Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM PATOLOGIS

DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

A. TINJAUAN TEORI
1. Definisi Sectio Caesaria
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio
Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram
melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).
Secsio secaria merupakan tindakan prosedur operatif, yang di lakukan di
bawah anestesia sehingga janin, plasentadan ketuban di lahirkan melalui insisi
dinding abdomendan uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas
tercapai misalnya usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles, 2011). Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.

2. Jenis – Jenis
Jenis-jenis tindakan Sectio Caesaria menurut Mitayani (2009) ada 3 yaitu sebagai
berikut :
1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
Sectio cesaria transperitonealis propunda merupakan pembedahan yang paling
banyak dilakukan dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada bawah rahim,
bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak
besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami
kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria korporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen
atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat

3. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulangtulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (PreEklamsi Berat)
Preeklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian
maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau
salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB
yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
3) Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kirakira 0,27- 0,5%.
4) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Saifuddin, 2002).
Menurut Errol Norwis dalam buku anatomi (2011), penyebab seorang
ibu hamil dilakukan bedah SC karena ada penyebabnya yang terbagi menjadi
2 yaitu absolute atau mutlak dan relative. Adapun penjelasannya sebagai
berikut :
1. Pada Ibu
a. Secara absolutediantaranya :
1) Indikasi persalinan yang gagal
2) Proses persalinan tidak maju (distosia persalinan)
3) Disproporsi sefalopelvik(panggul sempit)
4) Riwayat ruptur uterus
5) Obstruksi jalan lahir (fibroid)
6) Plasenta berukuran besar
7) Riwayat preeklampsi atau eklamspi
b. Secara relative diantaranya :
1) Bedah sesar elektif berulang
2) Penyakit ibu (pre eklamsi berat,penyakit diabetes,kanker serviks
3) Riwayat bedah uterus sebelumnya miomektomi dengan ketebalan
penuh
2. Pada Janin
a. Secara absolute diantaranya :
1) Gawat janin/hasil pemeriksaan janin yang tidak meyakinkan
2) Prolaps tali pusat
3) Malpresentasi janin (posisi melintang)
b. Secara relative diantaranya :
1) Mal presentasi janin (sungsang , tali pusat melilit janin)
2) Makrosomia (berat janin lebih dari 4000 gram)
3) Kelainan janin (hidrosefalus)
4. Manifestasi Klinis Sectio Caesaria
Menurut Prawirohardjo (2007) manifestasi klinis pada klien dengan post
sectio caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

5. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin
maupun ibu anestesi janin sehingga kadangkadang bayi lahir dalam keadaan upnoe
yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup.
Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun
juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2002).

6. Tekhnik Penatalaksanaan
1. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus
uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai
sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan
meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong
diantara kedua klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan
benang yang sama.
3) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisasisa darah dan
air ketuban
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang,
kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih
1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan
gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin
dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan
cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika
kedalam miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan
menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
2) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert)
dengan benang yang sama.
3) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang
plain catgut no.1 dan 2
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisasisa darah dan
air ketuban
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia
digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian ( Caesarian Hysterectomy)
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian
juga cara melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan
klem secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem. Pada tepi
segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada
tunggul serviks uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera
no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut (
no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks
uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera
abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah SC (Sectio Caesaria)

8. KOMPLIKASI
Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-
cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi- komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru
yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri. Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

9. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 – 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut- turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3
sampai hari ke 5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pemalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obatobatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebabkan karena
pengaruh obatobatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu
juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya
hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15
menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenyamanan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegiatan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat
hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole
10. Pathway SC
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register ,
dan diagnosa keperawatan.
b. Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, suku/bangsa, pendidikan
terakhir, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya pasien
akan mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan pasien.
Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri
berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-
iris/disayat-sayat, nyeri akan megganggu aktivitas terutma pada hari pertama
post operasi, skala yer bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST.
3) Riwayat kesehatan dahulu/ yang lalu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu pada klien post seksio sesarea,
apakah pernah mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi,
alergi obat-obatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti
jantung, DM, Hipettensi, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
5) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
1. Riwayat ginekologi
a. Riwayat menstruasi
Melalui siklus haid, lamanya, jumlahnya, sifat darah (warna, bau,
cair/gumpal), dismenorhea, HPHT (Haid Pertama Haid Terakhir) dan
taksiran persalinan.
b. Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan (suami dan istri) meliputi usia perkawinan, umur
klien saat menikah, pernikahan ke berapa.
c. Riwayat keluarga berencana
Apakah klien sudah pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya,
jenis kontrasepsi, berapa lama, rencana KB setelah melahirkan, untk
dapat hamil lagi klien post seksio sesarea minimal 3 tahun.
2. Riwayat obstetri
a. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Perlu dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, apakah
kehamilan, tanpa penyulit, control teratur, melahirkan dimana, ditolong
oleh siapa, umur kehamilan, jenis persalinan, berat anak waktu lahir,
masalah yang terjadi dan keadaan anak. Penyakit kandungan yang
pernah dialami.
b. Riwayat kehamilan sekarang
Usia kehamilan, keluhan selama hamil terutama yang dirasakan pada
trimester pertama biasanya akan mengalami morning sikness, muntah,
lesu dan sering kencing. Pada trimester kedua mulai dirasakangerakan
janin. Apakah ibu control secara teratur, riwayat pemberian TT dan
obat yang dikonsumsi setiap hari,apakah keadaan janin selama
kehamilan tidak ada kelaian, pernah dilakukanpemeriksaan panggul,
keadaan panggulnya,keadaan uterusnya sehingga klien harus menjalani
operasi seksio sesarea.
c. Riwayat persalinan sekarang
Kaji pengetahuan klien tentang tindakan operasi yang
dialaminya. Kaji jalannya operasi waktu dan lamanya operasi,
jenis anesthesi, jenis operasi seksio sesarea. Kaji keadaan bayi saat
partus, berat badan, panjang badan, kelainan congenital, nilai APGAR
dalam satu menit pertama dan lima menit selanjutnya. Apakah bayi
mengalami aspixia. Bagaimana involusi dan konsistensi uterus, apakah
terjadi perdarahan, jumlahnya, keadaan ibu saat setelah operasi.

d. Pola- pola fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya Menjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema, yang
menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena
penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya

9) Pola persepsi dan konsep diri


Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

e. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan pada ibu
a. Keadaan Umum
Pada pasien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih
lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital
biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk
dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.
2. Pemeriksaan had to toe
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung

6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadangkadang
striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

f. Pemeriksaan penunjang
pasien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit dan leukosit.
g. Therapi
Biasanya pasien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.
Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1. DS: Pengaruh anesthesi, Pola Nafas tidak
- Dyspnea imobilisasi, infeksi paru. efektif
- Nafas pendek
DO:
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Menggunakan otot
pernafasan tambahan
- Pernafasan pursed-lip
- Tahap ekspirasi
berlangsung sangat
lama
- Respirasi: < 11 – 24 x
/mnt
2. DS: Luka insisi, distensi Nyeri Akut
- Kelelahan abdomen, after pains,
- Takut untuk injuri distensi kandung kemih.
ulang
DO:
- Gangguan aktifitas
- Anoreksia
- Perubahan pola tidur
- Respon simpatis (suhu
dingin, perubahan
posisi tubuh ,
hipersensitif, perubahan
berat badan)
3. DS: Luka yang basah, Resiko Infeksi
DO: keterlambatan involusi
- Peningkatan leukosit uterus, rupture membran
- Peningkatan suhu lebih dari 6 jam sebelum
- Perubahan warna kulit seksio sesarea.
4. DS: Kurang informasi tentang Cemas
status kesehatan bayi dan
- Insomnia
perawatan luka post op SC.
- Kurang istirahat
- Takut
- Nyeri perut
- Diare, mual, kelelahan
- Anoreksia, mulut
kering
DO:
- Peningkatan TD,
denyut nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam
pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
- Penurunan TD dan
denyut nadi
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Kontak mata kurang
5. DS : perdarahan pasca partum Komplikasi
- Haus Potensial Kelahiran
DO:
- Penurunan turgor
kulit/lidah
- Membran mukosa/kulit
kering
- Peningkatan denyut
nadi, penurunan
tekanan darah,
penurunan
volume/tekanan nadi
- Pengisian vena
menurun
- Perubahan status
mental
- Konsentrasi urine
meningkat
- Temperatur tubuh
meningkat
- Penurunan urine output
- Hemoglobin menurun
6. DS: luka Post op SC Kerusakan
DO : integritas kulit
- Kerusakan jaringan
(membran mukosa,
integumen, subkutan)
- Terdapat luka
dibagian abdomen
Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesi, imobilisasi,
infeksi paru.
2) Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains,
distensi kandung kemih.
3) Resiko infeksi : peritonitis, endometritis, cystitis, nefritis berhubungan dengan
luka yang basah, keterlambatan involusi uterus, rupture membran lebih dari 6 jam
sebelum seksio sesarea.
4) Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi dan
perawatan luka post op SC.
5) Komplikasi Potensial Kelahiran:perdarahan pasca partum.
6) Kerusakan integritas kulit berhubung dengan luka Post op SC.

Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesi, imobilisasi,
infeksi paru.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC: NIC:
Respiratory status : Ventilation  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Respiratory status : Airway patency ventilasi
Vital sign Status  Auskultasi suara nafas, catat adanya
Setelah dilakukan tindakan keperawatan suara tambahan
selama ………..pasien menunjukkan  Berikan bronkodilator :
keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan  Atur intake untuk cairan
kriteria hasil: mengoptimalkan keseimbangan.
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara  Monitor respirasi dan status O2
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan  Bersihkan mulut, hidung dan secret
dyspneu. trakea
Menunjukkan jalan nafas yang paten (  Pertahankan jalan nafas yang paten
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Monitor adanya kecemasan pasien
rentang normal, tidak ada suara nafas
terhadap oksigenasi.
abnormal)
 Monitor vital sign
Tanda Tanda vital dalam rentang normal
 Ajarkan bagaimana batuk efektif.
(tekanan darah, nadi, pernafasan)

2) Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi
kandung kemih.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC : NIC :
 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
 pain control, komprehensif termasuk lokasi,
 comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan dan faktor presipitasi
selama …. Pasien tidak mengalami nyeri,  Observasi reaksi nonverbal dari
dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri, mampu menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, ruangan, pencahayaan dan kebisingan
mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menggunakan manajemen nyeri menentukan intervensi
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
frekuensi dan tanda nyeri) napas dala, relaksasi, distraksi, kompres

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri hangat/ dingin

berkurang  Berikan analgetik untuk mengurangi

 Tanda vital dalam rentang normal nyeri: ……...

 Tidak mengalami gangguan tidur  Tingkatkan istirahat


 Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

3) Resiko infeksi : peritonitis, endometritis, cystitis, nefritis berhubungan dengan luka


yang basah, keterlambatan involusi uterus, rupture membran lebih dari 6 jam sebelum
seksio sesarea.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
 Knowledge : Infection control  Batasi pengunjung bila perlu
 Risk control  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tindakan keperawatan
selama…… pasien tidak mengalami infeksi  Gunakan baju, sarung tangan sebagai
dengan kriteria hasil: alat pelindung
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Ganti letak IV perifer dan dressing
 Menunjukkan kemampuan untuk sesuai dengan petunjuk umum
mencegah timbulnya infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
 Jumlah leukosit dalam batas normal  Berikan terapi
 Menunjukkan perilaku hidup sehat antibiotik:.................................
 Status imun, gastrointestinal,  Monitor tanda dan gejala infeksi
genitourinaria dalam batas normal sistemik dan lokal
 Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
 Monitor adanya luka
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi.

4) Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi dan
perawatan luka post op SC.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC : NIC :
- Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Koping  Gunakan pendekatan yang menenangkan
Setelah dilakukan asuhan selama  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
……………klien kecemasan teratasi dirasakan selama prosedur
dgn kriteria hasil:  Temani pasien untuk memberikan keamanan
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengurangi takut
dan mengungkapkan gejala cemas  Berikan informasi faktual mengenai
 Mengidentifikasi, mengungkapkan diagnosis, tindakan prognosis
dan menunjukkan tehnik untuk  Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
mengontol cemas  Instruksikan pada pasien untuk menggunakan
 Vital sign dalam batas normal tehnik relaksasi
 Postur tubuh, ekspresi wajah,  Identifikasi tingkat kecemasan
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas  Bantu pasien mengenal situasi yang
menunjukkan berkurangnya menimbulkan kecemasan
kecemasan  Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti cemas:........

5) Komplikasi Potensial Kelahiran:perdarahan pasca partum.


Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC: NIC :
 Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan output
 Hydration yang akurat
 Nutritional Status : Food and Fluid  Monitor status hidrasi ( kelembaban
Intake membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan darah ortostatik ), jika diperlukan
selama….. defisit volume cairan teratasi  Monitor hasil lab yang sesuai dengan
dengan kriteria hasil: retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
 Mempertahankan urine output sesuai urin, albumin, total protein )
dengan usia dan BB, BJ urine normal,  Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam  Kolaborasi pemberian cairan IV
batas normal  Monitor status nutrisi
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi,  Berikan cairan oral
Elastisitas turgor kulit baik, membran  Berikan penggantian nasogatrik sesuai
mukosa lembab, tidak ada rasa haus output (50 – 100cc/jam)
yang berlebihan  Dorong keluarga untuk membantu pasien
 Orientasi terhadap waktu dan tempat makan
baik  Kolaborasi dokter jika tanda cairan
 Jumlah dan irama pernapasan dalam berlebih muncul meburuk
batas normal  Atur kemungkinan tranfusi
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal  Persiapan untuk tranfusi
 pH urin dalam batas normal  Pasang kateter jika perlu
 Intake oral dan intravena adekuat  Monitor intake dan urin output setiap 8
jam

6) Kerusakan integritas kulit berhubung dengan luka Post op SC

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
NOC: NIC :
 Tissue integrity : skin and Pressure ulcer prevention
mucous membranes Wound care
 Wound healing : primary and - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
secondary intention longgar
Setelah dilakukan tindakan - Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
keperawatan selama …. kerusakan - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
integritas jaringan jam sekali
pasien teratasi dengan kriteria hasil: - Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Perfusi jaringan normal - Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah
 Tidak ada tanda-tanda infeksi yang tertekan
 Ketebalan dan tekstur jaringan - Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
normal - Monitor status nutrisi pasien
 Menunjukkan pemahaman - Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
dalam proses perbaikan kulit - Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan
dan mencegah terjadinya cidera tekanan
berulang - Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan
 Menunjukkan terjadinya proses luka
penyembuhan luka - Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP, vitamin
- Cegah kontaminasi feses dan urin.
DAFTAR PUSTAKA (Do & NIC NOC)

Bobak and Jansen alih bahasa Ikatan Alumni Keperawatan Padjadjaran. 2000. Perawatan
Maternitas dan Ginekologi. Bandung: YIAKPP.

Cunningham, Mc Donald and Grant. Alih bahasa Joko Suryono dan Andi Hartono. 1990.
Obstetri William Edisi 18. USA: Prentice Company.

Efendy, Nasrul. 1995 Pengantar Proses Keperawatan. Jakatra: EGC.

Graw Mc and Hill. 1995. Clinical Plans: Perinatal / Neonatal Nursing Internasional Edition.
USA: Gyl Favours

Manjoer, A dkk. 2001. Kapita Selecta Kedokteran jilid 1 Edisi 3. 2001. Jakarta: Media
AesCulapitus.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi Jilid 1 Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Operatif dan Sosial. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo Sarwono bekerjasama dengan JNPKKR/POGI, dan JHPIEGO/STARH


PROGRAM. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka

Prawihardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawihardjo.

Sastrawinata Sulaeman. 2005. Obstetri Fisiologi. Bandung: FK UNPAD

Winjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. 2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :


mocaMedia

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20052006. Jakarta:


Prima Medika

Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan
Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai