Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN

Ny. R DENGAN DIAGNOSA G1P0-0 33/34 MINGGU


GHHIU+LETKEP/LETKEP+PEB+OBESE GRADE I+TBJ 1600/1800
GRAM+PASCA MATURASI PARU+IMPENDING EKLAMPSIA
TANGGAL 04/05/2018 DI OK IRD LT.5
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

OLEH:
KELOMPOK 2
Agung Setyawan
Andi Wahid K.
Dedy Rinaldy
Fatiyah Malihah
Herty T.
Marinus Marino
Taufiqurrahman
Marthina Katipana

PELATIHAN ANESTESI UNTUK PERAWAT


SMF ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA
2018
A. DEFINISI
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
& Wiknjosastro, 2006)
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002)

B. JENIS – JENIS

1. Sectio caesaria transperitonealis profunda


Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau
memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Dinding uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus
tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri
sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio caesaria klasik atau sectio caesaria korporal
Pada sectio caesaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan sectio cesaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang
pada segmen atas uterus.
3. Sectio caesaria ekstra peritoneal
Section caesaria ekstra peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Sectio caesaria Hysterectomi
Setelah sectio caesaria, dilakukan hysterektomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

C. ETIOLOGI
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena
itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah
36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

D. Definisi Preeklamsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et
al, 2003, Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur
kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37
minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.
Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat (George, 2007).
E. Etiologi Preeklamsia
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab
terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah
faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut
meliputi;
2. Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia
atau riwayat keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan
resiko terjadinya preeklampsia.
3. Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi
penghambat (blocking antibodies) belum sempurna sehingga
meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia. Perkembangan preklamsia
semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan kehamilan dengan
umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.
4. Kegemukan
5. Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang
mempuyai bayi kembar atau lebih.
6. Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit
tertentu sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit
tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit
degenerati seperti reumatik, arthritis atau lupus.
Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun
belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.
Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori
“iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang
berkaitan dengan penyakit ini (Rustam, 1998). Adapun teori-teori tersebut
adalah :
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin
meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat
perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%,
hipertensi dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I
terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna. Pada preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.
3. Peran Faktor Genetik
Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat
pada anak dari ibu yang menderita preeklampsia.
4. Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
5. Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu
mempertahankan vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).
6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler
maternal memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya
preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita
hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai
pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat
sesuai dengan kemajuan kehamilan.

F. Patofisiologi Preeklamsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada
kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi
endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan
defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan
laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.
Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular,
meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan


trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael,
2005).

Perubahan pada organ-organ :

1. Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis
hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan
onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke
dalam ruang ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).

2. Metabolisme air dan elektrolit


Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak
diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini
disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali
tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan
klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo, 2005 ).

3. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain
itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala
lain yang menunjukan tanda preklamsia beratyang mengarah pada eklamsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina (Rustam, 1998).

4. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan
(Trijatmo, 2005).

5. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi
partus prematur.

6. Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena
terjadinya aspirasi pneumonia, atau abses paru (Rustam, 1998).

G. Tanda dan Gejala Preeklamsi


Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang
meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan
darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat (Trijatmo, 2005).
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan
tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah
meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada preklamsia berat
meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ.
Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru,
perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak
(Michael, 2005).
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau
lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu
kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal.
b. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada
urine kateter atau midstearm.
2. Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
a. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau
4+
c. Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d. Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
e. Terdapat edema paru dan sianosis
f. Trombositopeni
g. Gangguan fungsi hati

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat


hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun,
BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
I. KOMPLIKASI POST SC
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme
paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa terjadi ruptur uteri, yang sering terjadi pada ibu bayi : kematian perinatal
J. GENERAL ANESTESI ( INTUBASI )
1. PENGERTIAN
Menyiapkan alat dan obat yang akan digunakan untuk induksi anestesi dan
pemasangan pipa trakeal, agar anestesi dapat dijalankan sesuai rencana.
2. TUJUAN

a. Menyiapkan semua obat-obat yang digunakan untuk induksi dan rumatan


anestesi.
b. Menyiapkan alat-alat yang digunakan untuk membebaskan jalan napas
c. PERSIAPAN
3. PERSIAPAN PASIEN
a) Selalu pastikan kembali identitas pasien, kelengkapan status/rekam medis, data
laboratorium, radiologi, dan EKG sebelum memulai anestesi.
b) Persiapan puasa dan terapi cairan pre anestesi.
c) Persiapan mental.
d) Persetujuan informasi ( Inform Consent ).
e) Apakah Gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstik, dll, sudah dilepas
atau dibersihkan.
f) Menetukan P.S ASA pasien
g) Menentukan bila ada atau tidak ada komorbit
4. PERSIAPAN ALAT
a. Mesin Anestesi

Selalu pastikan mesin berguna dengan baik dengan cara:


