Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP POST SECTIO


CAESARIA
In ILMU KEPERAWATAN by ROMANTO NICE // 05.24 // Leave a Comment

LAPORAN PENDAHULUAN
ASKEP POST SECTIO CAESARIA
A. Definisi
1. Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
2. Sectio Caesaria adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500
gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi & Wiknjosastro, 2006).
3. Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut
dan dinding rahim (Mansjoer, 2002).

B. Jenis Jenis Sectio Caesaria


1. Sectio cesaria transperitonealis profunda.
Sectio cesaria transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. insisi pada
bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini
adalah:
a. Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena
pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio cacaria klasik atau section cecaria corporal.
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah
dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria
transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
3. Sectio cacaria ekstra peritoneal.
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal
akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin
berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi.
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri.
b. Plasenta accrete.
c. Myoma uteri.
d. Infeksi intra uteri berat.

C. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal), indikasi
Sectio Caesarea adalah :
1. Indikasi ibu :
a. Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD.
b. Disfungsi Uterus.
c. Distosia Jaringan Lunak.
d. Plasenta Previa.
2. Indikasi Anak :
a. Janin besar.
b. Gawat janin.
c. Letak Lintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku Obstetri Operatif
adalah :
a. Sectio sesarea ke III.
b. Tumor yang menhhalangi jalan lahir.
c. Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico.
d. Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.

D. Komplikasi
1. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
2. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal.
3. Pada Bayi :
a. Hipoksia.
b. Depresi pernafasan.
c. Sindrom gawat pernafasan.
d. Truma persalinan.

E. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat).
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas
37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar.
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir.
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin.
a. Kelainan pada letak kepala.
1) Letak kepala tengadah.
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka.
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi.
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

F. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi.

G. Pathways
Kesulitan janin untuk keluar secara spontan
(faktor panggul ibu sempit, presbo dan bayi besar)

Indikasi Seksio Caesar

Fisiologi

Seksio Caesar psikologi


Efek anestesi

Luka bedah Rasa takut

Tonus otot uteri Tonus Otot

Trauma jaringan Krisis situasional

C
e
m Kontraksi uterus Kelemahan fisik Pelepasan zat
a
s
mediator

nyeri
Atonia uteri Resiko Cedera

gangguan
mobilitas fisik

Nyeri akut

Imobilisasi
defisit perawatan diri

perdarahan

volume darah me

Kekurangan
volume cairan

invasi mikroorganisme

Resiko infeksi

H. Tekhnik Penatalaksanaan
1. Bedah Caesar Klasik/Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas
segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm
saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan
kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua
klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2.
2) Lapisan II.
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
3) Lapisan III.
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2.
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda.
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar
tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah
irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a. Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2.
b. Lapisan II.
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
c. Lapisan III.
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1
dan 2.
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal.
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial
agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy).
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen
bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks
uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan menggunakan chromic catgut (no.1 atau 2)
dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG).
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT.
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI).
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography (PET).
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium.
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
c. Panel elektrolit.
d. Skrining toksik dari serum dan urin.
e. AGD.
f. Kadar kalsium darah.
g. Kadar natrium darah.
h. Kadar magnesium darah.
J. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal.
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
d. Transfusi jika diperlukan.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Diet.
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal.
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul.
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan fungsi kandung kemih.
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari
atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas.
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48
jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka.
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut.
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan.
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC.
7. Jika masih terdapat perdarahan.
a. Lakukan masase uterus.
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam.
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam.
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan:
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam.
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
10. Obat-obatan lain :
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C.
11. Hal Hal lain yang perlu diperhatikan :
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen.
h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-
obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh
karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op
seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan.
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian
dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan
kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress
janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio
plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
4) Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan klien tentang
ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri.
10) Pola reproduksi dan sosial.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual
yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah.
3) Mata.
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kunuing.
4) Telinga.
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung.
6) Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae.
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3
jari dibawa pusat.
8) Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan
letak anak.
9) Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital.
12) Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan.

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.

2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 10).

3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi :
80-100 x/menit.

4) Wajah tidak tampak meringis.


5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan
terapeutik, distraksi).
5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi.


Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi.

Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri.

Intervensi :

1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.

2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.

3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.

4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien.

5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.

c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan proteksi
jaringan membaik.

Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Intervensi :

1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit.

2) Lakukan latihan gerak secara pasif.

3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi.

4) Jaga kelembaban kulit.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka bekas operasi (SC).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/menit).
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).
Intervensi :
1) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC/sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.

e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,


penyembuhan, dan perawatan post operasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan ansietas klien
berkurang dengan kriteria hasil :
1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah.
2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang.
Intervensi :
1) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung.
2) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
3) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang
dirasakan.
4) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
5) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi.
6) Diskusikan pengalaman/harapan kelahiran anak pada masa lalu.
7) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta : EGC

Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Mansjoer, A. (2002). Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC

Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Muchtar. (2005). Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

NANDA. (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima
Medika

Nurjannah Intansari. (2010). Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia

Saifuddin, AB. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika

Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

ASKEP POST SC
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 1 Maret 2013

Nama Pengkaji :

1. WINDRA BANGUN S.

2. UMIATI

3. HENI A.

4. RIAN Y.

Ruang : BOUGENVILLE

Waktu Pengkajian : jam 02.00 WIB

A. Identitas Klien

Nama : Ny. R

Umur : 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ukirsari kec. Grabag, Kab. Purworejo

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Jawa

B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. M

Umur : 23 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Ukirsari kec. Grabag, kab. Purworejo

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam

Suku : Jawa

C. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan Lalu

N Tahu Tip P J B Keada Ma


o n e enolong enis B Lahir an Bayi salah
Persalina Kelamin Waktu Kehamila
n n

1 2013 SC D L 2 Baik, Per


/bersalin ini okter aki-laki 700 normal darahan
gram antepartu
m pada
trimester
ke 3

Pengalaman menyusui : Tidak berapa lama :-

D. Riwayat Kehamilan Saat Ini

1. Berapa kali periksa saat hamil : 7x (2x pada trimester pertama, 2x trimester ke
dua, dan 3x pada trimester ke 3)

2. Masalah kehamilan : Perdarahan antepartum

E. Riwayat Persalinan

1. Jenis persalinan : SC a/i PPT( Plasenta Previa Totalis)

2. Jenis kelamin bayi : Laki-laki

3. BB / PB : 2700 gram / 47 cm

4. APGAR Score : 7-8-9

5. Perdarahan : 150 cc

6. Masalah dalam persalinan : Perdarahan

F. Riwayat Ginekologi

1. Masalah ginekologi :

a. Menarche umur : 12 tahun

b. Siklus : 28 hari
c. Lama : 7-8 hari

d. Volume : 60 cc

e. Konsistensi : cair

f. Warna : merah kecoklatan pada hari pertama da merah segar pada


hari ke dua

g. Disminore : kadang-kadang

2. Riwayat KB : belum pernah menggunakan KB apapun

G. Data Umum Kesehatan Saat Ini

1. Status obstetric : P1 A0

2. Bayi rawat gabung : Ya / Tidak

Alasannya bayi lahir post SC

3. Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

BB / TB : 60kg (sebelum melahirkan) / 158 cm

4. Pemerisaan fisik

a. Tanda vital

TD : 122/74 mmHg

Nadi : 88 x / menit

Suhu : 35,7 0C

RR : 25 x / menit

b. Kepala

Kepala : Mesochepal, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tidak rapi

Mata : Simetris, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, tiak ada
kotoran mata, tidak ada edema

Hidung : Simetris, tak ada kotoran didakam lubang hidung, tak ada
polip
Mulut : Mukosa bibir kering, mulut bersih, gigi masih utuh, tidak ada
pembengkakan gusi, tidak ada stomatitis

Telinga : Simetris, tak ada serumen, tak ada benjolan

Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada peningkatan vena
jugularis

c. Dada

Jantung :

Inspeksi : tak tampak retraksi dinding dada

Perkusi : bunyi pekak

Palpasi : tak ada nyeri tekan, tak teraba ictus cordis

Auskultasi : S1-S2 reguler

Paru :

Inspeksi : expansi dada tidak optimal

Perkusi : bunyi sonor

Palpasi : tak adaa nyeri tekan, fokal fremitus seimbang kanan dan
kiri

Auskultasi : vesikuler

Payudara :

Kesan umum : Baik, padat, bersih, hiperpigmentasi areola

Puting susu : menonjol dan besar

Pengeluaran ASI : - (belum ada pengeluaran)

d. Abdomen

Keadaan : distensi

Diastasis rektus abdominalis : panjang 10 cm, lebar 8 cm

Fundus uterus

Tinggi : 2 jari dibawah pusat

Kontraksi : baik(keras)

e. Perineum dan genital


Vagina : terpasang DC ukuran 18 dengan urin tertampung 140cc, ada
perdarahan pervagina 30cc

Intergitas kulit : baik

Edema : tidak ada

Memar : tidak ada

Ruptur : tidak ada

Hematom : tidak ada

Perineum : utuh

Tanda REEDA :

Rednees : tidak ada kemerahan

Echomosis : tidak ada kebiruan

Edema : tidak ada pembengkakan

Dischargment : tidak ada cairan sekresi yang keluar

Approksimity : ada jahitan luka post SC

Kebersihan : bersih

Lokhea : Rubra

Jumlah : 40cc

Jenis/warna : merah segar

Konsistensi : cair

Bau : khas

Hemorrhoid : tidak ada

Derajat :-

Lokasi :-

Berapa lama :-

Nyeri :Tidak

f. Ekstremitas

Ekstremitas atas :
Edema : tidak ada edema, rentang gerak 300, terpasang infus RL
ditangan kanan

Ekstremitas bawah:

Edema : -(tidak ada)

Varises : -(tidak ada)

Tanda Homan : -(negatif)

g. Eliminasi

Kebiasaan BAK : normal (5-6 x/hari)

BAK saat ini : di urin bag tertampung 150 ml , tidak menglami


nyeri

Kebiasaan BAB : 2 x/hari. Konsistensi semi lembek.

BAB saat ini : belum BAB sejak masuk rumah sakit

h. Istirahat dan kenyamanan

Pola tidur : baik

Kebiasaan tidur :

Lama : 7-8 jam / hari

Frekuensi : 2x (malam dan siang).

Pola tidur saat ini : terganggu karena nyeri post operasi

Keluhan ketidaknyamanan : Ya

- P : pasien mengatakan nyeri bertambah jika bergerak dan berkurangh jika


istirahat

- Q : nyeri seperti di iris-iris

- R : nyeri di area luka operasinya tidak menyebar kebagian lain

- S : skala nyeri 7

- T : nyeri muncul 5 menit sekali

Lokasi : luka jahit post SC

Sifat : jarang

Intensitas :-
i. Mobilisasi dan latihan

Tingkat mobilisasi : bedrest dan hanya dapat bergerak sangat terbatas

Latihan / senam : tidak pernah.

j. Nutrisi dan cairan

Asupan nutrisi : klien di puasakan sampai pasien flatus

Nafsu makan : kurang

Asupan cairan : klien masih di puasakan

k. Keadaan mental

Adaptasi psikologis : klien dalam fase taking in

Tandanya : klien masih ketergantungan masih di bantu keluarganya dan


klien membutuhkan nutrisi dan istirahat yang cukup

Penerimaan terhadap bayi : klien merasa senang setelah melahirkan anak


pertamanya.

Masalah khusus : masih bingung cara merawat bayinya

l. Kemampuan menyusui : klien belum mampu menyusui

m. Obat-obatan :

- Metronidazol 2 x 500 mg

- Inj. Ceftriaxone 1 x 2000 mg

- Inj. Alinamine 1 x 10 ml

- Inj. sohobion 1 x 5000

- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

- Inj dexamethason 2 x 10 mg/ml

Oral :

- Cefadroxil 2 x 500 mg

- Vit c 3 x 50 mg

- SF/sulfaferosus 1 x 60 mg
n. Hasil Pemeriksaan Penunjang tgl 1 Maret 2013 jam 03.00 WIB

Pemerik Hasil Satuan Nilai Normal


saan

Paramet
er

WBC 21,42 (10^3/uL) M : 4,8-10,8 F :


4,8-10,8

RBC 3,97 (10^6/uL) M :4,7-6,1 F:


4,2-5,4

HGB 12,4 (g/dl) M :14-18 F:


12-16

HCT 35,9 (%) M :42-52 F:


37-47

MCV 90,4 (fl) 79,0-99,0

MCH 302 (pg) 27,0-31,0

MCHC 34,5 (g/dl) 33,0-37,0

PLT 12 (10^3/uL) 150-450

RDW-CH 14,4 (%) 11,5-14,5

RDW-SD 46,4 (fl) 35-47

PDW 11,6 (fl) 9,0-13,0

MPV 9,5 (fl) 7,2-11,1

P-LCR 24,1 (%) 15,0-25,0

DIFFERE
NTIAL

NEUT # 18,29 (10^3/uL) 1,8-8

LYMPH # 2,13 (10^3/uL) 0,9-52

MONO # 0,98 + (10^3/uL) 0,16-1


EO # 0,02 (10^3/uL) 0,045-0,44

BASO # 0,00 (10^3/uL) 0-0,2

NEUT % 85,4 (%) 50-70

LYMPH % 9,9 - (%) 25-40

MONO % 4,6 (%) 2-8

EO % 0,1 (%) 2-4

BASO % 0,0 (%) 0-1

H. ANALISA DATA

T DATA PROBLEM ETIOLOGI


gl / Jam
1/ Ds : pasien Agen Nyeri
3/2013 mengatakan nyeri pada cidera fisik (luka akut
jahitan operasinya. post op)
j.
02.10 P : pasien mengatakan nyeri
bertambah jika bergerak dan
berkurangh jika istirahat

Q : nyeri seperti di iris-iris

R : nyeri di area luka


operasinya tidak menyebar
kebagian lain

S : skala nyeri 7

T : nyeri muncul +/- 5 menit


sekali

Do :

Pasien tampak menahan


nyeri

Pasien tampak tidak rileks

TD : 122/74 mmHg

N : 88 x/menit

Ds :

Pasien mengatakan tidak


Kelemaha
mau dan mampu melakukan Defisit
n fisik
1/ perawtan diri seperti mandi, perawatan diri
3/2013 berganti baju, dan lain-lain
karena lemah dan nyeri
j.
02.10 Do :

Rambut pasien tidak rapih


karena tidak bisa menyisir
sendiri

Badanya bau karena belum


mandi sejak di rumah
Ds :

Pasien mengatakan belum


bisa marawat payudara yang
benar agar ASI keluar lancar

Do :
Kurang
Pasien bertanya-tanya cara
pengetahuan
agar ASInya mau keluar Kurang
mengenai
terpaparnya
1/ Pasien tampak kebingungan perawatan
informasi
3/2013 saat di tanya oleh perawat payudara
mengenai
mengenai brest care
j. perawatan
02.10 Pasien meminta kepada payudara
perawat untuk mengajari
pasien cara merawat
payudara yang benar

Ds :

Pasien mengatakan ada


luka jahitan post caesarea
dan ada infus di tanganya

Do :

Terdapat luka jahitan di


perutnya post op caesarea
Resiko
Ada infus terpasang di
Prosedur infeksi
tangan kanannya
invasif
WBC : 15,25 (10^3/ul)

1/
3/2013

j.
02.10
I. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (luka post op)

2. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik

3. Kurang pengetahuan mengenai perawatan payudara b.d kurang terpaparnya


informasi mengenai perawatan payudara

4. Resiko infeksi b.d prosedur invasif

J. INTERVENSI

Tgl / N Tujuan dan KH Intervensi


Jam o. DP
01/0 1 Setelah di lakukan Kaji perubahan skala nyeri
3/2013 tindakan keperawatan dengan PQRST
selama 3x24 jam
j. Berikan lingkungan yang tenang,
diharapkan nyeri teratasi
02.15 jauh dari bising
dengan KH :
Berikan posisi yang nyaman
Skala nyeri 3
sesuai toleransi pasien
Ekspresi wajah rileks
Ajarkan dan instruksikan
Tidak terlihat menahan relaksasi distraksi dengan nafas
nyeri dalam

TTV dalam batas normal Kolaborasi pemberian analgetik

Pantau dan cek TTV

Kaji tingkat kemampuan pasien


untuk melakukan personal hygine
Setelah di lakukan
tindakan keperawatan Bantu pasien untuk personal
2
selama 3x24 jam hygiene dan libatkan keluarga
diharapkan defisit
Beri dukungan pasien agar tetap
perawatan diri teratasi
menjaga personal hygiene
dengan KH :
Beri penjelasan pentingnya
Tubuh pasien bersih, baju
perawatan diri dan jelaskan akibat
selalu ganti, rambut rapi
jika tidak di rawat
Pasin mau di seka oleh
Ajari keluarga untuk membantu
perawat dan di bantu
dalam personal hygiene pasien
keluarga
agar tidak tergantung pada
perawat

