Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PERSALINAN DENGAN INDUKSI

KEPERAWATAN MATERNITAS

Dosen Tutorial:
Ida Maryati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat.,Ph.D

Disusun oleh:
Kelompok : Tutorial A
Nama Anggota : 1. Syipa Izzati Hermawan (220110190002)
2. Fitriya Sri Rahmawati (220110190007)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
Persalinan dengan Induksi
1. DEFINISI
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik
secara operatif maupun medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga
terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada
akselerasi persalinan tindakan- tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah
inpartu. Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan pervaginam dengan merangsang
timbulnya his bagi ibu hamil yang belum inpartu sehingga terjadi persalinan.
Induksi akan bermanfaat ketika mulut rahim telah menipis sekitar 50% dan berdilatasi
3-4 cm. Hal ini karena tubuh telah siap menghadapi proses persalinan. Selain itu, secara
statistic fase ini lebih aman untuk melahirkan pervaginam (Yusnita, 2017)
Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan
berbagai indikasi, baik untuk keselamatan ibu maupun keselamatan janin. Insidensi kehamilan
postterm rata-rata sekitar 10% dari seluruh kehamilan di Amerika Serikat pada tahun 1997.
Dikenal dua jenis induksi yaitu secara mekanis dan medisinalis. Pemakaian balon kateter,
batang laminaria, dan pemecahan selaput ketuban termasuk cara mekanis. Induksi medisinalis
dapat dengan menggunakan infus oksitosin intravena dengan keuntungan waktu paruh yang
pendek hingga mudah diawasi dan dikendalikan bila terjadi komplikasi, namun sangat
bergantung pada skor bishop sehingga perlu pematangan serviks terlebih dahulu Hasil survei
demografi kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2009 menunjukkan tahun 2009 terdapat ibu
bersalin yang dilakukan induksi pada saat persalinan sebanyak 285 kasus dari 1046 persalinan
yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan sejumlah rumah sakit di Indonesia (R. Reni
& S. Sunarsih, 2017) .
2. ETIOLOGI
Persalinan induksi dilakukan untuk merangsang proses terjadinya kelahiran sebagai bentuk
terminasi kehamilan, karena jika kehamilan tersebut diteruskan dapat membahayakan ibu
maupun janin dan akan lebih bermanfaat ketika harus diterminasi. Beberapa kondisi yang
menyebabkan dipertimbangkannya induksi persalinan yaitu :
a. Kehamilan lebih dari 41 hingga 42 minggu (Kehamilan postterm), karena kehamilan lebih
bulan bisa menyebabkan aliran darah pada plasenta menjadi tidak semaksimal ketika awal
kehamilan.
b. Ibu mengalami masalah kesehatan lain seperti DM, Hipertensi, Preeklampsia, Eklampsia,
masalah pada kardiopulmonal, serta masalah pada ginjal. Diabetes dapat menyebabkan
proses kelahiran yang harus diinduksi karena adanya komplikasi pada organ (pembuluh
darah, saraf, mata dan ginjal) akibat kadar glukosa yang terlalu tinggi. Hipertensi dan
preeklampsia membuat beban jantung menjadi meningkat dan ketika dilakukan proses
persalinan normal maka bisa menyebabkan semakin meningkatnya kerja jantung yang
sudah berat.
c. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin. Membran ketuban pecah sebelum
adanya tanda-tanda awal persalinan (ketuban pecah dini). Ketika selaput ketuban pecah,
mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong amnion. Temperatur ibu dan
lender vagina sering diperiksa (setiap satu sampai dua jam) untuk penemuan dini infeksi
setelah ketuban ruptur. Mempunyai riwayat hipertensi.
d. Inersia uteri (kelainan his), Kekuatan his yang tidak adekuat dari rahim (pada kasus kembar
atau bayi besar)
3. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
a. Indikasi
1) Ketuban pecah dini
2) Kehamilan lewat waktu
3) Oligohidramnion : Kurangnya cairan amnion/ ketuban
4) Korioamnionitis : Cairan ketuban terkena infeksi bakteri
5) Preeklampsi berat
6) Hipertensi akibat kehamilan
7) Intrauterine fetal death (IUFD) : Kematian janin di dalam kandungan
8) Pertumbuhan janin terhambat (PJT)
9) Insufisiensi plasenta : Kegagalan plasenta dalam memberikan nutrisi yang cukup bagi
janin selama kehamilan
10) Umbilical abnormal arterial doppler
b. Kontraindikasi
1) Terdapat distosia persalinan
a) Panggul sempit atau disproporsi sefalopelvik
b) Kelainan posisi kepala janin
c) Terdapat kelainan letak janin dalam Rahim
d) Kesempitan panggul absolut (CD<5,5 cm)
e) Perkiraan bahwa berat janin > 4000 gr.
2) Plasenta previa : Plasenta berada di bagian bawah rahim sehingga menutupi jalan lahir
3) Riwayat sectio caesarea
4) Kehamilan ganda
5) Terdapat anamnesis perdarahan antepartum
6) Malpresentasi (kelainan letak)
7) Gawat janin
8) Pada grandemultipara atau kehamilan > 5 kali
9) Infeksi herpes genital aktif