1. Hubungkan sumber gas dan kabel listrik dengan sumber listrik.
2. Hubungkan pipa oksigen dari mesin anestesi dengan ”Outlet” sumber oksigen.
3. Pasang Currogated + bag sesuai kebutuhan.
4. Cek apakan ada kebocoran dengan cara tutup valve, kembangkan bag dengan
flash O2 atau putar O2 10 lpm, lalu coba pompa bag dan cari apakah ada
kebocoran dari bag, sambungan, atau currogated.
5. Soda lime (bila warna sudah berubah harus diganti)
6. Vaporizer harus di cek apakan agent inhalasi sudah terisi.

b. Peralatan untuk Airway:


1. Suction

a) Sambungkan dengan vacum suction sesuai conectornya


b) Cek Kelengkapannya meliputi: selang suction, tabungpenampung, kateter
suction dengan diameter 1/3 diameter, ujungnya harus tumpul dan lubang
lebih dari satu.
c) Atur kekuatan penghisapan sesuai kebutuhan (Adult ≤ 200 mmHg
pediatric ≤ 100 mmHg dan bayi ≤ 60 mmHg )

2. Oropharingeal

a) Cara mengukur
(1) Dari sudut bibir sampai ke tragus.
(2) Dari tengah bibir sampai angulus mandibula.
b) Dipakai sebagai bite block sekaligus untuk mencegah jatuhnya pangkal
lidah terutama pada pasien yang tidak sadar (reflek muntah tidak ada)

3. Nasopharingeal

a) Cara mengukur:
(1) Dari ujung hidung sampai tragus.
(2) Diameter sebesar jari kelingking kanan penderita.
b) Dipakai sebagai alat untuk membebaskan jalan nafas pada pasien dengan
reflek muntah yang masih ada.
c) Tidak boleh digunakan pada pasien dengan fracture basis cranii.
4. Alat bantu dalam Intubasi
a) Bantal intubasi (Tebal 10-12 cm)
b) Bantal donat
c) Masker sesuai ukuran

d) Laringoscope

Terdiri dari handle dan blade. Laringoscope harus berfungsi dengan baik,
tidak boleh goyang baik blade maupun lampunya. Lampu harus menyala
terang dan putih. Siapkan beberapa ukuran sesuai kebutuhan.
Beberapa macam blade:
(1) Blade lurus (Machintosh) untuk bayi-anak-dewasa.
(2) Blade lengkung (Miller, magill) untuk anak besar-dewasa.
(3) Blade Meycoy
e) Endotracheal tube (ETT)

Selalu siapkan 3 macam ukuran yang sesuai untuk pasien (1 nomor diatas
dan 1 nomor dibawah nomor ETT yang sesuai).
(1) Pria dewasa : 7,0 – 7,5 – 8,0 mm
(2) Wanita dewasa : 6,5 – 7,0 – 7,5 mm
(3) Anak – anak : {(Umur dalam tahun : 4) + 4}atau sebesar jari
kelingking kanan pasien.
f) Stilet dengan ukuran 2/3 diameter ETT
g) Spuit 20cc untuk mengembangkan Cuff
h) Xyllocain spray
i) Gel untuk lubricating
j) Connector / Elbow
k) Stetoscope dan precordial
l) Plester (potong 2 plester panjang ukuran 30 cm untuk fixasi ETT dan 2
plester pendek untuk plester mata)
m) Gunting
n) Salep mata (Occulotec gel atau garamycin salep mata)
o) Tampon
p) Magil forcep
c. Peralatan Breathing.
1. Sungkup muka (masker) sesuai kebutuhan.

2. Bag-valve-mask (BVM) / jakson rees

d. Peralatan Sirkulasi
1. Peralatan untuk pemasangan infus
a) Intra venous (IV) cateter ukuran besar sesuai kondisi vena pasien, untuk
dewasa ukuran 18,16.
b) Infus set sesuai kebutuhan (Blood set untuk dewasa-anak, pediatric set
untuk anak-anak dan micro set untuk bayi).
c) Cairan infus sesuai kebutuhan
(1) Kristaloid : RL, NaCl 0,9%, Asering
(2) Koloid : Gelofusin, Fima - Hes
d) Tourniquet
e) Kapas alkohol
f) Plester dan gunting
g) Kassa steril + betadin
h) Tiang infus dan Three way panjang/stop cock
3. Extention 150 cm/ 75 cm
4. Spuit berbagai ukuran
5. Perasan infus
6. DC Shock dalam keadaan siap pakai dan berfungsi dengan baik.
e. Alat Monitor ECG

Monitor NBP/ABP, ECG, RR, temperature, dan saturasi O2 harus berfungsi


dengan baik dan terhubung dengan sumber listrik.

f. Meja operasi yang berfungsi dengan baik dan petugas anestesi bisa
mengoperasikan dengan baik.
1. Posisi trandelenberg dan anti trendelenberg
2. Tilt kiri dan tilt kanan.
3. Head down and head up serta Foot up and down

3. Persiapan Obat
a. Obat premedikasi.
1. Antisialogog : Sulfas Atropin dosis 0,01 mg/Kg BB

2. Sedasi
a) Midazolam ( Dormicum, Miloz )

(1) Sediaan ada 2 macam 5 mg/cc dan 1 mg/cc.


