Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang1,2,3


Defenisi internasional dari kehamilan memanjang , yang diresmikan oleh
american college of obsterician and gynecologists adalah 42 minggu lengkap (294
hari ) atau terhitung mulai dari hari pertama haid terakhir.1
Kehamilan lewat waktu (KLW) adalah kehamilan yang berlangsung terus
setelah 42minggu atau lebih, dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir (HPHT).
Angka kejadianKLW dari beberapa peneliti sangat bervariasi, berkisar antara 0,52-
15,50% dari kehamilan.Dari beberapa kepustakaan didapatkan, di Denmark
ditemukan KLW 8,1% (dengan HPHTtak jelas sebesar 26%), Islandia 18,6% (semua
HPHT jelas), swedia sebesar 11,6% (dimana HPHT tak jelas dikeluarkan). Levono
melaporkan 727 KLW, dengan rincian: kehamilan 42-43 minggu sebesar 63%,
kehamilan 43-44 minggu sebesar 31% dan kehamilan lebih dari 44minggu sebesar
6%. Di Indonesia,angka kejadian KLW di RSUP Dr.Kariadi Semarang padatahun
1994-1998 sebesar 6,86%, sedangkan pada tahun 1992-1994 didapatkan 152
KLW(1,14%) dari 13.278 persalinan.2
Pada kehamilan lewat waktu risiko kematian dan kesakitan perinatal akan
meningkat,risiko kematian pada KLW menjadi 3x lebih tinggi daripada kehamilan
aterm. Pengaruh KLW terhadap janin bermacam-macam; berat badan terus
meningkat, tidak bertambah, kurang dari semestinya, atau bahkan dapat meninggal
dalam kandungan karena kekurangannutrisi dan oksigen. Angka kematian janin pada
KLW terjadi 30% pada pra-persalinan, 55% pada persalinan dan 15% pada pasca
persalinan. 2
Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah
meningkatnya resikokematian dan kesakitan perinatal. Resiko kematian perinatal
kehamilan lewat waktu dapatmenjadi 3 kali dibandingkan kehamilan aterm.
Disamping itu ada pula komplikasi yang lebihsering menyertainya seperti letak
defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu, danperdarahan postpartum. 2

1
Defenisi kehamilan lebih bulan sebagai kehamilan yang berlangsung selama
42 minggu atau lebih sejak awitan periode menstruasi berasumsi bahwa ovulasi
terjadi dua minggu setelah menstruasi terakhir . ini berarti beberapa kehamilan
mungkin tidak benar-benar lebih bulan, melainkan lebih diakibatkan kesalahan dalam
perkiraan usia kehamilan karena salah mengingat tanggal menstruasi atau ovulasi
yang terlambat. Jadi terdapat dua kategori mengenai kehamilan yang mencapai 42
minggu lengkap : 1. Tepat 40 minggu setelah terjadi konsepsi dan 2. Kehamilan yang
kurang lanjut tetapi dengan taksiran usia kehamilan yang tidak akurat.1,3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kehamilan Lewat Waktu (Postterm Labor)


2.1.1. Defenisi1,2
Kehamilan post term, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/post datisme atau pasca maturitas adalah: kehamilan yang berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari haid pertama haid terakhir
menurut rumus naegle dengan siklus haid rata rata 28 hari.

Defenisi kehamilan lebih bulan sebagai kehamilan yang berlangsung selama


42 minggu atau lebih sejak awitan periode menstruasi berasumsi bahwa ovulasi
terjadi dua minggu setelah menstruasi terakhir . ini berarti beberapa kehamilan
mungkin tidak benar-benar lebih bulan, melainkan lebih diakibatkan kesalahan dalam
perkiraan usia kehamilan karena salah mengingat tanggal menstruasi atau ovulasi
yang terlambat. Jadi terdapat dua kategori mengenai kehamilan yang mencapai 42
minggu lengkap : 1. Tepat 40 minggu setelah terjadi konsepsi dan 2. Kehamilan yang
kurang lanjut tetapi dengan taksiran usia kehamilan yang tidak akurat.

Sering kali, pasca maturitas dipakai sebagai sinonim dismaturitas. Sebenarnya


hal ini tidak tepat. Pasca maturitas merupakan diagnosis waktu yang dihitung menurut
rumus naegle. Sebaliknya dismaturitas hanya menyatakan kurang sempurnanya
pertumbuhan dalam janin dalam janin akibat plasenta yang tidak berfungsi dengan
baik, sehingga janin tidak tumbuh seperti biasa. Hal ini dapat terjadi pada beberapa
keadaan seperti hipertensi, preeklamsia, gangguan gizi.\, ataupun kehamilan post term
sendiri. Jadi, janin dengan dismaturitas dapat dilahirkan kurang bulan, genap bulan
ataupun lewat bulan.

Istilah pasca maturitas lebih banyak digunakan dokter spesialis kesehatan


anak, sedangkan istilah post term banyak digunakan oleh dokter spesialis kebidanan.
Dari dua istilah inilah sering menimbulkan kesan bahwa bayi yang dilahirkan pada
kehamilan post term disebut sebagai pasca maturitas.

3
2.1.2 Insiden1

Menurut divon dan feldman – leidner (2008) melaporkan bahwa insiden


kehamilan lebih bulan berkisar dari 4-19 %. Dengan menggunakan kriteria yang
mungkin terlalu tinggi menaksir insiden tersebut, sekitar 6 % dari 4 juta bayi lahir di
amerika serikat tahun 2006 diperkirakan telah dilahirkan pada usia kehamilan 42
minggu atau lebih

Terdapat penemuan yang bertentangan mengenai pengaruh faktor demografi


maternal, seperti paritas , kelahiran lebih bulan sebelumnya, tingkat sosial ekonomi
dan usia. Kecenderungan beberapa ibu mengalami kelahiran lebih bulan berulang
menunjukkan bahwa beberapa kehamilan memanjang diperngaruhi secara biologis.
Dalam 27.677 kelahiran di norwegia, dilaporkan bahwa insiden kelahiran lebih bulan
meningkat dari 10 menjadi 27 % jika kelahiran pertamanya lebih bulan. Dalam studi
yang lainnya, laursen dkk, 2004 menemukan bahwa gen maternal , bukan paternal
mempengaruhi kehamilan memanjang. Faktor janin-plasenta yang jarang pernah
dilaporkan sebagai faktor predisposisi bagi kehamilan lebih bulan meliputi anasefali,
hipoplasia adrenal, dan defesiensi sulfatase plasenta terkait kromosom X.

2.1.3 Etiologi 1,2


Seperti hal nya bagaimana terjadinya persalinan, sampai pada saat ini sebab
terjadinya kehamilan post term belum jelas. Beberapa teori yang diajukan pada
umumnya menyatakan bahwa terjadinya kehamilan post term sebagai akibat
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai
berikut:
1. Penurunan kadar estrogen pada kehamilan normal umumnya tinggi.
2. Pengaruh progesterone
Penurunan hormone progesterone dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekular pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas ueterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
3. Teori oksitosin

4
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulka persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah atu faktor penyebab kehamilan post term.
4. Faktor lain yaitu hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu
keluarga tertentu.
5. Teori kortisol
Pemberi tanda untuk memulainnya persalinan adalah janin, diduga akibat
peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anasefalus, hipoplasia adrenaljanin, dan tidak adanya kelenjar hipofisispada
janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
6. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus franken hauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi diduga itu sebagai penyebabnya.

2.1.4 klasifikasi2

1. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan ) di kulit.
3. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan pada
kuku, kulit, dan tali pusat.

5
2.1.5. Patofisologi

1. sindrom postmaturitas

Bayi postmatur memiliki tampilan yang unik dan khas, ciri-cirinya meliputi kulit
keriput, tidak merata, terkelupas, tubuh panjang dan kurus yang menunjukkan
wasting, dan maturitas lanjut karena mata bayi terbuka, terlalu waspada, tamoak tua
dan khawatir. Pengerutan kulit dapat sangat mencolok pada telapak tangan dan
telapak kaki. Kuku-kuku umunya panjang. Kebanyakan bayi postmatur tersebut
secara teknis tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahir mereka
jarang turun dibawah persentil 10 untuk usia kehamilan, sebaliknya hambatan
pertumbuhan yang berat yang secara logis terjadi sebelum 42 minggu lengkap
mungkin terjadi.

Insiden sindrom pasca maturitas pada bayi berasal dari kehamilan 41,42,43 minngu,
belum disimpulkan dengan pasti. Menurut shime, dkk menemukan sindrom ini pada
sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu.

2. disfungsi plasenta

Clifford, 1954 mengemukakan bahwa perubahan kulit pascamaturitas disebbakan oleh


hilangnya efek protektif verniks kaseosa, ia juga menghubungkan sindrom
pascamaturitas dengan penuaan plasenta meskipun ia tidak menemukan degenerasi
plasenta secara histologik. Namun, konsep bahwa pascamaturitas disebabkan oleh
insufisiensi plasenta tetap bertahan walau tanpa temuan-temuan morfologis atau
kuantitatif bermakna. Para peneliti melaporkan bahwa kadar eritropoetin darah tali
pusat meningkat secara signifikan pada kehamilanyang mencapai 41 minggu atau
lebih. Meskipun nilai apgar dan studi asam basa normal, para peneliti menyimpulkan
bahwa terdapat penurunan oksigenasi pada beberapa kehamilan lebih bulan. Dalam
skenario lainnya menyimpulkan bahwa janin yang lebih bulan akan terus bertambah
berat badannya hingga sangat besar pada saat lahir, hal ini menunjukkan bahwa fungsi
plasenta tidak terlalu terganggu.

3. distres janin dan oligohodramnion

6
Menurut leveno dkk, bahwa gawat janin antepartumdan distesjanin intrapartum
merupakan akibat dari kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion .
pada analisis terhadap 727 kehamilan lebih bulan, distres janin intrapartumyang
dideteksi dengan pemantauan elektronik tidak berhubungan dengan deselerasi lambat
yang merupakan ciri khas insufisiensi uteroplasenta. Temuan lain yang berhubungan
adalah oligohidramnion dan mekonium yang kental, tali pusat nuchal pada pola
denyut jantung janin intrapartum yang abnormal , mekonium , dan kondisi neonatus
yang buruk pada kehamilan memanjang. Secara normal cairan amnion terus
berkurang setelah 38 minggu dan dapat menjadi masalah lebih lanjut, mekonium yang
dilepaskan ke dalam cairan amnion yang sudah berkurang menyebabkan mekonium
yang kental dan tebal sehingga dapat mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium
(meconium aspiration syndrome).

4. hambatan pertumbuhan janin

Menurut divon dkk (1998), Menganalisa kelahiran-kelahiran lahir mati sering terjadi
pada bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang dilahirkan setelah 42
minggu.memabg sepertiga nayi lahir mati lebih bulan terhambat pertumbuhannya.
Selama kurun waktu tersebut , induksi persalinan dan uji janin antenatal biasanya
dimulai pada kehamilan 42 minggu.

2.1.6. Diagnosis1,2,3

Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan


diagnosis kehamilan post term karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur
kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan
sebagai kehamilan post term merupakan kesalahan dalam menentukan umur
kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti
diperkirakan sebesar 22%.2

Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm disamping dari riwayat


haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.2

a. Riwayat haid

Diagnosis kehamilan postterm tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari


pertama hari terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat
dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain:

7
 penderita harus yakin betul dengan HPHT nya
 siklus 28 hari dan teratur
 tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus naegle.


Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan
postterm kemungkinan adalah sebagai berikut.

 Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat


menstruasi abnormal.
 Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
 Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memag
berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh
penderita yang diduga kehamilan postterm.
b. Riwayat pemeriksaan antenatal.
 Tes kehamilan
Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat
2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah
berlangsung.
 Gerak janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umru
kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu.
Petunjuk umum untuk menentukan persalinan ada quickening
ditambah 22 minggu pada primi gravida atau ditambah 24 minggu
pada multiparitas.
 Denyut jantung janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20
minggu, sedangkan denga Doppler dapat terdengar pada usia
kehamilan10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau
lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut
 Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif
 Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler

8
 Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
 Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Lannec.
c. Tinggi Fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam


sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan.
Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan seara
kasar.

d. Pemeriksaan USG

Ketetapan usia gestasi sebaikya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada
trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus naegle dapat mencapai 20%.
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester
pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama
pemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan
ketetapan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan.

Pada umur kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal dan
panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan.

Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam
pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut, lingkar kepala dan
beberapa rumus yang merupakan penghitungan dari beberapa hasil pemeriksaan
parameter tersebut diatas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat
dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta
yang sering berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk memastikan usia
kehamilan.

e. Pemeriksaan radiologi

Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gembaran


episis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis
tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada
kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam
pengenalan pusat penulangan sering kali sulit, juga pengaruh radiologic yang kurang
baik terhadap janin.

9
f. Pemeriksaan laboratorium
 Kadar lesitin/spingomyelin

Bila lesitin/spingomyelin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur


kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spinomyelin: 28-32 minggu,
pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai
untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan
apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah
kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.

 Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)

Hast well berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu


pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 42 detik. Bila didapat
ATCA antara 42-62 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu

 Sitology cairan amnion

Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion.
Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan
36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

2.1.7. Permasalahan kehamilan posterm3,4

Kehamilan posterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm,


terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum,pospartum) berkaitan
dengan aspirasi mekonium dan asfiksia. Pengaruh kehamilan posterm antara lain :

1. Perubahan pada plasenta


Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab komplikasi pada kehamilan
posterm dan meningkatnya resiko pada janin, penurunan fungsi plasenta dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen, perubahan
yang terjadi pada plasenta sebagai berikut :
 Penimbunan kalsium, pada kehamilan posterm terjadi peningkatan
penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menybabkan gawat

10
janindan bahkan kematian janin intrauterin yang dapat meningkat
sampai 2 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai
dengan progresivitas degenerasi plasenta. Namun beberapa vili
mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi.
 Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya
berkurang, keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transpor
plasenta
 Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan
fibrinoid, fibrosis, trombosis intervili dan infark vili
 Perubahan biokimia . adanya insufisiensi plasenta menyebabkan
protein plasenta dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan
konsentrasi RNA meningkat. Transpor kalsium tidak terganggu , aliran
natrium , kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan
berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin
biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin intrauterin.
2. Pengaruh pada janin

Pengaruh kehamilan posterm terhadap janin sampai saat ini masih


diperdebatkan , beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan posterm menambah
bahaya pada janin , sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya
kehamilan posterm terhadap janin terlalu dilebihkan. Fungsi plasenta mencapai
puncak pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42
minngu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental
laktogen . rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat
janin dengan resiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan
dan oksigen menurun di samping adanya spasme arteri spiralis, sirkulasi
uteroplasenter akan berkurang dengan 50 % . beberapa pengaruh kehamilan posterm
terhadap janin antara lain :

 Sindroma postmaturitas
Bayi postmatur memiliki tampilan yang unik dan khas, ciri-cirinya meliputi
kulit keriput, tidak merata, terkelupas, tubuh panjang dan kurus yang
menunjukkan wasting, dan maturitas lanjut karena mata bayi terbuka, terlalu
waspada, tamoak tua dan khawatir. Pengerutan kulit dapat sangat mencolok

11
pada telapak tangan dan telapak kaki. Kuku-kuku umunya panjang.
Kebanyakan bayi postmatur tersebut secara teknis tidak mengalami hambatan
pertumbuhan karena berat lahir mereka jarang turun dibawah persentil 10
untuk usia kehamilan, sebaliknya hambatan pertumbuhan yang berat yang
secara logis terjadi sebelum 42 minggu lengkap mungkin terjadi.
Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta yang terjadi, postmaturitas ini dapat
dibagi dalam 3 stadium :
1. Stadium I yaitu kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan terjadi
maserasi seperti kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2. Stadium II seperti stadium I dan disertai pewarnaan mekonium (kehijauan
) di kulit.
3. Stadium III seperti stadium I dan disertai dengan pewarnaan kekuningan
pada kuku, kulit, dan tali pusat.

 Berat janin
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi
penurunan berat janin. Dari penelitian vorher tampak bahwa sesudah umur
kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak
adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun seringkali plasenta masih dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat badan janin bertambah terus sesuai
dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerding mengatakan bahwa rata-rata
berat jani 3600 gr sebesar 44,5 % pada kehamilan posterm. Resiko persalinan
bayi dengan berat lebih dari 4000 gr pada kehamilan posterm meningkat 2-4
kali lebih besar dari kehamilan aterm.
 Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intra partum.
Umumnya disebabkan oleh:
 Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada
persalinan, fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian
bayi
 Insufisiensi plasenta yang berakibat:
- Pertumbuhan janin terhambat

12
- Oligohidramnion: terjadi kompresi tali pusat, keluar meconium
yang kental, perubahan abnormal jantung janin.
- Hipoksia janin
- Keluarnya meconium yang ebrakibat dapat terjadi aspirasi
meconium pada janin.
 Cacat bawaan: terutama akibat hypoplasia adrenal dan anensefalus.

