Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESARIA

Oleh :

Nama : Yoga Alis Oktriandika

NIM : 72020040080

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.N DENGAN
POST PARTUM SECTIO CAESARIA
DI RUANG FLAMBOYAN
DI RSUD Dr. GONDO SUWARNO UNGARAN

Oleh :

Nama : Yoga Alis Oktriandika

NIM : 72020040080

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESARIA

A. PENGERTIAN
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amru sofian, 2012)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.( Winkyosastro,
2009 )
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.( Sarwono,
2006 )
B. ETIOLOGI
Manuaba (2010) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi
dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir
secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

1
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi

2
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi
bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki.
C. TANDA DAN GEJALA / MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada pasien dengan post sectio caesaria, menurut
Prawirohardjo, 2007 antara lain :
1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600 – 800 ml.
2. Terpasang kateter : Urin jernih dan pucat.
3. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
4. Bising usus tidak ada.
5. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
6. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
7. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.
D. PATHOFISIOLOGI
Sectio caesaria merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi
uterus, distorsia jaringan lunak, plasenta previa, dan lain – lain, untuk ibu.
Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan sectio caesaria ibu akan mengalami adaptasi post partum
baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi
dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
port de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan

3
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu, anestesi janin sehingga kadang – kadang bayi
lahir dalam keadaan apnue yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi
ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
menjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat berisiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

4
E. PATHOFLOW ( JALAN MUNCULNYA MASALAH SESUAI DENGAN TEORI )
Indikasi Sectio caesaria :
a. CPD (Cephalo Pelvik Disproportion)
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
d. Bayi Kembar
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah
b. Presentasi muka
c. Presentasi dahi
2) Letak Sungsang

Post Anestesi Sectio Caesaria Post Partum Nifas

Penekanan Medula Oblongata Penurunan kerja PONS Luka Post Operasi

Penrunan reflek batuk Penurunan kerja otot – otot eliminasi Jaringan terbuka Jaringan terputus

Dx. Kep. Konstipasi


Akumulasi sekret Proteksi kurang Merangsang reseptor nyeri

Invasi bakteri Nyeri


Dx. Kep. Bersihan Jalan
Lanjutan
Nafas Tidak Efektif Dx. Kep. Risiko Infeksi Dx. Kep. Nyeri akut

5
Post Partum Nifas

Distensi kandung kemih Penurunan progesteron dan estrogen Psikologi

Bengkak dan memar uretra Kontraksi Uterus Merangsang pertumbuhan kelenjar mamae Penambahan anggota baru

Penurunan sensitivitas dan


distensi kandung kemih Involusio Peningkatan hormon prolaktin Masa krisis

Dx. Kep. Gangguan


Adekuat Tidak Adekuat Merangsang laktasi dan oksitosin Perubahan Peran
Eliminasi Urine

Pengeluaran Lochea Perdarahan Pengeluaran ASI Bayi menangis

Efektif Tidak Efektif


Dx. Kep. Risiko Syok Dx. Kep. Gangguan
Hipovolemik Pola Tidur
Dx. Kep. Risiko
Menyusui Tidak Efektif Bengkak

Nyeri

Dx. Kep. Nyeri Akut

Sumber : Yuli, Reni, Ns, S,Kep. 2017

6
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan tindakan sectio caesaria menurut,
Mochtar, 2011 adalah :
1. Hitung darah lengkap.
2. Golongan darah ( ABO ), dan pencocokan silang, tes Coombs, Nb.
3. Urinalisis : Menentukan kadar albumin / glukosa.
4. Pelvimetri : Menentukan CPD.
5. Kultur : Mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
6. Ultrasonografi : Melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan,
dan presentasi janin.
7. Amniosintesis : Mengkaji maturitas paru janin.
8. Tes stres kontraksi atau tes non-stres : Mengkaji respons janin terhadap
gerakan / stres dari pola kontraksi uterus / pola abnormal.
9. Penentuan elektronik selanjutnya : Memastikan status janin / aktivitas uterus.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesaria
(Prawirohardjo, 2007), yaitu :
1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.
2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat.
3. Pemberian analgetik dan antibiotik.
4. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.
5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24
jam pertama setelah pembedahan.
6. Ambulasi satu hari setelah pembedahan pasien dapat turun sebentar dari
tempat tidur dengan bantuan orang lain.
7. Perawatan luka : Insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada
hari ke empat setelah pembedahan.
8. Pemeriksaan laboratorium : Hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan
untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemi.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN ( POLA FUNGSI KESEHATAN )
1) Identitas
Pada pasien dengan indikasi sectio caesaria dapat terjadi pada setiap
umur kehamilan yang dapat dilihat pada kehamilan muda.

7
2) Keluhan Utama
Pada pasien dengan post sectio caesaria keluhan utamanya yaitu pasien
mengeluh nyeri pada bekas luka operasi, badannya lemah, tidak berani
gerak, dan rasa haus yang berlebihan.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada riwayat penyakit sekarang yang perlu dikaji yaitu jam selesai
operasi, kesadaran pasien, keadaan umum, letak dan ukuran dari luka
operasi.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami riwayat tindakan operasi sebelumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Peranan keluarga atau keturunan merupakan faktor penyebab penting
yang perlu dikaji yaitu penyakit berat yang pernah diderita salah satu
anggota yang ada hubungannya dengan operasi misalnya : TBC, DM, dan
Hypertensi.
6) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan letak lintang yang
perlu diketahui adalah :
a. Keadaan haid
Yang perlu diketahui pada keadaan haid adalah tentang menarche,
siklus haid, hari pertama haid terakhir untuk dapat diketahui yang
keluar darah muda atau darah tua, encer atau menggumpal, lamanya
nyeri atau tidak, pada sebelum atau sesudah haid, berbau atau tidak,
dimana untuk mengetahui gambaran tentang keadaan alat kandungan.
b. Perkawinan
Berapa kali kawin dan berapa lama dengan suami yang sekarang
c. Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan pada pasien dengan partus bisa terdapat pada
primi / multigravida.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Ditanyakan kelangsungan dari kehamilan dan persalinan serta nifas
yang lalu, bagaimana keadaan bayi yang dilahirkan, apakah cukup
bulan atau tidak, kelahirannya normal atau tidak, siapa yang menolong
persalinan dan dimana melahirkannya, sehingga mendapat gambaran
yang jelas tentang riwayat kehamilan, persalinan yang lalu.

8
7) Pola Kebiasaan Sehari – hari menurut Virginia Henderson :
a. Respirasi
Pada kasus post sectio caesaria penyulit yang sering ditemukan adalah
obstruksi jalan nafas, respirasi yang tidak adekuat dan respirasi arrest.
b. Nutrisi
Pasien setelah selesai operasi pemenuhan nutrisinya selama puasa
melalui infus dan setelah 6 jam baru diberikan minum secara bertahap
dan setelah 8 jam baru diberikan makanan lunak, tapi bila pasien
dengan lumbal fungsi langsung diberikan makan, minum seperti
biasanya, bahkan dianjurkan banyak minum.
c. Eliminasi
Meliputi berapa kali BAB, konsistensi, warna, bau dan pasien dengan
post sectio caesaria, untuk BAK melaui dower cateter yang
sebelumnya telah terpasang.
d. Istirahat / tidur
Pada pasien dengan post sectio caesaria mengalami gangguan istirahat
tidur karena adanya rasa nyeri pada daerah operasi dan ada rasa yang
tidak enak pada uretra akibat terpasangnya dower cateter.
e. Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Pada pasien dengan post sectio caesaria mengalami gangguan dalam
hal temperatut tubuh, suhu tubuh > 37,5° C.
f. Kebutuhan personal hygiene
Pasien dengan post sectio caesaria pada hari pertama dan kedua
sebelum kateter dibuka pasien membutuhkan orang lain untuk
membersihkan diri dalam hal ini pasien harus dimandikan.
g. Aktivitas
Pola aktivitas dapat terganggu dengan adanya rasa nyeri pada daeerah
operasi sehingga pasien membatasi gerakan.
h. Gerak dan keseimbangan badan
Aktivitas berkurang, tidak bisa berjalan karena nyeri dab
ketidaknyamanan.
i. Kebutuhan berpakaian
Pasien dengan post sectio caesaria mengalami gangguan dalam
memenuhi kebutuhan berpakaian tersebut.

9
j. Kebutuhan keamanan
Kebutuhan keamanan ini perlu dipertanyakan apakah pasien tetap
merasa aman dan terlindungi oleh keluarganya. Pasien mampu
menghindari bahaya dari lingkungan.
k. Sosialisasi
Pada data sosial ini dapat dilihat apakah pasien merasa terisolasi atau
terpisah karena terganggunya komunikasi, adanya perubahan pada
kebiasaan atau perubahan dalam kapasitas fisik untuk menentukan
keputusan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pasien
mungkin tampak sangat cemas dan ketakutan.
l. Kebutuhan spiritual
Pasien menganut agama Islam selama keluar darah nifas / masa nifas
tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah. Sedangkan darah nifas
adalah darah yang keluar dari rahim ibu sesudah ia melahirkan anak,
ini berlangsung selama 40 hari dan selama – lamanya 60 hari sesudah
melahirkan.
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pasien dengan post operasi sectio caesaria biasanya tidak dapat
memenuhi kebutuhan bermain dan rekreasi karena dalam kondisi yang
lemah.
n. Kebutuhan belajar
Bagaimana pasien berusaha belajar, menemukan atau memuaskan rasa
ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal,
kesehatan dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.
8) Pemeriksaan Fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, metode yang digunakan adalah
pemeriksaan Head To Toe. Pemeriksaan fisik secara head to toe pada
klien dengan persalinan normal meliputi :
a. Keadaan umum
Klien dengan persalinan normal biasanya keadaan umumnya lemah.
b. Kesadarn
Kesadaran klien dengan persalinan normal biasanya composmentis.
c. Tanda – tanda vital
i. Tekanan darah : Normal kadang menurun.
ii. Nadi : Mungkin meningkat ( > 90 x/menit ).
iii. Suhu : Meningkat / menurun.
iv. Respirasi : Meningkat > 20 x / menit.

10
d. Kepala
i. Inspeksi : Bersih atau tidaknya, ada atau tidak lesi.
ii. Palpasi : Ada atau tidaknya nyeri tekan, krepitasi, masa.
e. Wajah
Inspeksi : Tampak pucat, ada atau tidaknya oedema.
f. Mata
Inspeksi : Konjungtiva tampak pucat, sklera ikterus.
g. Hidung
Inspeksi : Simetris atau tidak, ada tidaknya polip
h. Telinga
Inspeksi : Ada tidaknya peradangan dan lesi.
i. Mulut
Inspeksi : Periksa apakah bibir pucat atau kering, kelengkapan gigi,
ada tidaknya karies gigi.
j. Leher
i. Inspeksi : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.
( Pereriksaan dari arah depan klien ).
ii. Palpasi : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe.
( Pemeriksaan dari arah belakang klien ).
k. Payudara
i. Inspeksi : Ukuran payudara, simetrisitas dan penampilan kulit.
Inspeksi puting terhadap ukuran, bentuk, ada tidaknya ulkus dan
kemerahan.
ii. Palpasi : Palpasi payudara untuk mengetahui konsistensi dan
nyeri tekan.
l. Thorax
i. Inspeksi : Pergerakan dinding dada, frekuensi, irama,
kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan, ada tidaknya
retraksi dinding dada.
ii. Palpasi : Ada tidaknya nyeri tekan dan krepitasi vokal
premitus.
iii. Perkusi : Kenormalan organ indera thoraks.
iv. Auskultasi : Ada tidaknya suara nafas tambahan.
m. Abdomen
Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri menurun, adanya kontraksi
uterus ( HIS ).

11
n. Genetalia
Pada pemeriksaan dalam ( Vagina ) terdapat pembukaan serviks dalam
cm/jam, sekresinya bertambah bisa bercampur darah.
o. Ekstremitas atas
i. Inspeksi : Ada tidaknya infus yang terpasang.
ii. Palpasi : CRT ( Capilary Refile Time ) memanjang bila terjadi
perdarahan.
p. Ekstremitas bawah
i. Inspeksi : Ada tidaknya deformitas
ii. Palpasi : Akral ( perdarahan biasanya disertai dengan akral
dingin ).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN ( SESUAI PATHWAY, RUMUSAN


BERDASARKAN NANDA )
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
akibat penurunan reflek batuk.
b. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
d. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri luka bekas operasi.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
f. Risiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan tidak efektifnya
pengeluaran ASI.

12
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


.
1. Bersihan jalan nafas NOC : NIC :
tidak efektif Manajemen jalan nafas Manajemen Jalan Nafas :
berhubungan dengan Suction jalan nafas 1. Posisikan pasien
akumulasi sekret, efek Setelah dilakukan tindakan untuk
anestesi keperawatan selama .... x 24 memaksimalkan
jam, paasien menunjukan ventilasi.
bersihan jalan nafas efektif 2. Auskultasi bunyi
dengan status pernafasan nafas, area penurunan
adekuat dengan kriteria hasil : ventilasi atau tidak
a. Pasien mudah untuk adanya ventilasi dan
bernafas. adanya bunyi nafas
b. Tidak ada sianosis, tidak tambahan.
ada dispnoe. 3. Keluarkan sekret
c. Saturasi O2 dalam batas dengan batuk efektif
normal. atau suction sesuai
d. Jalan nafas paten. kebutuhan.
e. Mengeluarkan sekresi 4. Anjurkan pasien
secara efektif. untuk bernafas pelan,
f. Pasien mempunyai irama nafas dalam dan
dan frekuensi pernafasan batuk.
dalam rentang normal. 5. Atur posisi pasien
g. Pasien mempunyai fungsi untuk mengurangi
paru dalam batas normal dyspneu.
6. Monitor status
respirasi dan
oksigenasi sesuai
kebutuhan.
7. Atur intake cairan
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan cairan.
Suction jalan nafas :

13
1. Tentukan kebutuhan
untuk suction oral
atau trakeal.
2. Auskultasi bunyi
nafas sebelum dan
setelah suction.
3. Informasikan pada
psien dan keluarga
tentang suction.
4. Aspirasi nasofaring
dengan suction sesuai
kebutuhan.
5. Berikan sedative
sesuai kebutuhan.
6. Gunakan universal
precaution : sarung
tangan dan masker
sesuai kebutuhan.
7. Gunakan tambahan
oksigen sesuai
kebutuhan.
2. Nyeri akut NOC: NIC :
berhubungan dengan Pain Control Manajemen nyeri
terputusnya jaringan Pain level 1. Kaji secara
saraf pada daerah luka Setelah dilakukan tindakan komprehensif tentang
bekas operasi. keperawatan selama….. x 24 nyeri, meliputi :
jam, nyeri akut dapat teratasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: dan onset, durasi,
a. Pasien dapat mengetahui frekuensi, kualitas,
penyebab nyeri, onset intensitas / beratnya
nyeri. nyeri dan faktor –
b. Pasien mampu faktor presipitasi.
menggunakan teknik non 2. Observasi isyarat non
farmakologi untuk verbal dari
mengurangi nyeri, dan ketidaknyamanan,
tindakan pencegahan khususnya

14
nyeri. ketidakmampuan
c. Pasien melaporkan nyeri komunikasi secara
berkurang dengan efektif.
menggunakan manajemen 3. Gunakan komunikasi
nyeri. terapeutik agar pasien
d. Pasien melaporkan nyeri dapat
dan pengaruhnya pada mengekspresikan
tubuh. nyeri.
e. Pasien mampu mengenal 4. Ajarkan penggunaan
skala, intensitas, frekuensi teknik non
dan lamanya episode farmakologi
nyeri. ( misalnya : Nafas
f. Pasien mengatakan rasa dalam, teknik
nyaman setelah nyeri distraksi atau massage
berkurang. ).
g. Tanda – tanda vital dalam 5. Evaluasi tentang
batas normal. keefektifan dari
h. Ekspresi wajah tenang. tindakan mengontrol
nyeri yang telah
digunakan.
6. Berikan dukungan
terhadap pasien dan
keluarga.
7. Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
Penyebab, berapa
lama terjadi dan
tindakan pencegahan.
8. Kontrol faktor –
faktor lingkungan
yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya :

15
Temperatur ruangan,
penyinaran dan lain –
lain).
9. Tingkatkan istirahat
yang cukup.
10. Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien.
11. Monitor kenyamanan
pasien terhadap
manajemen nyeri.
12. Libatkan keluarga
untuk mengurangi
nyeri.
13. Informasikan kepada
tim kesehatan
lainnya / anggota
keluarga saat tindakan
nonfarmakologi
dilakukan untuk
pendekatan preventif.
Pemberian Analgetik :
1. Tentukan lokasi
nyeri, karakteristik,
kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan.
2. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar.
3. Cek riwayat alergi
obat.
4. Libatkan pasien
dalam pemulihan
analgetik yang akan

16
digunakan.
5. Pilih analgetik secara
tepat / kombinasi
lebih dari satu
analgetik jika telah
diresepkan.
6. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
pertama kali.
7. Berikan analgetik
yang tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat.
8. Evaluasi efektivitas
analgetik, tanda dan
gejala (efek samping).
3. Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan Immune Status Pengendalian infeksi :
prosedur invasif. Knowledge : Infection control 1. Pantau tanda / gejala
Risk control infeksi (misalnya:
Setelah dilakukan tindakan suhu tubuh, keadaan
keperawatan selama .... x 24 luka post operasi,
jam, pasien tidak mengalami kondisi vulva,
infeksi dengan kriteria hasil: kelelahan dan
a. Pasien bebas dari tanda dan malaise).
gejala infeksi 2. Kaji faktor yang
b. Menunjukkan kemampuan meningkatkan
untuk mencegah timbulnya serangan infeksi
infeksi (misalnya : usia
c. Jumlah leukosit dalam lanjut, status imun
batas normal menurun dan
d. Menunjukkan perilaku malnutrisi).
hidup sehat 3. Pantau hygiene
e. Status imun, personal untuk
gastrointestinal, perlindungan terhadap

17
genitourinaria dalam batas infeksi.
normal 4. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik.
5. Monitor Sel darah
putih ( White Blood
Cell ).
6. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
menjaga personal
hygiene dan
melindungi tubuh
terhadap infeksi.
7. Ajarkan pasien dan
keluarga tentang
tanda – tanda dan
gejala dari infeksi.
8. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
bagaimana mencegah
infeksi.
9. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda / gejala
infeksi dan kapan
harus melaporkan ke
petugas kesehatan.
10. Bersihkan lingkungan
secara tepat setelah
digunakan oleh
pasien.
11. Ganti peralatan pasien
setiap selesai
tindakan.
12. Batasi jumlah
pengunjung.

18
13. Gunakan sabun untuk
cuci tangan.
14. Gunakan sarung
tangan steril.
15. Lakukan perawatan
vulva dan perineum.
16. Tingkatkan asupan
nutrisi dan cairan.
17. Pertahankan teknik
aseptik.
18. Pertahankan tekinik
isolasi sesuai
kebutuhan.
4. Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik berhubungan Mobility level Terapi latihan : Ambulasi
dengan nyeri luka Setelah dilakukan tindakan Possitioning
bekas operasi. keperawatan mobilitas pasien Exercise Therapy
meningkat dengan kriteria 1. Kaji kemampuan
hasil : pasien dalam
a. Akktivitas fisik meningkat. melakukan mobilitas.
b. Melaporkan perasaan 2. Observasi penyebab
peningkatkan kekuatan dan gangguan mobilitas
kemampuan dalam yang dialami pasien.
bergerak. 3. Monitor dan catat
kemampuan pasien
dalam mentoleransi
aktivitas dan
penggunaan keempat
ekstremitasnya.
4. Jika memungkinkan
observasi tindakan
yang dilakukan untuk
nyerinya dan
gangguan
muskuloskeletal
sebelum beraktivitas.

19
5. Ajarkan latihan ROM
secara pasif / aktif
sesuai kondisi pasien.
6. Mobilisasi support
area yang
terpengaruh jika
diperlukan.
7. Ubah posisi tiap 2
jam.
8. Monitor integritas
kulit pada area yang
tertekan.
9. Pastikan keterbatasan
gerak sendi yang
dialami.
10. Motivasi pasien
untuk
mempertahankan
pergerakan sendi.
11. Pastikan pasien bebas
dari nyeri sebelum
diberikan latihan.
12. Pastikan baju pasien
longgar.
13. Lindungi pasien dari
trauma selama
latihan.
14. Beri reinforcement
positif.
15. Kolaborasi dengan
fisioterapi.
16. Kolaborasi dengan
dalam pemberian
terapi analgetik.

5. Defisit perawatan diri NOC : NIC :

20
berhubungan dengan Bantu Perawatan Diri ( self Bantu Perawatan Diri (
kelemahan fisik. Care assistance ) self Care Assistance )
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
keperawatan selama ...x 24 pasien untuk
jam paaien dapat menunjukan menggunakan alat
perawatan diri dengan kriteria bantu.
hasil : 2. Pantau adanya
a. Pasien menerima bantuan perubahan
atau perawatan total dari kemampuan fungsi.
pemberi perawatan jika 3. Pantau kemampuan
diperlukan. pasien dalam
b. Pasien mengungkapkan melakukan
secara verbal kepuasan perawatan diri secara
tentang kebersihan tubuh mandiri.
dan hygiene mulut. 4. Pantau kebutuhan
c. Pasien mempertahankan pasien terhadap
mobilitas yang diperlukan perlengkapan alat –
untuk ke kamar mandi dan alat untuk kebersihan
menyediakan perlengkapan diri, berpakaian dan
mandi. makan.
d. Pasien mampu 5. Berikan bantuan
membersihkan dan sampai pasien
mengeringkan tubuh. mampu untuk
e. Pasien mampu melakukan melakukan
perawatan mulut. perawatan diri.
6. Bantu pasien dalam
menerima
ketergantungan
pemenuhan
kebutuhan sehari –
hari.
7. Dukung kemandirian
dalam melakukan
mandi dan hygiene
mulut, bantu pasien

21
hanya jika
diperlukan.
6. Resiko menyusui NOC : NIC :
tidak efektif Breastfeeding Ineffective Breastfeeding Assistance
berhubungan dengan Breastfeeding Pattern 1. Evaluasi pola
tidak efektifnya Ineffective menghisap / menelan
pengeluaran ASI. Breastfeeding Interupted bayi.
Setelah dilakukan tindakan 2. Tentukan keinginan
keperawatan selama ... x 24 dan motivasi ibu
jam pasien menunjukkan untuk menyusui.
respon breast feeding adekuat 3. Evaluasi pemahaman
dengan kriteria hasil : ibu tentang isyarat
a. Kemampuan pemberian menyusui dari bayi
ASI : Bayi : perlekatan (misalnya reflex
bayi yang sesuai pada dan rooting, menghisap
proses menghisap dari dan terjaga).
payudara ibu untuk 4. Kaji kemampuan
memperoleh nutrisi selama bayi untuk latch on
3 minggu pertama dan menghisap
pemberian ASI. secara efktif.
b. Kemantapan pemberian 5. Pantau keterampilan
ASI : Ibu : Kemantapan ibu ibu dalam
untuk membuat bayi menempelkan bayi
melekat dengan tepat dan ke puting.
menyusu dari payudara ibu 6. Pantau integritas
untuk memperoleh nutrisi kulit puting ibu.
selama 3 mingggu pertama 7. Evaluasi pemahaman
pemberian ASI. tentang sumbatan
c. Pemeliharaan pemberian kelenjar susu dan
ASI : keberlangsungan mastitis.
pemberian ASI untuk 8. Pantau kemampuan
menyediakan nutrisi bagi untuk mengurangi
bayi / todler. kongesti payudara
Penyapihan Pemberian ASI dengan benar.
: Diskontinuitas progresif 9. Pantau berat badan
pemberian ASI. dan pola eliminasi

22
d. Pengetahuan pemberian bayi.
ASI : tingkat pemahaman
yang ditunjukkan mengenai
laktasi dan pemberian
makan bayi melalui proses
pemberian ASI.
e. Ibu mengenali isyarat lapar
dari bayi dengan segera.
f. Ibu mengindikasikan
kepuasan terhadap
pemberian ASI.
g. Ibu tidak mengalami nyeri
tekan pada puting,
mengenali tanda – tanda
penurunan suplai ASI.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Asri dan Mufdillah. 2008. Konsep kebidanan. Yogyakarta. Mitra Cendekia
Jhonson, Marion., Meridean Maas. 2013. Nursing Outcome Classification ( NOC ). St.
Louis. Mosby
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. 2013. Nursing Interventions Classification
( NIC ). St. Louis. Mosby
Manuaba Gede Bagus, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta. EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta. Salemba Medika
Mochtar, R. 2011. Obstetri Fisiologi dan Obsteri Patologi. Jakarta. EGC
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta. EGC
Prawirorahardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo
Winkjosastro, H. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi ke 4 cetakan ke 2. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Parwirorahardjo
Yuli, Reni, Ns, S,Kep. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas : Aplikasi NANDA, NIC
dan NOC. Jakarta. Trans Info Media

24

Anda mungkin juga menyukai