(2) Dosis untuk premedikasi Intra Musculer (IM)
0,10-0,15 mg/ Kg BB IM 20-30 menit sebelum operasi.
(3) Untuk anak-anak 0,15-0,20 mg/ Kg BB
b) Diazepam (Valium 10mg/cc)
Dosis untuk premed 0,2-0,3 mg/ Kg BB
c) Ketalar (Ketamin)

Dosis pemberian IM 6-13 mg/ Kg BB


d) DHBP (2,5 mg/cc)
Dosis Premed 0,1-0,2 mg/Kg BB
3. Analgetic Opiod
a) Morphine (10 mg/cc)

Dosis 0,1 mg/kg BB


b) Petidine (50 mg/cc)

Dosis 1-2 mg/Kg BB

c) Fentanyl

Dosis 1-2 mcg/ Kg BB

b. Obat Emergency.
1. Adrenalin (1 mg/cc) dalam ampul.

2. Sulfas Atropin (0,25 mg/cc) dalam spuit 3cc. Dosis 0,5 mg-1mg. Pada anak-
anak siapkan 0,1 mg/cc
3. Ephedrine (50 mg/cc) oplos jadi 5 mg/cc dalam spuit 10cc. Dosis 10-20 mg
/IV atau 10-50 mg/IM
4. Lidocain 2% (20 mg/cc) dalam spuit 5 cc. Dosis 1-1,5 mg/Kg BB/IV max 3
mg/Kg BB

c. Obat Sedasi.
1. Midazolam (Dormicum, Miloz)
a) Siapkan 1 mg/cc dalam spuit 5 cc
b) Dosis 0,15-0,20 mg Kg BB/IV
2. Diazepam (Valium)
a) Dosis 0,2-0,3 mg/cc
3. Pentothal
a) Sediaan berupa bubuk kekuningan dalam vial 500 mg dan 1 vial 1000 mg.
b) Pengeceran menggunakan Water for injection (Aquadest steril) menjadi 25
mg/cc dalam spuit 20 cc.
c) Dosis 3-5 mg/ Kg BB.

4. Propofol (Lipuro, Recofol, Safol)


a) Sediaan 10 mg/cc berupa cairan putih seperti susu. Siapkan dalam spuit
20cc.
b) Dosis anak > 8 thn : 2,5 mg/ Kg BB
c) Dewasa : 2-2,5 mg/ Kg BB
d) Orang tua : 1,25-2 mg/Kg BB

5. Etomidate
a) Sediaan 2 mg/cc sediakan dalam spuit 10 cc.
b) Dosis 0,2-0,6 mg/ Kg BB IV

6. Ketalar (ketamine)
a) Sediaan dalam vial 1000 mg/cc
b) Sediakan 10 mg/cc dalam spuit 10 cc.
c) Dosis induksi 1-4 mg/Kg BB IV
d) Dosis IM 6 -13 mg/ Kg BB

d. Obat Relaxant.
1. Golongan Depolarisasi ( Succinylcholine)

a) Sediaan 20mg/cc sediakan dalam spuit 5 cc


b) Dosis 1-2 mg/Kg BB durasi 3-10 menit.
c) Bisa terjadi fasiculasi pada pemberian terlalu cepat
d) Dosis ulangan bisa menyebabkan bradicardia.

2. Golongan non depolarisasi.


a) Atracurium (Tracrium)

(1) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting.


(2) Sediaan 10 mg/cc dalam spuit 5cc
(3) Dosis Intubasi 0,5-0,6 mg/Kg BB durasi 20-45 menit.
(4) Dosis Maintenance 0,1 mg/Kg BB

b) Vecuronium (Norcuron).

(1) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting


(2) Sediaan 4 mg/cc dalam spuit 3cc
(3) Dosis intubasi 0,1-0,2 mg/Kg BB durasi 25-45 menit.
(4) Dosis Maintenance 0,015-0,02 mg/KgBB

c) Rocuronium (Esmeron, Roculax)

(1) Merupakan golongan Nondepol intermediate acting dengan onset yang


cepat.
(2) Sediaan 10 mg/cc dalam spuit 5cc.
(3) Dosis Intubasi 0,6-1,0 mg/ Kg BB durasi 30-60 menit.
(4) Dosis maintenance 0,10-0,15 mg/kg BB

d) Pancuronium (Pavulon)

(1) Merupakan golongan Nondepol long acting.


(2) Sediaan 2 mg/cc dalam spuit 3 cc.
(3) Dosis intubasi 0,08-0,12 mg/Kg BB
(4) Dosis Maintenance 0,15-0,20 mg/Kg BB
d. Obat Inhalasi

1. Isofluran

Isofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak


berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan relatif tidak ralut
dalam darah tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi
inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahanan nafas. Proses induksi dan
pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada
pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran.
 Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran tidak
menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis
anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum serta
mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki
oleh isofluran adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian
isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak
berperngaruh pada tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek
metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding dengan
obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama
anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat anestesi
pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler.
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga menimbulkan depresi
pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan.
Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada
serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk
mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi.
Terhadap ginjal

Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi
glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
Terhadap hati
Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati. Sampai saat ini belum ada
laporan hasil penelitian yang menyatakan bahwa isofluran hepatotoksik.
 Biotransformasi
hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2% dimetabolisme di
dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk
menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
 Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan dan enfluren, isofluren digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga
mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi ringan.
Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus isofluran.
 Dosis
a) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3%
bersama-sama dengan N2O.
b) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar
antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
 Kontra Indikasi
Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat.
 Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa
jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual
muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau
terbakar. Penilaian terhadap pemakaian isofluran saat ini adalah bahwa isofluran
tidak menimbulkan guncangan terhadap fungsi kardiovskuler, tidak megubah
sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin, sangat sedikit yang mengalami
pemecahan dalam tubuh dan tidak menimbulkan efek eksitasi SSP.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat
lain.
2. Sevofluran
Sevofluran merupakan halogenasi eter, hasil dari fluorisasi isopropil metil eter
dengan nama kimia 1-1-1-3-3-3-hexa fluoro 2-propil fluoro-metil-eter atau
fluorometil 2-2-2 trifluoro-1-(trifluorometil) eter-eter dan memilki berat molekul
200,053.
Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak
berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelam), dan tidak terlihat adanya
degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat iritatif
terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi.
Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat
anestesi inhalasi yang ada pada saat ini. Sevofluran dapat dirusak oleh kapur soda
tetapi belum ada laporan yang membahayakan.
 Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak sedikit
meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju metabolisme
otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah dilaporkan
kejadian kejang akibat sevofluran.
Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Nilai mabang arimogenik
epinefrin terhadap sevofluran terletak antara isofluran dan enfluran.
Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah
sedikit menurun. Pada 1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan
vaskuler sistemik kira-kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah
jantung akan menurun 20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC.
Diabndingkan dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah
lebih sedikit.
Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah koroner.
Dilatasi arresi koroner yang terjadi akibat sevofluran lebih kecil dibanding isofluran
dan tidak menimbulkan efek coronary steal, sehingga sevofluran aman dipakai untuk
penderita penyakit jantung koroner atau yang mempunyai resiko penyakit jantung
iskemik, tetapi penelitian pada orang tua di atas 60 tahun, disebutkan bahawa
sebaiknya berhati-hati dlaam memberikan sevofluran konsentrasi tinggi (8%) pada
penderita hipertensi dan riwayat penyakit jantung 9penyakit jantung koroner dan
iskemik).
Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Mekanisme ini belum jelas,
kemungkinan disebabkan oleh karenna penurunan aktifitas simpatis tanpa perubahan
aktifitas parasimpatis. Penelitian-penelitian menyebutkan bahwa penurunan laju
jantung tidak sampai menyebabkan bradikardi, tetapi kejadian bradikardi pernah
dilaporkan pada bayi.
Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga menimbulkan
depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan sehingga
volume tidal akan menurun, tapi frekuensi nafas sedikit meningkat. Pada manusia, 1,1
MAC sevofluran menyebabkan tingkat depresi pernafasan hampir sama dengan
halotan dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya lebih dalam daripada halotan.
Sevofluran menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, tetapi tidak sebaik halotan.
Terhadap otot rangka
Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran. Relaksasi
otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam denga sevofluran. Proses induksi,
laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat pelemas otot.
Terhadap hepar dan ginjal
tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada manusia setelah penggunaan
sevofluran oleh lebih dari dua jua orang sejak tahun 1988. Sevofluran menurunkan
aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan enfluran dan halotan.
Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran darah ke ginjal dan
meningkatkan konsentrasi fluoride plasma, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan
gangguan fungsi ginjal pada manusia.
Terhadap uterus
Kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan dengan baik dan kehilangan darah
minimal. Tidak terjadi efek buruk pada bayi dan ibu. Penelitian Sharma dkk,
menunjukkan bahwa efek terhadap bayi, perubahan hemodinamik ibu dan efek
samping pasca bedah adalah sebanding antara sevofluran dan isofluran.
 Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara ekspirasi, hanya sebagian kecil
2-3% dimetabolisme dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak
cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
 Eleminasi
Eleminasi sevofluran oleh paru-paru kurang cepat dibanding desfluran, tetapi masih
lebih cepat dibanding isofluran,enfluran, dan halotan. Sevofluran mengalami
metabolisme di hati (defluoronisasi) kurang dari 5%, membentuk senyawa fluorine,
kemudian oleh enzim glucuronyl tansferase diubah menjadi fluoride inorganik dan
fluoride organik (hexafluoro isopropanol), dan dapat dideteksi dalamdarah serta uruin.
Hexafluoro isopropanol akan terkonjugasi menjadi produk tidak aktif, kemudian
diekskresikan lewat urin. Tidak ada pengaruh nyata pada fungsi ginjal dan tidak
bersifat nefrotoksik.
 Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, juga
mempunyai efek analgetik rignan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak
yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi.
Untuk mengubah cairan sevofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer)
khusus sevofluran.
 Dosis
a) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
b) Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara
2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
 Kontra Indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”,
hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
 Keunggulan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap
mukosajalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil
lain.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis),
analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat
lain.
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama/usia : Ny. R/27 Th
No. RM : 12.66.xx.xx
BB/TB : 75 Kg/158 Cm
Alamat : Kalimosodo 3/12 Surabaya
Diagnosa Medis : G1P0-0 33/34 minggu+GHHIU+LetKep/LetKep+PEB+
Obese Grade I+TBJ 1600/1800 Gram+Pasca Maturasi
Paru+Impending Eklampsia
Rencana Tindakan : LSCS+IUD
Spesialis Bedah : Dr. dr. Ernawati, Sp.OG (K)
PPDS Bedah : dr. Wijayanti/dr. Dimas
Perawat Bedah : Ns. Deni
Spesialis Anestesi: dr. Maulidya, Sp.An., KIC
PPDS Anestesi : dr. Jody
Perawat Anestesi : Ns. Dicky

