Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

EVIDANCE
“Prinsip Women Centered Care“

Disusun Oleh Kelompok 3 :

1. Dwi Retno P00340421005


2. Mawarni Destia P00340421011
3. Nanda Dwi Safitri P00340421016
4. Putri Fajriyah P00340421018
5. Rizki Yuniarti P00340421020
6. Wulan Dari Arpan P00340421026

Dosen Pembimbing :

Eva Susanti, SST, M. Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PRODI D4 ALIH JENJANG
KEBIDANAN CURUP
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahkan
rahmat serta karunianya sehingga kita masih di beri kesempatan untuk menyelesikan
tugas makalah ini mengenai “Prinsip Women Centered Care “..
Dalam penulisan makalah ini, kami tulis berdasarkan sistem EYD yang benar,
dan juga menggunakan kata yang mudah dipahami oleh pembaca, dan juga
menggunakan kata-kata yang mudah di pahami oleh pembaca, agar pembaca tahu
mengenai Lingkup Prinsip Women Centered Care. Kami juga mohon kritik dan saran
dari dosen pembimbing dan pembaca, agar kami dalam pembuatan makalah kedepannya
lebih baik lagi, karena kami sadar masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Terima kasih atas perhatiannya semoga bermanfaat.

Curup, Juli 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi .........................................................................................................................ii
Bab I. Pendahuluan
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................
Bab II. Tinjaun Teori......................................................................................................
Bab III. Penutup

A. Kesimpulan......................................................................................................
B. Saran................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian

Bayi (AKB) masih menjadi prioritas program kesehatan di Indonesia.

Bidan sebagai pemberi asuhan kebidanan memiliki posisi strategis untuk

berperan dalam upaya percepatan penurunan AKI dan AKB. Salah satu

upaya untuk meningkatkan kualifikasi bidan yaitu dengan menerapkan

model asuhan kebidanan yang berkelanjutan (Continuity of Care/CoC)

dalam pendidikan klinik.

Bidan mempunyai peran yang sangat penting dengan memberikan

asuhan kebidanan yang berfokus pada perempuan (woman centered care)

secara berkelanjutan. Bidan memberikan asuhan komprehensif, mandiri

dan bertanggung jawab terhadap asuhanan yang berkesinambungan

sepanjang siklus kehidupan perempuan. International Confederation of

Midwifery (ICM), menyatakan bahwa filosofi pendidikan bidan harus

konsisten dengan filosofi asuhan kebidanan. Filosofi asuhan kebidanan

adalah menyakini bahwa proses reproduksi perempuan merupakan proses

alamiah dan normal yang dialami oleh setiap perempuan (ICM, 2011).

Untuk saat ini AKI di Indonesia masih sangat tinggi.

Berdasarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012


AKI diperkirakan mencapai 359 kematian maternal per 100.000

kelahiran hidup. Menggunakan angka perkiraan dari SDKI sebelumnya,

AKB telah turun sepenuhnya dari 68 kematian per 1.000 kelahiran hidup

untuk periode 1987-1991 menjadi 32 kematian per 1.000 kelahiran untuk

periode 2008-2012.

Beberapa penyumbang penyebab langsung kematian ibu di

Indonesia masih didominasi oleh perdarahan, eklampsia, dan infeksi.

Sedangkan faktor tidak langsung penyebab kematian ibu karena faktor

terlambat dan terlalu. Kehamilan di usia tua dapat meningkatkan risiko

kematian pada ibu. Usia ibu hamil > 35 tahun memiliki hubungan yang

signifikan dengan preeklamsia, kelahiran bayi premature, berat badan

lahir rendah dan seksio sesarea. Penyakit hypertensi dapat menyebabkan

preeklamsia, dan akan mempengaruhi pertumbuhan plasenta yaitu

hypertropi plasenta (Aghamohammadi dan Noortarijor, 2011). Dalam

hal ini ada keterkaitan dari faktor penyebab tidak langsung yakni faktor

risiko usia diatas 35 tahun dengan penyebab langsung kematian ibu.

Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, untuk mengukur

keberhasilam pencegahan dan penanganan komplikasi kebidanan adalah

cakupan penanganan komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur

kemampuan Negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi.

Capaian indikator penanganan komplikasi kebidanan di Indonesia

mengalami kenaikan pada tahun 2011 sebesar 59,68%, tahun 2012


sebesar 69,15%, dan pada tahun 2013 sebesar 73,31%. Profil Kesehatan

Yogyakarta Tahun 2015 menyebutkan bahwa pada tahun 2014 di

Puskesmas Ngampilan, 43 perkiraan ibu hamil dengan komplikasi

77,10% dapat dilakukan penanganan komplikasi dari 214 ibu hamil.

Sedangkan sejumlah 29 perkiraan komplikasi neonatal 95,73%

mendapatkan penanganan komplikasi neonatal. Ini menunjukkan bahwa

ibu hamil yang mengalami komplikasi di wilayah kerja Puskesmas

Ngampilam lebih dari 20%.

Berdasarkan data yang penulis dapatkan komplikasi kebidanan

yang dapat terjadi, penulis tertarik memberikan asuhan kebidanan

berkesinambungan sesuai dengan Prinsip Women Center Care.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka masalah yang

dapat dirumuskan adalah “ Bagaimana Asuhan Kebidanan

Berkesinambungan sesuai dengan Prinsip Women Center Care ?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menerapkan manajemen asuhan kebidanan berkesinambungan

Sesuai dengan Prinsip Women Center Care seperti ibu hamil,

bersalin, Bayi Baru Lahir, nifas, dan Keluarga.

2. Tujuan Khusus

Melakukan asuhan berkesinambungan Sesuai dengan Prinsip Women

Center Care , meliputi:


a. Melakukan pengkajian data kehamilan, persalinan, Bayi Baru

Lahir, nifas, dan Keluarga Berencana.

b. Melakukan interpretasi data kehamilan, persalinan, Bayi Baru

Lahir, nifas, dan Keluarga Berencana.

c. Mengidentifikasi diagnose atau masalah potensial pada

kehamilan, persalinan, Bayi Baru Lahir, nifas, dan Keluarga

Berencana.

d. Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan

penanganan segera pada kehamilan, persalinan, Bayi Baru Lahir,

nifas, dan Keluarga Berencana.

e. Melaksanakan perencanaan pada kehamilan, persalinan, Bayi

Baru, Lahir, nifas, dan Keluarga Berencana.

f. Melaksanakan penatalaksanaan asuhan menyeluruh pada

kehamilan, persalinan, Bayi Baru Lahir, nifas, dan Keluarga

Berencana.

g. Melakukan evaluasi asuhan pada kehamilan, persalinan, Bayi

Baru Lahir, nifas, dan Keluarga Berencana.

h. Melakukan dokumentasi asuhan pada kehamilan, persalinan,

Bayi Baru Lahir, nifas, dan Keluarga Berencana.

D. Ruang Lingkup

Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Ibu (Hamil, bersalin, nifas, KB)

dan Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir/Neonatus.


E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil laporan ini dapat sebagai pertimbangan masukan untuk

menambah wawasan kepada mahasiswa tentang asuhan kebidanan

berkesinambungan pada ibu hamil, bersalin, dan nifas.

2. Manfaat Praktis

a. Institusi

Hasil laporan ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam

pemberian asuhan berkesinambunga pada ibu hamil, bersalin,dan.

b. Manfaat bagi Profesi Bidan

Sebagai sumbangan teoritis maupun praktis bagi profesi bidan

dalam asuhan berkesinambungan pada ibu hamil, bersalin, dan

nifas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Women Centered Care

Wanita sebagai pusat asuhan adalah dimana wanita harus menjadi

figure sentral pada proses asuhan, filosofi kebidanan menganggap bahwa

wanitanyalah yang mengerti kebutuhannya sendiri. Bidan adalah pemberi

asuhan professional dengan pengetahuan uniknya masing-masing membantu

ibu untuk pengambilan keputusan dan menanggapi pilihan ibu (Masdiputri dkk,

2019:60-61).

Women Center Care adalah asuhan yang berpusat pada wanita,

maksudnya bahwa asuhan yang diberikan oleh bidan harus berorientasi pada

wanita sehingga wanita tidak dipandang sebagai obyek melainkan dipandang

sebagai manusia secara utuh / holistic yang mempunyai hak pilih untuk

memelihara kesehatan reproduksinya (Yani dan Yanti, 2017 :955).

Asuhan yang berkesinambungan dan terpadu sangat penting dalam

pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak. . Konsep

dari ―Women centered care‖ merupakan inti dari praktik kebidanan dan

mendasari pernyataan filosofi Konfederasi Internasional Bidan dan Australian

College of Midwives (Yanti et al. 2015b). Prinsip dasar ―women centered‖

memastikan fokus pada kehamilan dan kelahiran sebagai awal kehidupan

keluarga, tidak hanya sebagai tahap kehidupan yang harus dilindung. Fase-fase

kehidupan ini memperhitungkan makna dan nilai setiap wanita secara lengkap.

Asuhan yang berpusat pada wanita dalam pengaturan klinis aman,


mendukung, dan lembut. Hal ini dimulai dari kontak awal pada masa

kehamilan hingga masa setelah persalinan dan mendapatkan pelayanan KB.

Asuhan ini juga memastikan bahwa perempuan dan bayi mereka mendapatkan

perawatan terbaik dan berkelanjutan sepanjang siklus kehamilan, persalinan

dan setelahnya (Yani dan Yanti, 2017 :956).

Bidan berperan dalam memberikan dukungan pada wanita untuk

memperoleh status yang sama dimasyarakat untuk memilih dan memutuskan

perawatan kesehatan dirinya. Dalam memberikan asuhan hendaknya ‘women

center care’ / asuhan yang berorientasi pada wanita, dimana fokusnya

mencakup seluruh aspek kehidupan yang memandang wanita sebagai manusia

yang utuh, membutuhkan pemenuhan kebutuhan bio, psiko, sosio, spiritual, dan

kultural selama hidupnya.

Model asuhannya adalah wanita harus menjadi figure sentral pada

proses asuhan karena wanita yang mengerti kebutuhannya sendiri sedangkan

bidan adalah pemberi asuhan professional yang membantu ibu untuk

pengambilan keputusan dan menanggapi pilihan ibu. Salah satu faktor yang

mencerminkan wanita tetap sebagai pusat asuhan diasumsikan dengan

kepuasan terhadap asuhan kebidanan yaitu faktor ‘continuity of care’ / asuhan

yang berkelanjutan.