Kematian janin akibat kehamilan postterm tejadi pada 30% sebelum


persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pasca natal.

Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir ialah suhu yang tak stabil,
hipoglikemi, polisitemia, dan kelainan neurologic.

3. Pengaruh pada ibu


 Morbiditas/mortalitas ibu: dapat meningkat sebagai akibat makrosomia
janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras dan menyebabkan terjadi
distosia persalinan, incoordinate uterine action, partus lama,
meningkatkan tindakan obstetric dan persalinan traumatis/perdarahan
postpartum akibat bayi besar.

2.1.8. Pengelolaan kehamilan posterm3,4

Pengelolaan aktif: yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia


kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.

Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa


persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai
risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga
menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap kesejahteraan
janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan
sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.

Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan


mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang
menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi

13
kemunduran fungsi plasenta dari oligohidramnion. Kematian janin neonatus
meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu atau lebih.

1) Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop >5) dilakukan induksi persalinan
dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan
keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko
kegagalan ataupun persalinan tindakan.
2) Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri:
a) NST dan penilaian volume kantong amnion. Bila keduanya normal,
kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
b) Bila ditemukan oligohidramnion (<2 cm pada kantong yang vertikal atau
indeks cairan amnion <5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST,
maka dilakukan induksi persalinan.
c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
konstraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi
deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (<5/20 menit)
menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin
segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara
itu, bila CST negatif kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d) Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
e) Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

Pengelolaan selama persalinan


a) Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin.
Pemakaian continous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat.
b) Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c) Awasi jalannya persalinan.
d) Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan
janin.

14
e) Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus
dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan
ketuban bercampur mekonium.
f) Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan
hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi, dan polisitemi.
g) Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas.
h) Hati-hati kemungkinan terjadinya distosia bahu.

Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan kehamilan postterm harus dilakukan
pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan
operatif dan perawatan neonatal yang memadai.

2.2. Disproporsi kepala panggul (cephalopelvic dysproportion/cpd)

2.2.1. Definisi5

Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala janin dan
pelvis maternal.5
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidak
sesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui
vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar
ataupun kombinasi keduanya.6

2.2.2. Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum 1,


linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari
pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis dapat
diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan menyusur
naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan
tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat
sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri. Jarak
antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk

15
merupakan panjang konjugata diagonalis 1,3 cm. Konjugata vera yaitu jarak dari
pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata
diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan
promontorium, Selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit
sekali.6

2.2.3. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi
spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement.
Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan
jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan
garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.6

2.2.4. Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum
kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis
adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari
ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior
(7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).6

2.2.5. Panggul Sempit


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya
kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus,
janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG
dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.
1) Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
2) kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.
b. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi,
hidrosefalus.

16
c. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.6

Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:
a) Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
b) Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi
sakrokoksigea.
c) Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
d) Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi
atau kelumpuhan satu kaki. Setiap penyempitan pada diameter panggul yang
mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan.
penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah
panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.6

2.2.6. Penyempitan pintu atas panggul


Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anteriorposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih
panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm. Mengert (1948)
dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada
diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12
cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit
hanya pada salah satu diameter.6

2.2.7. Penyempitan panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina 20 isciadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan

17
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul. Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada
bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti
penyempitan pada pintu atas panggul.6

2.2.8. Penyempitan Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam
menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan
perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang 21 sempit, kurang dari 900 sehingga
oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju ramus
iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.6

2.2.9. Janin yang besar


Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang melebihi 5000
gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi besar. Frekuensi
berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi
4500 gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul
normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Faktor keturunan
memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya
juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan
pada grande multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu
hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan. Untuk menentukan besarnya
janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-kadang bayi
besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat
kemajuan sama sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh
keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan
yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu,
penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi
dengan tubuh besar dan kepala besar. Pada panggul normal, biasanya tidak

18
menimbulkan terjadinya kesulitan dalam 1proses melahirkan janin yang beratnya
kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala 24
janin besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat
memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga
panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada janin yang memiliki berat
badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus. Janin dapat meninggal selama
proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses
kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan
terjadinya macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan
kepala janin yang terlalu kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada
nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.6

2.2.10. Diagnosis

1) Terhentinya kemajuan pembukaan serviks dan penurunan kepala walaupun his


adekuat. CPD terjadi akibat janin terlalu besar dan/atau panggul ibu kecil.
2) Waspadai CPD terutama pada keadaan:
a) Arkus pubis < 900
b) Teraba promontorium
c) Teraba spina iskhiadika
d) Teraba linea innominata
e) Pada primigravida bagian terbawah tidak masuk ke pintu atas panggul pada
usia > 36 minggu.6

2.2.11. Tatalaksana

1) Lakukan seksio sesarea bila ditemukan tanda CPD.


2) Pada kasus bayi mati, embriotomi atau kraniotomi dapat menjadi pilihan tindakan
bila syarat terpenuhi dan petugas memiliki kompetensi. Syarat melakukan
embriotomi:
a) Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosefalus
b) Pembukaan serviks > 7 cm
c) Ketuban sudah pecah
d) Jalan lahir normal
e) Tidak terdapat tanda-tanda ruptura uteri.6
19
DAFTAR PUSTAKA

1. Chuningham et al., Kelainan Volume Cairan Amnion; dalam: Obstetri


Williams, Bab 21, Edisi 23, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 2013:
877-885.
2. Mochtar, Anantyo Binarso & Kristanto, Herman. Kehamilan Postterm; dalam:
Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Bab 46, Edisi 4, PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2015: 687-695.
3. Yudianto, budijanto D, dkk. Profil Kesehatan Indonesia 2013. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2014: 86.

4. Kemenkes RI, Kesehatan Keluarga; dalam: Profil Kesehatan Indonesia 2014,


Bab 5, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta; 2015: 106-7.
5. Edukia.org/Malposisi malpresentasi CPD

20
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 ANAMNESA PRIBADI

Nama Ny. Puji Dewi Astuti


Umur 28 Tahun
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam
Suku Jawa
Alamat Jl. Mapilindo no.79A Medan
Tanggal Masuk 23 Januari 2018
Jam Masuk 12:19
No. RM 01.04.40.27
Paritas G1P0A0

3.2 ANAMNESA PENYAKIT


Ny.P, 28 tahun, G1P0A0, Jawa, Islam, S1, IRT istri dari Tn.K, 36 tahun,
Mandailing, Islam, S1, Wiraswasta datang ke Poli PIH RSUPM tanggal 23 Januari
2018 pukul 12.19 WIB
Keluhan utama : kehamilan lewat bulan

Telaah : Ini merupakan kontrol kehamilan yang ke-3 di Poli PIH


RSUPM. Sebelumnya os merasakan mulas mulas ingin melahir kan ± 3 hari yang
lalu. Mulas mulas dirasakan hilang timbul. Riwayat keluar air air dari kemaluan (-).
Riwayat keluar lendir darah (-). Riwayat keluarga kehamilan lewat bulan (+) pada
orang tua.

BAB (+) Normal

BAK (+) Normal

RPT :-

21
RPO :-

3.3 RIWAYAT HAID

HPHT : 06/04/2017 (reguler, siklus 28 hari)

TTP : 13/01/2018

ANC : bidan 6x, SpOG 3x

3.4 RIWAYAT PERSALINAN

1. Hamil ini.

3.5 PEMERIKSAAN FISIK

3.5.1 Status Presens

Sensorium Composmentis
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi per menit 80 x/menit
Pernapasan per menit 20 x/menit
Suhu 36,8oC
Anemia Tidak ada
Ikterus Tidak ada
Sianosis Tidak ada
Dispnoe Tidak ada
Edema Tidak Ada
Tanda dehidrasi Tidak ada
Kelainan fisik Tidak ada

22
3.5.2 Status Obstetrikus

Antenatal care : bidan 6x, SpOG 3x

Inspeksi Abdomen membesar Asimetris

Palpasi
3 jari diatas pusat (34 cm)
Leopold I

Leopold II Kanan

Leopold III Kepala

Leopold IV Turunnya kepala (-)

Gerak Janin (+)

His (-)

DJJ 145 x/menit, reguler

3.5.3 Pemeriksaan Dalam

VT : Canalis Servicalis tertutup

3.5.4 Inspekulo

Lender darah (-), air ketuban (-)

3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

3.6.1 USG-TAS

 Janin tunggal,Presentase Kepala, Anak hidup, Intra-uterine


 Gerakan janin (+), Denyut jantung janin (+) 145x/menit, regular
 FM (+) , FHR (+)

23
 BPD : 91,4 mm
 AC : 32 nm
 FL : 3,4 cm
 Plasenta Fundal Grade III
Kesan: IUP (41-42) minggu + PK + AH

Gambar 3.6.1 Gambaran USG-TAS pada Ny.D

3.6.2 Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium (24 Januari 2018)


Test Result Unit References
Hemoglobin 11.9 g/dl 12-16
Eriythrocyte 4.19 106/uL 4.00-5.40
Leucocyte 32.45 103/uL 4.0-11.0
Hematocrite 35.9 % 36.0-48.0
Platelet 388 103/uL 150-400
HbsAg Negatif Negatif Negatif

24
HIV Kualitatif Negatif Negatif Negatif
KGD ad random 73.49 mg/dl <140
SGOT 27,00 U/L 0,00-40,00
SGPT 17,77 U/L 0,00-40,00
ALP 180.45 U/L 30,00-142,00
Albumin - g/dl 3,60-5,00
Ureum 17,45 mg/dl 10,00-50,00
Kreatinin 0,50 mg/dl 0,60-1,20
Proteinuria Negatif Negatif
Natrium 145.00 mmol/L 136,00-155,00
Kalium 3.90 mmol/L 3,50-5,50
Chlorida 121,00 mmol/L 95,00-103,00

3.7 DIAGNOSA SEMENTARA

PG + KDR (41-42) minggu + PK + AH + CPD

3.8 TERAPI

 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxon 2 gr (skin test)

3.9 RENCANA

 Persiapan SC

Terapi :

- Bed rest
- IVFD RL + Oxytocin 10 IU 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
- Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam

25
Rencana : Awasi perdarahan, vital sign dan kontraksi uterus

3.11 FOLLOW UP

25/01/2018 26/01/2018
S: Nyeri luka operasi (+) S: Nyeri luka operasi (+)
Sens : compos mentis Sens : compos mentis
TD : 130/80 mmHg TD : 120/80 mmHg
HR : 100x/i HR : 86x/i
RR : 22x/i RR : 18x/i
Temp : 36.5 ̊c Temp : 36.7 ̊c
Anemis :- Anemis :-
Sianosis :- Sianosis :-
Dyspnoe : - Dyspnoe : -
Edema :- Edema :-
Abdomen : soepel, Abdomen : soepel,
peristaltic (+) normal peristaltic (+) normal
TFU : 2 jari bawah pusat TFU : 2 jari bawah pusat
P/V : (-) , lokia (+) rubra P/V : (-) , lokia (+) rubra
BAB/BAK: (+) normal BAB/BAK: (+) normal
Post SC a/i PG + KDR (41-42) Post SC a/i PG + KDR (41-42)
minggu + PK + AH + CPD + NH1 minggu + PK + AH + CPD + NH2

 IVFD RL 20 gtt/I  IVFD RL 20 gtt/i


 Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam  Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam  Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
 Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam  Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam
R/ Aff Cateter
Cek Darah Rutin Post Operasi
27/01/2018
S: Nyeri luka operasi (+)
Sens : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 76x/i

26
RR : 20x/i
Temp : 36.5 ̊c
Anemis :-
Sianosis :-
Dyspnoe : -
Edema :-
Abdomen : soepel,
peristaltic (+) normal
TFU : 2 jari bawah pusat
P/V : (-) , lokia (+) rubra
BAB/BAK: (+) normal
Post SC a/i PG + KDR (41-42)
minggu + PK + AH + CPD + NH3

 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Ceftriaxon 1gr/ 12 jam
 Inj. Ketorolac 30mg/ 8 jam
 Inj. Ranitidin 50 gr/ 12 jam

R/ PBJ

27
LAPORAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA

Pada tanggal 24 January 2018 pukul 12.45 WIB dengan SC a/I PG + KDR (41-
42) minggu + PK + AH + CPD. Lahir bayi Perempuan dengan BB: 2900 gr; PB:
46 cm; Apgar score 8/9 ; Anus (+)

- Pasien dibaringkan dimeja operasi dalam posisi supine di bawah spinal anestesi
dengan infus dan kateter terpasang baik.
- Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan antiseptik povidone iodine 10% dan
alkohol 70% pada dinding abdomen kemudian ditutup dengan doek steril kecuali
pada lapangan operasi
- Dilakukan insisi pfanenstiel kutis, subkutis, sampai fascia lalu disisipkan pinset
anatomis di belahan fascia, digunting kekiri dan kekanan. Otot dipisahkan ke kiri
dan kanan. Peritoneum diklem dan digunting ke atas dan bawah. Tampak cairan
di cavum abdomen sekitar 100 cc.
- Identifikasi SBR. Dilakukan insisi low cervical pada uterus hingga
subendometrium. Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan,
- Endometrium ditembus secara tumpul, kemudian dilebarkan sesuai arah sayatan.
Tampak selaput ketuban menonjol, dipecahkan keluar air ketuban bercampur
mekonium.
- Dengan meluksir kepala, lahir bayi perempuan, BB 2900 gr, PB 46 cm, AS 8/9,
anus (+)
- Tepi insisi uterus dijepit dengan 4 oval klem, Tali pusat diklem di dua tempat dan
digunting diantaranya. Plasenta dilahirkan secara manual, kesan lengkap. Kavum
uteri dibersihkan dengan kasa terbuka dari sisa selaput plasenta dan darah.
- Ujung luka insisi uterus dijahit dengan hemostatic suture figure of eight,
kemudian luka insisi uterus dijahit secara continous, lalu dilakukan overhecting.
- Identifikasi bekas luka insisi uterus yg telah dijahit, kesan perdarahan terkontrol.
- Evaluasi tuba ovarium kanan-kiri, kesan dalam batas normal. Dilakukan
pengikatan pada kedua tuba kanan-kiri, lalu digunting dan dilakukan sterilisasi
pomeroy pada tuba kanan dan kiri.
- Cavum abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah hingga bersih.

28
- Peritoneum dijepit pada 4 tempat, lalu dijahit dengan plain catgut secara
continous, kemudian dilakukan penjahitan aproksimasi otot dinding abdomen
dengan plain catgut secara simple.
- Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, kemudian dijahit secara continous
dengan vicryl no.1. Subkutis dijahit secara simple dengan plain catgut. Kutis
dijahit secara subkutikuler dengan vicryl no 3.0
- Luka operasi ditutup dengan sufratulle, kassa steril dan hypafix
- Liang vagina dibersihkan dengan kapas lysol dari sisa darah dan bekuan darah
hingga bersih. Keadaan umum ibu post operasi stabil

29
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien ini merupakan pasien yang didiagnosa dengan “PG + KDR (41-42)
minggu + PK + AH + CPD” karena memiliki beberapa kriteria yang termasuk di
dalam kriteria diagnosis dari Post date 14 hari seperti usia kehamilan yang lewat
waktu 14 hari dari waktu seharusnya yaitu 40 minggu.
Penyebab dari kehamilan lewat waktu ini belum diketahui pasti. Sebelumnya
keluarga pasien yaitu Ibu pasien pernah mengalami kehamilan lewat waktu. Faktor
herediter merupakan salah satu faktor yang dianggap dapat memicu kehamilan lewat
waktu.
Pada pasien ini dilakukan Sectio Caesarea dengan kehamilan dalam Rahim
41-42 minggu dengan ada tanda tanda inpartu. Indikasi dilakukan nya Sectio
Caesarea pada pasien ini karena tidak dapat dilakukan partus pervaginam pada pasien
ini karna pasien ini juga didiagnosa dengan CPD (Cephalopelvic Disproportion).
CPD adalah Hambatan lahir yang diakibatkan oleh disparitas ukuran kepala janin dan
pelvis maternal dimana ditatalaksana dengan seksio sesarea bila ditemukan tanda
CPD.

30
BAB V
PERMASALAHAN

Permasalahan:
1. Sampai sejauh mana tindakan yang kita berikan pada pasien ini dengan
kapasitas kita sebagai dokter umum ?

31

Anda mungkin juga menyukai