Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

“POST TERM”

A. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42
minggu yaitu kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan
posterm dan pascamaturitas. Kehamilan lewat bulan merupakan suatu kondisi
antepartum yang dibedakan dengan sindrom pasca maturitas dan merupakan
kondisi neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari
pertama menstruasi terakhir atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan
(postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman
mengenai lama kehamilan dan maturitas janin. (Varney H., 2019).

Ketika usia kehamilan melewati usia 42 minggu plasenta akan mengecil


dan fungsinya menurun. Mengakibatkan kemampuan plasenta untuk
menyediakan makanan semakin berkurang dan janin akan menggunakan
persediaan lemak dan karbohidratnya sendiri sebagai sumber energy.
Sehingga laju pertumbuhan janin menjadi lambat. Jika plasenta tidak
dapat menyediakan oksigen yang cukup selama persalinan, bisa terjadi
gawat janin, sehingga janin menjadi rentan terhadap cedera otak dan
organ lainnya. Cedera tersebut merupakan resiko terbesar pada seorang bayi
post-matur dan untuk mencegah terjadinya hal tersebut, banyak dokter yang
melakukan induksi persalinan jika suatu kehamilan telah lebih 42 minggu.

B. Etiologi
Etiologinya masih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalah
hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang
(Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah
pada darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta
juga diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta
memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun
setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen
plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat
terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang
janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air
ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal
pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55% intrapartum, 15%
postpartum.

Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan, 2008)


faktor penyebab kehamilan postterm adalah:
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu
proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin , sehingga terjadinya kehamilan dan persalinan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan
oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebabnya.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba
kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi
prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan
menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
5. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999)
seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seseorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya mengalami kehamilan postterm.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang mungkin terjadi antara lain:
1. Volume cairan amnion mengalami penurunan sekitar 300 ml.
2. Berkurangnya berat badan Ibu (lebih dari 1,4 kg/minggu).
3. Berkurangnya ukuran lingkar perut (akibat berkurangnya cairan amnion)
4. Cairan amnion keruh, terdapat feces bayi, resiko terjadi aspirasi
mekonium.
5. O2 supply kepada janin mengalami penurunan: Resiko asfiksi.
6. Hipoglikemy pada janin, akibat kurang asupan dan simpanan glukosa.
Pada janin:
1. Janin tampak seperti berusia term/ cukup umur, namun terkadang tampak
telah tua 1-3 minggu.
2. Janin panjang dan kurus (akumulasi lemak menurun), namun dapat pula
terjadi peningkatan berat janin
3. Kulit agak pucat dengan deskuamasi
4. Vernix casiosa menipis, kulit kering dan pecah-pecah
5. Kuku janin panjang terkadang terisi dengan mekonium
6. Terdapat akumulasi scalp pada rambut janin
7. Tali pusat layu dan berwarna kuning
8. Palpasi kepala janin mengeras.
D. Komplikasi
1. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi
uterus tidak terkoordinir, janin besar, Air ketuban berkurang dan makin
kental, moulding kepala kurang. Maka akan sering dijumpai partus lama,
kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum.
Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas.
2. Terhadap Janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu karena post maturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin
bervariasi yaitu berat badan janin dapat bertambah besar serhingga
memerlukan tindakan persalinan, tetap dan ada yang berkurang sesudah
kehamilan 42 minggu, Pertumbuhan janin makin lambat, Berkurangnya
nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia akibat makrosomia,
aspirasi mekonium, hipoksia dan hipoglikemia dan setiap saat dapat
meninggal di rahim, terjadi perubahan metabolisme janin, Ada pula yang
bisa terjadi kematian janin dalam kandungan (IUFD).
3. Suhu yang tidak stabil.
4. Hipoglikemi.
5. Polisitemia.
6. Kelainan neurogenik.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Usia kehamilan ditentukan dengan menghitung HPHT (Hari Pertama
Haid Terakhir) di kurangi dengan hari pemeriksaan ibu. Usia kehamilan
diatas 42 minggu menandakan terjadinya Bayi Lahir Postmatur.
2. Pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan naiknya
fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis Bayi Lahir Postmatur.
3. Pemeriksaan rontgenologi pada janin dapat dijumpai telah terjadi
penulangan pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang
kuboid diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG: ukuran diameter biparietal, gerakan janin yang mengalami
perubahan semakin aktif maupun semakin lemah dan jumlah air ketuban
mengalami penurunan.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban : biru Nil, maka sel – sel yang
mengandung lemak akan berwarna jingga.
a. Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
b. Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, tampak kekeruhan
karena bercampur mekonium
7. Kardiotografi: mengidentifikasi denyut jantung janin, penurunan DJJ
terjadi karena insufiensi plasenta
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan dan dapat
segera dilakukan SC
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin ibu
10. Pemeriksaan pH darah janin : menentukan derjat hipoksia, mupun
intrepretasi asidosis/alkalosis pada janin.

F. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 40-42 minggu
monitoring janin secara intensif
2. Nonstress test (NST) dapat dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat
kehamilan berusia 41 minggu dan berlanjut hingga persalinan untuk
melakukan pilihan antara persalinan tanpa intervensi persalinan yang di
induksi atau secara sectio caesaria.
3. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
4. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan spontan dengan
atau tanpa amniotomi. Bila :
a. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
b. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
c. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
d. Pada kehamilan > 40-42 minggu.
e. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama
akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan (Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998).
5. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin, atau
c. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
6. Penatalaksanaan aktif pada kehamilan lewat bulan :
a. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah persalinan yang dilakukan setelah servik
matang dengan menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama
oksitosin, dan prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang
mematangkan servik dibanding oksitosin.
b. Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan
(misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik
secara mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam
dan atau sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
c. Metode hormon untuk induksi persalinan :
1) Oksitosin yang digunakan melalui intravena dengan catatan
servik sudah matang.
2) Prostaglandin dapat digunakan untuk mematangkan
servik sehingga lebih baik dari oksitosin namun
kombinasi keduanya menunjukkan hal yang positif.
3) Misprostol adalah suatu tablet sintetis analog PGE1 yang
diberikan intravagina (disetujui FDA untuk mencegah ulkus
peptikum, bukan untuk induksi)
4) Dinoproston Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia
dalam dosis 10 mg yang dimasukkan ke vagina ( disetujui FDA
untuk induksi persalinan pada tahun 1995).
5) Predipil yakni suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam
bentuk jel 0,5 mg deng diberika intraservik (disetujui FDA untuk
induksi persalinan pada tahun 1993).
d. Metode non hormon Induksi persalinan
1) Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian
servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah.
Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin
ke dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan
dilakukan jika terdapat ruptur membran yang tidak disengaja
dan dirasa tidak aman baik bagi ibu maupun bagi janin.
Pemisahan memban serviks tidak dilakukan pada kasus – kasus
servisitis, plasenta letak rendah, maupun plasenta previa, posisi
yang tidak diketahui, atau perdarahan pervaginam yang
tidak diketahui.
2) Amniotomi yakni pemecahan ketuban secara sengaja
3) Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman karena menggunakan
metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penanganannya dengan menstimulasi putting selama 15 menit
diselingi istirahat dengan metode kompres hangat selama 1 jam
sebanyak 3 kali perhari.
4) Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel
maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian
persalinan spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5) Kateter foley atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian
balon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter
tetap pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa
teknik ini sangat efektif
G. Prognosis
Beberapa ahli menyatakan kehamilan lewat bulan jika lebih dari 41
minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus meningkat setelah
usia 40 minggu. Namun sekitar 18 % kehamilan akan berlanjut melebihi 41
minggu hingga 7% akan menjadi 42 minggu tergantung populasi dan kriteria
yang digunakan.

Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan deteksi


sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam menentukan usia
kehamilan. Jika TP telah ditentukan pada trimester terakhir atau berdasarkan
data yang tidak dapat diandalkan, maka data yang terkumpul sering
menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring peningkatan usia
kehamilan lebih dari 40 minggu.

Penyebab bayi lahir mati tidak mudah dipahami dan juga tidak ada
kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna mencegah kematian
tersebut. (Varney H., 2007). Apabila diambil batas waktu 42 minggu
frekuensinya adalah 10,4 – 12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu
frekuensinya adalah 3,4 -4%.

H. Patofisiologi
Penyebab dari pada terjadinya bayi lahir postmatur adalah faktor
hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan
telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang
(Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar kortisol yang rendah pada
darah janin. Selain itu, kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta juga
diduga berhubungan dengan kehamilan lewat waktu. Fungsi plasenta
memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah
42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta.
Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi
gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin
intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Sehingga janin
dapat mengalamo pengecilan ukuran janin dan kurang nutrisi. Volume
air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi pada organ ginjal
dan usus dari janin. Mekonium yang diaspirasi kembali oleh janin
mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat mengakibatkan
atelektasis. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik
untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi :
30% prepartum, 55% intrapartum, 15% postpartum.
I. WOC
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Tujuan anamnesa adalah untuk mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan dan kehamilan. Informasi ini digunakan dalam proses
menentukan diagnosa keperawatan dan mengembangkan rencana asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Tanyakan pada ibu:
a Nama, umur, alamat dll.
b Keluhan Utama
c Riwayat penyakit sekarang
d Riwayat penyakit masa lalu
e Riwayat penyakit keluarga
f Tanyakan HPHT
g Status obstetrik : G, P, A, P, I, A, H.
h Apa aktivitas Ibu di rumah
i Apakah janin aktif bergerak
j Riwayat kehamilan sekarang dan dahulu
1) Apakah ibu secara rutin memeriksakan kehamilannya, kemana dan
dengan siapa ibu memeriksakan kehamilannya.
2) Apakah ada masalah selama ibu hamil dan apakah ibu pernah
menderita suatu penyakit (asma, hipertensi, DM, dll).
3) Apakah ibu mempunyai masalah selama persalinan terdahulu/
sebelumnya.
4) Berat badan ibu sebelum hamil dan sewaktu hamil, berapa
penambahan berat badan ibu.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
2. Ansietas pada Ibu b.d ancaman pada status kesehatan
3. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas pada janin b.d. obstruksi jalan
nafas, asfiksi, Insufisiensi Plasenta
4. Resiko infeksi pada janin b.d. mekonium yang bercampur dengan cairan
ketuban.
5. Kurang pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC Mochtar,


Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Jaffe, Marrie, etc.1989. Maternal Infant Health Care Plans. Spring House
Corporation, Pennsylvania.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita.Jakarta : Arcan
Manuaba. 2008. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Pranoto. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : EGC
Saifudin. 2005. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yogyakarta : Yayasan Bina Pustaka Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai