KETERGANTUNGAN
OBAT
Rabu, 17 Desember 2014
AYU SUSWANTI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari kesempurnaan.
Karena itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan yang
setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami
khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
Makassar, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengaruh Zat Adaktif Pada Ibu Hamil:
1. Pengertian ketergantungan obat
2. Jenis – jenis zat adaktif
3. Proses terjadinya masalah penyalahgunaan dan ketergantungan obat
B. Dampak yang terjadi pada janin yang terlahir dari seorang ibu yang di pengaruhi obat:
Analisis dan efek samping pada Ibu dan Janin.
C. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat pada kasus ibu hamil dengan
ketergantungan obat.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses luar biasa yang akan dialami oleh setiap wanita
normal. Dimana si Ibu bertanggung jawab untuk melindungi si calon bayi dari segala bentuk
ancaman baik ancaman dari dalam maupun dari luar. Misalnya pada Ibu yang ketergantungan
obat, alkohol maupun nikotin.
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada
akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media
elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang
memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, tidak terkecuali pada ibu hamil.
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil, dalam
penggunaan NAPZA tersebut juga berakibat fatal terhadap si janin (calon bayi). Hal ini
terlihat jelas dengan semakin meningkatnya angka kematian bayi baru lahir dan BBLR,
dengan riwayat si Ibu ketergantungan obat.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak
disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh zat adiktif pada ibu hamil :
a. Apa pengertian ketergantungan obat ?
b. Sebutkan Jenis – jenis zat adaktif ?
c. Bagaimana proses terjadinya masalah penyalahgunaan dan ketergantungan obat ?
2. Bagaimana dampak yang terjadi pada janin yang terlahir dari seorang ibu yang dipengaruhui
obat:
Menganalisis dan efek samping pada Ibu dan Janin ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat pada kasus ibu hamil dengan
ketergantungan ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengaruh zat adiktif pada ibu hamil.
a. Pengertian ketergantungan obat
b. Jenis – jenis zat adaktif
c. Proses terjadinya masalah penyalahgunaan dan ketergantungan obat
2. Mengetahui dampak yang terjadi pada janin yang terlahir dari seorang ibu yang
dipengaruhui obat.
Analisis dan efek samping pada Ibu dan Janin.
3. Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat pada kasus ibu hamil dengan
ketergantungan.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Dampak yang terjadi pada janin yang terlahir dari seorang ibu yang di pengaruhi obat
Analisis dan Efek Samping Pada Ibu dan Janin
a. Sedativa-Hipnotika
Dalam dunia kedokteran, zat adiktif sedative-hipnotika digunakan sebagai zat penenang
yang dikenal juga dengan sebutan pil BK dan magadon.
Pemakaian sedative-hipkotiva dalam dosis kecil menenangkan. Sedangkan dalam dosis besar
menidurkan. Tanda-tanda gejala pemakaiannya yaitu mula-mula gelisah, mengamuk lalu
mengantuk, malasi daya pikir, menurun, bicara dan tindakan lambat.
Tanda-tanda gejala putus obat, yaitu gelisah, sukar tidur, gemetar, muntah, berkeringat,
denyut nadi cepat, tekanan darah naik dan kejang-kejang.
b. Heroin
Segera setelah penyuntikan (atau inhalasi), heroin melintasi penghalang darah-otak.
Dalam otak, heroin dikonversi menjadi morfin dan cepat mengikat pada reseptor opioid.
Pelaku biasanya mengalami perasaan gelombang dan sensasi menyenangkan, serta tergesa-
gesa. Intensitas terburu-buru adalah fungsi dari berapa banyak obat yang diambil dan
seberapa cepat obat tersebut memasuki otak dan mengikat ke reseptor opioid alami.
Efek jangka pendek heroin :
Tergesa-gesa “rush”
Respirasi Tertekan
Mendung fungsi mental
Penindasan sakit
Aborsi spontan
Heroin sangat adiktif karena memasuki otak begitu cepat. Dengan heroin, terburu-buru
biasanya disertai dengan pembilasan hangat dari kulit, mulut kering, dan terasa berat di kaki,
yang mungkin disertai mual, muntah, dan gatal-gatal parah.
Setelah efek awal, pelaku biasanya akan mengantuk selama beberapa jam. Mental fungsi
mendung oleh efek heroin pada sistem saraf pusat fungsi jantung lambat. Pernapasan juga
sangat lambat, kadang-kadang hampir mati. Overdosis heroin merupakan risiko khusus di
jalan, di mana jumlah dan kemurnian obat tidak dapat diketahui secara akurat.
Efek jangka panjang heroin :
Addiction (Kecanduan)
Infeksi bakteri
Abses
Penyalahgunaan heroin pada ibu hamil dapat menyebabkan komplikasi serius selama
kehamilan, termasuk pengiriman keguguran dan premature Anak-anak yang lahir dari ibu
kecanduan beresiko besar SIDS (sindrom kematian bayi mendadak). Wanita hamil tidak
boleh didetoksifikasi dari opiat karena peningkatan risiko abortus spontan atau kelahiran
prematur, melainkan, pengobatan dengan metadon sangat disarankan. Meskipun bayi yang
lahir dari ibu yg ketergantungan metadon dapat menunjukkan tanda-tanda ketergantungan
fisik, mereka dapat diobati dengan mudah. Penelitian juga menunjukkan bahwa efek dalam
paparan rahim untuk metadon relatif jinak.
c. Kokain
Efek kokain, sama dengan amfetamin disertai stimulasi SSP jangka pendek. Ada
hambatan dalam ambilan ulang katekolamin, yang mengakibatkan kadar norepinefrin,
serotonin, dan domain tinggi. Hal ini mengakibatkan penyalahguna kokain terjaga berlebihan.
Kokain meningkatkan kadar norepinefrin dan serotonin dengan cepat dan menurunkan kadar
kedua zat tersebut dengan tiba-tiba.
Sistem biokimia norepinefrin, serotonin, dan dopamin memainkan peran utama mengatur
mood dan kesehatan mental.
d. Alkohol
Alkohol atau etanol bersifat larut dalam air sehingga akan benar-benar mencapai setiap
sel setelah dikonsumsi. Alkohol yang dikonsumsi akan diserap masuk melalui saluran
pernafasan. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk kedalam lambung dan diserap oleh
usus kecil. Hanya 5-15% yang diekskresikan secara langsung melalui paru-paru, keringat dan
urin. Pernah dibuktikan bagaimana cepat dan mudahnya alkohol diserap oleh tubuh manusia.
Alkohol sangat mudah terdistribusi masuk ke dalam saluran darah janin melalui darah
ibunya dan dapat merusak sel-sel pada janin. Sel-sel utama yang menjadi target kerusakan
adalah pada otak dan medula spinalis. Fetal alcohol syndrome (FAS)menggambarkan
rentang efek alkohol terhadap janin hingga bayi yang dilahirkan mengalami kelainan fisik
dan mental. Efeknya bervariasi dari ringan sampai sedang. Beberapa efek alkohol terhadap
janin antara lain adalah :
Bentuk wajah yang ganjil. Bayi mungkin akan memiliki kepala kecil, dengan muka datar, dan
mata yang hanya bisa membuka sedikit. Dan keadaan ini makin kelihatan nyata ketika anak
berusia 2-3 tahun.
Gangguan pertumbuhan. Anak yang terpapar alkohol saat masih dalam kandungan akan
tumbuh lebih lambat daripada anak yang normal.
Masalah belajar dan perilaku. Hal ini karena alcohol juga akan mempengaruhi fungsi otak
anak.
Cacat lahir. Selain dengan bentuk wajah ganjil, bayi mungkin akan mengalami kecacatan pada
berbagai bagian tubuh.
Biasanya, bayi akan lahir dengan bentuk otot tubuh dan kepala yang terlalu kecil. Selain
itu, bayi yang dikandung kemungkinan besar juga akan mengalami gangguan pada
pendengaran, penglihatan, dan juga masalah kecanduan alkohol serta gangguan pada
pelakunya.
e. Marijuana
Komponen aktifnya adalah delta-9-tetrahidrokannabinol, dimetabolisme di hepar, 2
minggu setelah pemakaian masih dapat dideteksi dalam urin. Bila dihisap kurang dari 2jam,
sedang penggunaan oral efeknya mencapai 30-120 menit dan berakhir 5-7 jam.
Risiko maternal : mempunyai efek karsinogenik lebih kuat, menimbulkan inflamasi paru
yang luas, menghambat produksi makrofag paru.
Risiko perinatal : lipatan epiknatal lebih berat,hipertelorisme, pertumbuhan janin
terhambat,partus prematurus,partus presipitatus, risiko menunjang waktu persalinan serta
partus macet, komplikasi dalam air ketuban.
f. Fenisiklidin (PCP)
Setelah digunakan, PCP mengendap di otak dan lemak tubuh selama waktu yang lama.
Obat ini dapat menembus plasenta dan cenderung ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi
dalam jaringan janin dari pada dalam jaringan maternal.
g. Tembakau
Nikotin menyebabkan pembuluh darah plasenta vasokontriksi dan karbon monoksida
menonaktifkan Hb maternal dan janin, yang penting untuk mentranspor oksigen ke janin.
Paparan asap tembakau pada ibu hamil dapat mengakibatkan terganggunya
perkembangan janin dan pertumbuhan bayi serta katian pada bayi baru lahir. Namun, yang
paling menonjol adalah kelahiran bayi premature dan BBLR. Masalah pernafasan dan
sindrom kematian mendadak bayi juga umum terjadi.
D. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat pada kasus ibu hamil dengan
ketergantungan obat.
1. Pengkajian
Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan format pengkajian di ruang
psikiatri atau sesuai dengan pedoman yang ada di masing-masing ruangan tergantung pada
kebijaksanaan rumah sakit dan format pengkajian yang tersedia. Adapun pengkajian yang
dilakukan meliputi :
a. Perilaku
b. Faktor penyebab dan faktor pencetus
c. Mekanisme koping yang digunakan oleh penyalahguna zat meliputi:
penyangkalan (denial) terhadap masalah
rasionalisasi
memproyeksikan tanggung jawab terhadap perilakunya
mengurangi jumlah alkohol atau obat yang dipakainya
d. Sumber-sumber koping (support system) yang digunakan oleh klien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi kurang volume cairan dan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan: efek penggunaan obat-obatan psikoaktif.
b. Resiko tinggi cedera terhadap diri sendiri, janin, atau bayi baru lahir yang berhubungan
dengan efek sensori obat.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gaya hidup dehidrasi dan malnutrisi metode
pemberian obat / efek obat.
d. Kurang perawatan diri, mandi, higyene yang berhubungan dengan efek zat.
e. Penyangkalan (denial) yang berhubungan dengan kurang pemahaman tentang proses
penyakit, efek obat psikoaltif pada janin yang bertumbuh dan kehamilan.
f. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan sistem pendukung yang kurang,
harga diri rendah, tidak adanya mekanisme sehat untuk mengenali dan mengungkapkan
kemarahan.
g. Resiko tinggi kekerasan berhubungan dengan mempertahankan kebiasaan menggunakan
obat, efek zat yang digunakan.
3. Intervensi
Dx: Resiko tinggi cedera terhadap diri sendiri, janin, atau bayi baru lahir yang berhubungan
dengan efek sensori obat.
Hasil yang diharapkan:
Persalinan pasien yang prematur akan disupresi
Intervensi:
Memantau terapi tokolisis melalui IV.
Memantau status ibu dan janin akibat pemberian terapi
Menganjurkan bumil untuk mengambil keputusan melakukan tirah baring, dan menjaga
kebersihan.
Menyiapkan kepulangan pasien : memberi penyuluhan tentang pemberian obat oral dan cara
mengenali tanda persalinan prematur, apa dan bagaimana melaporkannya: sumber orang yang
dapat dihubungi saat diperlukan.
Rasional:
Pemantauan ketat penting untuk menentukan keefektifan dan megenali tanda dini toksisitas.
Menunjukan penghargaan terhadap kemampuan pasien mengambil keputusan sehingga ia
akan merasa lebih kuat.
Pengetahuan memberikan dasar dalam mengambil keputusan : merupakan proses yang
membantu dalam mengembangkan keterampilan koping yang baru; kepercayaan perawat
dapat membantu pasien dalam mengembangkan harga diri, yang bisa membantu pasien
melewati sisi hidupnya yang lain.
Evaluasi:
Persalinan prematur disupresi tanpa terjadi toksisitas.
Pasien mampu mematuhi tirah baring.
Pasien minum obat oral sesuai instruksi, persalinan pre term tidak terjadi.
Dx: Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan sistem pendukung yang kurang.
Hasil yang diharapkan:
Pasien akan mengungkan sikap positif terhadap dirinya.
Pasien akan meneruskan kehamilannya sampai cukup bulan tanpa menggunakan kokain.
Intervensi:
Mendorong klien untuk mengenali kekuatan dirinya.
Membantu mengembangkan strategi penyelesaian masalah.
Menggali sumber untuk mengurangi penggunaan zat.
Rasional:
Mengurangi ketergantungan pada dominasi teman sebay ayang tidak tepat.
Mendorong keterlibatan klien dalam rencana perawatan dan pelaksanaan aktivitas.
Evaluasi:
Klien mampu menggunakan pernyataan positif “saya” .
Klien membantu mengembangkan rencana perawatan yang tepat untuk kelahiran aterm.
Klien hadri dalam progam rehabilitasi, mendiskusikan masalah dengan perawat di klinik/
perawat kesehatan masyarakat, dan tetap bebas dari obat selama sisa masa hamilnya.
Dx : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan: efek penggunaan obat-
obatan psikoaktif.
Hasil yang diharapkan:
Ibu dan janin akan mempertahankan nutrisi yang ade kuat.
Intervensi:
Memberi si Ibu konsultasi tentang konsultasi wanita hamil dan janin.
Bersama-sama mengembangkan rencana makan yang meliputi jadwal, lingkungan, dan jenis
makanan yang disukai/ tidak disukai.
Rasional :
Klien kurang memahami kebutuhan nutrisi selama hamil.
Penyalahguna zat sering sekali lupa makan / lupa makanan kesukaannya.
Evaluasi:
Status nutrisi pasien dan asupan makanannya sesuai denagn kehamilannya trimester ketiga.
Pasien menjalankan rencana makan dan memasukan makanan kesukaan dalam pilihan
makanan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada
akhir-akhir ini makin marak. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang
memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, tidak terkecuali pada ibu hamil.
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil, dalam
penggunaan NAPZA tersebut juga berakibat fatal terhadap si janin (calon bayi). Hal ini
terlihat jelas dengan semakin meningkatnya angka kematian bayi baru lahir dan BBLR,
dengan riwayat si Ibu ketergantungan obat.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak
disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).
B. Saran
Penulis harapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua untuk ilmu yang
lebih membangun. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang positif dari
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Unintended Pregnancy in Opioid-abusing Women
Sarah H. Heil, Ph.D,1 Hendree E. Jones, Ph.D,2 Amelia Arria, Ph.D,3 Karol Kaltenbach, Ph.D,4 Mara Coyle,
M.D,5Gabriele Fischer, M.D,6 Susan Stine, M.D., Ph.D,7 Peter Selby, M.D,8 and Peter R. Martin, M.D9
The publisher's final edited version of this article is available at J Subst Abuse Treat
Abstract
Go to:
1. Introduction
Licit and illicit opioid dependence during pregnancy is often complicated by a multitude of
other factors, including low socioeconomic status, poor nutrition, lack of prenatal care, family
instability, interpersonal violence, homelessness, psychological problems, and other drug use
(Center for Substance Abuse Treatment, 1993). In the perinatal period, these intertwined
factors can contribute to a number of adverse maternal and infant outcomes including, but not
limited to, premature delivery, low birth weight, and neonatal abstinence syndrome
(see Kaltenbach et al., 1998 for a review). In the longer term, bearing a child in such
disadvantaged circumstances has been shown to significantly diminish the future wellbeing
of both the mother and the child (Graham 2007, 2009; Mishel et al., 2009).