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi yang terjadi pada induksi persalinan adalah kontraksi akibat induksi mungkin
terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Karena
adanya kontraksi rahim yang berlebihan, induksi persalinan harus dilakukan dan dalam
pengawasan ketat dokter yang menangani. Jika merasa tidak tahan dengan rasa nyeri yang
ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian dilakukan operasi
sesar.
5. FAKTOR KEBERHASILAN DAN RESIKO DILAKUKANNYA INDUKSI
Keberhasilan induksi persalinan pervaginam ditentukan oleh beberapa faktor berikut yaitu:
a. Kedudukan bagian terendah
Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin, kemungkinan keberhasilan induksi akan
semakin besar, oleh karena dapat menekan fleksus franken-houser.
b. Penempatan (presentasi)
Pada letak kepala, lebih berhasil dibandingkan dengan kedudukan bokong. Kepala lebih
membantu pembukaan dibandingkan dengan bokong.
c. Kondisi serviks
Serviks yang kaku, menjurus ke belakang sulit berhasil dengan induksi persalinan. Serviks
lunak, lurus atau ke depan lebih berhasil dalam induksi. Penilaian serviks menggunakan
Bishop Score. Nilai Bishop Score ˂ 5 keberhasilan induksi lebih rendah.

Keberhasilan induksi persalinan :


