C. Indikasi
Menurut (Prawiroharjo, 2002 Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal), indikasi
Sectio Caesarea adalah :
1. Indikasi ibu :
a. Disproporsi kepala panggul/CPD/FPD.
b. Disfungsi Uterus.
c. Distosia Jaringan Lunak.
d. Plasenta Previa.
2. Indikasi Anak :
a. Janin besar.
b. Gawat janin.
c. Letak Lintang.
Adapun indikasi lain dari Sectio Caesarea menurut Sulaiman 1987 Buku Obstetri Operatif
adalah :
a. Sectio sesarea ke III.
b. Tumor yang menhhalangi jalan lahir.
c. Pada kehamilan setelah operasi vagina, misal vistel vesico.
d. Keadaan-keadaan dimana usaha untuk melahirkan anak pervaginam gagal.
D. Komplikasi
1. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang
sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri.
2. Komplikasi yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal.
3. Pada Bayi :
a. Hipoksia.
b. Depresi pernafasan.
c. Sindrom gawat pernafasan.
d. Truma persalinan.
E. Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion).
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga
panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran
bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat).
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi
dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu
satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas
37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar.
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir.
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin.
a. Kelainan pada letak kepala.
1) Letak kepala tengadah.
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka.
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi.
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling
depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
F. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan
pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan
untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum.
Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh
terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja
otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses
penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme
sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk
juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi
yaitu konstipasi.
G. Pathways
Kesulitan janin untuk keluar secara spontan
Fisiologi Seksio
Caesar psikologi
Cemas
mediator nyeri
gangguan
mobilitas fisik
Nyeri akut
Imobilisasi
perdarahan
volume darah me
Kekurangan
volumecairan
invasi mikroorganisme
Resiko infeksi
H. Tekhnik Penatalaksanaan
1. Bedah Caesar Klasik/Corporal.
a. Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas
segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm
saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan
kepala janin keluar melalui irisan tersebut.
c. Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara kedua
klem tersebut.
d. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
e. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
1) Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2.
2) Lapisan II.
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
3) Lapisan III.
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan
benang plain catgut no.1 dan 2.
f. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
g. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda.
a. Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar
tumpul disisihkan kearah bawah dan samping.
b. Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah
irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c. Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara
meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d. Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e. Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem (dua tempat) dan dipotong diantara
kedua klem tersebut.
f. Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam
miometrium dan intravena.
g. Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a. Lapisan I.
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang
chromic catgut no.1 dan 2.
b. Lapisan II.
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang
sama.
c. Lapisan III.
Peritoneum plika vesikouterina dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1
dan 2.
h. Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban.
i. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3. Bedah Caesar Ekstraperitoneal.
a. Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial
agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b. Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda
demikian juga cara menutupnya.
4. Histerektomi Caersarian (Caesarian Hysterectomy).
a. Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara
melahirkan janinnya.
b. Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem
secukupnya.
c. Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d. Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen
bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e. Uterus kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks
uteri diatasi.
f. Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g. Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan menggunakan chromic catgut (no.1 atau 2)
dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h. Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i. Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG).
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT.
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI).
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography (PET).
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium.
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
c. Panel elektrolit.
d. Skrining toksik dari serum dan urin.
e. AGD.
f. Kadar kalsium darah.
g. Kadar natrium darah.
h. Kadar magnesium darah.
J. Penatalaksanaan
1. Perawatan awal.
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30
menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
d. Transfusi jika diperlukan.
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar
bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
2. Diet.
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit
sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar.
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca
operasi.
4. Fungsi gastrointestinal.
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
b. Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul.
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
5. Perawatan fungsi kandung kemih.
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari
atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai
kateter dilepas.
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48
jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka.
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan
mengganti pembalut.
b. Jika pembalut agak kendor, jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk mengencangkan.
c. Ganti pembalut dengan cara steril.
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari
kelima pasca SC.
7. Jika masih terdapat perdarahan.
a. Lakukan masase uterus.
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes/menit,
ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam
selama 48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam.
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam.
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam.
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan:
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting.
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam.
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol.
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
10. Obat-obatan lain :
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit. C.
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan :
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan
dan hematoma pada daerah operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding
abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra
abdomen.
h. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-
obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh
karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam
sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-manan
psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op
seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas.
Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan.
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general Perjanjian
dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan
kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress
janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio
plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien.
