelumnya.

Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) dalam Prawirohardjo (2008)

pada usia 35 tahun atau lebih, kesehatan ibu sudah menurun.

Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih

besar untuk mempunyai anak prematur, persalinan lama, perdarahan,

dan abortus. Abortus spontan yang secara klinis terdeteksi meningkat

dari 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada

wanita berusia lebih dari 40 tahun.

2) Paritas

Pada kehamilan, rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu

sering melahirkan, rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah

melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu diwaspadai adanya gangguan

pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko abortus spontan

meningkat seiring dengan paritas ibu.

3) Jarak kehamilan

Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun,

rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam

keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan

janin kurang baik, mengalami persalinan yang lama, atau perdarahan

(abortus). Insidensi abortus pada wanita yang hamil dalam 3 bulan

setelah melahirkan aterm.


4) Riwayat abortus sebelumnya

Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus

merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya

sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1

kali abortus pasangan punya risiko 15% untuk mengalami keguguran

lagi, sedangkan bila pernah 2 kali maka risikonya akan meningkat

25%. Beberapa studi menyatakan risiko abortus setelah 3 kali abortus

berurutan adalah 30-45%.

5) Faktor genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip

embrio yang merupakan kelainan sitogenik berupa aneuploidi yang

disebabkan oleh kejadian sporadis dari fertilitas abnormal. Sebagian

dari kejadian abortus pada trimester pertama berupa trisomi autosom

yang timbul selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip

normal. Insiden trisomi ini dapat meningkat dengan bertambahnya usia

dimana risiko ibu terkena aneuploidi diatas 35 tahun. Selain dari

struktur kromosom atau gen abnormal, gangguan jaringan konektif

lainnya misalnya Sindroma Marfan dan ibu dengan sickle cell anemia

berisiko tinggi mengalami abortus (Prawirohardjo, 2008).

6) Faktor anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi

obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, dan malpresentasi

janin. Kelainan anatomik uterus lainnya seperti septum uterus dan

uterus bikornis. Mioma uteri dapat menyebabkan infertilitas maupun

abortus berulang dan Sindroma Asherman juga dapat menyebabkan


gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan

endometrium.

7) Faktor immunologis

Dalam faktor immunologis ada dua jenis faktor yang mempengaruhi

terjadinya abortus khususnya pada kejadian abortus berulang. Faktor

dengan penyebab autoimun yaitu antibodi dengan fosfolipid bermuatan

negatif yang terdeteksi sebagai antikoagulan lupus dan antibodi

antifosfolipid yang banyak terjadi pada abortus berulang.

Antikoagulan lupus yaitu imunoglobin yang mengganggu satu atau

lebih dari beberapa uji koagulasi dependen fosfolipid in vitro yang

biasanya untuk kriteria diagnostik penyakit lupus. Antibodi

antifosfolipid adalah antibodi yang didapat untuk ditujukan pada suatu

fosfolipid yang melibatkan trombosis dan infark plasenta.

8) Faktor infeksi

Penyakit yang diakibatkan oleh penularan virus atau bakteri yang

berdampak pada janin atau unit fetoplasenta seperti infeksi kronis

endometrium, amnionitis, infeksi organ genetalia, dan HIV (Human

immunodeficiency virus).

9) Faktor penyakit debilitas kronik

Penyakit kronik yang timbul saat atau sebelum kehamilan dapat

menyebabkan abortus seperti tuberkulosis, karsinomatosis, hipertensi

dan sindroma malabsorbsi.

10) Faktor hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi

yang baik pada sistem pengaturan hormon maternal. Sistem hormonal

ibu hamil yang perlu diperhatikan terutama setelah konsepsi yaitu


kadar progesteron, fase luteal dan kadar insulin. Kadar progesteron ibu

yang rendah dapat berisiko abortus karena progesteron berperan dalam

reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio.

11) Faktor hematologik

Pada kasus abortus berulang yang ditandai defek plasentasi dan adanya

mikroorganisme pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen

koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi

embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Penyakit trombofilia herediter

juga berpengaruh terhadap terjadinya abortus.

12) Serviks inkompeten

Merupakan kelainan yang ditandai adanya pembukaan serviks tanpa

rasa nyeri pada trimester kedua atau awal trimester tiga yang disertai

prolaps dan menggembungnya selaput ketuban dan ekspulsi janin

imatur. Riwayat trauma pada serviks saat adanya dilatasi atau pada

kuretase menjadi salah satu penyebab dari serviks inkompeten.

13) Cacat uterus

Destruksi endometrium luas akibat kuretase hal ini menyebabkan

amenore dan abortus berulang yang disebabkan oleh kurang memadai

endometrium untuk menunjang implantasi.

14) Gamet yang menua

Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa penuaan gamet di dalam

saluran genetalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan

kemungkinan abortus dan ibu yang berusia lebih dari 35 tahun

memperlihatkan peningkatan insidensi sindrom kantung amnion kecil.


15) Trauma fisik

Trauma yang dapat mengakibatkan abortus seperti trauma akibat suatu

benturan benda tumpul dalam kecelakaan, luka bakar, kekerasan dan

terkena senjata tajam yang mengakibatkan perdarahan pada saat

kehamilan.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor lingkungan dan pemakaian obat

Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan

kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya

adanya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau.

Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin

serta memacu neurotoksin dengan adanya gangguan pada sistem

sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin

berakibat terjadinya abortus. Kebiasaan minum alkohol dan yang

mengandung kafein secara berlebihan serta kegagalan efektivitas alat

kontrasepsi dalam rahim juga berisiko terhadap insiden abortus pada

kehamilan muda.

2) Faktor sosial budaya

Dalam teori Swasono (1997) tentang kehamilan terhadap konteks

budaya yang mengemukakan bahwa aspek kultural pada masyarakat

khususnya Suku Jawa terdapat masa krisis diantara tahapan-tahapan

kehidupan dimana suatu perpindahan dari suatu tahapan dianggap

cukup gawat atau membahayakan, oleh karena itu dilakukan suatu

upacara adat yang disebut crisis rites (upacara waktu krisis) dan rites

de passage (upacara peralihan). Masa kehamilan dianggap masa krisis

yang berbahaya sehingga terdapat upacara adat yang cukup rinci


seperti mitoni upacara atau selamatan usia tujuh bulan kehamilan

untuk menyambut dan menangkal bahaya yang dapat terjadi, dilakukan

pada kehamilan pertama seorang wanita yang juga berfungsi

memberikan ketenangan jiwa bagi calon ibu yang belum pernah

mengalami peristiwa melahirkan. Upacara adat lainnya yaitu procotan

yang bertujuan memudahkan bayi untuk lahir. Dan brokohan yaitu

upacara sesudah bayi dilahirkan dengan selamat.

3) Pendidikan

Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan bahwa

pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan

meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan

intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan cara berfikir baik

dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam membuat

kebijaksaanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan

yang rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program

kesehatan sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin

terjadi, meskipun sarana kesehatan telah tersedia namun belum tentu

mereka mau menggunakannya.

4) Status ekonomi (pendapatan)

Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan

keluarga, mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan

dan pemenuhan zat gizi. Hal ini pada akhirnya berpengaruh pada

kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian abortus. Selain itu,

pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses


pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya

abortus dapat terdeteksi.

5) Pekerjaan

Beberapa wanita yang sudah bekerja juga akan terhambat karirnya

ketika memilih untuk meneruskan kehamilannya. Kondisi pekerjaan

yang dilakukan oleh seorang wanita dapat juga setara dengan beban

kerja laki-laki baik dari jabatan ataupun jenis pekerjaannya ataupun

didukung dengan sosial ekonomi yang rendah sehingga wanita

berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.

6) Alkohol

Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun

hanya digunakan dalam jumlah sedang.

