Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPEMIMPINAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN MANDIRI,


KOLABORASI, DAN RUJUKAN

Dosen Pembimbing: Bu Euvanggelia D. F., S. Keb., Bd., M.Kes

Oleh : Kelompok 3

ROSA ARSA MAULIDIYAH S 011811233026


FARIHATUS ZAKIYAH 011811233027
ZALFA DINAH KHAIRUNNISA 011811233028
LAUNA INAYATI ARLINA 011811233029
PUTRI PUSPITA AMALIA 011811233030
AZRA FAUZIYAH AZYANTI 011811233031
SILVIA SALSABILAH 011811233032
HAWA NUR SALSABILA 011811233033
DHINI SAFIRA MAGHFIRI 011811233034
RISDA ZAIRINA ALIM 011811233035
SHEILA SEKAR MAHADANI 011811233037
INTAN DEWI ANGIA SARI 011811233038
SEKAR PUTRI KIRANA 011811233039

PRODI KEBIDANAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Bidan adalah suatu profesi yang dinamis. Perubahan yang terjadi begitu cepat,
mengharuskan bidan secara terus menerus untuk memperbarui keterampilannya dan
meningkatkan kemampuannya. Dengan demikian, bidan praktik dituntut harus
kompeten dalam pengetahuan dan keterampilan. Dalam upaya pelayanan kebidanan
yang berfokus pada kesehatan reproduksi, peran dan fungsi bidan adalah sebagai
pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
Bidan sebagai pelaksana memberi pelayanan kebidanan pada wanita dalam
siklus kehidupannya, asuhan neonatus, bayi, dan anak balita. Sebagai pelaksana,
bidan mempunyai tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas
ketergantungan.
Faktor kepemimpinan diharapkan dapat menfasilitasi pembentukan komitmen
kerja yang tinggi dan lingkungan kerja yang baik. Faktor lain yang mempengaruhi
adalah karakteristik individu diantaranya usia, jenis kelamin, status perkawinan dan
masa kerja.
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab
praktik profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan
KIA dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
1) Pelayanan Kebidanan Primer adalah merupakan layanan bidan yang
sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2) Pelayanan Kolaborasi/Kerjasama adalah pelayanan yang dilakukan
oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara
bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan.
3) Pelayanan Rujukan adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan
dalam rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam
menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga
layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan
kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau meningkatkan
keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
2. Manfaat
Mahasiswa mampu memahami kepemimpinan dalam berbagai pelayanan
kebidanan beserta menyebutkan contohnya
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menyebutkan kepemimpinan dalam
berbagai pelayanan kebidanan
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
- Memahami yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam pelayanan
kebidanan
- Menyebutkan maksud kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan
mandiri beserta contohnya
- Menyebutkan maksud kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan
kolaborasi beserta contohnya
- Menyebutkan maksud kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan
rujukan beserta contohnya
4. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan?
2) Bagaimana kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan mandiri dan
contohnya?
3) Bagaimana kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan kolaborasi dan
contohnya?
4) Bagaimana kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan rujukan dan
contohnya?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEPEMIMPINAN

2.1.1 Pengertian Kepemimpinan


Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi
bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Stone,
semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin
besar potensi kepemimpinan yang efektif. Jenis pemimpin ini bermacam-macam, ada
pemimpin formal, yaitu yang terjadi karena pemimpin bersandar pada wewenang
formal. Ada pula pemimpin nonformal, yaitu terjadi karena pemimpin tanpa
wewenang formal berhasil mempengaruhi perilaku orang lain.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah pemimpin diartikan sebagai
pemuka, penuntun (pemberi contoh ) atau penunjuk jalan. Jadi secara fisik pemimpin
itu berada didepan. Tetapi pada hakikatnya, dimanapun tempatnya, seseorang dapat
menjadi pemimpin dalam memberikan pimpinan. Hal ini sesuai dengan ungkapan
Kihajar Dewantoro yang terkenal “ing ngarso sung tuloda, ing madyo mangun karso,
tut wuri handayani” artinya, jika ada didedapan memberikan contoh, di tengah-tengah
memberikan dorongan/motivasi, sedangkan apabila berada dibelakang dapat
memberikan pengaruh yang menentukan.
Dalam bahasa Inggris, istilah kepemimpinan disebut dengan leadership. Istilah
kepemimpinan (leadership) secara etimologis, leadership bersal dari kata “to lead”
(bahasa inggris) yang artinya memimpin, Selanjutnya timbullah kata “leader” artinya
pemimpin yang akhirnya lahir istilah leadership yang diterjemahkan menjadi
kepemimpinan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan
atau ilmu dan seni memengaruhi perilaku orang lain baik perorangan maupun
kelompok.
2.1.2 Tipe atau Jenis Kepemimpinan

1. Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik
mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai
karakteritik yang negatif.Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang
otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter
akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam
bentuk :
 Kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat
lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang
menghargai harkat dan martabat mereka.
 Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan
para bawahannya.
 Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik


antara lain:
 Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya.
 Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya.
 Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi.
 Menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh
bawahan.

2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat
yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama
masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para
anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.
Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat
mengembangkan sikap kebersamaan.
3. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang
kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang
khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh
pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang
pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak
pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan
secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.

4. Tipe Laissez Faire


Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan
lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-
orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan
organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus
ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering
intervensi.

5. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan
seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin
dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah
bertipe militeristis. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
 Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah
mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama.
 Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan
jabatannya.
 Senang kepada formalitas yang berlebihan
 Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
 Tidak mau menerima kritik dari bawahan
 Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
2.1.3 Prinsip- Prinsip Kepemimpinan
Menurut Bernes dalam buku Prilaku Dalam Keorganisasian mengatakan
seorang pemimpin dalam tim memfokuskan perhatiannya pertama kepada manusia
baru kemudian pada hasilnya, sehingga tanggung jawab pemimpin merupakan
kebalikan dari tugas supervisor.
Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip menurut
Stephen R. Coney yang dikutip Rivai (2012:24) sebgai berikut:
1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga di luar sekolah,
contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengarkan.
Mempunyai pengalaman yang baik maupun buruk sebagi sumber belajar.
2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip
pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karier sebagi tujuan utama.
Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada
pelayanan yang baik.
3. Membawa energy yang positif
Setiap orang mempumyai energi dan semangat menggunakan energi
positif didasarkan keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang
lain. Untuk itu dibutuhkan energi posotif untuk membangun hubungan baik.
Seorang pemimpin harus dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan
kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat
menunjukan energi yang positif sebagai berikut:
a) Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang lain termasuk staf
bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan mempertahankan
pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti dengan
kepedulian.
b) Keseimbangan dalam kehidupan seorang pemimpin harus dapat
menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan
keseimbangan diri antara kerja dan olah raga istirahat, dan rekreasi.
Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia akhirat.
c) Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata “tantangan” sering diinterprestasikan negatif. Dalam hal ini,
tantangan berarti kemampuan untuk menikmati hidup dan segala
konsekuensinya, sebab kehidupan adalah suatu tantangan yang
dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri sendiri.
Rasa aman tergantung pada inisiatip keterampilan, kreativitas, kemauan,
keberanian, dinamisasi, dan kebebasan.
d) Sinergi
Orang berprinsip senantiasa hidup dalam energi dan satu katalis
peruabahan, mereka selalu mengatasi kelemahannya sendiri dan lainnya.
Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi keuntungan kedua belah
pihak. Pengertian lain sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana
memberi hasil efektif daripada bekerja secara perorangan. Seorang
pemimpin harus dapat bersinergis dengan tiap orang,vatasan, staf, teman
kerja.
e) Latihan mengembangkan diri sendiri
Seroang pemimpin harus dapat memperbaharui diri sendiri untuk
mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi ia tidak hanya berorientasi pada
proses. Proses dalam mengambangkan diri terdiri dari beberapa
komponen yang berhubungan dengannya.

2.1.4 Gaya Kepemimpinan


Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori
kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership
Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap
filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam
mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.
Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun
orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan,
terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada
cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian
motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun nonekonomis)
berartitelah digunakan gaya kepemimpinan yang positif.
Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment,
berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat
menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan
kerugian manusiawi. Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst),
masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalm situasi yang tepat
meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan
sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan
seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard,
yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini
dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi
lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah:

1. Directing

Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf
kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas
tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita
menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi
demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang
dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses
pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses
yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan
dengan detil yang sudah dikerjakan.

2. Coaching

Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada


bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil,
mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan
dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan
berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan
meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan
mereka.

3. Supporting

Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya


bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak
memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses
pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan
berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan
telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini
kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih
melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan
saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.

4. Delegating

Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh


wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan
berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalm
pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau
pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan,


serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada,
dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut
sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan
bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang
yang dipimpinnya.

2.2 KEBIDANAN MANDIRI

Asuhan Kebidanan yang mandiri adalah pelayanan yang di lakukan oleh


seorang bidan tanpa intervensi dari pihak lain dalam menjalankan asuhan kebidanan.
Kewenangan Bidan Sesuai Permenkes Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
PenyelenggaranPraktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi Kewenangan
normal:

1) Pelayanan kesehatan ibu

2) Pelayanan kesehatan anak

3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

4) Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah

5) Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki


dokter.

Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan.


Kewenangan ini meliputi:

1. Pelayanan kesehatan ibu Ruang lingkup:

 Pelayanan konseling pada masa pra hamil


 Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
 Pelayanan persalinan normal
 Pelayanan ibu nifas normal
 Pelayanan ibu menyusui

2. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan Kewenangan:

 Episiotomi
 Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
 Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
 Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
 Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
 Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi airsusu ibu
(ASI) eksklusif
 Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga danpostpartum
 Penyuluhan dan konseling
 Bimbingan pada kelompok ibu hamil
 Pemberian surat keterangan kematian
 Pemberian surat keterangan cuti bersalin

3. Pelayanan kesehatan anak Ruang lingkup:

 Pelayanan bayi baru lahir


 Pelayanan bayi
 Pelayanan anak balita

4. Pelayanan anak pra sekolah Kewenangan:

 Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,pencegahan


hipotermi, inisiasi menyusui dini (IMD), injeksi vitamin K1, perawatan
bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), danperawatan tali pusat
 Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
 Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
 Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
 Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah
 Pemberian konseling dan penyuluhan
 Pemberian surat keterangan kelahiran
 Pemberian surat keterangan kematian

5. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluargaberencana, dengan


kewenangan:

 Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksiperempuan


dan keluarga berencana
 Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal
sebagaimana tersebut di atas,khusus bagi bidan yang menjalankan
program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan
pelayanan kesehatan yang meliputi:
o Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
o Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
o Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
o Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu
dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
o Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan
anak sekolah
o Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
o Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan
penyuluhanterhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk
pemberiankondom, dan penyakit lainnya
o Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan ZatAdiktif
lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
o Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

Tugas layanan Mandiri Kebidanan


 Menetapkan manejemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang
diberikan.
 Memberikan pelayanan dasar pada anak,ramaja dan wanita pranikah
dengan melibatkan klain.
 Memberikan asuhan kebidanan kepada klain selama kehamilan normal.
 Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan
dengan melibatkan klien dan keluarga.
 Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
 Memberikan asuhan kepada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga.
 Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang
membutuhkan pelayanan keluarga berencana.
 Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan system
reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium dan menopause.
 Memberikan asuhan kebidanan pada bayi,balita dengan melibatkan
keluarga.

2.3 KEBIDANAN KOLABORASI


Kolaborasi yang dimaksud adalah hubungan kerja antara tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien/klien meliputi diskusi tentang diagnosa,
melakukkan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau
komunikasi serta masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya. Kolaborasi
juga meliputin suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif
kepada seluruh kolaborator. Dalam sebuah tim, pemahaman tentang kontribusi setiap
anggota tim serta untuk mengidentifikasi cara-cara meningkatkan mutu asuhan klien.