Sediakan lingkungan yang


kondusif untuk pelaksanaan
pendkes
Setelah di lakukan
Kaji motivasi pasien untuk
tindakan keperawatan
mengikuti pendkes
selama 3x24 jam
diharapkan kurang Lakukan penilaian tingkat
pengetahuan tentang pengetahuan pasien mengenai
perawatan payudara perawatan payudara yang benar
teratasi dengan KH :
3 Ikut sertakan pasien lain/anggota
Pasien paham, dan mau keluarga lain jika memungkinkan
merawat payudaranya
Berikan penkes tentang
agar ASI agar lancar
breastcare
dengan mandiri / di bantu
perawat Demonstrasikan cara perawatan
payudara yang benar dan lakukan
Pasien dapat menjawab
langsung ke pasien biar ASInya
pertanyaan perawat
mau keluar
mengenai perawatan
payudara yang benar kaji kondisi luka

pantau tanda dan gejala infeksi

anjurkan kepada pasien dan


keluarga untuk tidak menyentuh
Setelah di lakukan
luka operasinya
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam beri tahu pentingnya personal
diharapkan resiko infeksi hygine
tidak terjadi dengan KH :
pantau TTV(suhu)
WBC/leukosit tetap di
pertahankan dalam batas beri tahu pentingnya asupan
normal nutrisi yang adekuat dengan tinggi
protein
TTV normal
beri tahu pentingnya mobilisasi.
Luka tetap kering
Tingkatkan mobilisasi sesuai
Tidak muncul tanda- kemampuan pasien
4
tanda infeksi seperti
(color,dolor,rubor,tumor) pantau hasil lab (WBC)

lakukan kolaborasi untuk


pemberian antibiotic

pertahankan teknik aseptic

lakukan perawatan luka pada


hari ke-3 dengan teknik aseptik

K. IMPLEMENTASI
Tgl N Implementasi Respon T
/ jam o. DP TD

1/ 1 memberikan lingkungan pasien di tunggu


3/2013 yang tenang, jauh dari oleh suami dan
bising neneknya
j.0
2.30 memberikan posisi yang posisi pasien
1 nyaman sesuai toleransi terlentang dengan
pasien kaki lurus
j.0
mengajarkan dan pasien mau
2.30
menginstruksikan melakukan nafas
relaksasi dengan nafas dalam saat nyeri
1
dalam muncul

memberikan antibiotik metronidazol 500


j.0 metronidazol 500 mg mg masuk
2.30
membantu pasien untuk pasien jadi terlihat
personal hygiene dan segar
4 melibatkan keluarga

memberi penjelasan
pasien paham
2 pentingnya perawatan tentang penjelasan
j.0 diri dan menjelaskan
perawat
2.30 akibat jika tidak di rawat

mengajari keluarga
untuk membantu dalam suami pasien
j.0 2
personal hygiene pasien mengatakan paham
5.30 agar tidak tergantung dan sanggup untuk
pada perawat merawat
kebersihan diri
pasien

j.0 mengukur TTV


TD :115/65
2
5.30 mmmHg

N : 82 x/mnt

S : 36OC

RR : 22 x/mnt

j.0
5.30 1
,2 mengkaji tingkat Pasien tidak bisa
kemampuan pasien untuk melakukan karena
melakukan personal masih sangat lemah
hygine dan nyeri

memberi dukungan Pasien


pasien agar tetap mengatakan mau
j.0 menjaga personal menjaga kebersihan
5.35 hygiene dirinya walau di
bantu
2
Pasien mau
menganjurkan untuk
bergerak dengan
sering bergerak dan
hati-hati untuk
makanan TKTP dengan
memperlancar
menghabiskan makanan
aliran darah ke luka
porsi dari RS
dan mau
2 menghabiskan porsi
j.0 RS
4.50
Ibu paham
terhadap apa yang
disampaikan
memberi penkes
perawat dan
4 tentang perawatan payudara menjadi
payudara dan merawat
bersih dan ASI
j.0 payudara ibu
keluar
5.55
Inj. Ketorolac 30
mg masuk

Pasien senang di
bantu perawat,
pasien bersih,
j.0 memberikan inj. pasien menjadi
9.00 Ketorolac 30 mg bersih setelah di
seka
membantu keluarga
3 TD: 110/60 mmHg
menyeka pasien dan
vulva hygiene N : 80 x/mnt

S:
0
36 C,RR:22x/m
mengukur TTV Inj.ketorolac 30
mg masuk dan
j.1
pasien kesakitan
0.00
1 saat diinjeksi

2 memberi inj.ketorolac Pasien menjadi


30 mg bersih setelah di
seka

TD: 112/70 mmHg

N : 79 x/mnt

S : 36,3OC
j.1 membantu keluarga
6.00 menyeka pasien dan RR : 20 x/mnt

1 membersihkan genetalia Pasien menjadi


,4 bersih setelah di
mengukur TTV
seka

TD: 112/70 mmHg

N : 79 x/mnt

S : 36,3OC
1
membantu keluarga
menyeka pasien dan RR : 20 x/mnt
membersihkan genetalia
Pasien menjadi
mengukur TTV bersih setelah di
J.1
seka
7.00

2 TD: 112/70 mmHg

N : 79 x/mnt
membantu keluarga
menyeka pasien dan S : 36,3OC
j.1
8.00 membersihkan genetalia
1 RR : 20 x/mnt
,4

mengukur TTV
Tidak ada tanda-
tanda infeksi, luka
kering dan bersih
02
/03/2013 Luka bersih dan
4
ditutup kembali
J.0
dengan plaster
5.00
anti air
mengkaji kondisi luka

1
,4 Skala nyeri 4, saat
bergerak sudah
tidak terlalu nyeri,
melakukan perawatan
nyeri timbul 1x /
luka dengan
20 menit
menggunakan
gentamycin dan sufratul
2 dan ditutup dengan
j.1 plaster anti air
6.00
mengkaji perubahan
skala nyeri

1
j.1
,4
7.00

03
/03/2013 4

J.0
5.00
04
/3/2013

J.0
8.00
L. EVALUASI

T N SOAP T
gl / jam o. DP TD
0 1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang,
4/3/201 skala nyeri 4
3
O:
J.
Expresi wajah mulai rileks
10.00
Tidak merintih kesakitan lagi

TD : 110/60 mmhg, N : 78 x/m

A : Masalah nyeri teratasi ditandai dengan skala


nyeri berkurang menjadi 4, expresi wajah mulai
rileks, TTV normal

P : Pertahankan intervensi : menganjurkan


pasien untuk relaksasi nafas dalam saat nyeri
muncul

2 S : Pasien mengatakan merasa senang dan


diperhatikan oleh perawat karena mau membantu
pasien merawat kebersihan dirinya
0
4/3/201 O :
3 Badan dan genital pasien tampak bersih, baju
j. selalu diganti setiap sore, rambut rapi
10.00 Pasien semangat untuk dibantu dalam
perawatan dirinya

Suaminya ikut berperan dalam personal hygiene


pasien

A : Masalah defisit perwatan diri pasien teratasi


dibuktikan dengan pasien semangat untuk
dibantu dalam perawatn dirinya dan pasien
terlihat bersih

P : bantu pasien dan keluarga dalam


merawat bayinya sampai dijinkan pulang oleh
dokter

S : pasien mengatakan menjadi lebih


paham bagaimana merawat payudara yang benar
agar bersih dan ASInya keluar lancar

3 O:

pasien bisa menjawab pertanyaan mengenai


perawatan payudara

pasien mampu mempraktikkanya langsung ke


payudaranya sendiri
0
A : Masalah kurang pengetahuan mengenai
4/3/201
perawatan payudara teratasi ditandai dengan
3
pasien mengatakn paham dan mampu untuk
j. mempraktikkanya langsung ke payudaranya
10.00 sendiri

P : Pertahankan intervensi mengajari


pasien merawat payudaranya jika pasien
bertanya lagi

S : Pasien mengatakan tidal muncul adanya


tanda-tanda infeksi seperti benjolan, panas

O:

Luka kering dan bersih

Tidak muncul adanya tanda-tanda infeksi seperti


4 dolor, kalor, rubor

A : masalah terjadi infeksi teratasi ditandai


dengan tidak munculnya tanda-tanda infeksi, luka
bersih dan kering, pasien mau bermobilisasi dan
mau menghabiskan makanan porsi RS yaitu yang
mengandung TKTP

P : memberi motivasi kepada pasien untuk


selalu mengkonsumsi makanan yang
0 mengandung gizi yang baik
4/3/201
3
J.10.00
Sectio cesarea

a. Pengertian
Sectio cesarea berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Operasi
caesar atau sectio cesarea adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara mengiris
perut hingga rahim seorang ibu untuk mengeluarkan bayi (Soewarto, 2008).

Sectio cesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding uterus (Hakimi, 2010).

Sectio cesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus
yang masih utuh dengan berat janin >1000 gram atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu
(Manuaba, 2010).

Sectio cesarea adalah prosedur bedah untuk melahirkan janin dengan insisi melalui
abdomen dan uterus.

Mengenai kontra indikasi perlu diketahui bahwa sectio cesarea perlu dilakukan baik
untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak. Oleh sebab itu, sectio cesarea tidak
dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa apabila misalnya terjadi indikasi panggul sempit,
atau apabila janin sudah meninggal dalam rahim, janin terlalu kecil untuk hidup diluar
kandungan, atau apabila janin terbukti menderita cacat seperti hidrosefalus dan
sebagainya.

b. Anatomi dan Fisiologi System Reproduksi Wanita


1) Anatomi Sistem Reproduksi Wanita

a) Anatomi sistem reproduksi wanita

Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi eksterna
wanita (organ bagian luar ) dan organ reproduksi interna wanita (organ bagian dalam)

b) Organ reproduksi eksterna wanita


(1) Vulva atau pudenda, meliputi seluruh struktur eksternal yang dapat dilihat mulai
dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora, klitoris,
selaput darah (hymen), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktur vaskular.

(2) Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas simfisis dan
pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut kemaluan. Pada perempuan
umumnya batas atas rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke bawah
sampai ke sekitar anus dan paha.

(3) Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong
mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons
veneris.

(4) Labia minora (bibir-bibir kecil atau nymphae) adalah suatu lipatan tipis dan kulit
sebelah dalam bibir besar. Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula
sebasea (kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil
sangat sensitif. Jaringan ikatnya mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot
polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat mengembang.

(5) Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri
atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os
pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat
saraf, sehingga sangat sensitif.

(6) Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dan depan ke belakang
dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh
perineum (fourchette).

(7) Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan vena terletak di


bawah selaput lendir vestibulum, dekat namus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2
cm dan tebalnya 0,5-1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh darah, sebagian
tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.

(8) Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada
seorang Virgo selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir kecil ini
dibuka. Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen). Himen ini mempunyai bentuk
berbeda-beda, dan yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang- lubang atau yang
bersekat (septum).
(9) Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan
yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis
(Prawirohardjo, 2009).

c) Organ reproduksi interna wanita

(1) Vagina (Liang Kemaluan/Liang Senggama)

Setelah melewati introitus vagina, terdapat liang kemaluan (vagina) yang merupakan
suatu penghubung antara. introitus vagina dan uterus. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain, masing- masing panjangnya berkisar antara 6-8 cm dan 7-10
cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang berlipat-lipat disebut rugae.

(2) Uterus

Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng ke arah
depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri
atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5
cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan
korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri).

3) Tuba Falloppi

Tuba Falloppi terdiri atas :

(a) Pars irterstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus.

(b) Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. Pars
ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar, tempat konsepsi
terjadi.

(c) Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan
mempunyai fimbriae. Fimbriae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan
selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti anemon (sejenis
binatang laut).

(d) Ovarium (Indung Telur) Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur
kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovanium di bagian belakang ligamentum latum
kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran
panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm (Prawirohardjo, 2009).

d) Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat digolongkan sebagai
berikut:

(1) Genetalia eksterna Fungsi dari genetalia eksterna adalah dikhususkan untuk
kopulasi (koitus)

(2) Genetalia interna

(3) Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan darah haid dan
secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama, jalan lahir pada waktu persalinan.

(4) Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh dan
berkembang, berkontraksi terutama sewaktu bersalin.

(5) Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi kearah kavum
uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh gertaran rambut getar tersebut.

(6) Ovarium berfungsi sabagai saluran telur, menangkap dan membawa ovum yang
dilepaskan oleh indung telur, yempat terjadinya pembuahan (Prawirohardjo, 2006).

e) Klasifikasi Sectio Caesarea

Abdomen ( Sectio Caesaria Abdominalis ) Sectio caesaria klasik atau korporal


dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

(1) Mengeluarkan janin lebih cepat


(2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih

(3) Sayatan biasa di perpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan :

(a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada


reperitonealisasi yang baik.

(b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri spontan.

(c) Sectio Caesarea Ismika atau Profunda atau Low Cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim.

Kelebihan :

(a) Penjahitan luka lebih mudah

(b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.

(c) Tumpang tindih dari peritoneal Flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum.

(d) Perdarahan kurang

(e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang atau
lebih kecil.

Kekurangan :

(a) Luka melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan
pedarahan yang banyak.

(b) Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.

c. Etiologi
Beberapa penyebab dilakukan sectio caesarea yaitu :

1) Cephalo pelvic disproportion/ disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu
besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat meleawati jalan lahir dengan
aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.
2) Plasenta previa yaitu plaesenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga
menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama
persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun
janin.

3) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir, dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi
tidak dapat dikeluarkan melalui vagina. Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada
ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan
pada persalinan, sehingga persalinan mengalai hambatan/kemacetan.

4) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur
uteri bila persalinan spontan. Kegagalan persalinan : persalinan tidak majui dan tidak ada
pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, sering terjadi pada ibu primi tua atau jalan
persalinan yang lama.

5) Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan,apabila telah


mengalami sectio caesarea atau menjalani operasi kandungan sebelumya, ruptur uteri bisa
terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi sectio caesarea klasik,
miomektomi, misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi
(Manuaba, 2007).

d. Patofisiologi
Sectio Cesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dan
lain-lain untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif
berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril.

Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang- kadang bayi lahir dalam keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan
karena kerja otot nafas silia yang menutup.

Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas


usus. Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, 2002).

e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan hemoglobin, dilakukan untuk mendeteksi adanya anemia dan
penyakit ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat menunjukan indikasi adanya dehidrasi,
penyakit paru-paru obstruksi menahun, gagal jantung kongesti

2) Urinalisis adalah analisa fisik kimia dan mikroskopik terhadap urin berguna untuk
menentukan kadar albumin/glukosa.

3) USG abdomen adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan suara


ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ internal otot, ukuran, struktur dan luka
patologi, membuat teknik ini berguna untuk memeriksa organ, melokalisasi plasenta,
menentukan pertumbuhan, kedudukan, persentasi janin, mengetahui usia kehamilan, dan
melihat keadaan janin.

4) Amnioskopi : Melihat kekeruhan air ketuban

5) Tes stress kontraksi atau tes nonstress : Mengkaji respon janin terhadap gerakan/
stress dari pola kontraksi uterus/ pola abnormal (Smeltzer 2001).

f. Penatalaksanaan
Medis Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan Sectio Caesarea
yaitu sebagai berikut :

1) Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.

2) Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat.
3) Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian
narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg.

4) Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.

5) Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan.

6) Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat
tidur dengan bantuan orang lain.

7) Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari
keempat setelah pembedahan.

8) Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk


memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.

9) Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau


penisilin spekrum luas setelahjanin lahir (Cuningham, 2005).

g. Komplikasi
1) Infeksi, Lokasinya pada rahim dapat meluas ke organ-organ dalam rongga
panggul disekitarnya. Faktor-faktor predisposisi partus lama, ketuban pecah dini, tindakan
vaginal sebelumnya.

2) Pendarahan bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri


uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.

3) Luka kandung kemih.

4) Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada
kehamilan berikutnya.

5) Ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Wiknjosastro, 2005).

a. Pengertian Gemelly
Gemelly adalah Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Sejak ditemukannya obat-obat dan cara induksi ovulasi maka dari
laporan-laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi kehamilan kembar condong
meningkat. Bahkan sekarang telah ada hamil kembar lebih dari 6 janin.
b. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah bangsa umur dan paritas, sering
mempengaruhi kehamilan kembar 2 telur.

2) Factor obat-obat konduksi ovulasi: profertil, clomid, dan hormone gonadotropin


dapat menyebabkan kehamilan dizigotik dan kembar lebih dari 2.

Menurut penelitian Gruelich (1930) pada 121 juta persalinan memperoleh angka
kejadian kehamilan ganda yaitu gemelly 1:85, triplet 1:7,629, quadruplet 1:670,743 dan
quintuplet 1:4 I.600.000

Bangsa mempengaruhi kehamilan ganda, di Amerika serikat lebih banyak dijumpai


pada wanita Negro dibandingkan kulit putih. Angka tertinggi kehamilan ganda adalah
dijumpai di Finlandia dan terendah di Jepang. Factor umum; makin tua umur makin tinggi
angla kejadian kehamilan kembar dan menurun lagi setelah umur 40 tahun. Paritas; pada
primipara 9,8 per 1000 dan pada multi para (oktipara) naik jadi 18,9 per 1000 persalinan.

Keturunan ; keluarga tertentu akan cenderung melahirkan anak kembar Yang


biasanya diturunkan secara paternal, namun dapat pula secara maternal.

c. Jenis Gemelly
1) Gemelly dizigotik(kembar 2 telur), heterolog, biovuler dan futernal, kedua telur
bisa berasal dari :

a) 1 ovarium dan dari 2 folikel de graft

b) 1 ovarium dan dari 1 folikel de graft

c) 1 ovarium kanan dan satu lagi dari ovarium kiri

2) Gemelly monozigotik (kembar I telur), homotog, uniovuler, identik dapat terjadi


karena :

a) Satu telur dengan 2 inti, hambatan pada tingkat blastula

b) Hambatan setelah amnion dibentuk, tetapi sebelum primitive steak

3) Coryoined fwins, super fekundasi dan superficial


conjoined twins atau kembar siam adalah kembar dimana janin melengket satu
dengan yang lainnya. Misalnya torakopagus (dada dengan dada), abdominopagus
(perlengketan kedua abdomen), kraniopagus (kedua kepala) dan sebagainya. Banyak
kembar siam telah dapat dipisahkan secara operatif dengan berhasil.

4) Superfukundasi adalah pembuahan dua telur yang dikeluarkan pada ovulasi yang
sama pada dua kali koiy\tus yang dilakukan pada jarak waktu yang pendek. Hal ini
dilaporkan oleh Archer seorang wanita kulit putih yang melakukan koitus berturut-turut
dengan seorang kulit putih dan kemudian dengan pria Negro melahirkan bayi kembar : satu
bayi putih dan satu bayi Negro (mulatto). Superfetasi adalah kehamilan kedua yang terjadi
beberapa minggu atau bulan setelah kehamilan pertama. Belum pernah dibuktikan pada
manusia namun dapat ditemukan pada kuda. Pertumbuhan Janin Kembar

a. Berat badan satu janin kehamilan kembar rata-rata 1000 gr lebih ringan dari janin
tunggal

b. Badan baru lahir biasanya pada kembar dua di bawah 2500 gr, triplet di bawah
2000 gr, quadriplet di bawah 1500 gr dan quintuplet di bawah I 000 gr.

c. Berat badan masing-masin janin dari kehamilan kembar tidak sama umumnya
berselisih antara 50 sampai 1000gr, karena pembagian sirkulasi darah tidak sama maka
yang satu kurang bertumbuh dari yang lainnya.

d. Pada kehamilan ganda monozigotik: Pembuluh darah janin yang satu


beranastomosis dengan janin yang

lain, karena itu setelah bayi satu lahir tali pusat harus diikat untuk menghindari
perdarahan Karena itu janin yang satu dapat terganggu pertumbuhannya dan menjadi

monstrum seperti akardiakus dan kelainan lainnya.

Dapat terjadi sindroma transfuse fetal: pada janin yang dapat darah lebih banyak
terjadi: hidramnion, polisitemia, edema dan pertumbuhan yang baik. Sedangkan

janin kedua kurang pertumbuhan nya terjadilah: kecil, anemia, dehidrasi,


oligohidramni dan mikrokardia.

e. Pada kehamilan kembar dizigotik dapat terjadi satu janin meninggal dan yang satu
tumbuh sampai cukup bulan. Janin yang mati bisa diresorbsi (kalau pada kehamilan muda)
atau pada kehamilan agak tuajanin jadi gepeng disebut fetus papyraseus atau kompresus.
Letak Pada Presentasi lanin Pada kehamilan kembar sering terjadi kesalahan presentasi
dan posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama
lahir, misalnya dari letak lintang berubah menjadi letak sungsang atau letak kepala. Berbagai
kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi ; yang paling sering dijumpai adalah:

1) Kedua janin dalam letak membujur , presentasi kepala(44-47%)

2) Letak membujur,presentasi kepala bokong( 37-38%)

3) Keduanya presentasi bokong( 8-10%)

4) Letak lintang dan presentasi kepala( 5-5,3%)

5) Letak lintang dan presentasi bokong( 1,5-2%)

6) Dua-duanya letak lintang( 0,2-0,60/o)

7) Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya, karena dapat terjadi "kunci-
mengunci" (interlocking) Diagnosis Kehamilan Kembar

c. Anamnesa

1) Inspeksi dan palpasi

a) Pada pemeriksaan pertama dan ulang pada kesan uterus lebih besar dan cepat
tumbuhnya dari biasa

b) Teraba gerakan-gerakan janin lebih banya

c) Banyak bagian-bagian kecil teraba

d) Teraba tiga bagian besar janin

e) Teraba 2 balotemen

2) Auskultasi

Terdengar dua denyut jantung janin pada 2 tempat yang agak berjauhan dengan
perbedaan kecepatan sedikitnya l0 denyut per menit atau sama-sama dihitung dan
berselisih

3) Pemerikaaan penunjang
a) Rontgen foto abdomen : keliatan 2 janin.

b) Ultrasonografi : kelihatan 2 janin, dua jantung yang berdenyut telah dapat


ditentukan pada triwulan I.

c) Elektrokardiogram fetal : diperoleh dua EKG yang berbeda dari kedua janin.

4) Reaksi kehamilan :

Karena pada hamil kembar umumnya plasenta besar atau ada dua plasenta" maka
produksi HCG akan tinggi jadi reaksi kehamilan titrasi bisa positif . Hal ini dapat meragukan
dengan molahidatidosa. Kadang kala diagnosa baru diketahui setelah bayi pertama lahir,
uterus masih besar dan ternyata ada satu janin lagi dalam rahim. Kehamilan kembar sering
bersamaan dengan hidramnion dan toksemia gravidarum. Pengaruh Terhadap Ibu dan
janin :

a) Kebutuhan akan zat-zat bertambah sehingga dapat menyebabkan anemia dan


defi siensi zat-zat lainnya.

b) Frekuensi hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.

c) Frekuensi pre-eklamsi dan eklamsi lebih serin

d) Karena uterus yang besar, wanita mengeluh sesak nafas, sering miksi, edema
dan varises pada tungkai dan vulva.

e) Dapat terjadi inersia uteri, perdarahan post partum dan solusio plasenta dan
sesudah anak pertama lahir.

Terhadap janin:

a) Usia kehamilam tambah pendek dengan jumlah janin padakehamilan kembar :


25% pada gemelli, 50% pada triplet dan 75% pada quadruplet akan lahir 4 minggu sebelum
cukup bulan. Jadi bayi premature akan tinggi.

b) Bila sesudah bayi pertama lahir terjadi solusio plasenta, angka kematian bayi
kedua tinggi.

c) Sering terjadi kesalahan letak janin, yang juga akan mempertinngi angka kematian
janin.
Penanganan dalam Kehamilan Prenatal yang baik untuk mengenal kehamilan
kembar dan mencegah komplikasi yang timbul, dan bila diagnosa telah ditegakkan periksa
akan lebih sering (1kali seminggu pada kehamilan 32 minggu ke atas). Setelah kehamilan
30 minggu, koitus dan perjalanan jauh dilarang, karena akan merangsang partus
premafurus. Pemakaian gurita korset yang tidak terlalu ketat dibolehkan, supaya terasa lebih
ringan. Pemeriksaan darah lengkap.

d. Penanganan dalam Persalinan

1) Bila anak satu letaknya membujur, kala satu diawasi seperti biasa ditolong seperti
biasa dengan episiotomi mediolateralis

2) Setelah itu baru waspada, lakukan periksa luar, periksa dalam untuk menentukan
Keadaan janin II. Tunggu, sambil memeriksa tekanan darah itu dan lain-lain.

a) Biasanya dalam 10-15 menit his akan kuat lagi. Bila janin II letaknya membujur,
ketuban dipecahkan pelan-pelan supaya air ketuban tidak deras mengalir keluar.Tunggu dan
pimpinan persalinan anak II seperti biasa.

b) Awas akan kemungkinan terjadinya perdarahan post partum, maka sebaiknya

dipasang infuse profilaksis.

c) Bila ada kelainan letak anak II, melintang atau terjadi prolaps tali pusat dan solusio
plasentae, maka janin dilahirkan dengan cara operatif obstetric; Pada letak lintang coba
versi luar dulu. Atau lahirkan dengan cara versi dan ekstrasi. Pada letak kepala persalinan
dipercepat dengan ekshasi vakum atau forseps. Pada letak bokong atau kaki; ekstraksi
bokong atau kaki.

d) Indikasi section caecarea hanya pada;

1) Janin I letak lintang.

2) Terjadi prolaps tali pusat.

3) Plasenta praevia.

4) Terjadi interlocking pada letak kedua janin 69; anak satu letak sungsang dan anak
II letak kepala.
5) Kala IV diawasi terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan postpartum;
berikan suntikan sinto-metrin yaitu l0 satuan sintosinon tambah 0,2 mg methergin intravena.

e) Prognosis

Prognosis untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, karena
seringnya terjadi toksemi gravidarum, hidramnion, anemia pertolongan obstetric operatif dan
perdarahan post partum. Kematian perinatal tinggi terutama karena premature, prolaps tali
pusat soluiso tali pusat. Kehamilan Supriae Kehamilan supriae atau kehamilan palsu atau
pseudocysis adalah keadaan dimana seorang wanita merasa dirinya benar-benar hamil,
tetapi sebenarnya dia sama sekali tidak hamil. Keadaan ini sering dijumpai pada wanita
yang mandul dan sangat ingin sekali punya anak. Sebagai akibat kelainan rasa kejiwaannya
maka timbullah gejala-gejala seperti wanita hamil; mual muntah, amenorea, perut
membesar atau dibesar-besarkan, bahkan ada yang sampai merasakan gerakan-gerakan
janinnya. Pernah dilaporkan seorang wanita datang ke rumah sakit untuk melahirkan bayi
yang dikandungnya dan ibu ini dikirim bidan untuk bersalin. Setelah diperiksa untuk diteliti,
ternyata bahwa wanita ini tidak hamil; uterus besar biasa dan tanda-tanda kehamilan lainnya
tidak ada. Setelah diberitahukan yang sebenarnya barulah ibu ini insyaf bahwa dia tidak
hamil.

Anda mungkin juga menyukai