1. Skor bishop 0-4 = angka keberhasilan induksi persalinan 50-60%
2. Skor bishop 5-9 = angka keberhasilan induksi persalinan 80 -90%
3. Skor bishop >9 = angka keberhasilan induksi persalinan mendekati 100 %
d. Paritas
Dibandingkan dengan primigravida, induksi pada multipara akan lebih berhasil karena
sudah terdapat pendataran serviks.
e. Umur penderita dan umur anak terkecil
Ibu dengan umur yang relatif tua (<20 tahun dan > 35 tahun) dan umur anak terakhir
yang lebih dari lima tahun kurang berhasil. Kekakuan serviks menghalangi pembukaan,
sehingga lebih banyak dikerjakan tindakan operasi.
f. Umur kehamilan
Pada kehamilan yang semakin mendekati aterm, induksi persalinan per vaginam akan
semakin berhasil.
Risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah :
a. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan
rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi
caesar.
b. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin
(stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong harus
memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses
induksi harus dihentikan.
c. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang sebelumnya
pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
d. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli
terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak
ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.
6. KOMPLIKASI
a. Hiper-Stimulasi Uterus
Hiperstimulasi uterus dapat ditandai dengan takisistol atau hipertonus yang dapat
berakibat pada perubahan frekuensi denyut jantung janin.
b. Induksi Gagal
Induksi gagal diartikan sebagai kegagalan timbulnya persalinan dalam satu siklus terapi,
Induksi persalinan dikatakan gagal saat leher rahim tidak membuka sebesar 4 cm dan tidak
mengalami penipisan sebesar 90% atau 5 cm setelah pemberian oksitosin selama 12 jam
yang diikuti dengan ketuban pecah. solusi pada kasus kegagalan induksi adalah dengan
menerapkan induksi atau melakukan persalinan Sectio Caesarea (SC).
c. Prolaps Tali Pusat
Prolaps tali pusat dapat dicegah dengan pemeriksaan bagian terbawah janin saat periksa
dalam dan menghindari amniotomi saat kepala bayi masih tinggi.
d. Ruptur Uteri
Kejadian ruptur uteri pada induksi persalinan merupakan hal yang perlu diperhatikan
terutama pada ibu dengan riwayat SC sebelumnya.
Komplikasi pada janin yang mungkin terjadi adalah fetal distress, asfiksia, dan hiperbilirubinemia
(Syahjihad, 2017; Ayuni, 2016). Risiko bayi mengalami asfiksia pada persalinan dengan induksi
sebesar 3,69 kki dibandingkan dengan bayi yang lahir dari persalinan spontan (Deselew, 2020).
Kadar bilirubin direct pada bayi yang lahir dari persalinan dengan induksi oksitosin juga
meningkat dibandingkan dengan bayi yang lahir dari persalinan spontan (Garosi, 2016) (dalam
(Nur Rohmah et al., 2020) ).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
● Hitung darah lengkap dengan diferensial: menentukan adanya anemia dan infeksi, serta
tingkat hidrasi.
● Golongan darah dan faktor Rh bila tidak dilakukan sebelumnya.
● Urinalisis: Menunjukkan infeksi traktus urinarius, protein, atau glukosa.
● Rasio lesitin terhadap sfingomielin(rasio L/S) Rasio L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31-32
minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu. Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi
paru telah matang sempurna, rasio 1,5-1,9 sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio
kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi RDS: Memastikan pecah ketuban.
● pH kulit kepala: Menandakan derajat hipoksia.
● Ultrasonografi: Menentukan usia gestasi, ukuran janin, adanya gerakan jantung janin, dan
lokasi plasenta.
● Pelvimetri: Mengidentifikasi disproporsi sefalopelvik (CPD) atau posisi janin.
● Tes stres kontraksi atau tes nonstres: Mengevaluasi janin/fungsi plasenta.
8. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa metode yang umum dilakukan pada induksi persalinan salah satu yaitu
terdapat secara medis, secara manipulatif dan secara mekanis
1. Secara Medis
a. Misoprostol
Pemberian misoprostol memberikan efek adanya kontraksi miometrium sehingga
dimanfaatkan sebagai obat untuk induksi persalinan. sehingga FDA memberi label baru
penggunaan misoprostol dalam kehamilan oleh karena mampu membuat pematangan
serviks dan memacu kontraksi miometrium. obat ini efektif dalam induksi persalinan,
penanganan aborsi, dan pencegahan serta pengobatan perdarahan postpartum (PPH) dan
penghentian elektif kehamilan
Misoprostol dapat dijumpai dalam bentuk tablet dengan 2 sediaan yaitu 100 g dan 200 g .
Misoprostol dapat diberikan secara vaginal, oral, sublingual, bukal maupun rektal.
Efek samping misoprostol yang sering dilaporkan adalah, mual, muntah, nyeri perut,
demam dan mengigil. Efek samping ini tergantung dari dosis yang diberikan.
b. Stimulasi Oksitosin
Pemberian induksi oksitosin perlu mendapat pengawasan ketat agar mampu menimbulkan
kontraksi uterus yang adekuat (mampu menyebabkan perubahan serviks) tanpa terjadinya
hiperstimulasi uterus. Tanda terjadinya hiperstimulasi adalah kontraksi >60 detik,
kontraksi muncul lebih dari 5x/10 menit atau 7x/15 menit, atau timbulnya pola djj yang
meragukan. Induksi oksitosin diberikan intravena, dengan dosis 10-20 IU dicampur dengan
larutan RL.
Dosis yang lazim digunakan di Indonesia adalah 2,5-5 unit oksitosin dalam 500 ml cairan
kristaloid. Tetesan infus dimulai dari 8 tpm dan ditambahkan 4 tpm tiap 30 menit hingga
dosis optimal untuk his adekuat tercapai. Dosis maksimum pemberian oksitosin adalah
20mU/menit.
Efek Samping Oksitosin
Bila Oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah sehingga
dapat timbul efek samping berbahaya: efek samping tersebut dapat di kelompokkan
menjadi :
1) Stimulasi berlebih pada uterus
2) Kotraksi pembuluh darah tali pusat
3) Kerja anti diuretic
4) Kerja pada pembuluh darah (kontraksi dan dilatasi)
5) Mual
6) Reaksi hipersensitivitasi
c. Metode Steinsche
Metode steinsche merupakan metode lama, tetapi masih perlu diketahui, yaitu:
- Penderita diharapkan tenang pada malam harinya.
- Pada pagi harinya diberikan enema dengan caster oil atau sabun panas.
- Diberikan pil kinine sebesar 0,002 gr, setiap jam sampai mencapai dosis 1,200 gr.
- Satu jam setelah pemberian kinine pertama, di suntikan oksitosin 0,2 unit/jam, sampai
tercapai his yang adekuat.
d. Prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.
Untuk induksi persalinan prostaglandin dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal,
rektar dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostaglandin
cukup efektif. Pengaruh sampingan dari pemberian prostaglandin ialah mual, muntah &
diare.
e. Cairan Hipertonik Intrauterin
Pemberian cairan hipertonik intraamnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada
kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam
hipertonik 20%, urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan
prostaglandin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat
menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan
gangguan pembekuan darah.
2. Secara Manipulatif
a. Amniotomi
Amniotomi artifasialis dilakukan denga cara memecahkan ketuban baik dibagian bawah
depan (fore water) maupun dibagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus
(Drewsmith cateter - macdonald klem). Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti
bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim.
Teknik Amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dimasukkan ke dalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, mala posisi
jari diubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke arah atas. Tangan
kiri kemudian memasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir dengan tuntunan kedua
jari yang telah ada di dalam. Ujung pengait diletakkan di antara jari telunjuk dan jari
tengah yang di dalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus
tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain itu menusukkan
pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tanganm yaitu pengait di jepit diantara jari
tengah dan jari telunjuk kananm kemudian dimasukkan ke dalam jalan lahir sedalam
kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang asisten menahan kepala
janin kedalam pintu atas panggul. Setelah ketuban mengair keluar, pengait dikeluarkan
oleh tangan kiri, sedang jari tangan yang di dalam memperlebar robekan selaput ketuban.
Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya prolaps
tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat janin dan solusio plasenta. Setelah selesai
tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir.
b. Stripping of the Membrane (Melepaskan Ketuban Dari Bagian Bawah Rahim)
1) Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari
dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari
tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
2) Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah :
● Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari
● Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendaj, tidak boleh dilakukan.
● Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.
c. Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yang lain ditempelkan
pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada
serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim, bentuk alat ini bermacam-macam bahkan
ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu tinggal
di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui pasien.
d. Rangsangan Pada Puting Susu
1) Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu dapat mempengaruhi hipofisis
posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan
pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan pada kehamilan
dengan merangsang puting susu.
2) Pada salah satu puting susu, atau daerah areola mamae dilakukan masase ringan
dengan jari si ibu, untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya
pada daerah puting dan areola mamae diberi minyak pelicin. Lamanya tiap kali
melakukan masase ini dapat ½ jam – 1 jam, kemudian istirahat beberapa jam dan
kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1 hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak
dianjurkan untuk melakukan tindakan ini pada kedua payudara bersamaan, karena
ditakutkan terjadinya perangsangan berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri
cara induksi ini memberi hasil yang baik. Cara-cara ini baik sekali untuk melakukan
pematangan serviks pada kasus kasus kehamilan lewat waktu.
e. Pemasangan Laminaria Stiff
Induksi persalinan sengan memasang laminaria stiff hampir seluruhnya dilakukan pada
janin yang telah meninggal. Pemasangan lamunaria stiff untuk janin hidup tidak
diindikasikan, karena bahaya infeksi.
● Pemasangan laminaria dapat didahului atau bersamaan dengan pemberian estrogen,
sehingga proses “priming serviks” berlangsung.
● Pemasangan laminaria jumblahnya dapat 2-3 buah, dimasukan ke dalam kanalis
serviks dan di tinggal selama 24-48 jam, kemudian dipasangi tampon vaginal.
● Diberikan profilaksasi dengan antibiotika untuk menghindari infeksi.
● Setelah 24-48 jam dilajutkan dengan induksi persalinan menggunakan obat tosin.
● Dengan memasang laminaria atau pemberian estradiol, dapat mulai timbul kontraksi
otot rahim dan persalinan berlangsung
3. Teknik Mekanik
a. Foley Kateter
Pemasangan foley kateter yang diletakkan pada os serviks interna. Tekanan ke arah
bawah yang dapat menciptakan dengan menempelkan kateter pada paha dapat
menyebabkan pematangan serviks. Penempatan foley kateter menghasilkan
perbaikan favorability serviks dan dapat menstimulasi uterus. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa pemasangan foley kateter ini menghasilkan peningkatan yang
cepat pada bishop score.
Pemberian cairan atau udara untuk mengisi foley kateter sebanyak 25 cc sampai 50
cc agar kateter tetap pada tempatnya. Walaupun ada perbedaan jumlah cairan atau
udara pada pengisian balon kateter, tetapi yang terpenting adalah terjadinya dilatasi
serviks dan kontraksi uterus. Beberapa penelitian melaporkan foley kateter
mempunyai efek samping yang minimal bahkan foley kateter aman di
rekomendasikan pada pada kehamilan postterm dengan riwayat SC persalinan
sebelumnya.
9. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Umum
● Tanyakan identitas klien dan penanggung jawab
● Riwayat penyakit sekarang
● Riwayat penyakit dahulu
● Riwayat penyakit keluarga
● Riwayat pernikahan
● Riwayat obstetri
● Riwayat Kehamilan → Kaji tentang riwayat kehamilan lalu dan saat ini. Tanyakan
riwayat ANC,keluhan saat hamil, hasil pemeriksaan leopold, DJJ, pergerakan anak
b. Pengkajian fokus
● Kaji adanya tanda-tanda indikasi induksi persalinan
● Kaji kedudukan bagian terendah → Semakin rendah kedudukan bagian terendah janin,
kemungkinan keberhasilan induksi akan semakin besar, oleh karena dapat menekan
pleksus franken-houser
● Kaji presentasi janin → Presentasi kepala lebih membantu pembukaan dibandingkan
dengan bokong
● Kaji Kondisi Serviks → Serviks yang kaku, menjurus kebelakang sulit berhasil dengan
induksi persalinan. Serviks lunak, lurus atau ke depan lebih berhasil dalam induksi.

10. ANALISA DATA

Data menyimpang Etiologi Masalah Keperawatan

Do: Kontraksi uterus Nyeri akut


- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi
meningkat
- Sulit tidur
Ds:
- Mengeluh nyeri

Do : Ancaman status kesehatan Ansietas


- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Tremor
- Muka tampak pucat
- Suara bergetar
- Sering berkemih
Ds :
- Merasa kawatir
akibat kondisi yang
dihadapi
- Sulit berkonsentrasi
- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Merasa tidak
berdaya

Do: kurangnya pemahaman Defisit Pengetahuan


- Menunjukan prilaku terhadap sumber-sumber (proses persalinan)
tidak sesuai anjuran informasi
- Menunjukan
persepsi yang keliru
terhadap masalah
- Menjalani
pemeriksaan yang
tidak tepat
- Menunjukan
perilaku yang
berlebihan
Ds:
- Menanyakan
masalah yang
dihadapi

Do: - metode mekanis atau Risiko cedera (maternal


Ds: - famakologis atau janin)

11. DIAGNOSA
● Nyeri akut b.d kontraksi uterus d.d
Do:
- Tampak meringis
- Bersikap protektif
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Ds:
- Mengeluh nyeri
● Ansietas b.d krisis situasi, ancaman status kesehatan d.d
Do :
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Tremor
- Muka tampak pucat
- Suara bergetar
- Sering berkemih
Ds :
- Merasa kawatir akibat kondisi yang dihadapi
- Sulit berkonsentrasi
- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Merasa tidak berdaya

● Defisit Pengetahuan (proses persalinan) b.d kurangnya pemahaman terhadap sumber-


sumber informasi
Do:
- Menunjukan prilaku tidak sesuai anjuran
- Menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah
- Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
- Menunjukan perilaku yang berlebihan
Ds:
- Menanyakan masalah yang dihadapi
● Risiko cedera (maternal atau janin) b.d metode mekanis atau famakologis
12. INTERVENSI
a. Nyeri Akut
● Bantu klien untuk mengidentifikasi tindakan memenuhi kebutuhan rasa nyaman yang
telah berhasil dilakukannya .
● Bantu klien untuk lebih berfokus pada aktivitas daripada nyeri.
● Libatkan klien dalam modalitas pengurangan nyeri, jika mungkin.
● Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan
b. Ansietas
Pendidikan untuk klien/keluarga
● Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan & prognosis.
● Instruksikan klien tentang penggunaan teknik relaksasi.
● Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur.
Aktivitas lain
● Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
● Dampingi klien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi takut.
● Beri dorongan kepada klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas.
● Beri dorongan kepada suami untuk menemani ibu hamil sesuai dengan kebutuhan
c. Defisit Pengetahuan (proses persalinan)
Pendidikan untuk klien/keluarga
● Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman psien, mengulangi
informasi bila diperlukan.
● Menjalin hubungan.
● Menyusun tujuan pelajaran yang realistis dan saling menguntungkan dengan klien.
● Menyediakan waktu bagi klien untuk menanyakan beberapa pertanyaan dan
mendiskusikan permasalahan.
● Mendokumentasikan hasil pembicaraan pada catatan medis.
● Mengikutsertakan keluarga atau anggota keluarga lain bila memungkinkan.
Aktifitas Kolaboratif
● Memberikan informasi dari sumber-sumber komunitas yang dapat menolong klien
dalam mempertahankan program penanganannya.
● Merencanakan penyesuaian dalam penanganan bersama klien dan dokter untuk
memfasilitasi kemampuan klien mengikuti penanganan yang dianjurkan.
d. Risiko cedera (maternal atau janin)
● Identifikasi faktor yang mempengaruhi beutuhan keamanan.
● Lakukan pemantauan janin secara elektronik selama periode intrapartum, sesuai
dengan petunjuk lembaga.
● Amati riwayat obstetrik klien untuk mendapatkan informasi yang berkaitan.
Aktivitas kolaboratif
● Tetap informasikan pada dokter tentang perubahan yang terjadi pada irama jantung
janin, intervensi untuk pola yang tidak dapat diandalkan, respon janin selanjutnya,
kemajuan persalinan, respon ibu terhadap persalinan.
● Bantu dalam prosedur untuk menginduksi persalinan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayuni, D. (2017). Hubungan Induksi Persalinan Oksitosin Drip Muhammadiyah Bantul Tahun
2016 Muhammadiyah Bantul. 6. http://digilib.unisayogya.ac.id/3773/1/NASKAH
publikasi.PDF. Available [accessed at 04 Juli 2018]
Mubarokah, F. (2019). Asuhan kebidanan ibu bersalin pada ny. t g2p1a0 hamil 41+3 minggu
dengan induksi atas indikasi postdate di vk rsud Surakarta. Jurnal Ilmiah Kebidanannal
Ilmiah Kebidanan, 6–35.
R. Reni, &amp; S. Sunarsih. (2017). Efektifitas Pemberian Misoprostol Pervaginam Dengan
Oksitosin Intravena Terhadap Kemajuan Persalinan Pada Ibu Bersalin Indikasi Kpd Di Rs
Islam Asy-Syifaa Bandar Jaya Tahun 2016. Jurnal Kebidanan, 3(3), 121–126.
http://www.ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/kebidanan/article/viewFile/615/549
Retnaningsih, H., Sarjana, P., Kebidanan, T., Kebidanan, J., Kesehatan, P., &amp; Kesehatan, K.
(2018). Pengaruh Jenis Induksi Persalinan terhadap Keberhasilan Persalinan Pervaginam pada
Ibu Hamil Postterm di RSUD Wonosari Tahun 2017. In Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Yusnita. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan induksi persalinan di rsud kota kendari.
1–93.

Anda mungkin juga menyukai