Pelayanan kebidanan mempunyai tujuan yang mulia, melindungi dan


mempromosikan kesehatan perempuan, terutama membantu perempuan hamil dan
keluarganya. Dalam pelayanannya sebagai bidan, selain bekerja secara mandiri, bidan
juga melakukan kerja sama atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lainnya
dalam mengupayakan pelayanan kebidanan agar dapat melakukan upaya secara
maksimal dan berkesinambungan dengan berfokus pada pencegahan dan promosi
yang berlandaskan pada kemitraan serta pemberdayaan masyarakat.

Bidan memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan asuhan yang


berkualitas tinggi dan tanggap budaya selama menolong klien dalam berbagai situasi
termasuk kegawatdaruratan. Bidan dapat mengindikasikan kegawatdaruratan atau
masalah yang terjadi sehingga dapat menentukan bagaimana manajemen yang tepat
untuk dilakukan serta mengetahui dengan siapa harus melakukan penanganan dengan
kolaborasi. Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :

1) Semua profesi memiliki visi dan misi yang sama dalam mengupayakan
kesehatan

2) Masing-masing profesi mengetahui batas-batas atau kewenangan dari


pekerjaannya

3) Anggota profesi dapat bertukan informasi dengan baik

4) Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi yang bergabung


dalam tim kolaborasi itu sendiri.

Ada pula hal yang pertlu diperhatikan agar hubungan kolaborasi berjalan
optimal yaitu dengan semua anggota profesi harus mempunyai keinginan untuk
bekerja sama. Dalam proses kolaborasi juga harus melingkupi beberapa hal,
diantaranya

1) Respect dan kepercayaan

Kepercayaan satu sama lain diperlukan untuk membangun komunikasi


yang baik dalam berkolaborasi. Respect dan kepercyaan dapat disampaikan
secara verbal maupun non-verbal serta dapat dilihat dan dirasakan dalam
penerapannya sehari-hari

2) Memberikan dan menerima feedback

Pada dasarnya, feedback dapat dipengaruhi oleh persepsi dan


pengetahuan seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercyaaan terhadap diri
sendiri, serta faktor lingkungan. Segala macam feedback dapat bersifat negatif
maupun positif. Maka dari itu dalam kolaborasi antara bidan dan tenaga
keseahtan yang lainnnya harus memiliki sifat menghargai dan mengakui
pendapat serta dapat menyampaikan pandangan dengan komuniksi yang baik.

3) Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk


mewujudkan kolaborasi yang efektif guna menyatukan data kesehatan pasien
secara komprehensif sehingga menjadi sumber informasi yang baik dan benar
baik semua orang yang membuthkan informasi tersebut. Tindakan yang
dilakukan juga akan dipengaruhi oleh pengambilan keputusan dari hasil
kolaborasi tersebut.

4) Manajemen Konflik

Untuk menentukan konflik, antara bidan dan tenaga kesehatan yang


berkolaborasi harus memahami peran dan fungsinya masing-masing,
melakukan diskusi dan klarifikasi persepsi atau pemikiran.

Dalam kebidanan kolaborasi juga dapat dilakukan dari klien dengan


keluarganya. Pada umumnya kolaborasi yang sering kita ketahui yaitu kerjasama
antara bidan dengan dokter obgyn (Obstetri & Ginekologi).dengan kompetensi bidan
dengan penangan fisiologis, bidan dapat bekerja sama apabila didapati ibu hamil,
persalinan, serta kegawatdaruratan yang bersifat patologis dan beresiko tinggi untuk
klien.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENTINGNYA KEPEMIMPINAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

1. Mandiri

Dalam praktik mandiri, bidan memerlukan kemampuan untuk


mempengaruhi, mengelola, serta mengatur daerah otonominya, sehingga
pelayanan yang diberikan dapat berdampak secara lebih efektif dan efisien.
Masyarakat pun dapat menaruh kepercayaan kepada bidan sehingga mau
melakukan saran yang diberikan. Selain itu kepemimpinan yang baik dapat
meningkatkan kepeecayaan diri bidan dalam melakukan pekerjaannya.

2. Kolaborasi

Pentingnya kepemimpinan dalam praktik kolaborasi ialah mampu


menampung aspirasi dari kedua belah pihak atau lebih sebagai anggota
kolaborasi. Dengan kelancaran proses kolaborasi dapat meningkatkan mutu
pembahasan atau pelayanan dari berbagai pihak sehingga mendapatkan hasil
yang diinginkan. Kemudian dengan adanya kepemimpinan dapat menciptakan
kepercayaan antar individu/profesi yang terlibat. Selain itu, dapat menciptakan
struktur dan proses dalam kolaborasi yang difokuskan pada melakukan
perubahan secara terus menerus dan lebih baik dari waktu ke waktu.

3. Rujukan

Kemampuan kepemimpinan yang sangat penting dibutuhkan dalam


praktik rujukan salah satunya ialah pengambilan keputusan. Dengan ketepatan
waktu dan pilihan tempat yang putuskan akan sangat berdampak pada kualitas
layanan terutama kebidanan. Pada proses pengamvilan keputusan tidak hanya
bidan dan penerima rujukan saja yang terlibat, namun klien beserta keluarga
juga ikut andil. Kemampuan mengarahkan, memotivasi, serta memberikan
pengaruh kepada klien dan keluarga sangat penting dalam bidang ini.

3.2 KEPEMIMPINAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN MANDIRI

Pelayanan mandiri adalah segala tindakan yang dilakukan oleh seluruh bidan
dengan mandiri dan tanpa intervensi dari tenaga profesi lainnya. Pada pelayanan
mandiri, bidan memegang kendali secara penuh, dan pada dasarnya kegiatan praktik
bidan dilakukan secara mandiri, terutama di Praktik Mandiri Bidan (PMB). Karena
bidan tersebut melaksanakannya tanpa intervensi, perlu diperhatikan bahwa rasa
tanggung jawab dan patuh terhadap peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis
mengenai ranah dan pelayanan bidan secara mandiri sangat perlu diperhatikan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor


1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, pelayanan
bidan dapat dilakukan dalam hal kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana, menjalankan program pemerintah, serta dalam
menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter.

Pada kesehatan ibu, bidan dapat memberikan asuhan kebidanan pada saat ibu
sedang hamil, bersalin, juga pada saat masa nifas sekaligus melaksanakan ASI
eksklusif, yang tentu sangat baik untuk awal masa pertumbuhan bayinya. Untuk
kesehatan anak, bidan dapat melaksanakan vaksinasi, sejak bayi, balita, serta usia pra
sekolah hingga tingkat SMA. Bidan dapat memberikan informasi serta edukasi
kepada ibu mengenai kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana,
seperti informasi mengenai siklus menstruasi dan masa ovulasi, serta memberikan
informasi mengenai alat kontrasepsi, lama pemakaiannya, dan sebagainya.

Contoh program pemerintah yang dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri
ialah pemberian tablet penambah darah pada ibu hamil dengan Hemoglobin darah
yang rendah, pemberian vaksinasi segera setelah dan sesuai dengan usia yang telah
ditentukan pada buku KIA dari Kemenkes RI, dan lainnya. Apabila seorang bidan
tinggal di suatu daerah dimana tidak ada dokter yang dinas / bekerja pada daerah yang
sama, maka bidan dapat melaksanakan beberapa tindakan yang selayaknya
dilaksanakan oleh seorang dokter, tergantung situasi dan kondisi kesehatan yang
terdapat di daerah tersebut.

3.3 KEPEMIMPINAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN KOLABORASI

Kolaborasi adalah asuhan yang diberikan kepada perempuan dan anaknya


untuk mengatasi komplikasi kebidanan. Bidan memiliki peran dan tanggung jawab
besar meliputi sepanjang siklus reproduksi perempuan. Oleh karena itu, bidan harus
mampu melakukan usaha pencegahan penyakit terhadap pasien.