Asuhan kebidanan berkelanjutan berkontribusi pada peningkatan

kualitas dan keamanan asuhan. Kualitas asuhan merupakan kesuksesan

pemberi layanan yang telah mendapatkan pengakuan dari penerima

asuhan. Kualitas asuhan kebidanan dikatakan berkualitas jika dibutuhkan


dan sesuai ekspektasi, serta harus dinilai dan diukur dari penerima

asuhan (Kurniati, 2020). Asuhan berkualitas tinggi menunjukkan bahwa wanita

yang menerima asuhanberkelanjutan telah mendapatkan asuhan yang

efektif, pengalaman yang lebih baik, dan hasil klinis (clinical outcome)

yang lebih baik. Salah satu hasil klinis yang diperoleh dari asuhan

berkelanjutan adalah peningkatan kualitas hidup ibu.

Filosofi di balik kelangsungan asuhan berkelanjutan adalah

penekanan pada kemampuan alami perempuan untuk menjalani proses

kelahiran dengan intervensi minimum. Pemantauan diperlukan untuk

memastikan kehamilan dan kelahiran yang aman, serta kesejahteraan

fisik, psikologis, spiritual dan sosial wanita dan keluarga sepanjang

siklus kelahiran (Anggraini dkk,2021 :73).

Kualitas asuhan yang optimal dapat membantu klien menghadapi

ketidaknyanan yang terjadi pada ibu selama proses kehamilan,

kelahiran, dan postpartum yang mungkin saja dapat berdampak negatif

pada kualitas ibu postpartum (Miguel, et al., 2019).

Salah satu cara untuk menurunkan ketidaknyamanan ibu

adalah dengan memberikan konseling kepada ibu dimulai dari

periode antenatal hingga postnatal. Ibu yang mendapatkan edukasi

psikologis memiliki risiko lebih rendah mengalami kecemasan, serta

mendapatkan kesejahteraan emosinal yang baik (Fenwick et al., 2015).

Bentuk-bentuk ‘women center care’ di Indonesia merupakan program

untuk menurunkan angka kematian ibu diantaranya yaitu program Gerakan


sayang ibu, ‘Making Pregnancies Safer‘(MPS) dan Asuhan Persalinan Normal.

The health committee of the house of common report on maternity

services tahun 1992 memberikan rekomendasi penuh yang tampak di bawah ini,

yaitu:

1. Hubungan antara wanita dan pemberi asuhan dibutuhkan sebagai hal yang

sangat mendasar

2. Pola harus diset untuk memungkinkan wanita mengetahui satu atau dua

tenaga professional selama kehamilan yang akan menemaninya selama

persalinan di rumah sakit dan tenaga yang akan memberi asuhan pada

bayinya setelah kelahiran

3. Mayoritas asuhan maternitas harus community based / berdasarkan

permintaan masayarkat dan  dekat dengan rumah ibu dan ahli kandungan dan

ahli lain harus siap menerima rujukan dari para bidan atau dokter umum.

4. Dokter umum harus mampu untuk memberikan asuhan kontinu selama

kehamilan, persalinan dan nifas.

5. Wanita yang membutuhkan asuhan obstetric yang intensif harus tetap dapat

menikmati asuhan yang berkelanjutan

6. Dalam rumah sakit wanita harus dapat melakukan pemilihan terhadap

personil yang bertanggungjawab dalam asuhan mereka

7. Wanita yang mempunyai bayi harus menhjadi fokus asuhan dan tenaga

professional memberikan asuhan harus mengidentifikasi kebutuhan mereka

dan perkembengannya didasari pada kesamaan kedudukan dalam asuhan

8. Asuhan yang tepat pada kebutuhan bayi, dengan fakta / keterangan dan rasa
hormat untuk dilakukannya resusitasi saat kelahiran, pemeriksaan

abnormalitas, dan pertimbangan untuk meneyusui segera.

Tiap tujuan diwujudkan ke dalam kegiatan dan pelayanan, dengan indikator

kesuksesan dalam lima tahun;

1. Semua wanita berhak membawa sendiri catatan kesehatannya.

2. Setiap wanita harus mengetahui satu bidan yang menjamin asuhan kebidanan

yang berkelanjutan. (nama bidannya)

3. Setidaknya 30 % dari wanita mempunyai bidan sebagai tenaga professional

4. Setiap wanita harus mengetahui tenaga profesional yang mempunyai peran

penting dalam perencanaan dan perlengkapan untuk asuhannya.

5. Setidaknya 75 % wanita aharus mengetahui orang-orang yang menemaninya

selama persalinan

6. Bidan harus mempunyai akses langsung terhadap beberapa tempat tidur

dalam semua unit maternitas.

7. Setidaknya 30 % wanita bersalin di unit maternitas harus diterima di bawah

manajemen kebidanan.

8. Jumlah kunjungan antenatal untuk wanita tanpa komplikasi kehamilan harus

ditinjau lagi dari keterangan dengan bukti yang ada dan dengan pedoman

RCOG

9. Semua staf dari ambulan harus mempunyai paramedic yang mampu untuk

membantu bidan yang dibutuhkan saat merujuk wanita dalam keadaan

gawatdarurat ke rumah sakit.

10. Semua wanita harus mempunyai akses terhadap informasi tentang


pelayanan yang ada di daerah mereka

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Wanita

1. Faktor status wanita dalam masyarakat yang rendah

Status atau kedudukan seseorang dalam keluarga dan masyarakat akan

mempengaruhi seorang wanita diperlakukan bagaimana dia  dihargai dan

kegiatan apa yang boleh dilakukan. Disebagian besar masyarakat dunia

wanita mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari pria. Status yang lebih

rendah ini menimbulkan diskriminasi yaitu diperlakukan secara tidak layak

atau ditolak haknya karena mereka wanita dan hal ini selalu berakibat buruk

pada kesehatan wanita, misalnya banyak wanita yang masih bisa dijual yang

mengakibatkan PMS.

2. Faktor resiko kesehatan reproduksi dimana seorang wanita mengalami

hamil, melahirkan, nifas yang beresiko untuk mati.

3. Faktor ketidakmampuan wanita untuk memelihara kesehatannya sendiri

sebagai akibat dari pendidikan yang rendah (Hanum dan Tukiman,

2015:36).

4. Faktor kurangnya modal dalam upaya pemeliharaan wanita.

5. Faktor sosial budaya, ekonomi dalam kesehatan wanita antara lain;

a. Pelayanan kesehatan tidak terjangkau akan tidak cocok.

b. Pengetahuan yang rendah untuk mengenal tanda dan gejala

dari  berbagai komplikasi terkait dengan kehamilan, persalinan dan

nifas.
C. Hak-Hak Wanita Dalam Mendapatkan Pelayanan Kesehatan

Filsafat yang harus diketahui oleh bidan adalah bidan memiliki keyakinan

bahwa hamil dan persalinan adalah hak asasi manusia (HAM), keyakinan bahwa

ibu hamil adalah individu yang berkepribadian unik, memiliki hak, kewajiban,

kebutuhan serta dorongan yang berbeda-beda Bidan dalam menjalankan fungsi

dan tugas kebidanannya, seorang bidan yang profesional harus memiliki dasar-

dasar filsafat yang beretika, bertanggung jawab secara medis dan bermoral, dan

bidan berkeyakinan bahwa membuat keputusan yang berkaitan dengan masalah

kebidanan.

Dalam hal ini bidan harus mendorong dan memberdayakan perempuan (ibu)

agar ibu mampu membuat dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan

masalah kesehatan diri, kesehatan reproduksi dan kesehatan berkeluarga. Semua

ini dilakukan bidan melalui media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

ataupun dalam konseling kebidanan. Pengambilan keputusan merupakan bagian

tanggung jawab bersama, dari sisi etika dan moral bidan dengan klien (ibu) dan

keluarga klien (Janiwarti dan Pieter 2013,h.6).

1. Hak untuk mendapatkan Informasi mengenai kesehatannya.

Dalam konsep hukum nasional informasi kesehatan merupakan salah

satu jenis informasi publik yang dirumuskan dalam beberapa ketentuan

perundang-undangan, salah satunya dirumuskan dalam UU KIP

sebagaimana telah diuraikan di atas. Sementara itu, pada Pasal 168

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU

Kesehatan) dirumuskan sebagai berikut: 1. untuk menyelenggarakan


upaya kesehatan yang efekf dan efisien diperlukan informasi

kesehatan. 2. informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor. 3.

ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya pada Pasal 169 Undang-Undang Kesehatan diatur bahwa,

“Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk

memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat”. Ketentuan sebagaimana

diuraikan di atas didasarkan pada amanat konstusi yangdirumuskan dalam

Pasal 28 E ayat (2) dan 28 F yang menjamin bagi perolehan, pemilikan, dan

penyebaran informasi. Sementara itu, Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen pada ketentuan Pasal 4 ayat (3)

dengan jelas diberikan hak bagi konsumen yaitu hak atas informasi

yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan

atau jasa, arnya konsumen barang dan jasa pelayanan kesehatan berhak

atas informasi yang jelas dan jujur, sedangkan Undang-undang Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit) pada ketentuan

Pasal 29 ayat (1) bur a diatur bahwa salah satu kewajiban rumah sakit

adalah memberikan informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit

kepada masyarakat. Jika dikaitkan dengan kewajiban rumah sakit

untukmengembangkan sistem informasi kesehatan tersebut, sebenarnya

yang dimaksud informasi kesehatan adalah terkait dengan: bentuk dan


macam layanan; transparansi anggaran; kemudahan akses; dan kewajiban

publik lainnya dalam kedudukannya sebagai badan layanan publik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa hak atas informasi

publik dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan adalah hak

Setiap orang/masyarakat untuk mendapatkan informasi dari pemerintah

selaku penanggung jawab untuk terjaminnya hak hidup sehat bagi

setiaporang. Dalam rangka perwujudan hak atas informasi kesehatan

tersebut, pemerintah mengembangkan sistem informasi kesehatan.

Pengembangan sistem informasi kesehatan juga dilakukan agar hak

akses dalam pelayanan kesehatan dapat terpenuhi, mutu pelayanan dapat

diawasi, sehingga derajat kesehatan yang baik tercapai.

Dalam informasi kesehatan terdapat informasi yang bersifat publik

atau dapat diinformasikan kepada publik dan informasi yang bersifat

privat atau yang dak boleh dibuka kepada publik. Informasi kesehatan

yang dapat diinformasikan kepada publik terdiri dari bermacam bentuk

dan jenis. Sebagai contoh, sistem informasi kesehatan di rumah sakit

yang diinformasikan kepada publik antara lain: menyangkut bentuk dan

jenis layanan rumah sakit, prosedur layanan, biaya, fasilitas pelayanan

kesehatan, dan sistem pembiayaan. Contoh yang lebih khusus adalah

sistem informasi terkait pemberantasan penyakit antara lain berupa:

informasi hasil survei jenis penyakit tertentu (melalui pelaporan,

pendataan (Heriani, 2018:68-69).

Pasal 1 Undang- undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang


Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan “informasi” adalah keterangan, pernyataan, gagasan,

dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data,

fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca

yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik

ataupun nonelektronik.

2. Hak untuk mendiskusikan keperihatian dalam lingkungan dimana ia merasa

percaya.

3. Hak untuk mengetahui prosedur yang akan dilakukan

Menurut Suparni dkk (2015) Asuhan kehamilan menghargai hak ibu

hamil untuk berpartisipasi dan memperoleh pengetahuan dan pengalaman

yang berhubungan dengan kehamilannya. Tenaga kesehatan tidak mungkin

terus-menerus mendampingi dan merawat ibu hamil, karena ibu hamil perlu

mendapat informasi dan pengalaman agar dapat merawat dirisendiri secara

benar. Perempuan harus diberdayakan untuk mampu mengambil keputusan

tentang kesehatan diri dan keluarganya melalui tindakan komunikasi,

informasi dan edukasi (KIE) dan Konseling yang dilakukan bidan.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka akan mempengaruhi

pola pikir dan sikap seseorang sehingga akan menumbuhkan sikap positif

pula (Notoatmodjo 2010,h.48).


4.  Hak untuk mendapatkan privacy

Menurut Heriani (2018:68-69) Secara lebih tegas dalam Permenkes

Nomor 36 Tahun2012 diatur tentang Rahasia Kedokteran, yang prinsipnya

dalam hal tertentu rahasia dapat dibuka meskipun dengan pembatasan

yang cukup ketat. Hal ini dirumuskan pada Pasal 5 dan terkait

informasi kesehatan secara khusus diatur pada Pasal 6 dan Pasal 9.

Pada ketentuan Pasal 5 disebutkan bahwa:

a. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepenngan kesehatan

pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam

rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan terbatas sesuai kebutuhan.

Selanjutnya pada Pasal 6 dirumuskan bahwa:

a. Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepenngan kesehatan pasien

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:

b. Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan

perawatan pasien; dan

c. Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan

kesehatan.

d. Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a dilakukan dengan persetujuan dari pasien. Pembukaan rahasia

kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun

sistem informasi elektronik.

e. Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

f. Dinyatakan telah diberikan pada saat pendaaran pasien di

fasilitas pelayanan kesehatan.

g. Dalam hal pasien dak cakap untuk memberikan persetujuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh

keluarga terdekat atau pengampunya.

Sementara itu, pada Pasal 9 disebutkan bahwa:

a. Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan

perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan

tanpa persetujuan pasien dalam rangka kepenngan penegakan ek atau

disiplin serta kepenngan umum.

b. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepenngan penegakan

ek atau disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas

permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan EtikaProfesi atau Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

c. Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepenngan umum

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka identas

pasien.

5. Hak mengatakan pandangan pelayanan yang aman

Banyak ibu hamil yang periksa tidak puas dengan pelayanan yang

diberikan oleh bidan dikarenakan bidan dalam memberikan asuhan


kebidanan khususnya pada masa kehamilan tidak sesuai dengan prinsip

pokok asuhan kehamilan dan tidak memperhatikan hak-hak pasien atau

hakhak wanita hamil. Seorang bidan dalam melakukan asuhan kebidanan

pada masa kehamilan harus berdasarkan prinsip sesuai tugas pokok dan

fungsinya, agar yang dilakukan tidak melanggar kewenangan. Jadi, bidan

dalam memberikan asuhan kebidanan pada masa kehamilan dapat

memperhatikan hak-hak wanita hamil sehingga asuhan yang diberikan

sesuai dengan kebutuhan dan bersifat komprehensif, merasa dihargai, dan

ibu dalam masa kehamilan mendapatkan pelayanan yang nyaman (Saparni

dkk, 2015).

6. Hak mengatakan pandangan dan pilihannya mengenai layanan

yang  diterimanya.

D. Peran dan Wewenang Bidan

1. Peran Bidan

Bidan dalam memberikan asuhan yang berpusat pada wanita harus

berlandaskan pada filosofi asuhan kebidanan yaitu safety, satisfying,

menghormati martabat manusia dan self determination, respecting culture dan

etic diversity, family centered, dan health promotion.

a. Karakteristik Model Asuhan Yang Dilakukan

1) Ada monitoring fisik, psikologis dan kesejahteraan soial selama siklus

reproduksi

2) Menyiapkan wanita dengan pendidikan yang berbeda, konseling, dan

asuhan prenatal
3) Bantuan penanganan yang berkesinambungan selama persalinan dan

melahirkan

4) Dukungan post partum

5) Meminimalkan penggunaan intervensi teknologi

6) Identifikasi masalah obstetric, dengan perujukan kepada provider yang

tepat untuk asuhan.

b. Faktor-Faktor Yang Membuat Ibu Puas

Bidan yang menjalankan model asuhan selaras dengan kepuasan pasien.