To our knowledge, there is just one small study estimating unintended pregnancy among
opioid-dependent women. The results of this study indicated that 67% (24/36) of pregnant
women enrolled in a New York City methadone maintenance program reported they did not
plan the pregnancy (Selwyn et al., 1989). As a first step toward developing interventions to
reduce unintended pregnancy among opioid-dependent women, the present study sought to
estimate the prevalence of unintended pregnancy and its three subtypes (mistimed, unwanted,
and ambivalent) in a much larger sample of pregnant women reporting opioid abuse.
Go to:
2. Methods
2.1. Participants
Data were obtained from 946 opioid-abusing pregnant women screened for potential
enrollment in the MOTHER (Maternal Opioid Treatment: Human Experimental Research)
trial. This multi-site trial, performed at eight diverse U.S. and international clinical sites and
settings, was designed to compare the safety and efficacy of methadone and buprenorphine
for the treatment of opioid-dependence during pregnancy (Jones et al., 2008).
Participants who provided informed consent were screened for eligibility either at the time of
treatment entry or at the time they considered a change from their established drug treatment
program. Interviews were conducted with all potential participants to determine eligibility for
the study; at some sites, some information was collected by chart review prior to the
interview. Demographic information collected included age, education level, race, and
marital status. Drug use and treatment variables assessed included frequency of current
opioid and cocaine use and the number and type of prior treatment episodes.
Pregnancy intention of the current pregnancy was assessed by the question “When did you
intend to become pregnant?” Response options were “sooner”, “now”, “later”, “never”, and
“don’t know/unsure”. Women who responded that they intended to become pregnant
“sooner” or “now” were classified as having intended pregnancies. Women who responded
“later” were classified a having mistimed pregnancies. Women who responded “never” were
classified as having unwanted pregnancies. Women who responded “don’t know/unsure”
were classified as having ambivalent pregnancies (Mohlajee et al., 2007).
Two types of analyses were performed to examine between-group differences. First, analyses
examined demographic differences between women with intended pregnancies and women
with unintended pregnancies. Statistically significant differences in continuous and
dichotomous variables were evaluated using t-tests, and z-tests, respectively. Second,
differences between groups on drug use and other factors were evaluated using logistic
regression models in which each variable of interest was entered separately into a logit model
controlling for age, race and site location.
Go to:
3. Results
Of 946 opioid-abusing women screened, 129 (14%) reported having intended pregnancies
and 817 (86%) reported having unintended pregnancies. As a percentage of all pregnancies,
323 (34%) were mistimed, 252 (27%) were unwanted, and 242 (26%) were ambivalent
pregnancies.
3.2. Pregnancy Intention and Maternal Demographic Characteristics and Drug Use
Table 1
Regarding maternal drug use, women with unintended pregnancies were more likely to have
used cocaine in the 30 days prior to screening compared to women with intended pregnancies
(adjusted odds ratio = 1.6, p < 0.05). Regarding the subtypes of unintended pregnancy,
women with mistimed pregnancies were less likely to have used cocaine in the past 30 days
compared to women with intended pregnancies (adjusted odds ratio = 1.8, p < 0.05). Women
with ambivalent pregnancies were more likely to report prior medication-assisted treatment
compared to women with intended pregnancies (adjusted odds ratio = 0.5, p < 0.05). [Table
1about here]
Go to:
4. Discussion
Unintended pregnancy was highly prevalent in this sample; nearly 9 of every 10 women
screened reported that the current pregnancy was unintended. This rate is 2–3 times the rate
observed in the general population (Chandra et al., 2005; Mohllajee et al., 2007; Williams et
al., 2006). In addition, the occurrence of unintended pregnancy in the current sample was
nearly 20% higher than previous estimates in pregnant women with opioid problems (Selwyn
et al., 1989).
To our knowledge, this is the first report of the rates of the three subtypes of unintended
pregnancy in opioid-abusing pregnant women. The percentage of women reporting mistimed,
unwanted or ambivalent pregnancies in the present sample were fairly comparable, with each
representing about one-third of the total sample. The percentage of women reporting an
unwanted pregnancy was nearly 3 times higher in the present study compared to the general
population and the percentage of women reporting ambivalence, more than 4 times higher
(Mohllajee et al., 2007). These figures dramatically underscore the need to develop
interventions to bring contraceptive use in line with conception desires among opioid-abusing
women.
Although there were few differences between women with intended vs. unintended
pregnancies, more differences emerged when women with unintended pregnancies were
disaggregated into the three subtypes of unintended pregnancy and compared to women with
intended pregnancies. Consistent with the literature on pregnancy intention in the general
population, women with mistimed pregnancies were younger (D’Angelo et al.,
2004; Mohlajee et al., 2007). A lower percentage of these women also reported recent
cocaine use compared to women with intended pregnancies. In studies of the general
population, women with mistimed pregnancies report more smoking, but less drinking
compared to women with intended pregnancies (D’Angelo et al., 2004; Mohlajee et al.,
2007), suggesting some variability in drug use among women with mistimed pregnancies.
Consistent with the literature in the general population, women with unwanted and
ambivalent pregnancies were older and less likely to be White compared to women with
intended pregnancies (D’Angelo et al., 2004; Mohlajee et al, 2007). Women with ambivalent
pregnancies were also more likely to be unemployed and a higher percentage reported prior
medication-assisted treatment. Overall, the greatest number of differences was observed
between women with ambivalent vs. intended pregnancies. This is in contrast to the general
population literature, where women with ambivalent pregnancies tend to be most similar to
women with intended pregnancies in terms of demographic characteristics as well as maternal
and infant outcomes (Mohlajee et al., 2007). Additional studies will be needed to replicate
this pattern of results and to determine the implications of such differences.
Go to:
Acknowledgments
Funding for this study was provided by NIDA research grants RO1 DA 015738, 015741,
015764, 015778, 015832, 017513, 018410, and 018417. We thank Laura Garnier for
assistance with statistical analyses.
Go to:
Footnotes
Publisher's Disclaimer: This is a PDF file of an unedited manuscript that has been accepted for
publication. As a service to our customers we are providing this early version of the manuscript. The
manuscript will undergo copyediting, typesetting, and review of the resulting proof before it is published in
its final citable form. Please note that during the production process errors may be discovered which could
affect the content, and all legal disclaimers that apply to the journal pertain.
Go to:
References
1. Armstrong KA, Kennedy MG, Kline A, Tunstall C. Reproductive health needs: comparing
women at high, drug-related risk of HIV with a national sample. Journal of the American
Medical Women’s Association. 1999;54:65–70. [PubMed]
2. Centers for Disease Control. What we have learned … 1990–1995. Retrieved
fromhttp://www.cdc.gov/std/research/older/wwhl-1990-1995/learn0.htm.
3. Center for Substance Abuse Treatment. Treatment Improvement Protocol (TIP) Series
5. Rockville, MD: Substance Abuse and Mental Health Services Administration; 1993.
Improving treatment for drug-exposed infants.