7) Merokok

Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus

spontan daripada wanita yang tidak merokok. Kemungkinan bahwa

risiko abortus spontan pada perokok, disebabkan wanita tersebut juga

minum alkohol saat hamil. Baba et al (2010) menyatakan bahwa

kebiasaan gaya hidup termasuk status merokok pada ibu dan suaminya

berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 1-19 batang perhari

dan lebih dari 20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami

abortus spontan yang lebih awal.

3. Faktor ayah

Tidak banyak yang diketahui tentang faktor ayah dalam terjadinya abortus

spontan. Translokasi kromosom pada sperma dapat menyebabkan abortus

dimana abnormalitas kromosom pada sperma berhubungan dengan abortus

(Carrel dkk 2003 dalam Handono 2009).


E. Komplikasi

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan

syok.

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatas dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.


2. Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan

teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan

tergantung dari luas dan bentuk perforasi dikerjakanlah penjahitan luka

perforasi atau histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh

orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya

luas dan mungkin pula terjadi perlukaan pada kandungan kemih dan usus.

Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus

segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah

ada perlukaan pada alat-alat lain, untuk selanjutnya mengambil tindakan-

tindakan seperlunya guna mengatasi keadaan.

a. Pola makan yang tidak sehat

2. Komplikasi

Menurut Mitayani (2012), komplikasi yang dialami bergantung pada derajat preeklamsia

yaitu antara lain:

a. Komplikasi pada ibu

1) Eklamsia

2) Solusio plasenta

3) Perdarahan subkapsula hepar

4) Kelainan pembekuan darah disseminated intravascular coagulation

(DIC).

5) Sindrom HELLP (hemolysis, elevated, liver, enzymes, dan low platelet

count)
6) Ablasio retina

7) Gagal jantung hingga shok dan kematian.

b. Komplikasi pada janin

1) Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus.

2) Premature

3) Asfiksia neonatorum.

4) Kematian janin dalam uterus.

3. Pencegahan

Pencegahan preeklamsia atau diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan

menurunkan angka kesakitan serta kematian (Sofian, 2012).


a. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali

tanda- tanda sedini mungkin (preeklamsia ringan), lalu diberikan

pengobatan yang cukup agar penyakit tidak menjadi lebih berat.

b. Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia jika ada

faktor- faktor predisposisi.

c. Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta

pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi

protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.

4. Penanganan Preeklamsia

Tujuan utama penanganan yaitu untuk mencegah terjadinya preeklamsia dan

eklamsia, hendaknya janin lahir hidup serta trauma pada janin seminimal mungkin

(Sofian, 2015
5. KONSEP DASAR SOLUSIO PLASENTA

A. Pengertian Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana

plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korfus)

terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Achadiat, 2004). Sinonim

dari solusio plasenta adalah Abrupsion plasenta.

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku

pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22

minggu atau berat janin diatas 500 gr. Proses solusio plasenta dimulai

dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan

hematoma retroplasenter (Saefuddin AB, 2006).

Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya

pada korpus uteri sebelum bayi lahir. Dapat terjadi pada setiap saat

dalam kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat sebagian (parsialis), atau

seluruhnya (totalis) atau hanya rupture pada tepinya (rupture sinus

marginalis) (dr.Handayo,dkk, 2010).


B. Etiologi

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan

jelas. Berikut merupakan faktor-faktor yang berpengrauh pada

kejadiannya, antara lain yaitu:


a. Hipertensi esensial atau pre eklampsi.

b. Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak atau

bebas.

c. Trauma abdomen seperti terjatuh tertelungkup, tendangan anak yang

sedang di gendong.

d. Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.

e. Uterus yang sangat kecil.

f. Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun)

g. Ketuban pecah sebelum waktunya.

h. Mioma uteri.

i. Defisiensi asam folat.

j. Merokok, alkohol, dan kokain.

k. Perdarahan retroplasenta.

l. Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.

m. Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada.

n. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gameli.

(Sarwono Prawirohardjo, 2009)


C. Klasifikasi

a. Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas

dari tempat perlengkatannya.

b. Solusio plasenta totalis (komplek) : bila seluruh plasenta sudah terlepas

dari tempat perlengketannya.

c. Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan

dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

d. Solusio plasenta dibagi menurut tingkat gejala klinik yaitu :

1. Kelas 0 : asimptomatik

Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan

hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta.

Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.

2. Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.

Solusio plasenta ringan yaitu rupture sinus marginalis atau

terlepasnya sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak

sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.

Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam- hitaman

dan sedikit sekali bahkan tidak ada, perut terasa agak sakit terus-

menerus agak tegang, tekanan darah dan denyut jantung maternal

normal, tidak ada koagulopati, dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal

distress.
3. Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus. Solusio

plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya

tetapi belum sampai dua pertiga luas permukaannya. Gejala : perdarahan

pervaginam yang berwarna kehitam- hitaman, perut mendadak sakit terus-

menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam

walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di

dalam, di dinding uterus teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga

bagian bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung

sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic,

terdapat fetal distress, dan hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).

4. Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.

Solusio plasenta berat, plasenta lebih dari dua pertiga

permukaannya, terjadinya sangat tiba-tiba biasanya ibu masuk syok

dan janinnya telah meninggal.

Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan

janin telah meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat

nyeri, perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan

keadaan syok ibu, perdarahan pervaginam mungkin belum sempat

terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah

dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150 mg/dl).


5. Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam

1) Solusio plasenta ringan : Perdarahan pervaginam <100 -200 cc

2) Solusio plasenta sedang : Perdarahan pervaginam > 200 cc,

hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan,

dapat terjadi fetal distress.

3) Solusio plasenta berat : Perdarahan pervaginam luas > 500 ml,

uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan

koagulopati.

6. Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam

1) Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed)

Terjadi perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah

kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau hanya

ringan.

2) Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)

Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan

hipertonus, sering terjadi fetal distress berat. Tipe ini sering

disebut perdarahan retroplasental.

3) Solusio plasenta tipe campuran (mixed)

Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam, uterus

tetanik
7. Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus

1) Solusio plasenta ringan

Plasenta yang kurang dari ¼ bagian plasenta yang terlepas.

Perdarahan kurang dari 250 ml.

2) Solusio plasenta sedang

Plasenta yang terlepas ¼ – ½ bagian. Perdarahan < 1000 ml,

uterus tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi

uteroplasenta.

3) Solusio plasenta berat

Plasenta yang terlepas > ½ bagian, perdarahan > 1000 ml,

terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok

maternal serta koagulopati.

D. Patofisiologi

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya

terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan

mendesak jaringan plasenta, perdarahan darah antara uterus dan plasenta

belum terganggu, dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru

diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan

pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-

hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang

telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi

menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan

bertambah besar, sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding

uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar

dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban

atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila

ektravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan

berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus couvelaire (perut terasa sangat

tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan

retroplasenter, maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah

ibu, sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan

menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen.

Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan

darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.

Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding

uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, akan terjadi anoksia

sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,

mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau juga akan mengakibatkan gawat

janin. Waktu sangat menentukan beratnya gangguan pembekuan darah, kelainan

ginjal, dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai

persalinan selesai, umumnya makin hebat komplikasinya.


Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar

antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks

hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang

darah tidak keluar, tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk

hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke

dalam atau perdarahan tersembunyi. Solusio plasenta dengan perdarahan

tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan

tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya

karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.

Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu, namun dapat

juga berasal dari anak.

E. Gejala

a. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana

terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak.

Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman

dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang

sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih

mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena

dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung.


b. Solusio plasenta sedang

Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3

luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti

solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala

sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan

perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit,

tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu

mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika

masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus

teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian

janin sukar untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar

didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah

terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta

berat.

c. Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya, terjadi sangat tiba-

tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah

meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.

Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,

terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.

Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan

pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.


F. Gambaran Klinik

Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat

ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Belum ada uji

coba yang khas untuk menentukan diagnosisnya. Gejala dan tanda klinisnya

yang klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna

tua keluar melalui vagina (80% kasus), rasa nyeri perut dan uterus tegang

terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak

menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan

prematur saja. Oleh karena itu, kewaspadaan atau kecurigaan yang tinggi

diperlukan dari pihak pemeriksa.

G. Komplikasi

Komplikasi bisa terjadi pada ibu maupun pada janin yang dikandungnya

dengan kriteria :

1. Komplikasi pada ibu

1. Perdarahan yang dapat menimbulkan : variasi turunnya tekanan darah

sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai keadaan penderita anemis

sampai syok, kesadaran bervariasi dari baik sampai syok.

2. Gangguan pembekuan darah : masuknya trombosit ke dalam sirkulasi

darah menyebabkan pembekuan darah intravaskuler dan diserti hemolisis,

terjadinya penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat

mengganggu pembekuan darah.

3. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat

menimbulkan produksi urin makin berkurang.


d. Perdarahan postpartum : pada solusio plasenta sedang sampai berat

terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga mengganggu

kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena atonia uteri,

kegagalan pembekuan darah menambah bertanya perdarahan.

e. Koagulopati konsumtif, DIC: solusio plasenta merupakan penyebab

koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.

1) Utero renal reflex

2) Ruptur uteri

2. Komplikasi pada janin

a. Asfiksia ringan sampai berat dan kematian janin, karena perdarahan

yang tertimbun dibelakang plasenta yang mengganggu sirkulasi dan

nutrisi kearah janin. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian

janin dalam rahim tergantung pada beberapa sebagian plasenta telah

lepas dari implantasinya di fundus uteri.

b. Kelainan susunan sistem saraf pusat

c. Retardasi pertumbuhan

d. Anemia

H. Penatalaksanaan

Tujuan utama pelaksanaan ibu dengan solusio plasenta, pada prinsipnya adalah

anak :

1. Mencegah kematian ibu

2. Menghentikan sumber perdarahan

3. Jika janin masih hidup, mempertahankan dan mengusahakan janin lahir

hidup
Prinsip utama penatalaksanaannya antara lain :

1. Pasien (ibu) dirawat dirumah sakit, istirahat baring dan mengukur

keseimbangan cairan

2. Optimalisasi keadaan umum pasien (ibu), dengan perbaikan :

memberikan infuse dan transfuse darah segar

3. Pemeriksaan laboratorium : hemoglobin, hematokrit, COT (Clot

Observation Test/test pembekuan darah), kadar fibrinogen plasma, urine

lengkap, fungsi ginjal

4. Pasien (ibu) gelisah diberikan obat analgetika

5. Terminasi kehamilan : persalinan segera, pervaginam atau section

caesaria. Yang tujuannya adalah untuk menyelamatkan nyawa janin

dan dengan lahirnya plasenta, berjutuan agar dapat menghentikan

perdarahan.

6. Bila terjadi gangguan pembekuan darah (COT >30 menit) diberikan

darah segar dalam jumlah besar dan bila perlu fibrinogen dengan

monitoring berkala pemeriksaan COT dan hemoglobin.

7. Untuk mengurangi tekanan intrauterine yang dapat menyebabkan

nekrosis ginjal (reflek utero ginjal) selaput ketuban segera dipecahkan


KONSEP DASAR PLASENTA PREVIA

A. Definisi Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri

internum (OUI). Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan

meluasnya segmen bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan

plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah

mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut

bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam

persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup

oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi

plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal

maupun masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu

pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan

antenatal maupun intranatal.

Gambar 1.1 Letak Plasenta


B. Etiologi Plasenta Previa

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui

dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah

segmen bawah rahim. Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan

endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang

baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada :

1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek

2. Mioma uteri

3. Kuretasi yang berulang

4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)

5. Bekas seksio sesaria

6. Riwayat abortus

7. Defek vaskularisasi pada desidua

8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.

9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya

10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai

kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan

hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20

batang/hari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh

menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan

mendekati atau menutupi ostoum uteri internum. Endometrium yang kurang baik

juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu
di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga

dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada eritroblastosis,

diabetes mellitus, atau kehamilan multipel.


C. Faktor Risiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian Plasenta Previa :

1. Multiparitas dan umur lanjut (≥ 35 tahun).

2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan

atrofik dan inflamatorotik.

3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,

Kuret,dll).

4. Chorion leave persisten.

5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima

hasil konsepsi.

6. Konsepsi dan nidasi terlambat.

7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.
D. Klasifikasi

Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan) :

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh

ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara

normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.

2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri

internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin

tetap tidak dilahirkan secara normal.

3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir

ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.

Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.

4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous

placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim

sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri

internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko

perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal

asal tetap berhati-hati.

Klasifikasi plasenta previa menurut Browne adalah:

1. Tingkat 1, Lateral plasenta previa: Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai

ke segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.

2. Tingkat 2, Marginal plasenta previa: Plasenta mencapai pinggir pembukaan

(Ostium).
3. Tingkat 3, Complete placenta previa: plasenta menutupi ostium waktu

tertutup dan tidak menutupi bila pembukaan hamper lengkap.

4. Tingkat 4, Central placenta previa: plasenta menutupi seluruh ostium pada

pembukaan hampir lengkap.

Menurut de Snoo, klasifikasi plasenta previa berdasarkan pembukaan 4 -5 cm

adalah:

1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta

menutupi seluruh ostium.

2. Plasenta previa lateralis; bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan

ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 :

a. Plasenta previa lateralis posterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium

bagian belakang.

b. Plasenta previa lateralis anterior; bila sebagian plasenta menutupi ostium

bagian depan.

c. Plasenta previa marginalis; bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium

yang ditutupi plasenta.

E. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin

juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta

akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari

jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian
dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka

plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat

pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks

mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang

terlepas.

Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal

yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan

segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan terjadi

(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan

diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi

dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh

darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna.

Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi

mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih

banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan

berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian

perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).

Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less).

Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal

dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian

terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau
letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai

persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada

perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan

dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke

atas.

Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat dengan ostium uteri internum,

maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan tidak membentuk hematom

retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan

tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi

koagulopati pada plasenta previa. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding

segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas,

akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi

plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa

sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta

dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.

Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya

elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan

kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga

karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri

lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.
F. Komplikasi

Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan

merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis

karena perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Bahaya plasenta previa adalah :

1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi secara

ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang

dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.

2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen

ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya

menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi

sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan

adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum

masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal

plasenta mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi

retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah

perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang

yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35%

pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila

telah seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat

potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu

harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya

pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim
ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.

Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali

dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim,

ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika

maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah

melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu

merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.

4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa

lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.

5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan

terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.

Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui

kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat

pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.

6. Solusio plasenta

7. Kematian maternal akibat perdarahan

8. Infeksi sepsis

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan penuh
konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi tersebut,
kerjakanlah latihan berikutl Anda dianjurkan untuk mencari dan mempelajari:
1. Bagaimana Askep pada masa intranatal dengan komplikasi
D. RANGKUMAN

Rahmani (2014) mengemukakan bahwa pada permulaan abortus terjadi perdarahan


dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan disekitarnya. Hasil konsepsi
terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Hal
ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan
antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga plasenta
tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah
ketuban pecah, janin disusul beberapa waktu kemudian oleh plasenta yang terbentuk
lengkap.

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada yang
hanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum) dan ada yang berupa janin lahir mati. Mudigah yang mati
tidak dikeluarkan dalam waktu singkat maka dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah
dan isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila
pigmen darah telah diserap sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain
adalah mola tuberose dalam hal ini tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma
antara amnion dan korion

E. EVALUASI

1. Jika ada seorang wanita datang ke Rumah Sakit dengan keluhan


perdarahan sudah
lebih dari 8 hari dan perasaan tidak nyaman pada daerah abdomen. Yang dapat
Anda kaji adalah ....
a. jumlah perdarahan
b. ada gumpalan darah
c. apakah mempengaruhi siklus menstruasi?
d. apakah ada nyeri?
2. Masalah keperawatan yang mungkin akan timbul pada wanita dengan perdarahan
yang sudah lebih dari 8 hari, antara lain ....
a. nyeri yang berhubungan dengan disfungsi menstruasi
b. gangguan citra diri berhubungan dengan disfungsi menstruasi
c. kecemasan berhubungan dengan ketidakpastian hasil terapi
d. gangguan aktivitas berhubungan dengan disfungsi menstruasi
3. Tindakan keperawatan yang diberikan pada wanita dengan perdarahan dan perasaan
tidak nyaman di daerah abdomen, antara lain adalah ....
a. kompres hangat pada daerah yang tidak nyaman
b. tidak melakukan aktivitas
c. dukungan keluarga
d. mengurangi makan
4. Perubahan pola seksual pada wanita dengan disfungsi menstruasi, disebabkan
antara
lain ....
a. efek terapi
b. tidak ada keinginan untuk melakukan hubungan seks
c. ketidak harmonisan hubungan dengan orang terdekat
d. motivasi ingin sembuh
5. Hasil yang diharapkan pada wanita dengan disfungsi menstruasi setelah mendapat
tindakan, antara lain ....
a. berhenti
b. nyeri hilang
c. kecemasan berkurang
d. dapat melakukan aktivitas
6. Apakah tanda dan gejala seorang wanita yang mengalami dismenore primer, antara
lain adalah ....
a. nyeri pinggang
b. berkeringat banyak
c. mual dan muntah
d. Kurang konsentrasi

7. Tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada wanita dengan dismenore, antara
lain adalah ....
a. mandi air hangat
b. distraksi
c. latihan fisik
d. tidak melakukan aktivitas
8. Respon psikologis seorang wanita yang mengalami sindrom pramentruasi , antara
lain adalah ....
a. nyeri kepala
b. depresi
c. nyeri payudara
d. panik
9. Intervensi keperawatan untuk mengurangi gangguan psikologis pada wanita yang
mengalami sindrom pramenstruasi, antara lain adalah ....
a. tidur yang cukup
b. makan banyak
c. distraksi
d. tidak melakukan aktivitas
10. Hasil yang diharapkan pada wanita yang mengalami endometriosis setelah
mendapatkan tindakan, adalah sebagai berikut ....
a. memahami penyebabnya
b. memahami program pengobatan yang akan dijalani
c. dapat beradaptasi dengan kondisinya
d, mengembangkan dirinya menjadi lebih berman
BAB XIII

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN KEGAWATDARURATAN

RUPTUR UTERI

A. PENDAHULUAN

Kegiatan belajar ini akan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada anda
tentang konsep pada masa intranatal dan pendidikan yang meliputi:
pengertian,jeni Setelah menyelesaikan kegiatan belajar ini diharapkan anda
memahami konsep pada masa intranatal secara umum yang penting dipahami oleh
setiap perawat dalam melaksanakan fungsi dan perannya sebagai perawat
maternitas dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan hak-hak klien sebagai
individu yang harus dilindungi. Setelah menyelesaikan kegiatan belajar,
diharapkan Anda dapat: Berdasarkan tujuan pembelajaran pada kegiatan belajar,
maka secara berurutan bahan kajian yang akan dipaparkan dimulai dengan konsep
dasar, dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan.

B. URAIAN MATERI
A. Konsep Dasar Ruptur Uteri

1. Pengertian

Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan

karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar

rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen. Ruptura

uteri masih sering dijumpai di Indonesia karena persalinan masih banyak didorong

oleh dukun. Dukun sebagian besar belum mengetahui mekanisme persalinan yang

benar, sehingga kemacetan proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada

fundus uteri dan dapat mempercepat terjadinya ruptura uteri.


Menurut Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau

diskontinuitas dinding rahim akibat dilampaunya daya regang mio metrium.

Robekan rahim (ruptura uteri) adalah pecahnya dinding rahim sehingga sebagian

besar janin telah terlempar ke dalam ruangan abdomen bersama dengan

plasentanya. Dalam keadaan demikian janin pasti telah meninggal, tetapi masih

dalam ruangan abdomen. Ruptura uteri yang mendadak masih dapat

menyelamatkan bayi hanya dalam waktu 10 menit

2. Klasifikasi

a. Menurut keadaan robek

1) Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) Ruptur uteri yang hanya dinding

uterus yang robek sedangkan lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh.

2) Ruptur uteri komplit (transperitoneal) Ruptur uteri yang selain dinding

uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat

berada di rongga perut.

b. Menurut kapan terjadinya:

1) Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum) Ruptur uteri

yang terjadi karena dinding uterus yang lemah yang dapat disebabkan oleh

bekas seksio sesaria, bekas enukleasi mioma uteri, bekas kuretase/plasenta

manual, sepsis post partum, dan hipoplasia uteri.

2) Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum) Ruptur uteri

pada dinding uterus baik, tapi bagian terbawah janin tidak maju/turun yang

dapat disebabkan oleh versi ekstrasi, ekstraksi forcep, ekstraksi bahu, dan

manual plasenta.
3. Etiologi

a. Ruptur uteri spontan (non violent) Ruptur uteri spontan pada uterus normal

dapat terjadi karena beberapa penyebab yang menyebabkan persalinan tidak

maju. Persalinan yang tidak maju ini dapat terjadi karena adanya rintangan

misalnya panggul sempit, hidrosefalus, makrosomia, janin dalam letak lintang,

presentasi bokong, hamil ganda dan tumor pada jalan lahir.

b. Ruptur uteri traumatika (violent) Faktor trauma pada uterus meliputi

kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan sebagai faktor trauma pada uterus berarti

tidak berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya trauma

pada abdomen. Tindakan berarti berhubungan dengan proses kehamilan dan

persalinan misalnya versi ekstrasi, ekstrasi forcep, alatalat embriotomi, manual

plasenta, dan ekspresi/dorongan.

c. Ruptur uteri jaringan parut Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus

minoris pada dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas

operasi pada uterus sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi,

histerktomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Seksio sesaria klasik empat

kali lebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut bekas seksio sesaria

profunda. Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus

yang merupakan daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat

sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat.


C. Penyebab, Tanda, dan Gejala

Menurut Varney, 2001, tanda dan gejala ruptur uteri dapat terjadi secara dramatis atau

tenang.

1. Dramatis

a. Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat

memuncak

b. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri

c. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi)

d. Tanda dan gejala syok Denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus),

tekanan darah menurun, pucat, dingin kulit berkeringat, gelisah atau adanya

perasaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas

pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan.

e. Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.

f. Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul.

g. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada

gerakan dan denyut jantung janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat

didengar.

h. Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat dirasakan di samping janin

(janin seperti berada diluar uterus)

2. Tenang

a. Kemungkinan menjadi muntah

b. Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen

c. Nyeri berat pada suprapubis


d. Kontraksi uterus hipotonik

e. Perkembangan persalinan menurun

f. Perasaan ingin pingsan

g. Hematuri (kadang-kadang)

h. Perdarahan pervagina (kadang-kadang)

i. Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut

nadi yang cepat dan pucat

j. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada serviks atau kontraksi

tidak dapat dirasakan

k. DJJ mungkin akan hilang

Tanda dan gejala ruptur uteri menurut Chapman, 2006 :

1. Nyeri

a. Nyeri uterus atau jaringan parut mendadak

b. Perasaan ingin melahirkan

c. Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri

konstan yang tidak hilang

d. Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat disentuh atau diraba

2. Kontraksi uterus

a. Uterus solid atau tonik

b. Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti

c. Denyut jantung janin

Perubahan DJJ abnormal dapat terjadi seperti deselarasi memanjang atau

variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia serius


3. Syok

Dapat terjadi perubahan tanda-tanda vital.

a. Takikardia

b. Tekanan darah rendah

c. Sesak napas, respirasi, >24x/menit

d. Kemungkinan yang terjadi pada ibu: - Tampak dingin dan lembab - Tampak

gelisah, agitasi, atau menarik diri - Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang

tidak beres - Muntah - Pendarahan Pendarahan kadang keluar dari vagina

sebagai cairan amnion bercampur darah atau perdarahan segar. Kadang seperti

bayi lahir, fundus uteri segera meninggi karena terisi darah.

D. Penatalaksanaan

Penanganan ruptur uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya mungkin

dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Menghadapi ruptur uteri

yang dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus dilakukan:

1. Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi

keadaan syok

2. Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik sehingga infeksi dapat

dikurangi

3. Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat memberikan

pertolongan

4. Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk menghindari

terjadinya perdarahan baru.

Menurut Sarwono Prawirohardjo, penanganan ruptura uteri :


1. Berikan cairan isotonik (ringer loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20

menit dan siapkan laparotomi

2. Lakukan laparotomi untuk melahirkan anak dan pkasenta, fasilitas pelayanan

kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan

3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,

lakukan reparasi uterus

4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan

lakukan histerektomi

5. Antibiotika dan serum anti tetanus

6. Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas. Bila

terdapat tanda-tanda trauma alat genetala/luka yang kotor, tanyakan saat terakhir

mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak dapat memastikan

perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5

ml IM.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Ruptur Uteri

1. Pengkajian

a. Identitas Sering terjadi pada ibu yang berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35

tahun.

b. Keluhan utama Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, keluar keringat dingin,

kesulitan bernafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.

c. Riwayat kehamilan dan persalinan Riwayat hipertensi dalam kehamilan,

preeklamsi/eklamsia, bayi besar, perdarahan saat hamil, persalinan dengan

tindakan, robekan jalan lahir.

d. Riwayat kesehatan Kelainan darah dan hipertensi.


e. Pengkajian fisik Tanda vital: - Tekanan darah : Normal atau turun ( < 90-

100mmHg ) - Nadi : Normal atau meningkat (100 – 120 kali per menit) -

Pernafasan : Normal atau meningkat ( 28 – 34 kali per menit ) - Suhu : Normal

atau meningkat - Kesadaran : Normal atau turun - Fundus uteri / abdomen :

Lembek atau keras - Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat - Vagina :

Keluar darah, robekan - Kandung kemih : Produksi urin menurun atau berurang.

Diagnosa

1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan pada vagina

2. Nyeri akut berhubungan dengan robekan uterus yang meluas

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak

4. Resiko cidera janin berhubungan dengan kondisi gawat janin

2. KONSEP DASAR KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)


i. Pengertian

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi

dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami

abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik

terganggu. Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya dalam tuba, ovarium

atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim misalnya dalam cervix, pars

interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim. Sebagian besar kehamilan ektopik

terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus (Dewi, 2016).

Terjadinya kehamilan ektopik terganggu dapat terjadi secara tiba-tiba pada seluruh kasus

kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik terganggu merupakan suatu kegawatdaruratan

dalam obstetri yang perlu penanganan segera. Perlunya diagnosis dini maupun observasi
klinis sangat diperlukan mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu maupun

prognosis reproduksi selanjutnya (Dewi dan Risilwa, 2017).

ii. Patofisiologi

Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi (zigot) sebelum

turun dalam rahim, tetapi oleh beberapa sebab terjadi gangguan dari perjalanan hasil

konsepsi dan tersangkut serta tumbuh dalam tuba. Saluran telur bukan tempat ideal untuk

tumbuh kembang hasil konsepsi. Disamping itu

penghancuran pembuluh darah oleh proses proteolitik jonjot koreon menyebabkan

pecahnya pembuluh darah. Gangguan perjalanan hasil konsepsi sebagian besar karena

infeksi yang menyebabkan perlekatan saluran telur. Pembuluh darah pecah karena tidak

mempunyai kemampuan berkontraksi maka perdarahan tidak dapat dihentikan dan

tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut menyebabkan perdarahan tuba yang

dapat mengalir terus ke rongga peritoneum dan akhirnya terjadi ruptur, nyeri pelvis yang

hebat dan akan menjalar ke bahu.

Ruptur bisa terjadi pada dinding tuba yaitu darah mengalir antara 2 lapisan dari

mesosalping dan kemudian ke ligamentum latum. Perubahan uterus dapat ditemukan juga

pada endometrium. Pada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa sel-sel

kelenjar membesar dan hiperskromatik, sitoplasma menunjukkan vaskularisasi dan batas

antara sel-sel kurang jelas. Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang

berlebihan yang ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desidua. Setelah

janin mati desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong.

Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini menerangkan gejala

perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik terganggu (Dewi, 2016: 47-48).


C. Klasifikasi

Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan

ektopik (Tarigan, 2016), dapat dibedakan menurut :

1. Kehamilan tuba merupakan kehamilan ektopik pada setiap bagian tuba fallopi.

Merupakan bagian jenis terbanyak gestasi ekstra uterin yang paling sering terjadi

sekitar 95% dari kehamilan ektopik. Kehamilan tuba akan menghasilkan salah satu

dari ketiga hal ini :

a. Kematian hasil konsepsi dalam stadium dini : hasil konsepsi ini kemudian bisa di

absorpsi seluruhnya atau tetap tinggal sebagai mola tuba.

b. Abortus tuba, yaitu hasil akhir yang paling sering ditemukan, bersama-sama hasil

konsepsi (dan kemungkinan pula darah) akan dikeluarkan dari tuba untuk masuk

ke dalam uterus atau keluar ke dalam kavum peritoneum.

c. Ruptura tuba : erosi dan akhirnya rupture tuba terjadi kalau hasil konsepsi terus

tumbuh hingga melampaui kemampuan peregangan otot tuba.

2. Kehamilan ovarial merupakan kehamilan pada ovarium, perdarahan terjadi bukan saja

disebabkan oleh pecahnya kehamilan ovarium tetapi juga rupture tuba korpus luteum,

torsi dan endometriosis. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih

besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur

pada trimester awal.

3. Kehamilan uterus merupakan kehamilan pada uterus tidak pada tempat yang tepat,

pada endometrium kavum uteri sebab implantasi terjadi pada kanalis servikalis

(gestasi pada servikal uteri), diverticulum (gestasi pada invertikulum uteri), kurnua

(gestasi pada kornu uteri), tanduk rudimenter (gestasi pada tanduk rudimenter).
4. Kehamilan servikal adalah jenis dari kehamilan ektopik yang jarang terjadi. Nidasi

terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya hasil konsepsi, serviks

mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga

umumnya hasil konsepsi masih kecil.

5. Kehamilan Abdominal terbagi menjadi dua yaitu :

a. Primer, dimana impantasi sesudah dibuahi langsung di peritoneum atau cavum

abdominal.

b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya didalam

saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen

oleh karena terlepas dari tempat asalnya.

6. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan intrauterin yang dapat terjadi dalam waktu

berdekatan dengan kehamilan ektopik. Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :

a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang dapat

berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrauterin normal.

b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu terjadinya

kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehamilan ektopik yang telah

mati atau pun ruptur dan kehamilan intrauterin yang terjadi kemudian berkembang

seperti biasa.

7. Kehamilan interstisial yaitu implantasi hasil konsepsi terjadi dalam pars interstitialis

tuba. Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauterin,

tetapi implantasi plasentanya di daerah kornu, yang kaya akan pembuluh darah.

Karena lapisan miometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-

kira pada bulan ke 3 atau ke 4.


8. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah

(bagian yang berada di antara kedua lapisan peritoneum visceral yang membentuk

ligamentum latum).

9. Kehamilan tubouterina merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi

pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke

dalam kavum uteri.

10. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula mengadakan

implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara berangsur mengadakan ekstensi ke

kavum peritoneal.

11. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba dan

sebagian pada jaringan ovarium.

D. Tanda dan gejala

Gambaran kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas dan penderita maupun

petugas medis biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan. Pada

umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Amenorhoe

2. Nyeri perut bagian bawah

3. Gejala kehamilan muda

4. Level hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) rendah

5. Perdarahan pervaginam berwarna coklat tua

6. Pada pemeriksaan pervagina terdapat nyeri goyang bila serviks digoyangkan dan

kavum douglasi menonjol karena ada pembekuan darah.

Gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat berbeda-beda dari perdarahan banyak tiba-tiba

dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala tidak jelas, sehingga sukar membuat
diagnosisnya, gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik, abortus atau

ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum

penderita sebelum hamil (Norma dan Mustika, 2018: 72).

E. Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik terganggu mempertimbangkan beberapa hal yaitu kondisi

ibu, keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan

ektopik, kondisi anatomis organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter, dan

kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat. Pada keadaan kondisi ibu buruk yaitu

dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik

di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya ditangani dengan menggunakan

kemoterapi untuk menghindari pembedahan. Kehamilan ektopik dapat mengancam

nyawa, maka deteksi dini dan pengakhiran kehamilan adalah tata laksana yang disarankan

(Dewi, 2016: 51)

F. Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan Ektopik Terganggu

1. Umur

Istilah umur diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam satuan

waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang memperlihatkan derajat

perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Dorlan 2010 dalam Ekasari, 2015).

Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah usia ibu.

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan

persalinan adalah 20 tahun sampai dengan 30 tahun. Kematian maternal pada wanita

hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata dua sampai lima kali lebih

tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.

Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun


(Prawirohardjo, 2012). Hamil di usia kurang dari 20 tahun memiliki risiko tinggi

terjadinya komplikasi dalam kehamilan oleh karena organ reproduksi yang belum

matang dan masih dalam masa pertumbuhan (Komariah dan Nugroho, 2020).

Ketidakmatangan organ reproduksi mempermudah terjadinya infeksi menular seksual

sehingga menyebabkan rusaknya organ-organ reproduksi seperti penyempitan saluran

pada tuba yang dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu (Dewi,

2016). Hamil diusia lebih dari 35 tahun juga memiliki risiko tinggi terjadinya

komplikasi oleh karena fungsi reproduksi wanita sudah terjadi penurunan.

2. Gravida

Gravida adalah jumlah total kehamilan ibu, termasuk kehamilan intrauterine normal,

abnormal, abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Jenis gravida pada ibu

antara lain (Prawirohardjo, 2012):

a. Primigravida: wanita yang hamil untuk pertama kalinya.

b. Multigravida: wanita yang sudah pernah hamil lebih dari satu kali.

c. Grandemultigravida: wanita yang sudah pernah hamil lima kali atau lebih.

Semakin meningkatnya jumlah kehamilan akan meningkatkan risiko terjadinya

kehamilan ektopik terganggu, hal ini dikaitkan dengan riwayat kehamilan terdahulu

seperti riwayat abortus dan riwayat kehamilan ektopik terdahulu yang merupakan

faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu.

3. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita oleh ibu.

Riwayat kesehatan yang merupakan faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik

terganggu meliputi:
a. Riwayat infeksi menular seksual

Infeksi menular seksual oleh bakteri Chlamydia Trakomatis dapat mengakibatkan

kerusakan pada tuba yang dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik

terganggu (Aisyah dan Amanda, 2019). Penyakit menular seksual seperti

klamidia, gonorea dan sebagainya yang timbul karena infeksi bakteri inilah, hasil

konsepsi yang seharusnya menempel pada rahim gagal mencapai rahim dan justru

tumbuh dan berkembang ditempat lain ( Pratiwi, 2019:144). Bila penyakit tersebut

tidak diobati akan menimbulkan adhesi perituba, oklusi tuba, fimbria phimosis

atau hidrosalping (Aisyah dan Amanda, 2019).

b. Penyakit radang panggul

Penyakit radang panggul juga akan sangat mempengaruhi perjalanan hasil

konsepsi sehingga tidak dapat mencapai rahim untuk berkembang (Pratiwi,

2019:144). Penyakit radang panggul meliputi salpingitis, endosalpingitis dan

endometritis menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan

penyempitan saluran, pembentukan kantong-kantong buntu, dan tertekuknya tuba.

Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan

implantasi hasil zigot pada tuba falopii (Dewi, 2016: 46).

4. Riwayat kebidanan yang lalu

Riwayat kebidanan yang lalu merupakan riwayat kehamilan, persalinan dan masa

nifas. Riwayat kebidanan yang lalu yang merupakan faktor risiko kehamilan ektopik

terganggu dari berbagai sumber meliputi:

a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya dan riwayat operasi tuba. Riwayat

kehamilan ektopik sebelumnya dan riwayat operasi tuba juga dapat

mengakibatkan hasil konsepsi menuju rahim terhambat (Pratiwi, 2019:144). Hal


ini berkaitan dengan kegagalan memperbaiki patensi tuba akibat kegagalan

operasi tuba sebelumnya (Dewi, 2016: 46).

b. Riwayat operasi caesar

Riwayat operasi caesar dapat mengakibatkan komplikasi untuk kehamilan

selanjutnya yaitu dapat membentuk jaringan parut sehingga meningkatkan

kejadian kehamilan ektopik terganggu (Suryawinata dkk., 2019). Jaringan parut

pada opersi Caesar menyebabkan hasil konsepsi menempel diluar endometrium

kavum uteri khususnya pada riwayat opersai caesar berulang.

c. Riwayat abortus

Riwayat abortus juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik

karena terjadinya infeksi pada rahim yang tidak ditangani atau kerusakan dinding

rahim terutama pada abortus berulang (Dewi, 2016). Infeksi yang tidak ditangani

dengan baik dapat menyebabkan perlengketan perituba yang dapat menyebabkan

kinking pada tuba (sumbatan akibat saluran tuba yang terbelit) dan menyempitkan

lumen sehingga meningkatkan risiko kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2018).

5. Riwayat kontrasepsi

Salah satu faktor risiko kehamilan ektopik terganggu adalah kegagalan penggunaan

alat kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan metode untuk mencegah kehamilan namun

masih bisa terjadinya kegagalan dari penggunaannya. Beberapa kegagalan alat

kontrasepsi yang memiliki risiko kehamilan ektopik terganggu adalah tubektomi

(sterilisasi tuba), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), kontrasepsi darurat (EC)

estrogen dosis tinggi, dan minipills yang hanya mengandung progestin (Aling dkk.,

2014). Kegagalan tubektomi menyebabkan sperma dan sel telur masih dapat bertemu
namun kerusakan pada tuba dapat mengakibatkan terhambatnya hasil pembuahan

untuk bernidasi pada endometrium kavum uteri (Khairani, 2018). Kegagalan AKDR

berkaitan dengan faktor mekanis

yaitu terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi kedalam kavum uteri. Kegagalan

alat kontrasepsi yang mengandung estrogen tinggi atau hanya progesteron berkaitan

dengan faktor fungsional yaitu berubahnya motilitas tuba karena perubahan hormon

estrogen dan progesterone (Dewi, 2016).