2. Primary Survey
Airway a. Bebas
b. Protrusi mandibula : Tidak
c. Buka Mulut 3 jari : Ya
d. Jarak Menthohyoid 3 jari : Ya
e. Jarak Hyothyroid 2 jari : Ya
f. Malampathy : II
g. Leher pendek : Tidak
h. Gerak leher : Bebas
i. Obesitas : Tidak
j. Massa : Ya
k. Gigi geligi : -
l. Jalan napas sulit : Tidak
m. Ventilasi sulit : Tidak
Breathing a. Bernapas : Ya, Tidak Teratur
b. Jenis : Takipneu
c. Pergerakan dada : Simetris
d. Batuk : Tidak
e. Penggunaan alat bantu napas : Ya
Oksigen masker 6 lpm
f. Rr : 24-26x/menit
g. Suara napas : Vesikuler
h. Perkusi dada : Sonor
i. Tanda-tanda distress napas : Tidak
MK : Pola Napas Tidak Efektif
Circulation a. Nadi carotis : Teraba
b. Nadi Perifer : 78x//menit, kuat, teratur
c. TD : 135/68 mmHg
d. Perdarahan : Tidak ada
Disability a. Kesadaran : Composmentis
b. GCS : E4 V5 M6
c. Pupil : Isokor (3mm/3mm)
d. Reflek cahaya : +++/+++
Exposure a. Suhu : 36,50C
b. Pasien gravida
c. Sesuai dengan Secondary Survey

3. Secondary Survey
a. Anamnesa
Pasien rujukan dari RS Pura Raharja dengan G1P0-0 34/35
minggu+GH/H+PE

b. Pengkajian Per Sistem


B1 (Breathing) 1. Airway : bebas
2. Alat bantu napas : Tidak
3. Bernapas : Spontan
4. Irama Napas : tidak teratur (takipneu)
5. Pergerakan dada: Simetris
6. RR : 24-26 x/menit
7. Suara Napas : Vesikuler
8. Perkusi Dada : Sonor
9. Pernapasan cuping hidung : Tidak
10. Tanda Disstress Napas : Tidak
11. Batuk : Tidak
B2 (Blood) 1. Nadi carotis : Teraba
2. Nadi Perifer : 78x/menit, kuat, teratur
3. TD : 135/68 mmHg
4. Perdarahan : Tidak ada
5. Terpasang IV Catheter No. 18 G H+1 terpasang RD5
Kolf I
B3 (Brain) 1. Kesadaran : Composmentis
2. GCS : E4 V5 M6
3. Pupil : Isokor (3mm/3mm)
4. Reflek cahaya : +++/+++
5. Pengkajian nyeri
P : Gravida
Q : Kenceng
R : Abdomen
S : 1-2
T : Hilang timbul
6. Skala HARS : 15
MK : Ansietas
B4 (Bladder) 1. Pasien BAK melalui Urine Catheter No. 16 Fr,
Fiksasi 15 ml
2. Warna kuning, jernih
3. Produksi 500 ml (dari jam 09.00-15.00)
B5 (Bowel) 1. Pasien puasa makan terakhir 00.00 (04/05/2018),
minum terakhir 06.00 (04/05/2018)
2. BAB dalam batas normal
3. Bising usus 12x/menit
B6 (Bone) 1. Pitting Edema : Ada
2. Pergerakan otot
5 5

5 5

MK : Hambatan Mobilitas Fisik


c. Pengkajian AMPLE
A : Tidak ada
M : Metildopa 3x250 mg+ Nifedipine 2x10 mg
P : (DM+HT+Asma) disangkal
L : makan terakhir 00.00 (04/052018), minum terakhir 06.00
(04/05/2018)
E :-
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
DARAH LENGKAP (30/4/2018)
HgB 11,9 g/dL 11,7 – 15,5
HCT 36,2 % 35 – 47
WBC 7,24 103/uL 3,6 – 11
PLT 261 103/uL 150 – 440
KIMIA KLINIK (17/4/2018)
SGOT 24 U/L 0 - 35
SGPT 13 U/L 0 - 35
GDA 81 mg/dL < 100
BUN 6 mg/dL 7 - 18
SK 0,60 mg/dL 0,6 – 1,3
Albumin 3,34 g/dL 3,4 – 5,0
Kalium 4,3 mmol/l 3,5 – 5,1
Natrium 140 mmol/l 136 – 144
Klorida 108 mmol/l 97-103
URINE LENGKAP (1/04/2,018)
pH 7,0, - 4,5 – 8,0
Leukosit Negatif Negatif
Protein 4+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton +1 Negatif

2. Foto Thorax (30/4/2018)


Kesimpulan: Cor dan Pulmo dalam batas normal
Lampiran

1. Skala HARS
SKALA HARS UNTUK KECEMASAN

No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas √
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran sendiri
d. Mudah tersinggung
2 Ketegangan √
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
3 Ketakutan √
a. Pada gelap
b. Pada orang asing
c. Ditinggal sendiri
d. Pada binatang besar
e. Pada keramaian lalu lintas
f. Pada kerumunan orang banyak
4 Gangguan tidur √
a. Sukar masuk tidur
b. Terbangun malam hari
c. Tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi – mimpi
f. Mimpi buruk
g. Mimpi menakutkan
5 Gangguan kecerdasan √
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat buruk
6 Perasaan depresi √
a. Hilangnya minat
b. Berkurangnya kesenangan pada hobi
c. Sedih
d. Bangun dini hari
e. Perasaan berubah – ubah sepanjang hari
7 Gejala somatik √
a. Sakit dan nyeri di otot – otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Gigi gemerutuk
e. Suara tidak stabil
8 Gejala somatik (sensorik) √
a. Tinitus
b. Penglihatan kabur
c. Muka merah atau pucat
d. Merasa lemah
e. Perasaan ditusuk - tusuk
9 Gejala kardiovaskuler √
a. Takikardia
b. Berdebar
c. Nyeri di dada
d. Denyut nasi mengeras
e. Perasaan lesu/lemas seperti mau pingsan
f. Detak jantung menghilang/berhenti sekejap
10 Gejala respiratori √
a. Rasa tertekan atau sempit di dada
b. Perasaan tercekik
c. Serik menarik napas
d. Napas pendek/sesak
11 Gejala gastrointestinal √
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum dan sesudah makan
e. Perasaan terbakar di perut
f. Rasa penuh atau kembung
g. Mual
h. Muntah
i. BAB lembek
j. Kehilangan berat badan
k. Konstipasi
12 Gejala urogenital √
a. Sering buang air kecil
b. Tidak dapat menahan air seni
c. Amenorrhae
d. Menorrhae
e. Frigid
f. Ejakulasi praecocks
g. Ereksi hilang
h. Impotensi
13 Gejala otonom √
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Pusing, sakit kepala
e. Bulu – bulu berdiri
14 Tingkah laku pada wawancara √
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Tonus otot meningkat
g. Napas pendek dan cepat
h. Muka merah
Total skor 15

Skor
0 : Tidak ada
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Berat Sekali

Total Skor
< 14 : Tidak ada kecemasan
14 – 20 : Kecemasan ringan
21 – 27 : Kecemasan sedang
28 – 41 : Kecemasan berat
42 – 56 : Kecemasan berat sekali

2. Proses Anestesi
Masuk OK : 15.00 WIB
Induksi : 15.15 WIB
Insisi : 15.18
Selesai : 16.50 WIB

Airway
Secure Airway dengan Intubasi dengan teknik Sleep Apnea dengan alat
ETT No. 7, Oral
Fiksasi 7 ml
Kedalaman 20 cm Bibir Kanan

Obat Induksi
Fentanyl 75 mikrogram
Propofol 100+50
Rrocurinium 50 mg

Obat Maintenance
Propofol 100+50+50+50 mg

Obat ekstra
Oxytocin 10 unit I.V
Oxytocin 20 unit drip RL
Asam traneksamat 1000mg I.V
Furosemide 40mg I.V
Metergin 0,2 mg I.M

Obat Post Op
Ranitidine 50 mg
Metoclopramide 10 mg
Ketorolac 30 mg
Tramadol drip 100 mg
Asam Traneksamat 1000 mg
Furosemide 40 mg

Bayi lahir perempuan/perempuan, AS 1-3-5-7 jam 15.24/15.25 WIB

Penggunan Ventilator
Mode VCV
I:E 1:2
TV 500 ml
PEEP 5 ml
O2 50%
Flow 4.00 lpm (Air 1,1, Oksigen 2,9)

Pesanan Pasca Anestesi


Slight head up
Oksigenasi simple mask 6 lpm dengan target SpO2 95%
RL sisa OK habiskan 70 ml/jam, lanjut RL 1500 ml/24 jam
Injeksi Metoclopramide 10 mg/8 jam
Injeksi Ranitidine 50 mg/8 jam
Oxytocine 20 unit drip RL tiap 12 jam sesuai TS Obsgyn

b. Analisa Data

PRE OPERATIF
DS : Impending Eklampsia Ansietas
Klien menyatakan takut
operasi karena baru Butuh Operasi
pertama kali
Kurang Pengetahuan
DO:
1. Klienterlihatcemas Ansietas
2. SkalaHars : 15
3. Nadi 78 x/menit
DS : Gravida dengan gemelli Pola Napas Tidak
Klien menyatakan dadanya Efektif
terasa sesak dan susah Perut membesar
untuk bernapas
Diafragma tertekan
DO:
1. Takipneau Ekspansi paru terhambat
2. RR 24-26 x/menit
3. Terpasang oksigen Pola napas tidak efektif
masker 6 lpm
4. Tidak ada retraksi otot
bantu napas
DS : Gravida dengan PEB Hambatan
Klien menyatakan kalau Mobilitas Fisik
kakinya bengkak sejak Penekanan vena kava di perut
kehamilan 7/8 bulan sebelah kanan+penumpukan
natrium
DO:
1. Pitting edema (+) Menarik air ke jaringan
2. Klien susah untuk
bergerak Pitting edema

Susah bergerak

Hambatan mobilitas fisik

DURANTE OPERATIF
DS : - Impending eklampsia Resiko deficit
volume cairan
DO: Operasi
1. EBV : 75x65 = 4875
ml Kontraksi uterus kurang baik
2. Balance cairan:
Input: RL 100 ml Perdarahan
Output:
Urine: 600 ml Resiko deficit volume cairan
Darah 200 ml

3. TD :110-180/62-101
mmHg
Nadi: 74-92x/menit
RR: 14x/menit via
ventilator
Suhu: 36,20C
DS : - Sectio Cesarea Resiko infeksi
DO:
1. Luka karena operasi Luka Insisi
2. Redness: di sekitar
luka Port de entry kuman
Edema: Tidak ada
Echimosis: Tidak ada Resiko infeksi
Discharge: Tidak ada
Approximation: Luka
dijahit subcutis dengan
benang dan ditutup
dengan kasa
3. TD :110-180/62-101
mmHg
Nadi: 74-92x/menit
RR: 14x/menit via
ventilator
Suhu: 36,20C

c. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tindakan operasi
2. Pola napas inefektif berhubungan dengan obesitas
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya port de entry kuman
d. Intervensi
DIAGNOSA TUJUAN DAN
INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
Ansietas Ansietas NOC NIC
·
berhubungan dengan kurang Anxiety self-control Anxiety Reduction
pengetahuan ·
tindakan Anxiety level (penurunan
· Coping kecemasan)
operasi
· Gunakan
Kriteria Hasil : pendekatan yang
Setelah dilakukan menenangkan
tindakan keperawatan · Jelaskan semua
selama 1 x 15 menit, prosedur dan apa
klien dapat: yang dirasakan
· Klien mampu selama prosedur
mengidentifikasi dan · Pahami prespektif
mengungkapkan pasien terhadap
gejala cemas. situasi stres
· Mengidentifikasi, · Temani pasien
mengungkapkan dan untuk memberikan
menunjukkan tehnik keamanan dan
untuk mengontol mengurangi takut
cemas. · Dengarkan dengan
· Vital sign dalam penuh perhatian
batas normal. · Identifikasi tingkat
- Postur tubuh, ekspresi kecemasan
wajah, bahasa tubuh · Bantu pasien
dan tingkat aktivfitas mengenal situasi
menunjukkan yang menimbulkan
berkurangnya kecemasan
kecemasan. · Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
Pola napas inefektif NOC : Airway Management
berhubungan dengan - Respiratory status : - Posisikan pasien
Sobesitas Ventilation untuk
- Respiratory status : memaksimalkan
Airway patency ventilasi
- Vital sign Status - Auskultasi
suaranafas,
KriteriaHasil : catatadanyasuaratam
Setelah dilakukan bahan
tindakan selama 1x30 - Monitor respirasi
menit, klien dapat : dan status O2

- Menunjukkan jalan Oxygen Therapy


nafas yang paten - Pertahankan jalan
(irama nafas, frekuensi nafas yang paten
pernafasan dalam - Atur peralatan
rentang normal, tidak oksigenasi
ada suara nafas - Monitor aliran
abnormal) oksigen
- Tanda Tanda vital - Pertahankan posisi
dalam rentang normal pasien
(tekanan darah, nadi, - Observasi adanya
pernafasan) tanda tanda
hipoventilasi
- Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
- Monitor kualitas
dari nadi
- Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola
pernapasan
abnormal
- Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
berhubungan dengan fiisk · Joint Movement : Exercise therapy :
ridak bugar Active ambulation
· Mobility level · Ajarkan pasien
· Self care : ADLs atau tenaga
· Transfer kesehatan lain
performance tentang teknik
Kriteria Hasil: ambulasi
· Klien meningkat · Kaji kemampuan
dalam aktivitas fisik pasien dalam
· Mengerti tujuan dan mobilisasi
peningkatan · Ajarkan pasien
mobilitas bagaimana merubah
· Memverbalisasikan posisi dan berikan
perasaan dalam bantuan jika
meningkatkan diperlukan.
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
Resiko defisit volume cairan NOC: NIC :
berhubungan dengan adanya 1. Fluid balance · Pertahankan catatan
perdarahan 2. Hydration
intake dan output
3. Nutritional Status :
Food and Fluid yang akurat
Intake · Monitor status
Setelah dilakukan hidrasi( kelembaban
tindakan keperawatan membran mukosa,
selama1 x 1,5 jam defisit nadi adekuat,
volume cairan tidak
tekanan darah
terjadi dengan:
1. Mempertahankan ortostatik), jika
urine output sesuai diperlukan
dengan usia dan BB, · Monitor hasil lab
BJ urine normal, yang sesuai dengan
2. Tekanan darah, nadi, retensi cairan (BUN
suhu tubuh dalam
, Hmt , osmolalitas
batas normal
urin, albumin, total
protein )
· Monitor vital sign
setiap 15menit – 1
jam
· Kolaborasi
pemberian cairan IV
Resiko infeksi berhubungan NOC NIC
dengan adanya port de entry · Immune Status Infection Control
kuman · Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
control · Bersihkan
· Risk control lingkungan setelah
Kriteria Hasil: dipakai pasien lain
· Klien bebas dari tanda · Cuci tangan setiap
dan gejala infeksi sebelum dan
· Jumlah leukosit dalam sesudah tindakan
batas normal keperawatan
· Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
· Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
· Berikan terapi
antibiotik bila perlu
· Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
· Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
· Monitor hitung
granulosit, WBC
· Monitor
kerentangan
terhadap infeksi
· Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
· Inspeksi kondisi
luka / insisi bedah
e. Implementasi dan Evaluasi
DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
Ansietas Ansietas 1. Mengkaji tingkat S:
berhubungan dengan kecemasan klien Klien menyatakan siap
kurang pengetahuan dengan skala HARS menjalani operasi
2. Menjelaskan prosedur O:
tindakan operasi
tindakan yang akan 1. Skala Hars 12
dilakukan 2. TD :110-180/62-101
mmHg
Nadi: 74-92x/menit
RR: 18-20 x/menit
Suhu: 36,20
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
Pola napas inefektif 1. Memposisikan pasien S: Klien menyatakan
berhubungan dengan semi fowler sesak berkurang kalau
Sobesitas 2. Memberika oksigen posisi agak duduk
tambahan melalui O:
simple mask 6 lpm 1. TD :110-180/62-101
3. Meangauskultasi mmHg
suara napas Nadi: 74-92x/menit
4. Monitor tanda-tanda RR: 18-20 x/menit
vital dengan
5. Monitor suhu, warna, menggunakan
dan kelembaban kulit simple mask 6
lpm
Suhu: 36,20C
2. Tanda distress napas
tidak ada
3. Suara napas: vesikuler
4. Takipneu (-)
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1-
10
Hambatan mobilitas fisik 1. Mengajarkan pasien S: Klien menyatakan
berhubungan dengan fiisk tentang teknik mengerti apa yang harus
ridak bugar ambulasi dilakukan untuk
2. Kaji kemampuan mengatasi kaki
pasien dalam bengkaknya
mobilisasi O:
3. Ajarkan pasien 1. Klien dapat bergerak
bagaimana merubah minimal dengan
posisi dan berikan bantuan
bantuan jika A: Masalah teratasi
diperlukan. P: Hentikan intervensi
Resiko defisit volume 1. Observasi balance S: -
cairan berhubungan cairan O:
dengan adanya 1. TD :110-180/62-101
2. Monitor status
perdarahan mmHg
hidrasi( kelembaban Nadi: 74-92x/menit
membran mukosa, RR: 14x/menit via
nadi adekuat, tekanan ventilator
darah ortostatik), jika Suhu: 36,20C
diperlukan 2. EBV : 75x65 = 4875
ml
3. Monitor hasil lab
Balance cairan:
yang sesuai dengan Input: RL 100 ml
retensi cairan (BUN , Output:
Hmt , osmolalitas Urine: 600 ml
urin, albumin, total Darah 200 ml
protein ) 3. Pitting edema: (+)
A: Masalah tidak terjadi
4. Monitor vital sign
P: Lajutkan intervensi 1-7
setiap 5 menit
5. Kolaborasi pemberian
cairan IV sesuai
dengan defisit cairan
dan maintenance yang
dibutuhkan
Resiko infeksi 1. Mencuci tangan S: -
berhubungan dengan dengan chlorhexidine O:
adanya port de entry 2% sebelum 1. TD :110-180/62-101
kuman melakukan tindakan mmHg
2. Memakai universal Nadi: 74-92x/menit
precaution RR: 14x/menit via
3. Memberikan ventilator
antibiotic pofilaksis Suhu: 36,20C
cefazoline 2 g 30 2. Redness: di sekitar
menit sebelum tepi luka
operasi dimulai Edema: Tidak ada
4. Monitor hitung Echimosis: Tidak ada
granulosit, WBC Discharge: Tidak ada
5. Inspeksi kulit dan Approximation: kulit
membran mukosa disatukan dengan
terhadap kemerahan, benang monofilament
panas, drainase, dan dan ditutup kassa
kondisi luka / insisi A; Masalah tidak terjadi
bedah P: Lanjutkan intervensi
1-10

Anda mungkin juga menyukai