1) Komunikasi

Cara berkomunikasi yang dipakai bidan melibatkan ibu dan

keluarga. Informasi yang diberikan hanya sebatas pengertian ibu,

pengambilan keputusan sepenuhnya diberikan kepada ibu. Komunikasi

akan mendekatkan antara bidan dan ibu, adanya kesejajaran dalam proses

asuhan antara ibu dan bidan, untuk mencapai tujuan asuhan bidan harus

berempati (Rooks, 1999)

2) Kontrol

Hasil dari salah satu proyek penelitian menunjukkan bahwa ibu

lebih menyukai bidan yang mendemonstrasikan lebih dulu kemampuan

dari ibu, memungkinkan ibu merasakan jadi special,dan menolong ibu

untuk relaks dan tetap dalam kontrol dan dapat menjadi aspek advokasi.
3) Partisipasi dalam pengambilan keputusan

Bidan dan praktisi lain yang praktek dalam model kebidanan

diharapkan memberikan asuhan secara personal tradisional seperti yang

wanita inginkan.

4) Asuhan yang berkelanjutan

Ada 4 (empat) Pandangan terhadap Asuhan Berkelanjutan.

Caroline Flint (1993) menggunakan sebuah slogan menggambarkan

konsep dari asuhan yang berkelanjutan. Hal tersebut tertuang dalam

bentuk ‘hati’ yang berarti ‘berkelanjutan’ dan memilik makna ganda

yaitu ‘bidan sebaiknya mengetahui wanita atau wanita sebaiknya tahu

bidan‘. Model tersebut menunjukkan makna ‘mengetahui atau

mengenal’  satu sama lain pada dua group partisipan dalam asuhan

maternitas yaitu ibu dan bidan. Terdapat pandangan bidan dan

pandangan ibu. Masing-masing memiliki persepsi terhadap dua aspek

‘mengenal’ yakni ‘bidan mengenal ibu dan ibu mngenal bidan’.

Sehingga seluruhnya ada 4  persepsi, 2 dari sisi ibu dan 2 dari sisi bidan.

Sebagian besar pusat perhatian ibu-ibu adalah pada keterlibatan

mereka secara individual dengan para  professional dalam system. Bidan

sendiri berfokus terhadap system yang ada di tempat kerja mereka, yang

mempengaruhi cara pandang mereka terhadap jalinan kerjasama dengan

ibu.
Flint sendiri yakin bahwa secara umum terdapat 2 tipe bidan. Dua

system asuhan tertulis dalam diagram, yang masing-masing memuat

gambaran yang sesuai dengan pandangan bidan pada kuadran 2.

Gambaran panah terletak di tengah diagram yang mana menunjukkan

system asuhan masing-masing group meningkat yang juga lebih disukai

oleh para ibu.

Bidan yang ditampilkan pada kuadran 1  mempunyai focus

utama pada bagaimana ibu mengetahui bidan beserta kualitas asuhan

yang mampu diberikan pada ibu. Bidan tidak terlalu perduli dengan

jalinan keakraban dengan ibu. Dia lebih suka bekerja pada sistem

kuadran 1. Bidan yang ditampilkan pada kuadran 2, berfokus  pada

pengetahuannya tentang ibu-hubngan akrab dengan ibu- dibandingkan

pada pandangan ibu itu sendiri  terhadap hubungan mereka. Bidan

tersebut akan lebih suka bekerja pada sistem asuhan di kuadran 2.

Terdapat juga 2 tipe ibu. Tipe yang satu beranggapan bahwa

bidan tahu sendiri akan dirinya. Ibu-ibu tersebut yang ada pada kuadran

3 akan tertarik pada system yang ditampilkan pada kuadran 1.

Beberapa ibu dalam kuadran 4 ingin mengenal bidan sebagai

respon dari pandangan bidan  pada kuadran 1 dan merekapun akan

tertarik oleh system asuhan  tersebut.Walau bagaimanapun juga,

sebagian ibu-ibu pada kuadran 4 berfokus pada hubunganya dengan


bidan sebagai cara untuk mengetahui bahwa mereka akan lebih

menyukai personalisasi asuhan yang ada pada kuadran 2.

Penting untuk disampaikan, bahwa tidak semua ibu dan semua

bidan akan cocok  dengan kategori tersebut, tetapi Flint menyarankan

agar ibu-ibu dan bidan memperlihatkan kecenderungan masing-masing

terhadap salah satu dari kuadran. Dua system tersebut bukanlah suatu

kategori yang kaku tetapi mewakili kecenderungan dalam spectrum /

ruang lingkup asuhan. Gambaran objektif dari pengkategorian tersebut

adalah untuk menghasilkan suatu model yang akan turut meningkatkan

pengembangan dari sistem kerja asuhan maternitas. Sistem-sistem

tersebut masih berjalan, akan tetapi tidak sesuuai dengan orang-orang

yang terlibat di dalamnya. Ibu dan bidan perlu untuk menyesuaikan

dengan system yang mereka anggap yang terbaik bagi mereka.

3)  Kehadiran orang yang memberi support

4) Informasi (prenatal dan kelas menjadi orangtua)

5) Asuhan dari bidan

6) Lingkungan fisik yang mendukung

c. Praktek Sesuai Evidence Base / Bukti Ilmiah

Penting untuk memberikan asuhan yang sesuai evidence based bagi

bidan professional. WHO mengungkapkan bukti yang kuat untuk menolak

intervensi dan praktek asuhan dengan 4 kategori yaitu:


1) Asuhan yang aman dan berguna

Model asuhan yang dapat diberikan yaitu:

a) Dukungan emosional dan psikologi selama kehamilan dan persalinan

b) Memfasilitasi mobilitas dan pemilihan posisi untuk ibu

c) Dukungan untuk proses menyusui

d) Memberi kesempatan yang luas untuk ibu dalam menyusui

e) Asuhan yang membahayakan atau tidak efektif harus dihindari.

Menghindari hal yang membahayakan dan tidak efektif seperti

menghindari enema, episiotomi yang rutin, mencukur rambut pubis.

Sedangkan asuhan yang dikurangi meliputi:

a) Pemakaian electrical fetal monitoring secara lanjut

b) Pemakaian oxytocin untuk meningkatkan kontraksi

c) Pemakaian analgesia epidural untuk mengurangi nyeri karena his

d) Kurangnya penelitian untuk mengklarifikasi issue sehngga bukti kurang

untuk mendukung rekomendasi yang jelas

e) Asuhan itu memang perlu untuk wanita tetapi tidak semua tepat untuk

semua orang

E.  PROGRAM DI INDONESIA
Bentuk-bentuk ‘women center care’ di Indonesia merupakan program

untuk menurunkan angka kematian ibu yang merujuk pada program-program

sedunia yang didukung oleh WHO yaitu:


1. ‘Safe Motherhood’ tahun 1988, di Indonesia dibentuknya Standar Pelayanan

Kebidanan, yang diikuti dengan program-program lainnya yang masih

berkesinambungan.

2. ‘The Mother Friendly Movement’ pada tahun 1996 Indonesia

menterjemahkannya sebagai ‘Gerakan Sayang Ibu’

3. ‘Live Saving Skill’

4. Komunikasi Inter Personal dan Konseling (KIP-K)

5. Asuhan Persalinan Dasar (APD) yang kemudian berganti nama menjadi

Asuhan Persalinan Normal (APN)

6. ‘Making Pregnancies Safer‘(MPS) tahun 2000, dan

7. IBI sendiri mengeluarkan Standar Asuhan Kebidanan, dan usulan

peningkatan pendidikan bidan (dari DI, DIII, dan DIV).

Keseluruh program di atas bertujuan untuk mencapai ‘Safe Motherhood’,

sesuai kriteria yang diberikan oleh WHO tentang asuhan / pelayanan yang baik

yaitu harus memenuhi kriteria:

1. ‘Available’ (pelayanan harus ada dan bisa dicapai oleh siapapun)

2. ‘Acceptable’ (diterima masyarakat), dan

3. ‘Accessable’ (mudah dijangkau).

Salah saru program di Indonesia Antara Lain

1. Gerakan Sayang Ibu

a. Pengertian

Gerakan sayang ibu merupakan gerakan percepatan penurunan


angka kematian ibu yang dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan

masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan kesadaran dan

kepedulian dalam upaya integral dan sinergis.

b. Prinsip Asuhan

1)     Intervensi minimal

2)     Komprehensif

3)     Sesuai kebutuhan

4)     Sesuai dengan standar, wewenang, otonomi dan kompetensi

provider

5)     Dilakukan secara komplek oleh team kerja

6)     Asuhan sayang ibu

7)     Filosofi bahwa proses persalinan, menstruasi, menopause adalah

normal

8)     Memberikan informed consent

9)     Aman, nyaman, logis dan berkualitas

c. Program

Progamnya adalah gerakan asuhan sayang ibu yang

dioperasionalkan di kecamatan dan desa / kelurahan. Dalam

pelaksanaannya GSI mempromosikan kegiatan yang berkaitan dengan

kecamatan sayang ibu dan rumah sakit sayang ibu untuk mencegah tiga
keterlambatan yaitu:

1) Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda bahaya

dan membuat keputusan untuk segera mencari pertolongan.

2) Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.

3) Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat

pertolongan yang dibutuhkan.

4) KegiatanRuang lingkup GSI meliputi advokasi dan mobilisasi

sosial.

Coalition for Improving Maternity Services (CIMS), 1996

a. Menawarkan ibu

b. Memilih untuk mendampingi untuk mensupport fisik dan emosional

c. Menginformasikan praktek, intervensi dan hasil asuhan

d. Asuhan responsif pada keyakinan nilai adat istiadat.

e. Memberikan kebebasan memilih posisi dalam bersalin

f. Kebijakan dan prosedur yang jelas dan asuhan yang berkesinambungan.

g. Menghindari tindakan rutin yang yang tidak jelas

h. Mendidik pemberi asuhan, pengurangan rasa nyeri tanpa obat

i. Mendorong semua ibu: bonding attachment dan breast feeding

j. Menghindari penyunatan bayi baru lahir yang tidak diperlukan

k. Sayang bayi: pemberian ASI dengan sukses.

2. Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalianan normal adalah mengupayakan kelangsungan

hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,

melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal

sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat

yang optimal. Dengan demikian penolong persalinandapat memberikan

asuhan yang mengacu pada upaya-upaya pencegahan yang dapat memberikan

rasa nyaman dan aman bagi ibu dan bayi baru lahir selama persalinan, pasca

persalinan dan masa nifas dini.

Ada lima aspek dasar atau lima benang dasar yang penting dan salin

terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek

tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun patologis.