4. Chandra A, Martinez GM, Mosher WD, Abma JC, Jones J. Fertility, family planning, and
reproductive health of U.S. women: Data from the 2002 National Survey of Family
Growth. Vital and Health Statistics. 2005:1–160. [PubMed]
5. D’Angelo DV, Gilbert BC, Rochat RW, Santelli JS, Herold JM. Differences between mistimed
and unwanted pregnancies among women who have live births. Perspectives on Sexual and
Reproductive Health. 2004;36:192–197. [PubMed]
6. Graham H. Unequal lives: health and socioeconomic inequalities. Berkshire, England: Open
University Press; 2007.
7. Graham H. Women and smoking: Understanding socioeconomic influences. Drug and
Alcohol Dependence. 2009;104(Suppl 1):S11–16. [PubMed]
8. Jones HE, Martin PR, Heil SH, Kaltenbach K, Selby P, Coyle MG, Stine SM, O’Grady KE, Arria
AM, Fischer G. Treatment of opioid dependent pregnant women: Clinical and research
issues. Journal of Substance Abuse Treatment. 2008;35:245–259. [PMC free
article] [PubMed]
9. Kaltenbach K, Berghella V, Finnegan L. Opioid dependence during pregnancy. Effects and
management. Obstetrics and Gynecology Clinics of North America. 1998;25:139–
151. [PubMed]
10. Mishel Ll, Berstein J, Shierholz H. The state of working America, 2008/2009. Ithaca, NY: ILR
Press; 2009.
11. Mohllajee AP, Curtis KM, Morrow B, Marchbanks PA. Pregnancy intention and its
relationship to birth and maternal outcomes. Obstetrics and Gynecology. 2007;109:678–
686. [PubMed]
12. Selwyn PA, Carter RJ, Schoenbaum EE, Robertson J, Klein RS, Rogers MF. Knowledge of HIV
antibody status and decisions to continue or terminate pregnancy among intravenous drug
users.JAMA. 1989;261:3567–2571. [PubMed]
13. Williams L, Morrow B, Shulman H, Stephens R, D’Angelo D, Fowler CI. PRAMS 2002
Surveillance Report. Retrieved
from http://www.cdc.gov/PRAMS/2002PRAMSSurvReport/Index.htm.
DEFINISI
Ketagihan adalah perbuatan kompulsif (yang terpaksa
dilakukan) dan keterlibatan yang berlebihan terhadap suatu
kegiatan tertentu.
Kegiatan ini bisa berupa pertaruhan (judi) atau berupa
penggunaan berbagai zat, seperti obat-obatan.
Obat-obatan dapat menyebabkan ketergantungan psikis saja
atau ketergantungan psikis dan fisik.
BAB II
TTINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat atau bahan berbahaya. Selain istilah
Narkoba juga dikenal istilah NAPZA yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Semua
istilah ini sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai risiko kecanduan.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU no
22, tahun 1997)
NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik ditelan
melalui mulut, dihirup melalui hidung maupun disuntikkan melalui urat darah. Zat-zat kimia itu
dapat mengubahpikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Pemakaian terus
menerus akan mengakibatkan ketergantungan fisik dan/atau psikologis.
(http://www.unicef.org/indonesia/id/HIV-AIDSbooklet_part4.pdf.
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang
berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuan biologik
terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek
yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik
(Stuart & Sundeen, 2005).
B. Jenis-Jenis NAPZA
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan
perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus.
Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin,
dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat
menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro
dkk.2004).
2. Etiologi
Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa seseorang menyalahgunakan NAPZA
dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak dalam perilaku ini merupakan
sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun berdasarkan
hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang berperan pada penyalahgunaan NAPZA.
a) Faktor keluarga
Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran orang tua sangat dominan, dengan
anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua – dengan alasan sopan santun, adat
istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk
berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan
dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal
Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat,
mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu
Kepribadian penyalahguna NAPZA juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja,
biasanya penyalahguna NAPZA memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah.
Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan
emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut
mempengaruhi.
Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh
terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga
berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar
dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang dependen dan tidak
mandiri memainkan peranan penting dalam memandang
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman
atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu.
Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya
semua orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan.
Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan
kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olah raga, sosial dan
akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya.
Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang
mendukung penyalahgunaan NAPZA dapat muncul.
Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu.
Indonesia yang sudah mendjadi tujuan pasar narkotika internasional, menyebabkan zat-zat ini
dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika
menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk sampai di SD. Penegakan hukum yang
belum sepenuhnya berhasil – tentunya dengan berbagai kendalanya – juga turut menyuburkan
usaha penjualan NAPZA di Indonesia.
Akhirnya, dari beberapa faktor yang sudah diuraikan, tidak ada faktor yang satu-satu berperan dalam
setiap kasus penyalahgunaan NAPZA. Ada faktor yang memberikan kesempatan, dan ada faktor
pemicu. Biasanya, semua faktor itu berperan. Karena itu,
Fisik Berat badan turun drastis. Buang air besar dan kecil kurang lancar. Mata terlihat cekung
dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman. Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang
jelas. Tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas gigitan nyamuk dan ada tandabekas
luka sayatan. Goresan dan perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan. EmosiBila ditegur atau
dimarahi, dia malah menunjukkan sikap membangkang. Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk
memukul orang atau berbicara kasar terhadapanggota keluarga atau orang di sekitarnya.Nafsu
makan tidak menentu. Sangat sensitif dan cepat bosan.Perilaku Bicara cedal atau pelo. Jalan
sempoyongan Malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas rutinnya.Mengalami
jantung berdebar-debar.Mengalami nyeri kepala.Mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi.Mengeluarkan
air mata berlebihan. Mengeluarkan keringat berlebihan. Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh
dari keluarga.Selalu kehabisan uang.Sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan, biasanya terjadi
pada saat gejala "putuszat".Sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam
alasan. Sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan
pulanglewat tengah malam.Sering mengalami mimpi buruk.Sering menguap.Cenderung menarik diri
dari acara keluarga dan lebih senang mengurung dikamarSikapnya cenderung jadi manipulatif dan
tiba-tiba tampak manis bila ada maunya, sepertisaat membutuhkan uang untuk beli obat.Suka
mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat pekerjaan dan menggadaikanbarang-barang
berharga di rumah.
D. Pemeriksaan diagnostic
VCT.dia diajak teman-temannya melakukan VCT (visite conselling test). "Saat itu aku tidak
tahu untuk apa diajak VCT. Ternyata untuk memeriksakan diri apakah terkena HIV/AIDS atau tidak.
E. Penatalaksanaan
Peran keluarga Ada beberapa alasan yang menuntut keberadaan keluarga sebagai pelaku
utama dari upaya mereduksi permintaan akan napza, Pertama, meningkatnya anak/remaja/pemuda
yang terlibat. Dari keseluruhan kasus narkoba, 80%-nya melibatkan mereka. Kedua, semakin
mudanya usia awal menggunakan napza. Saat usia awal menggunakan zat halusinogen adalah 10
tahun, obat psikotropika (10tahun), dan opium (13 tahun). Masa kritis untuk pertama kali memakai
Napza adalah ketika ia duduk di kelas satu SLTP, kelas satu SMU, atau ketika di semester 1-2
perguruan tinggi. Saat itu, mereka dihadapkan pada tantangan, konflik, dan kondisi baru. Ketiga,
besarnya pengaruh teman. Umumnya asal mula seseorang memakai napza adalah karena bujukan
teman. Penolakan terhadap tekanan ini sering kali mengakibatkan ia dikucilkan oleh kelompoknya.
Hasil penelitian Dadang Hawari (Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat, 1990)
F. Pada remaja, selain faktor – faktor diatas Keadaan ketergantungan obat dapat disebabkan karena
pada masa remaja mengalami suatu keadaan yang relatif mudah berubah-ubah,ini disebabkan
karena ciri dari remaja itu sendiri diantaranya :
1. Masa remaja sebagai periode penting
Walaupun semua periode dalam rentang kehidupan penting pada usia remaja perkembangan
fisik dan mental yang cepat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk
sikap ,nilai dan minat baru yang mempunyai akibat jangka panjang pada usia berikutnya.
I. Selain itu pada masa remaja mengalami beberapa perubahan diantaranya adalah :
1. Perubahan emosi
Pola emosi pada remaja sama dengan anak-anak,yang membedakan terletak pada ransangan
dan derajat yang membangkitkan emosi. Emosi yang umum yang dimiliki oleh remaja antara lain ;
amarah,takut,cemburu,ingin tahu,irihati,gembira, sedih, kasih sayang. Remaja yang memiliki
kematangan emosi memberikan reaksi emosional yang stabil , tidak berubah-ubah dari suatu
suasana hati ke suasana hati yang lain.
2. Perubahan sosial
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan
penyesuaian sosial, hal tersebut dikarenakan oleh kuatnya pengaruh kelompok sebaya disebabkan
remaja lebih banyak diluar rumah bersama teman sebaya.
1. Orang tua
Sikap orang tua terhadap remaja merupaka faktor yang sangat penting bagi perkembangan
kepribadian remaja.Perkawinan yang tidak bahagia atau perceraian menimbulkan kebingungan pada
remaja.Bila orang tua tidak rukun ,maka sering mereka tidak konsekuen dalam hal mengatur disiplin
dan sering mereka bertengkar didepan anak-anak mereka.Sebaliknya disiplin yang dipertahankan
secara kaku dapat menimbulkan frustasi yang hebat.Disiplin harus dipertahankan dengan bijaksana
,jangan sampai seakan-akan ada dua blok dirumah,yaitu orang tua disatu pihak dan anak-anak dilain
pihak.
2. Saudara-saudara
Rasa iri hati terhadap saudar-saudara adalah normal, biasanya lebih nyata pada anak pertama
dan lebih besar antara anak-anak dengan jenis kelamin yang sama.Perasaan ini akan bertambah
keras bila orang tua memperlakukan anak-anak tidak sama (pilih kasih).Untuk menarik perhatian dan
simpati dari orang tua,biasanya remaja menunjukkan perilaku agresif atau negativistik.
4. Hubungan disekolahnya
Yang perlu diselidiki adalah bagaimana hubungan remaja dengan gurunya, teman sekolahnya.
Tidak jarang seorang guru yang sifatnya terlalu keras justru menimbulkan kenakalan pada murid-
muridnya.
5. Keadaan ekonomi
Ketergantungan obat lebih sering didapati pada anak-anak dari golongan sosio-ekonomi tinggi
atau rendah. Hal ini terjadi mungkin karena orang tua mereka terlalu sibuk dengan kegiatan-kegiatan
sosial (pada kalangan atas)atau sibuk dengan mencari nafkah (pada kalangan rendah) sehingga lupa
menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan baik pada para remaja.
Menurut Rosenheim,Tucker dan Lafore, diambil kesimpulan bahwa orang tua remaja dengan
ketergantungan obat sering menunjukkan sikap menolak terhadap anak mereka. Sikap menolak ini
mempunyai latar belakang tertentu, misalnya :
a. Perkawinan yang tidak bahagia.Isteri mengira bahwa dengan adanya anak,hubungan suami istri
akan menjadi baik. Bila kemudian ternyata tidak demikian, maka anaklah yang dipersalahkan
(mungkin secara tidak disadari)
b. Sikap menolak juga mungkin timbul karena sebelumnya ibunya takut hamil lagi karena kesulitan
ekonomi dan kelahiran seorang anak akan menambah beban keluarga.
c. Sikap menolak dari orang tua terhadap anak mereka terutama pada remaja diantaranya adalah :
3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain
1. standart perilaku
2. Metode disiplin
4. Komunikasi Keluarga
5. Besarnya kelurga
1 Pengkajian
1. Nama keluarga
2. Alamat dan nomor telepon
3. Komposisi keluarga
4. Tipe bentuk keluarga
5. Latar belakang kebudayaan
6. Identifikasi religi
7. Status kelas keluarga
8. Aktifitas-aktifitas rekreasi atau aktifitas waktu luang
2 .TAHAP PERKEMBANGAN DAN RIWAYAT KELUARGA
3. DATA LINGKUNGAN
a. Karakteristik-karakteristik rumah
b. Karakteristik-karakteristik dari lingkungan sekitar rumah dan komunitas yang lebih besar
c. Mobilitas geografi keluarga
d. Asosiasi-asosiasi dan transaksi-transaksi keluarga dengan komunitas
e. Jaringan dukungan sosial keluarga
4. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola-pola komunikasi
Jangkauan komunikasi fungsional dan disfungsional(tipe-tipe pola berulang).
2. Struktur kekuasaan
Hasil-hasil dari kekuasaan.
Dasar-dasar kekuasaan.
3. Struktur peran
Struktur peran formal.
4. Nilai-nilai keluarga
Bandingkan keluarga dengan orang Amerika / nilai-nilai kelompok referensi keluarga dan atau
mengidentifikasi nilai-nilai penting keluarga dan pentingnya (prioritas) dalam keluarga.
Kongruensi antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai subsistem keluarga juga kelompok referensi dan
atau komunitas yan lebih luas.
Variabel-variabel yang mempengaruhi nilai-nilai keluarga.Apakah nilai-nilai ini dipegang teguh oleh
keluarga secara sadar maupun secara tidak sadar.
E. FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi afektif
Kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Mutual Nurturance, keakrapan dan identifikasi.
Diagram kedekatan dalam keluarga sangat membantu dalam hal ini.
Perpisahan dan kekerabatan
2. Fungsi sosialisasi
Praktik-praktik pengasuhan anak dalam keluarga.
Kemampuan adaptasi praktik-praktik pengasuhan anak untuk bentuk keluarga dan situasi
dari keluarga.Siapa-siapa yang menjadi pelaku sosialisasi bagi anak-anak?Nilai-nilai anak dalam
keluarga. Keyakinan-keyakinan kultur yang mempengaruhi pola-pola pengasuhan anak.Estimasi
tentang apakah keluarga beresiko. Mengalami masalah-masalah pengasuhan anak dan jika demikian,
indikasi bagi faktor-faktor resiko tinggi. Adekuasi lingkungan rumah akan kebutuhan anak untuk
bermain.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Keyakinan kesehatan, nilai-nilai dan perilaku keluarga.
Praktik-praktik diit keluarga , adekuasi diit keluarga (catatan riwayat makan untuk 24 jam yang
direkomendasikan)
Fungsi jam makanan dan sikap terhadap makanan dan jam makan.
Praktik-praktik kesehatan gigi. Riwayat kesehatan keluarga (baik penyakit umum maupun khusus yang
berhubungan dengan lingkungan maupun genetika).
Layanan
kesehatan yanng diterima. Perasaan dan persepsi mengenai layanan kesehatan. Layanan
perawatan kesehatan darurat. Layanan kesehatan gigi. Sumber pembiayaan medis dan gigi. Logistik
perawatan yang diperoleh.
F. COPING KELUARGA
ANALISA DATA
Analisa data dilakukan dengan menggunakan tipologi masalah kesehatan,yang terdiri dari 3
kelompok sifat masalah kesehatan (Freeman).
Riwayat penyakit keturunan dalam keluarga, penyaki menular, besar/jumlah keluarga hubungannya
dengan sumber daya keluarga. Kecelakaan, nutrisi, stress, kesehatan lingkungan, Kebiasaan
personal. Karakteristik personal, Riwayat kesehatan,Peran,Status imunisasi.
2. Defisit kesehatan
Merupakan suatu keadaan gagal mempertahankan kesehatan termasuk:
Perkawinan.
Kehamilan,persalinan,masa nifas.
Menjadi orang tua.
1. Diskusikan dengan keluarga perkembangan normal yang terjadi pada remaja dan pentingnya
membentuk ikatan emosional yang kuat untuk mencegah timbulnya permasalahan – permasalahan
dalam keluarga
2. Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian dan contoh remaja dengan ketergantungan
obat.
3. Diskusikan tentang factor-faktor yang mempengaruhi permasalahan ketergantungan obat.
4. Beri kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan kemungkinan factor yang
menyebabkan timbulnya masalah ketergantungan obat pada anggota keluarganya .
5. Berikan reinforcement yang positif pada keluarga terhadap apa yang diketahui oleh keluarga
tentang reaksi menarik diri.
6. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan permasalahan yang timbul
pada anak remajanya (terutama mengenai masalah yang dijumpai pada remaja) akibat dari
kurangnya perhatian atau factor lain.
7. Berikan kesempatan pada keluarga untuk menceriterakan tindakan yang telah dilakukan
dalam upaya menangani anggota keluarganya dengan ketergantungan obat dan berikan pujian serta
koreksi bila ada kekeliruan.
8. Diskusikan tentang tindakan (bimbingan, petunjuk dan pertimbangan) pada anak remajanya
sebelum melakukan sesuatu hal.
9. Diskusikan dengan keluarga tentang efek yang timbul bila anak remajanya dengan maslah
ketergantungan obat.
10. Diskusikan bahwa peran-peran negatif yang terjadi pada anak remaja timbul, tujuannya ingin
menyatakan kejengkelannya karena merasa kurang diperhatikan oleh lingkungannya.
11. Beri kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan efek dari masalah ketergantungan
obat dan berikan reinforcement bila betul.
12. Diskusikan bahwa identitas akan terbentuk dengan baik bila tertanam rasa kepercayaan dan
disesuaikan dengan kemampuan dan keinginan anak remajanya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
A. Data Umum
5.KOMPOSISI KELUARGA
1 Tn Kr lk Kepela 50 SMA
Keluarga
4 An N Pr Anak 2 14 SMP √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Geongram
Ket : : Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
Keluaraga Tn KR termaksuk keluarga inti (nuclear Family) yang terdirir dari kepala keluarga
dan anggota keluarga
7.suku :
Tn Kr merupakan suku asli bangsa jawa dan ada budaya dan tempat yang dapat
mempengaruhi tingat kesehatan keluarga seperti tidak boleh makan ikan pada anak bayi.
8. Agama :
Keluarga Tn. Kr menganut agama islam serta didalam keluarga Tn Kr tidak ada kepercayaan
yang dapat memepengaruhi status serta didalam keluarga Tn Kr tidak ada kepercayaan yang dapat
memepengaruhi status
9.status social : sebagian besar keluaraga memiliki pemasukan sebesar Rp. 10.000.000,- per bulan .
menurut keluarga keluraga slau memberikan apa yang diinginkan oleh Anaknya tanpa mengetahui
kegunaan tersebut.
10. rekreasi : keluarga Tn. Kr mengisi waktu luangnya dengan menonton televisi, silaturohmi
keluarga, dan berkumpul dengan anggota keluarga yang lain
luga :
Keluarag Tn. Kr Menpunyai 2 orang anak yang berumur 18 thn ( Lk) dan 12(Pr) thn dan
memesuki perkembangan keluarga dg anak usia remaja
belum terpenuhi:
Tahapan keluarga yang belum dapat dicapai saat ini adalah memberikan kebebasan pada
anak tanpa pengawasan atau memberikan tanggung jawab, serta tidak mampu melakuka
komunikasi yang baik
Tn. Kr merupakan anak kedua dari lima bersaudara, Tn Kr sekarang berstatus kepala
keluarga, dalam kegiatan sehari-hari Tn Kr selalu focus terhadap pekerjaannya sehingga
mengakibatkan tidak terjalinnya komunikasi terhadap keluarganya khususnya pada anak laki-
lakinya, Tn Kr seorang yang otoriter, keras kepala, sering marah-marah jika anaknya pulang malam
sehingga mengakibatkan kurangnya keterbukaan dan komunikasi pada anak-anaknya pada saat
dilakukan pengkajian tidak terdapat masalah apapun dalam dirinya
Ny. S merupakan Anak dari 4 bersaudara, Ny. S juga berperan sebagai istri dari Tn kr yang
mempunyai pekerjaan sebagai asisten dalam pekerjaan yang dilakukan sehari hari namun Ny. S
masih menjalin komunikasi dengan anaknya yang Perempuan dan agak tertutup pada anak yang laki-
laki tetapi Ns. S mengatakan selalu mengikuti apa yang diinginkan oleh anak laki-lakinya tanpa
melakukan pengawasan pada an.K pada saat dilakukan pengkajian tidak ditemukan gangguan
apapun pada Ny.S
An K merupakan anak pertama dari Tn. Kr dan Ny.S berada pada tahapan tumbuh kembang
remaja, namun kelurga merasa khawatir pada anak pertamanya dikarenakan pergaulan dengan
lingkungan yang tidak jelas, komunikasi Tn Kr dan anaknya sanggat tertutup dikarenakan Tn. Kr sibuk
dengan pekerjaannya yang bekerja dari pagi hingga malam hari. memiliki watak yang keras dan
hanya ingin menang sendiri tanpa memberikan kebebasan pada anaknya, namun keperluan An K
selalu dituruti oleh Tn.Kr tanpa mempertimbangan dan pengawasan terhadap An. K, Pada saat
perawat melakukan pengkajian pada An.k didapatkan, An.K terlihat sakaw, terdapat bekas suntikan
didaerah tangan Pupil miosis Anoreksi Sangat sensitif dan cepat bosan. Perilaku Bicara cedal atau
pelo Mengalami nyeri kepala Mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi.Mengeluarkan air mata berlebihan.
Mengeluarkan keringat berlebihan. Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.Selalu
kehabisan uang. Sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan Bola mata mengecil, Hidung dan mata
berair, anaknya sering marah-marah, pandangan seakan marah kepada Tn Kr
An N merupakan anak kedua dari Tn. Kr dan Ny.S komunikasi Tn Kr dan anaknya sanggat
tertutup dikarenakan Tn Kr terlalu sibuk dengan pekerjaannya. pada saat dilakukan pengkajian tidak
ditemukan gangguan apapun pada Ny.S
III. Keadaan Lingkungan
1. Karakterisitik rumah :
Keluraga Tn Kr. Tinggal dirumah kontrakkan milik Tn A, dengan luas rumah lebar 20 M X
panjang 18 M , terdiri 4 kamar tidur, 2 kamar mandi 1 km mandi dan wc ( Septik Thank) , ruang
tamu, dan dapurnya memanfaatkan pojok, dari lorong, type bangunan : lantai dari plester serta
dinding permanen, ventilasi : sinar matahari kurang masuk, jendela hanya 15 (0,75 x 1,2 M),
kebersihan ruang : Keadaan rumah bersih, barang-barag disusun dalam keadaan teratur, Sumber air
yang digunakan keluarga berupa air PAM dan Sumur,keluarga memasak air dengan menggunakan
kompor gas.
- denah rumah
Keluaraga Kr tinggal di RT X RW 03 yang terdiri dari penduduk dewasa, jarak antra rumah dengan
rumah yang lain tidak terlalu jauh hubungan keluarga dengan keluarga yang lain baik bahkan
Tetangga membantu berobat ke puskesmas yang tidak terlalu jauh dari rumah Tn Kr, tengga dan
sekitarnya peduli pada kesehatan pak KR
Awalnya Tn.Kr tinggal di Surabaya, namun karena kekurangan dalam biaya kontak rumah
akhirnya keluarga Tn.Kr Pindah kerumah yang dihuninya sekarang
Waktu yang sering digunakan keluaraga untuk berkumpul dan santai adalah pada malam
hari, Keluraga Tn Kr jarnag dirumah karena kesibukannya masing masing, kleuraga Tn kr juga sering
berinteraksi dengan tetangga antara dengan mengikuti pengkajian dan aktif kuimpul di masyarakat
IV. Struktur Keluarga
1. Pola Komunikasi Keluarga
Keluarga kurang dalam berkomunikasi terhadap anggota keluarga yang lainnya khususnya Tn Kr
yang kurang berkomunikasi yang baik dengan anak-anak, sehingga tidak terjadi keterbukaan satu
dengan yang lainnya, dikarenakan kesibukan kedua orang tua yang selalu focus pada pekerjaan
sehingga kurang komunikasi pada anak
Jika terdapat masalah maka Tn Kr selalu yang menentukan keputusan apaa yang diambil
tanpa mendiskusikan terlebih dahulu dengan keluargnya
3. Struktur Peran
Tn Kr adalah kepala keluarga dan bekerja sebagai petani sawit yang bekerja dari pagi hari hingga
malam hari hari yang berpenghasilan Rp. 5.000.000/ bulan, yang akhirnya terjadi kekurangan
komunkasi terhadap anggota keluarga yang lainnya, apabila dirumah Tn Kr disibukkan dengan
urusan pekerjaannya
Ny. S adalah seorang istri dari Tn Kr bekerja sebagai asisten dari Tn Krtani, Ny. S juga
membantu mempersiapkan keperlauan Tn.Kr selama pekerjaan, Ny.S sering mencoba
berkomunikasi dengan baik namun An K hanya marah-marah dan membentak ibunya
3. Norma Keluarga
Menyesuaikan dengan nilai agama yg dianut dan norma yang ada, percaya penyakitnya bisa di
obati, dan penyakitnya tidak ada hubunganny dengan guna-guu
V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Pak Kr sering menegur anaknya jika diperingatklan ibunya tidak mau, saling menghormati antar
anggota keluarga, dan semua anggota keluarga tn.Kr saling Menyayangi serta saling memebantu
satu sama lainnya
2. Fungsi Sosial
Keluarga mengajarkan agar berperilaku yang baik dengan tetannggga dan lingkungan.
Sekitar , hidup berdampingna dan merasa tentram, namun dalam berhunbungan dengan tetangga
sedikit kurang karena kesibukan keluarga Tn Kr
Ny. S juga mengatakan jka anaknya sering mederita malaria, keluarga hanya mengrti sebatas mana
cara penularan penyait malaria, Ny.C jarang membawa anaknya berobat kerumah sakit atau pun
ketempat tenaga kesehatan lainnya dikarenakan kekuragan biaya:
a. Mengenal masalah narkoba pada An K keluarga Tn kr hanya mengenal cara penyebaran penyakit yang
diderita anaknya
Keluarga Tn.S mampu mengambil keputusan yang yang tepat dalam msalah kesehatan
c. keluarga Tn Kr mampu memberikan perawatan pada anggota keluarga dengan ketergantungan obat .
Keluarga Tn. Kr bekerja sebagai tani, jadi Tn Kr hanya mampu memebawa anaknya berobat kedukun
karena ketidak ada biayaan
e. Modifikasi Lingkungan
4. Fungsi reproduksi
Keluarga mengatakan tidak ingin punya anak lagi, tidak ikut KB, hubungan suami istri masih, tetapi
jarang sekali.
5. Fungsi Ekonomi
Pegahasilan keluarga Tn. Kr sangat mencukupi terbukti denagn penghasilan Rp 5.000.000 perbulan
keluarga mempu mencukupi keperluannya, bahkan keluarga mampu member apa yang anaknya
kehendaki tanpa memonitor keinginan anaknya
Pasrah pada kondisinya sekarang, dianggap sebagai cobaaan bahkan sekarang aak tertuanya Tn Kr
mulai terpengaruh oleh lingkungan sekitar rumah yang kurang sehat
Tn Kr Sering marah pada anak tertuanya jika pulang malam, sikap ototiter yang ditunjukan
Tn Kr, anak selalu menyendiri, malas, dianjurkan mencari alternatif pengobatan lain.
Keluarga Tn KR bingung dengan perubahan yang ditunjukan oleh anak mereka yang terjadi
saat ini
Keluraga memikirkan kesehatan dan kedaan anak-anaknya terlebih pada anak pertamanya
yang selalu menyendiri
Keluarga mengatakan jika ada masalah sealu Tn Kr yang memutuskan apa yang akan dilakukan
Pemeriksaan Fisik
Arsip Blog
▼ 2014 (17)
o ► Agustus (1)
o ▼ April (13)
Asuhan Keperawatan Keluarga dengan AN. ketergantun...
Contoh kasus cedera kepala berat Keperawatan gawat...
Kep gawat darurat : Cedera Kepala berat
cth analisis program unggulan puskesmas (Kep. komu...
Contoh Leaflet kep. jiwa ( Presentasi)
Asuhan Keperawatan dengan Psikososial
contoh proposal Terapi aktifitas kelompok
contoh PRE PLANNING HOME VISIT keperawatan jiwa
KDK
Askep Alzaimer
syndrom steven jhonson Askep + kasus
Bab II Askep Leukimia
Pengaruh LAtihan fisik dengan pengontrolan prilaku...
o ► Maret (3)
Ada kesalahan di dalam gadget ini
Mengenai Saya
38,338
Cari Blog Ini Cari Blog Ini
Cari Cari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada akhir-
akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media elektrolit
seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang memakai zat
tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi
suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya pengetahuan
masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk mendapatkannya.
Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah tetapi kadangkala
disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih
pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap individu,
kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap masyarakat
terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai melakukan
penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu
yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami
intoksikasi zat dan withdrawal.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di rumah
sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu dirasakan perlu
perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (sindrom
putus zat.
B. Tujuan
ketergantungan NAPZA.
Timjaua Teoritis
A. Defenisi
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai
penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi
adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan
toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma
ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan
dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan
harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (DepKes., 2002).
Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung pada
jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di
rumah sakit.
Menurut Hawari (2000) bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu
menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien
tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi dan unit lainnya) selama 3-6
bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis
bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun (Wiguna, 2003).
Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak
terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruang detoksifikasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap
NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan lingkungannya.
Proses terjadinya masalah penyalahgunaan dan ketergantungan zat memfokuskan pada zat
yang sering disalahgunakan individu yaitu: opiat, amfetamin, canabis dan alkohol.
Perlu diingat bahwa pada rentang respons tidak semua individu yang menggunakan zat akan
menjadi penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Hanya individu yang menggunakan zat berlebihan
dapat mengakibatkan penyalahgunaan dan ketergantungan zat.
Penyalahgunaan zat merujuk pada penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi berarti
bahwa memerlukan peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan (Stuart dan
Sundeen, 1995; Stuart dan Laraia, 1998).
2) Perilaku
3) Faktor penyebab.
Faktor penyebab pada klien dengan penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA meliputi:
a. Faktor biologic
Perubahan metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman
b. Faktor psikologik
Harga diri rendah biasanya sering berhub. dengan penganiayaan waktu masa kanak kanak
Sifat keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif, kurang percaya diri, tidak
mampu memperlakukan anak sebagai individu, dan orang tua yang adiksi
c. Faktor sosiokultural
Ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan berbagai zat seperti tembakau, alkohol
dan mariyuana
4) Diagnosis medis
DSM-III-R (American Psychiatric Association, 1987) membagi menjadi dua katagori yaitu
psikoaktif zat yang menyebabkan gangguan mental organik dan gangguan psikoaktif pengguna zat.
Psikoaktif zat yang menyebabkan gangguan mental organik mengakibatkan intoksikasi, withdrawal,
delirium, halusinasi dan gangguan delusi, dan lainnya. Gangguan psikoaktif pengguna zat
mengakibatkan ketergantungan atau penyalahgunaan (Wilson dan Kneisl, 1992).
Sedangkan DepKes (2001) menyatakan bahwa gejala psikiatri yang timbul adalah cemas,
depresi dan halusinasi. Penelitian yang dilakukan di USA menunjukkan > 50% penyalahgunaan
NAPZA non alkohol mengidap paling tidak satu gangguan psikiatri antara lain:
4) 7% skizofrenia
Gangguan yang berhubungan penyalahgunaan zat yang termasuk DSM-III ada 2 cara.
Pertama, diagnosis utama yang berhubungan dengan penggunaan alkohol atau obat dikatagorikan
juga sebagai gangguan yang berhubungan dengan zat. Klien gangguan yang berhubungan dengan zat
juga didiagnosis sebagai gangguan psikiatrik axis I yang disebut dual diagnosis. Kedua, intoksikasi
atau withdrawal penggunaan zat sangat berhubungan dengan salah satu tipe gangguan mental,
dimana diagnosis tergantung pada katagori yang menjadi lokasi penyalahgunaan zat.
1. Pengkajian
Prinsip pengkajian yang dilakukan dapat menggunakan format pengkajian di ruang psikiatri atau
sesuai dengan pedoman yang ada di masing-masing ruangan tergantung pada kebijaksanaan rumah
sakit dan format pengkajian yang tersedia. Adapun pengkajian yang dilakukan meliputi :
a. Perilaku
rasionalisasi
2. Diagnosa Keperawatan
Perlu diingat bahwa diagnosa keperawatan di ruang detoksifikasi bisa berulang di ruang rehabilitasi
karena timbul masalah yang sama saat dirawat di ruang rehabilitasi. Salah satu penyebab muncul
masalah yang sama adalah kurangnya motivasi klien untuk tidak melakukan penyalahgunaan dan
ketergantungan zat. Hal lain yang juga berperan timbulnya masalah pada klien adalah kurangnya
dukungan keluarga dalam membantu mengurangi penyalahgunaan dan penggunaan zat.
Masalah keperawatan yang sering terjadi di ruang detoksifikasi adalah selain masalah keperawatan
yang berkaitan dengan fisik juga masalah keperawatan seperti:
c. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, dan seterusnya
Sedangkan masalah keperawatan di ruang rehabilitasi bisa sama dengan di ruang detoksifikasi, maka
fokus utama diagnosa keperawatan NANDA di ruang rehabilitasi adalah:
Perencanaan keperawatan (rencana tindakan keperawatan) secara jelas dapat dilihat pada lampiran.
Implementasi keperawatan yang dilakukan mengacu pada perencanaan keperawatan (rencana
tindakan keperawatan) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas masalah klien.
Berikut ini beberapa bentuk implementasi yang dilakukan pada klien dengan penyalahgunaan dan
ketergantungan zat yaitu (Wilson dan Kneisl, 1992):
a. Program intervensi.
Peran perawat adalah menentukan program yang cocok untuk klien sesuai dengan tingkat
ketergantungan klien terhadap sakit dan gejala yang tampak. Untuk program di ruang rehabilitasi
dibagi menjadi 2 yaitu: 1) rehabilitasi sewaktu-waktu dimana perawat berperan sebagai fasilitator
bukan melakukan penanganan masalah fisik maupun psikiatri tetapi pada perawatan diri klien.
Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri;
2) perawatan lanjutan, bertujuan untuk memberikan pemulihan kembali bagi klien yang mengalami
ketergantungan alkohol dan zat atau penolakan keluarga terhadap klien.
b. Individu
Pendidikan untuk klien, misalnya menganjurkan klien untuk mengikuti sesi-sesi yang diadakan
perawat secara individu sesuai kebutuhan klien, tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan klien
dalam membantu memulihkan ketergantungan akan zat.
Perubahan gaya hidup, yaitu mengajarkan klien dengan cara mendiskusikan koping yang biasa
digunakan. Diharapkan klien dapat mengubah penggunaan koping dari destruktif menjadi koping
yang konstruktif.
Meningkatkan kesadaran diri klien, dengan cara mengidentifikasi hal-hal positif yang dimiliki klien dan
bisa dikembangkan secara positif serta mengurangi hal-hal yang negatif dalam diri klien.
c. Keluarga
Pendidikan kesehatan bagi keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami penyalahgunaan dan
ketergantungan zat.
d. Kelompok
Terapi modalitas disesuaikan dengan kriteria dan kondisi klien yang akan diikutkan dalam terapi
tersebut.
3. Intervensi Keperawatan
a) Resiko tinggi terhadap cedera: jatuh berhubungan dengan kesulitan keseimbangan.Kriteria hasil:
Intervensi:
Mandiri
1) Identifikasi tingkat gejala putus alkohol, misalnya tahap I diasosiasikan dengan tanda/gejala
hiperaktivitas (misalnya tremor, tidak dapat beristirahat, mual/muntah,diaforesis, takhikardi,
hipertensi); tahap II dimanifestasikan dengan peningkatan hiperaktivitas ditambah dengan
halusinogen; tingkat III gejala meliputi DTs dan hiperaktifitas autonomik yang berlebihan dengan
kekacauan mental berat, ansietas, insomnia, demam.
2) Pantau aktivitas kejang. Pertahankan ketepatan aliran udara. Berikan keamanan lingkungan misalnya
bantalan pada pagar tempat tidur.
Kolaborasi
Rasional:
1) Pengenalan dan intervensi yang tepat dapat menghalangi terjadinya gejala-gejala dan mempercepat
kesembuhan. Selain itu perkembangan gejala mengindikasikan perlunya perubahan pada terapi
obat-obatan yang lebih intensif untuk mencegah kematian.
2) kejang grand mal paling umum terjadi dan dihubungkan dengan penurunana kadar Mg, hipoglikemia,
peningkatan alkohol darah atau riwayat kejang.
3) Refleksi tertekan, hilang, atau hiperaktif. Nauropati perifer umum terjadi terutama pada pasien
neuropati
6) Penggantian yang berhati-hati akan memperbaiki dehidrasi dan meningkatkan pembersihan renal dari
toksin sambil mengurangi resiko kelebihan hidrasi.
4. Evaluasi
Evaluasi penyalahgunaan dan ketergantungan zat tergantung pada penanganan yang dilakukan
perawat terhadap klien dengan mengacu kepada tujuan khusus yang ingin dicapai. Sebaiknya
perawat dan klien bersama-sama melakukan evaluasi terhadap keberhasilan yang telah dicapai dan
tindak lanjut yang diharapkan untuk dilakukan selanjutnya.
Jika penanganan yang dilakukan tidak berhasil maka perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap
tujuan yang dicapai dan prioritas penyelesaian masalah apakah sudah sesuai dengan kebutuhan
klien.
Klien relaps tidak bisa disamakan dengan klien yang mengalami kegagalan pada sistem tubuh. Tujuan
penanganan pada klien relaps adalah meningkatkan kemampuan untuk hidup lebih lama bebas
dari ./penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Perlunya evaluasi yang dilakukan disesuaikan
dengan tujuan yang diharapkan, akan lebih baik perawat bersama-sama klien dalam menentukan
tujuan ke arah perencanaan pencegahan relaps.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. (2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada pasien
ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
4. (2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
5. Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat adiktif).
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. Rawlins, R.P., Williams, S.R., and Beck, C.K. (1993). Mental health-psychiatric nursing a holistic life-
cycle approach. Third edition. St. Louis: Mosby Year Book.
7. Stuart, G.W., and Laraia, M. T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. Sixth edition. St.
Louis: Mosby Year Book.
8. Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. Fifth edition. St.
Louis: Mosby Year Book.
9. Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
9. http://mentalnursingunpad.multiply.com/journal/item/7
10. http://mustikanurse.blogspot.com/2007/02/asuhan-keperawatan-klien-dengan-sindrom.html