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berpotensi untuk menjadi
pemimpin. Dengan menempuh pendidikan berkelanjutan bidan dibekali dengan ilmu
dan keterampilan tentang manajemen dan human relation bidan akan lebih terasah
keterampilan kepemimpinannya

Dalam sebuah kolaborasi bidan dapat menjadi pengambil keputusan untuk


melakukan pelayanan ibu dan anak. Kewenangan bidan yang terkait dengan ibu dan
anak, lebih terinci misalnya: kuretasi digital untuk sisa jaringan konsepsi, vakum
ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul, resusitasi pada bayi baru lahir dengan
asfiksia dan hipotermia dan sebagainya. Pelayanan kebidanan dalam bidang keluarga
berencana, antara lain: memberikan alat kontrasepsi melalui oral, suntikan, AKDR,
AKBK (memasang maupun mencabut) kondom dan tablet serta tissu vaginal.

Contoh :

 Memberikan asuhan kebidanan kepada ibu dalam masa persalinan dengan


risiko tinggi, serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan
pertama dengan tindakan kolaborasi
 Memberikan asuhan kebidanan kepada ibu dalam masa nifas dengan risiko
tinggi, serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga
3.4 KEPEMIMPINAN DALAM PELAYANAN KEBIDANAN RUJUKAN

Layanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang
dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan,
juga layanan yang dilakukan oleh  bidan ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan lain
secara horizontal maupun vertical atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu
serta bayinya (Kepmenkes No. 369 Tahun 2007).

Selain keterampilan dan pengetahuan diperlukan kematangan pribadi dan jiwa


kepemimpinan bidan dalam memberi pelayanan kebidanan, karena bidan juga
menjadi tokoh masyarakat dan panutan bagi kaum wanita. Bidan harus menjalankan
tugas dengan tanggung jawab moral karena pelayanan yang diberikan menyangkut
kehidupan ibu dan anak, pencapaian kesejahteraan ibu, anak, dan keluarga, serta
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Bidan harus tegas dan tepat dalam
mengambil keputusan, terutama masalah keputusan rujukan pada kehamilan beresiko
atau adanya penyulit persalinan. Bidan juga harus dapat membujuk dan menjelaskan
dengan tegas kepada keluarga untuk dapat menyetujui keputusan rujukan dari bidan,
hal ini supaya tidak terjadinya keterlambatan dalam mengambil keputusan dan
membahayakan nyawa ibu serta bayinya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Diana, Sulis. 2017. Model Asuhan Kebidanan Continuity of Care. Surakarta: Kekata
Publisher.

Fattah, Nanang. 2013. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, h. 88.

Health Professional Education Quality Project. 2011. Standar Kompetensi Bidan


Indoesia. Ditjen Dikti Kemdikbud : IBI dan Asosiasi Institut Pendidikan
Kebidanan Indonesia.

Henderson, C., & Jones, K. (2006). Buku Ajar Konsep Kebidanan.

Ismainar, Hetty. 2018. Manajemen Unit Kerja : untuk Perekam Medis dan
Informatika Kesehatan, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Keperawatan, dan
Kebidanan. Deepublish Publisher , Sleman.7

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007.


http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk3692007.pdf (diakses
pada 14 April 2020).

Nurhikmah. 2017. Kepemimpinan dalam Profesi Bidan. Akademi Kebidanan Citama.


Bogor

Mugianti, S. 2016. Managemen dan Kepemimpinan dalam Praktek Keperawatan.


Kemenkes RI. Jakarta Selatan

Rivai V, Mulyadi D. 2012. Kepemimpinan dan perilaku organisasi. Jakarta:


Rajawali pers.

Soemantri, D. 2019. Buku Referensi Kolaborasi dan Kerjasama Tim Kesehatan.


Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.

Sufianti, E. 2014. Kepemimpinan dan Perencanaan Kolaboratif pada Masyarakat


Non-Kolaboratif. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 25(1): 77-95. ISSN
0853-9847

Soepardan, Suryani. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta:EGC


Sujiati, Susanti. 2009. Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi.
Jogyakarta: Nuha Medika

Supradewi, I. (2015). Bidan Mengawal Generasi Penerus Sejak Awal


Kehidupan. Jurnal Ilmiah Bidan, 1(1), ix-ix.

Suryana. 2014. Pelayanan Mandiri dan Pelayanan Kolaborasi.

Syafrudin. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai