Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN POST SC

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktik Keperawatan


Departemen Keperawatan Medikal Bedah I
Di Ruang ICU
RSUD Karsa Husada Batu

Oleh:
Nama : Amelia Danyswara
NIM : P17220193025

PRODI PROFESI KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
I. KONSEP DASAR
 Definisi
Seksio Sesarea adalah upaya persalinan buatan dengan melahirkan janin
melalui suatu insisi pada dinding perut dan rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. (Mansjoer dkk. 2010)
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari rahim. (Mochtar, 1998)
Sektio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Sofian, 2012)

 Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.
Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak
berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar
pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
 Kelainan kepala
1. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-
kira 0.27-0.5 %.
3. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala.
 Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

 Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak,
placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin
besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post
de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas
yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot
nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo,2012)

 Tanda dan Gejala


1. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat beberapa hal berikut ini :
a. Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh,
umumnya gerakan setiap kejang sama.
b. Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
d. Gejala psikis : dejavu, rasa takut.
2. Kejang parsial kompleks
a. Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
b. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan
bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan
dan gerakan tangan lainnya.
c. Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
3. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
4. Kejang absens
5. Kejang mioklonik
a. Kedutan – kedutan involunter pada otot
b. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki
c. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
6. Kejang tonik klonik
a. Diawali dengan kehilangan kesadaran, yaitu kaku, umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
b. Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
c. Letargi dan konvulsi
7. Kejang atonik
a. Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
b. Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

 Klasifikasi

1. Sektio caesaria abdominalis, tipe operasi sektio caesaria :


a. Sektio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri.
b. Sektio caesaria ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah Rahim
2. Sectio caesaria transperitonialis yang terdiri dari :
a. Sektio caesaria ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Sektio Caesaria vaginalis. Menurut sayatan pada rahim, sectio caesaria
dapat dilakukan sebagai berikut :
 Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
 Sayatan melintang (transversal) menurut
 Sayatan huruf T (T-incision)

 Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. CT SCAN
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht
bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography (PET)
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a.       Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b.      Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c.       Serum Elektrolit
d.      Skrining toksik dari serum dan urin
e.       BGA. (Anon t.t.)

 Penatalaksanaan
Kaji ulang prinsip keperawatan pasca bedah jika terdapat tanda infeksi berikan
antibiotik kombinasi sampai demamnya menurun/berkurang selama 48 jam, amfisin 2 gr
dan prostaglandin.
Berikan perawatan luka post op secara intensif (sarwono,2005:836), jika masih
pendarahan lakukan message uterus berikan oksitosin 10 menit dalam 500ml
cairan. Penatalaksanaan ibu post partum sectio caesarea (Saifudin,2002) :
1. Observasi kesadaran ibu
2. Mengukur tanda – tanda vital 
pengukuran meliputi tensi, nadi, suhu, pernafasan, keseimbangan cairan melalui produksi
urine dengan perhitungan (produksi urin normal 500- 600 cc) pemberia cairan pengganti
sekitar 2000-2500cc.
3. Diit pemberian sedikit minum, dapat diberikan  6 - 10 jam pasca bedah berupa air putih.
Ibu menyusui harus mengkomsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari, makan dengan
diit seimbang untuk mendapatkan nutrisi yang sesuai.
4. Mobilisasi secara bertahap berguna untuk membantu penyembuhan klien secara
psikologi, miring ke kanan dan kiri di mulai 6 – 10 jam pasca operasi (setelah sadar).
Hari ke dua klien bisa duduk selama 5 menit dan hari berikutnya klien bisa berjalan.
5. Perawatan rutin, hal ini yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran
adalah tekanan  darah, jumlah nadi per menit, frekuensi pernafasan permenit, jumlah
cairan yang masuk dan keluar, suhu badan, dan kontraksi uterus. 
6. Payudara dibersihkan setiap hari sebelum mandi dengan air bersih tanpa sabun untuk
mengurangi resiko infeksi. Apabila putting susu lecet, oleskan kolestrum atau asi yang
keluar dari putting susu setiap kali selesai menyusui.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust,
abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a.  Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register  , dan diagnosa
keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan (terdahulu, sekarang, riwayat kesehatan keluarga)
d. Pola-pola fungsi kesehatan:
- Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
- Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
- Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan
aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
- Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
- Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan.
- Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
-  Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
-  Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
-  Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-
lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
- Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah

3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan, sklera kuning
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan
yang keluar dari telinga.
5)  Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan
papila mamae
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3
jari dibawa pusat.
8) Genitalia
9) Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya
kelainan letak anak.
10) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
11) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
12) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi
3. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
4. Resiko tinggi Infeksi b.d luka post operasi

3. Rencana Asuhan Keperawatan


 DX 1 : Devisit Volume Cairan b.d perdarahan

Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan output baik
jumlah maupun kualitas.
Krteria Hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal
2. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah,UUB tidak cekung.
Intervensi:
1. Kaji kondisi status hemodinamika.
2. Ukur pengeluaran harian
3. Berikan sejumlah cairan pengganti harian
4. Evaluasi status hemodinamika
5. Pantau intake dan output

 DX 2 :  Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d luka post operasi

Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami


Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2. Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
3. Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
4. Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
5. TTV dalam batas normal

Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring selama masa akut
2.  Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya.
3. Ajarkan teknik distraksi
4. Kolaborasi pemberian analgetika
5. Kaji intensitas, karakteristik, dan derajat nyeri

 DX 3 : Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan

Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan


Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1. Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
2. Lakukan latihan gerak secara pasif
3. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maseras
4. Jaga kelembaban kulit

 DX 4 : Resiko tinggi Infeksi s.d luka post operasi

Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.
Kriteria Hasil :  Tidak ada tanda – tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak, fungsio
laesa
Intervensi :
1. Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka
operasi.
2. Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi.
3. Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
4. Lakukan perawatan luka
5. Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi (Bersama t.t.)

DAFTAR PUSTAKA

Anon. t.t. “LAPORAN PENDAHULUAN SECTI CAESARIA.” LAPORAN PENDAHULUAN


UROLITHIASIS. Diambil 25 Agustus 2021
(http://awanputrapradana.blogspot.com/2017/11/laporan-pendahuluan-urolithiasis.html).

Bersama, Merawat Indonesia. t.t. “Merawat Indonesia Bersama : LAPORAN PENDAHULUAN


SEACTIO CEASARIA.” Merawat Indonesia Bersama. Diambil 25 Agustus 2021
(https://merawatindonesiabersama.blogspot.com/2016/03/laporan-pendahuluan-seactio-
ceasaria.html).

Mansjoer, Arief, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika, Wardani, dan Wiwiek
Setyowulan. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. 4 ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI.

Anda mungkin juga menyukai