Lima benang merah tersebut adalah:

a. Membuat keputusan klinik

Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan

digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir.

b. Asuhan sayang ibu dan bayi

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai

budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar

asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga

selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa banyak ibu di Indonesia yang masih tidak mau

meminta pertolongan tenaga penolong persalinan terlatih untuk

memberikan asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian dari


mereka memberi alasan bahwa penolong persalinan terlatih tidak benar-

benar memperhatikan kebutuhan atau kebudayaan, tradisi dan keinginan

pribadi para ibu  dalam persalinan dan kelahiran bayinya. Alasan lain yang

juga berpengaruh adalah bahwa sebagian besar fasilitas

kesehatan  memiliki peraturan dan prosedur kurang bersahabat dan

menakutkan bagi ibu.

Peraturan dan prosedur tersebut termasuk, tidak memperkenankan ibu

untuk berjalan-jalan selama proses persalinan, tidak mngizinkan anggota

keluarga menemani ibu, membatasi ibu hanya pada posisi tertentu selama

persalinan dan kelahiran bayi dan memisahkan ibu dari bayi segera setelah

bayi dilahirkan.  

c. Pencegahan infeksi

Tindakan pencegahan infeksi dalam pelayanan asuhan kesehatan;

1) Meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme

2) Menurunkan risiko penularan penyakit yang mengancam jiwa seperti

Hepatitis dan HIV / AIDS.

d. Pencatatan (rekam medis)

Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik

karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus

memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan

kelairan bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisis

data yang telah dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam

merumuskan  suatu diagnosis serta membuat rencana asuhan atau


perawatan bagi ibu dan bayinya. 

e. Rujukan

Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan

rujukan atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan mampu

menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian

besar ibu menjalani persalinan normal, namun sekitar 10-15% di

antaranya akan mengalami masalah selama proses persalinan dan

kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas rujukan. Sangatlah sulit

untuk menduga kapan penyulit akan terjadi, sehingga kesiapan untuk

merujuk ibu dan / atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara

optimal dan tepat waktu jika penyulit terjadi.

3. Making Pregnancy Safer (MPS)

Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman sebagai strategi pembangunan

kesehatan masyrakat menuju Indonesia Sehat 2010

a. Pengertian

MPS melindungi hak reproduksi dan hak asasi manusia dengan

cara  mengurangi beban kesakitan, kecacatan dan kematian yang

berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sebenarnya tidak

perlu terjadi.

b. Program

1) Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi

baru lahir berkualitas dan efektif berdasar bukti.

2) Membangun pemikiran yang efektif


3) Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga

4) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin pneyediaan

dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

5) Kegiatan

6) Menjamin adanya pertolongan pertama obstetric sesuai standar

nasional, maupun pedoman klinis dan rujukan pada semua polindes

dan puskesmas tanpa tempat tidur

7) Menjamin semua desa terpencil punya polindes dan tenaga bidan

8) Menyediakan bahan-bahan dan obat-obatan esensial, peralatan dan

transportasi untuk pelayanan efektif.

9) Menyediakan pelayanan ANC sesuai standar nasional dan pedoman

klinik.

10) Memberikan pelayanan selama persalinan sesuai standar nasional

dan pedoman klinis yang dianjutkan dengan pendokumentasian.

11) Mendeteksi dan mengelola masalah kehamilan sesuai standar

nasional dan pedoman khusus.

12) Menjamin pencegahan dan penanggulangan infeksi.

13) Menetapkan peran dukun bayi untuk mnedukung kerja bidan.

14) Bekerjasama dengan GSI untuk melibatkan dukun bayi, kader dan

PKK untuk menjamin bantuan pelayanan kebidanan pada ibu.

15) Melakukan konseling pada semua ibu tentang KB sesuai standar

nasional dan pedoman klinis.

c. Pesan Kunci MPS


Kompleknya masalah kematian ibu memerlukan strategi

kesehatan yang memastikan bahwa:

1) Setiap persalinan harus diinginkan

2) Setiap persalinan dilayani oleh tenaga kesehatan terlatih

3) Setiap komplikasi memperoleh pertolongan yang adekuat. 


BAB III

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anggrai I dkk.2021. Hubungan Asuhan Kebidanan Berkelanjutan Dengan Kualitas

Hidup Ibu. Journal Of Health Science Volume 1, Nomor 1, Februari 2021:72-77.

Hariani.2018.Hak Atas Informasi Publik Dan Hak Atas Rahasia Medis: Problem Hak

Asasi Manusia Dalam Pelayanan Kesehatan.Jurnal Hukum samudra keadilan

Volume 13, Nomor 1, Januari-Juni 2018. P-ISSN : 2615-3416 E-ISSN: 2615-

7845

Masdiputri dkk.2019.Student’s Comprehension About Philosiphy of Maternity Care

“Women Centered Care” Based on the Report of Continuity of Care (COC).

Journal of Midwifery Vol 4 : No 2 (2019)

Saparni, dkk.2015. Pengetahuan Bidan Mengenai Hak-Hak Wanita Hamil. Jurnal Ilmiah

Kesehatan (JIK) Vol VIII, No 2, September 2015 ISSN 1978-3167

Yani dan Yanti.2017. Pelaksanaan “Continuity Of Care” Oleh Mahasiswa Kebidanan

Tingkat Akhir. Conference on Research & Community Services | ISSN 2686-1259.

Mojokerto.

Anda mungkin juga menyukai