Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS
“Konsep Kehamilan Serotinus”

Dosen Pengampu : Dr. Sri M. Hasan, S.Kep.,Ns.,M.Med.Ed

Disusun Oleh
Kelompok 6 :

Amelia Syafitri Tui PO7214422008


Sri Wulandari Suade PO7214422012
Siti Nurhalizah PO7214422026
Sulfiyanti Titdoy PO7214422028
Else Mardiana Umbase PO7214422038

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI DIII KEPERAWATAN LUWUK
T.A 2024
A. Kehamilan Seronitus
1. Pengertian
Kehamilan serotinus dimaksudkan dengan usia kehamilan telah lebih dari 42
minggu lengkap mulai dari hari menstruasi pertama. Untuk kehamilan yang
melampaui batas 42 minggu dikemukaan beberapa nama lain, yaitu postdate,
postterm, postmature (Manuaba, 2007).
Kehamian serotinus adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu atau
lebih. Istilah lain yang sering dipakai adalah postmaturitas, postdatism, atau
postdate. Kehamilan serotinus lebih sering terjadi pada primigravida muda dan
primigravida tua atau pada grandemultiparitas (Sastrawinata, 2005).
Kehamilan postterm, disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/
post datisme atau pascamaturitas, adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42
minggu (294 hari) atau lebih di hitung dari hari pertama haid terakhir menurut
rumus Naegele dengan siklus haid rata- rata 28 hari (Prawirohardjo, 2009).
Jadi, serotinus adalah kehamilan yang melewati 42 minggu atau lebih yang
dihitung dari hari pertama haid terakhir, dan sering disebut dengan postdate,
postmature, dan postdatism.

2. Etiologi
Menurut Maryunani dan Puspita (2013), etiologi kehamilan serotinus yaitu:
1) Pengaruh Progesteron:
a) Hormon progesteron merupakan komponen penting dalam memacu
proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas
uterus terhadap oksitosin.
b) Jika hormon ini masih berlangsung, maka tanda-tanda persalinan belum
akan muncul.
2) Teori Oksitosin
a) Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin memegang peranan
penting.
b) Oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis
ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah
satu faktor penyebab kehamilan postterm.
3) Teori Kortisol/ ACTH Janin:
a) Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi
progesteron berkurang dan memperbesar estrogen, selanjutnya
berpengaruh tehadap meningkatnya produksi prostaglandin.
b) Pada cacat bawaan janin sehingga anensefalus, hipoplasia adrenal janin,
dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan
kortisol janin tidak di produksi dengan baik sehingga kehamilan dapat
berlangsung lewat bulan
4)Saraf Uterus:
a)Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus.
b)Pada keadaan tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesenuanya di
duga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.

3. Manifestasi klinis
Gambaran klinis pada kehamilan post matur antara lain:
Janin postterm dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan dengan
demikian menjadi bayi besar yang abnormal pada saat lahir, atau bertambah
berat postterm serta berukuran besar menurut usia gestasionalnya.
TFU tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pada USG ditemukan adanya oligohidramnion dan penurunan jumlah
cairan amnion disertai dengan kompresi tali pusat yang dapat menimbulkan
gawat janin, termasuk defekasi dan aspirasi mekonium yang kental.
Pada sisi ekstrim lainnya, lingkungan intrauterin dapat begitu bermusuhan
sehingga pertumbuhan janin yang lebih lanjut akan terhenti dan janin
menjadi postterm serta mengalami retardasi pertumbuhan

4. Patofisoliogi
a. Jika plasenta terus berfungsi dengan baik, janin akan terus tumbuh yang
mengakibatkan bayi LGA dengan manifestasi masalah seperti trauma
lahir dan hipoglikemia.
b. Jika fungsi plasenta menurun, janin mungkin tidak mendapatkan nutrisi
yang adekuat. Janin akan menggunakan cadangan lemak subkutan
sebagai alergi penyusutan lemak subkutan terjadi yang mengakibatkan
syndrome dismatur janin , terdapat 3 tahap sindrom dismaturitas janin:
1.Tahap I insufisiensi plasenta kronis,
Kulit kering, pecah–pecah, mengelupas, longgar dan berkerut.
Penampilan malnutrisi Bayi dengan mata terbuka dan terjaga
2.Tahap II insufisiensi plasenta akut
Seluruh gambaran tahap I kecuali nomor 3. Terwarnai mekonium
Depresi perinatal
3. Tahap III insufisiensi plasenta subakut
4. Hasil temuan pada tahap I dan tahap II kecuali nomor 3 Terwarnai
hijau dikulit, kuku, tali pusat dan membrane plasenta. Resiko kematian
intrapartum atau kematian neonatus lebih tinggi
c. Bayi baru lahir beresiko tinggi terhadap perburukan komplikasi yang
berhubungan dengan perfusi utero plasenta yang terganggu dan hipoksia,
misalnya: sindrom aspirasi mekonium.
d. Hipoksia intra uteri kronis menyebabkan peningkatan eritroptialin janin
dan produksi sel darah merah yang menyebabkan polisitemia.
e. Bayi postmatur rentan terhadap hipoglokemia karena penggunaan
cadangan glikogen yang cepat.
5. Pathway

6. Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus
yaitu:
1.Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia
uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
2. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah
besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam
kandungan.
Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti:
a) gawat janin.
b) gerakan janin berkurang.
c) kematian janin.
d) asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus
yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti :
a) kelainan kongenital
b) sindroma aspirasi meconium.
c) gawat janin dalam persalinan.
d) bayi besar (makrosomia).
e) pertumbuhan janin terlambat.
f) kelainan jangka panjang pada bayi.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak
sukar.
2. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah dengan
pemeriksaan antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya fundus
uteri, mulainya gerakan janin maka sangat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut dan
jumlah air ketuban.
4. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada
bagian distal femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
5. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan
jumlah air ketuban.
6. Pemeriksaan sitology air ketuban air ketuban diambil dengan amnion sintesis
baik transvaginal mau pun trans abdominal.

8 .Penatalaksanaan
1.Setelah usia kehamilan 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik- baiknya.
2.Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat
ditunggu dengan pengawasan ketat. (Taufan, 2012).
3.Lakukan pemeriksaan dengan cara Bishop skore. Bishop skore adalah suatu
cara untuk menilai kematangan serviks dan responsnya terhadap suatu induksi
persalinan, karena telah diketahui bahwa serviks bishop skore rendah artinya
serviks belum matang dan memberikan angka kegagalan yang lebih tinggi
dibanding serviks yang matang. Lima kondisi yang dinilai dari serviks adalah :
a) Pembukaan (Dilatation) yaitu ukuran diameter leher rahim yang
terenggang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan
indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama
kerja.
b) Pendataran/penipisan (Effacement) yaitu ukuran regangan sudah ada
di leher rahim.
c) Penurunan kepala janin (Station) yaitu mengambarkan posisi janin
kepala dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung,
yang dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10 cm)
sebagai tonjolan tulang.
d) Konsistensi (Consistency) yaitu dalam primigravida leher rahim
perempuan biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan,
seperti sebuah balon sebelumnya belum meningkat. Lebih jauh lagi,
pada wanita muda serviks lebih tangguh dari pada wanita yang lebih
tua.
e) Posisi ostinum uteri (Position) yaitu posisi leher rahim perempuan
bervariasi antara individu. Sebagai anatomi vagina sebenarnya
menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif
menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina. Posisi anterior
lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu memungkinkan
peningkatan kelahiran spontan.

DAFTAR PUSTAKA

Holid, S. F. Hubungan umur dan paritas ibu bersalin dengan kejadian kehamilan
serotinus di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. SlametGarut tahun.Jurnal
Kesehatan Budi Luhur, 10(2),151–159. Tahun2017.
https://www.haibunda.com/bundapedia/20230126231455-211-295973/kehamilan-
serotinus
https://id.scribd.com/document/287230666/Laporan-Pendahuluan-Kehamilan-
Dengan-Serotinus
Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI
Susilorini, dkk. 2017. Hubungan Antara Kehamilan Post Date Dengan Persalinan
Lama Di Rsia Nyai Ageng Pinatih Gresik,journal.poltekkesdepkes-
sby.ac.id diakses tanggal 28 April 2020

Anda mungkin juga menyukai