6. Riwayat merokok

Wanita hamil yang dalam masa kehamilannya terpajan asap rokok berisiko lebih

tinggi untuk mengalami komplikasi. Wanita hamil yang terpajan asap rokok memiliki

kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik (Dewi, 2016: 55).

KONSEP DASAR MOLA HIDATIDOSA

A. Pengertian

Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian atau

seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang

menyerupai anggur (Martaadisoebrata, 2005). Mola Hidatidosa (MH) secara

histologis ditandai oleh kelainan vili korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblas

dengan derajat bervariasi dan edema stroma vilus. MH biasanya terletak di rongga

uterus, namun kadang-kadang MH terletak di tuba fallopi dan bahkan ovarium

(Cunningham FG, 2010).


B. Etiologi

Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad keenam, tetapi sampai sekarang

belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Oleh karena itu, pengetahuan

pengetahuan tentang faktor resiko menjadi penting agar dapat menghindari terjadinya

MH, seperti tidak hamil di usia ekstrim dan memperbaiki gizi (Martaadisoebrata,

2005).

C. Patogenesis

Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas.

Diantaranya Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran

darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi

penimbunan cairan dalam jaringan mesenhim vili dan terbentuklah kista-kista kecil

yang makin lama makin besar, sampai pada akhirnya terbentuklah gelembung mola.

Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus

tadi (Martaadisoebrata, 2005). Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer

adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi

maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal,

dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan ini menekan

pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio (Martaadisoebrata,

2005).

Reynolds mengatakan bahwa, bila wanita hamil, terutama antara hari ke 13 dan 21,

mengalami kekurangan asam folat dan histidine, akan mengalami gangguan

pembentukan thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat

kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis,
yang pada gilirannya akan menimbulkan perubahan hidrofik (Martaadisoebrata,

2005).

Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Seperti diketahui, kehamilan

yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan membentuk bagian embrional

(anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk bagian ekstraembrional

(plasenta, air ketuban dan lain-lain), secara seimbang (Martaadisoebrata, 2005).

Imprint gen mempunyai peranan yang penting pada perkembangan MH. Pencetakan

(imprinting) merupakan proses di mana gen spesifik mengalami metilasi sehingga

mereka tidak lagi dapat ditranskripsi. Perkembangan embrio normal membutuhkan

satu set gen yang dicetak secara maternal dan gen lain dicetak secara paternal. Pada

MH, dua set gen yang dicetak secara paternal. Pada keadaan ini trofoblas displasia,

namun janin tidak terberntuk (Heffner LJ, 2005).

Studi yang dilakukan pada mencit memperlihatkan bahwa gen yang berasal dari

paternal mempunyai peranan dalam perkembangan plasenta dan gen yang berasal dari

maternal berperan dalam perkembangan fetus. Sehingga perkembangan materi

genetik paternal dapat menyebakan proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pada MHK

hanya punya DNA paternal sehingga terjadi proliferasi trofoblas yang banyak bila

dibandingkan MHP (Lumongga, 2009).

Identifikasi kromosom paternal mempunyai peranan penting dalam diagnosis MH,

maka banyak dikembangkan teknik pemeriksaan yang berasal dari paternal

kromosom. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah : Polymerase Chain Reaction

(PCR). DNA fingerprinting, restriction fragmen lenght polymorphism (RFLP)


assesment, short tandem repeat – derived DNA polymorphism, flowcytometri dan

analisis DNA dengan menggunakan images analysis (Lumongga, 2009).

D. Faktor Resiko

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya MH adalah :

1. Usia ibu

Peningkatan resiko untuk MHK karena kedua usia reproduksi yang ekstrim

(terlalu muda dan terlalu tua) (Daftary, 2006). Menurut Kruger TF, hal ini

berhubungan dengan keadaan patologis ovum premature dan postmature (Kruger

TF, 2007). Ovum patologis terjadi karena gangguan pada proses meiosis, sehingga

ovum tidak memiliki inti sel (Martaadisoebrata, 2005). Jika ovum patologis

tersebut dibuahi oleh satu sel sperma maka karyotipe yang dihasilkan adalah

46,XX homozigot dan ini adalah karyotipe tersering yang ditemukan pada MHK

(90%) (Berek, 2007). Menurut Berek, ovum dari wanita yang lebih tua lebih

rentan terhadap pembuahan yang abnormal. Dalam sebuah penelitian, resiko

untuk MHK meningkat 2,0 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 35 tahun

dan 7,5 kali lipat untuk wanita yang lebih tua dari 40 tahun (Berek, 2007).

2. Status gizi

Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan

keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang

diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan

dan perkembangan janinnya (Saleh, 2005). Studi kasus kontrol dari Italia dan

Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa asupan makanan rendah karoten dapat

dikaitkan dengan peningkatan resiko kehamilan MHK. Daerah dengan tingginya


insiden kehamilan mola juga memiliki frekuensi tinggi kekurangan vitamin A.

Faktor diet, karena itu, sebagian dapat menjelaskan variasi regional dalam insiden

MHK (Berek, 2007). Kekurangan vitamin A menyebabkan penyusutan janin dan

kegagalan pembangunan epitel pada hewan betina dan degenerasi epitel

semineferous dengan penurunan perkembangan gamet yang pada hewan jantan

(Berek, 2009).

3. Riwayat obstetri

Resiko untuk MHK dan MHP meningkat pada wanita dengan riwayat aborsi

spontan sebelumnya (Brinton LA, 2005). Sebuah MH sebelumnya juga

merupakan faktor resiko yang kuat (Berek, 2009). Ibu multipara cenderung

beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau

penyimpangan tranmisi secara genetik (Saleh, 2005).

4. Genetik

Faktor resiko lain yang mendapat perhatian adalah genetik. Hasil penelitian

sitogenetik Kajii et al dan Lawler et al, menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih

banyak ditemukan kelainan Balance translocation dibandingkan dengan populasi

normal (4,6% dan 0,6%). Ada kemungkinan, pada wanita dengan kelainan

sitogenetik seperti ini, lebih banyak mengalami gangguan proses meiosis berupa

nondysjunction, sehingga lebih banyak terjadi ovum yang kosong atau intinya

tidak aktif (Martaadisoebrata, 2005).

5. Kontrasepsi oral dan perdarahan irreguler

Resiko untuk mola parsial dihubungkan dengan penggunaan kontrasepsi oral dan

riwayat perdarahan irregular (Berek, 2007). Kontrasepsi oral, peningkatan resiko

MH dengan lamanya penggunaan. Sepuluh tahun atau lebih meningkatkan resiko

lebih dari 2 kali lipat (Berek, 2009). Pada salah satu penelitian efek ini terbatas
pada pengguna estrogen dosis tinggi, meskipun pada penelitian yang lain

menyebutkan pil tidak berefek pada komplikasi pascaMH (Hoskins WJ, 2005).

6. Golongan darah

Ibu dengan golongan darah A dan ayah dengan golongan darah A atau O memiliki

resiko meningkat dibandingkan dengan semua kombinasi golongan darah lain .

Penemuan ini mendukung faktor genetik atau faktor imunologik berkaitan dengan

histokompatibilitas ibu dan jaringan trofoblas. (Hoskins WJ, 2005)

7. Merokok, konsumsi alkohol, infeksi

Merokok dilaporkan meningkatkan resiko GTD. Resiko relatif wanita yang

merokok lebih dari 15 batang per hari adalah 2,6 dibandingkan 2,2 pada wanita

yang merokok kurang dari 15 batang per hari. Lama waktu merokok berhubungan

dengan insiden GTD. Peran alkohol dan infeksi (Human Papilloma virus,

Adenovirus, dan Tuberkulosis) juga telah dipertimbangkan (Berek, 2009).

Meskipun peran genetik di dalam perkembangan MH adalah pasti, sedikit

diketahui tentang genotip yang menjadi faktor predisposisi MH atau faktor

lingkungan yang meningkatkan resiko patologis ovum.

E. Klasifikasi

1. Mola hidatidosa komplit

MHK merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya

mengalami degenerasi hidrofik yang menyerupai anggur. Mikroskopik tampak

edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hiperplasia dari kedua lapisan

trofoblas (Sastrawinata S, 2004). Pada waktu yang lalu MHK rata-rata terjadi pada

usia kehamilan 16 minggu, tetapi pada saat ini dengan kemajuan teknologi

ultrasonografi, MHK dapat didetiksi pada usia kehamilan yang lebih muda. Secara

klinis tampak pembesaran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan pasien
melihatkan gejala toksik kehamilan. Abortus terjadi dengan perdarahan abnormal

dan disertai dengan keluarnya jaringan mola. Pada pemeriksaan laboratorium

terjadi peningkatan titer serum β human Chorionic Gonadotropin (β hCG) yang

jumlahnya diatas 82,350 mlU/ml (Lumongga, 2009).

2. Mola hidatidosa parsial

Merupakan keadaan dimana perubahan mola bersifat lokal serta belum begitu jauh

dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion. Umumnya janin mati

pada bulan pertama (Sudiono J, 2001).

F. Manifestasi Klinis

Gejala yang dapat ditemukan pada MH adalah:

1. Perdarahan

Perdarahn uterus hampir bersifat universal, dan dapat bervariasi dari bercak

sampai perdarahn berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat sebelum abortus atau,

yang lebih sering, terjadi secara intermitten selama beberapa minggu sampai

bahkan bulan. Efek delusi akibat hipervolumia yang cukup berat dibuktikan

terjadi pada sebagian wanitayang molanya lebih besar. Kadang-kadang terjadi

perdarahan berat yang tertutup di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering

dijumpai dan kadang-kadang terdapat eritropoisis megaloblastik, mungkin akibat

kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai meningkatnya kebutuhan

folat trofoblas yang cepat berproliferasi (Cunningham FG, 2005).

2. Ukuran Uterus

Uterus sering membesar lebih cepat daripada biasanya. Ini adalah kelainan yang

etrsering dijumpai, dan pada sekitar separuh kasus, ukuran uterus jelas melebihi

yangyang diharapkan berdasarka usia gestasi. Uterus mungkin sulit diidentifikasi


secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara, karena konsistensiny

yang lunak di bawah dinding abdomen yang kencang. Kadang-kadang ovarium

sangat membesar akibat kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus

yang membesar (Cunningham FG, 2005).

3. Aktivitas janin

Walaupun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas simfisis, bunyi

jantung janin biasanya tidak terdeteksi. Walaupun jarang, mungkin terdapat

plaseta kembar dengan perkembangan kehamilan MHK pada salah satunya,

sementara plasenta lain dan janinya tampak normal, demikian juga, walaupun

sangat jarang, plasenta mungkin mengalami perubahan mola yang luas tetapi

disertai janin hidup (Cunningham FG, 2005).

4. Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum yang ditandai dengan mual dan muntah yang berat.

Keluhan hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24

minggu dan keluhan mual muntah terdapat pada MH dengan tinggi fundus uteri

lebih dari 24 minggu. Pada kehamilan MH, jumlah hormon estrogen dan

gonadotropin korionik terlalu tinggi dan menyebabkan hiperemesis gravidarum

(Manuaba, 2008).

5. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I

6. Kista lutein unilateral/bilateral

Pada banyak kasus MH, ovarium mengandung banyak kista teka lutein yang

diperkirakan terjadi akibat stimulasi berlebihan elemen-elemen lutein oleh hormon

gonadotropin korion (hCG) dalam jumlah besar, dapat mengalami torsio infark,
dan perdarahan. Karena kista mengecil setelah melahirkan, ooferektomi jangan

dilakukan, kecuali jika ovarium mengalami infark yang luas (Leveno KJ, 2004).

7. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin

8. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan

obstetri, seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis,

perdarahan intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe.

C. LATIHAN
Anda pasti telah mempelajari materi di atas dengan dengan seksama dan penuh
konsentrasi. Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi tersebut,
kerjakanlah latihan berikutl Anda dianjurkan untuk mencari dan mempelajari:
1. Bagaimana Askep pada ibu dengan kegawatan ruptur uteri

D. RANGKUMAN

Ada beberapa teori yang diajukan menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas.

Diantaranya Hertig et al, mengatakan bahwa pada MH terjadi insufisiensi peredaran

darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi

penimbunan cairan dalam jaringan mesenhim vili dan terbentuklah kista-kista kecil

yang makin lama makin besar, sampai pada akhirnya terbentuklah gelembung mola.

Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang oedemateus

tadi (Martaadisoebrata, 2005). Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer

adalah adanya jaringan trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasi

maupun neoplasi. Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal,

dimana terjadi absorbsi cairan yang berlebihan ke vili. Keadaan ini menekan

pembuluh darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio (Martaadisoebrata,

2005).
E. EVALUASI

1. Yang tidak diharapkan bagi wanita maupun pria terkena Penyakit Menular
Seksual, adalah ....
a. penderitaan
b. sakit berkepanjangan
c. kemandulan
d. kematian
2. Peningkatan angka kejadian PMS , disebabkan beberapa fakor antara lain ....
a. seks bebas
b. kemiskinan
c. gaya hidup
d. pengangguran
3. Promosi kesehatan pada kelompok resiko tinggi terkena PMS, adalah dengan ....
a. pencegahan infeksi ulang
b. perilaku seks yang aman
c. penatalaksanaan infeksi
d. makan banyak
4. Penyebab dan faktor predisposisi terkena kanker serviks antara lain ....
a. virus HPV tipe 16 da 18
b. menikah kurang lebih usia 25 tahun
c. ganti–ganti pasangan
d. tidak ada yang terkena kanker serviks dalam keluarga
5. Tujuan penanggulangan kanker pada pasien yang mengalami, agar dapat hidup
nyaman, antara lain adalah ....
a. deteksi dini
b. pengobatan (kuratif)
c. pencegahan terkena kanker
d. mengatasi nyeri
6. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks dengan cara ....
a. vaksinasi
b. pemeriksaan darah
c. pap smear
d. pemeriksaan vagina
7. Gejala wanita yang sudah memasuki masa premenopause adalah ....
a. ketidakstabilan Vasomotor
b. keletihan
c. nyeri kepala
d. gangguan emosi
8. Intervensi keperawatan pada wanita yang mengalami gejala–gejala premenopause,
dengan cara ....
a. olah raga teratur
b. istirahat yang cukup
c. pendekatan spiritual
d. makanan seimbang
9. Perubahan pola seksual pada wanita yang sudah memasuki premenopause,
disebabkan karena ....
a. kering pada daerah vagina
b. iritasi
c. dispareunia
d. banyak lendir
10. Intervensi keperawatan untuk mengatasi perubahan pola seksual pada wanita yang
sudah memasuki masa menopause dengan cara ....
a. konseling pasangan
b. menggunakan pelumas pada waktu melakukan hubungan seks
c. olah raga teratur
d. menjaga keharmonisan dengan pasangan

Anda mungkin juga menyukai