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama.
c. Riwayat kesehatan.
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC, hepatitis,
penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara
sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
4) Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan klien tentang
ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya
mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas.
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi.
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa
nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur.
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri epis setelah persalinan.
6) Pola hubungan dan peran.
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7) Pola penanggulangan stress.
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas.
8) Pola sensori dan kognitif.
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat
involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan
merawat bayinya.
9) Pola persepsi dan konsep diri.
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan
dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal
diri.
10) Pola reproduksi dan sosial.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual
yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Kepala.
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma
gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Leher.
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses
menerang yang salah.
3) Mata.
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-kadang
keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sklera kunuing.
4) Telinga.
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang
keluar dari telinga.
5) Hidung.
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan
cuping hidung.
6) Dada.
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila
mamae.
7) Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3
jari dibawa pusat.
8) Genitalia.
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran
mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan
letak anak.
9) Anus.
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture.
10) Ekstermitas.
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan
preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital.
12) Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan
meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi.
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka kering bekas operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan,
penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan.
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat
trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien
berkurang/terkontrol dengan kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang.
2) Skala nyeri 0-1 (dari 0 – 10).
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi :
80-100 x/menit.
4) Wajah tidak tampak meringis.
5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan.
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks,
kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan
terapeutik, distraksi).
5) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/luka bekas operasi (SC).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
1) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea).
2) Suhu dan nadi dalam batas normal (suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -100x/menit).
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3/uL).
Intervensi :
1) Tinjau ulang kondisi dasar/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat/rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum/sesudah menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC/sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.
Carpenito. (2001). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif. Jakarta : EGC
Johnson, M., et all. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Manuaba, Ida Bagus Gede. (2002). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all. (1996). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
NANDA. (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima
Medika
Nurjannah Intansari. (2010). Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Saifuddin, AB. (2002). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Santosa, Budi. (2007). Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sarwono Prawiroharjo. (2009). Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalamkeadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Nasib janin yang ditolong secara sectio caesaria sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum dilakukan operasi. Menurut data di Indonesia dengan pengawasan antenatal yang baik dari
fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 % (Rustam mochtar, 1992).
Menurut data dari rumah sakit putri hijau dalam satu tahun terakhir dari 200 ibu hamil
hampir 70% melahirkan melalui pembedahan atau section caesarea dengan indikasi masalah dalam
persalinan mulai dari masalah ibu seperti panggul sempit sampai masalah pada bayi seperti letak
lintang.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkangambaran umum
tentang “ asuhan keperawatan pada klien dengan post sectio caesarea“ di RUMKIT PUTRI HIJAU TK II
2. Tujuan Khusus
a Mampu mengidentifikasi pasien post sactio caesarea
b Mampu melaksanakan pengkajian terhadap pasien dengan post sactio caesarea,kemudian dianalisa
dan ditentukan masalah keperawatan
c Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
d Mampu menerapakan rencana keperawatan yang nyata
e Mampu menilai dan mengevaluasi dari hasil keperawatan yang telah dilakukan pada pasien post
sectio caesarea.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
2. Etiologi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ).
a Pada Ibu :
Janin besar
Gawat janin
Letak lintang
Hydrocephalus
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira – kira 10 cm.
Kelebihan:
Kekurangan :
− Mudah terjadi penyebaran infeksi intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik.
b) Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang ( konkaf ) pada segmen bawah rahim, kira – kira
10 cm.
Kelebihan:
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritoneum.
Perdarahan kurang.
Kemungkinan terjadi rupture uteri spontan kurang / lebih kecil dari pada cara klasik.
Kekurangan:
Luka dapat melebar ke kiri , ke kanan dan ke bawah sehingga dapat menyebabkan arteri Uterina
putus sehingga terjadi pendarahan hebat.
c) Sectio Caesarea Extraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdomen.
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
4. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
− Fetal distress
− Plasenta previa
− Kalainan letak
− Hydrocephalus
− Panggul sempit
5. Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1.Infeksi puerperal ( Nifas )
a Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis vaskuler
(peningkatan resiko pembentukan thrombus).
b Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti financial,
hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan,
stimulasi simpatis.
c Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi Pancreas/ DM,
predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis.
d Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/batuk, merokok.
e Keamanan
Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan.
Adanya defisiensi imun
Munculnya kanker/adanya terapi kanker
Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/reaksi anestesi
Riwayat penyakit hepatic
Riwayat tranfusi darah
Tanda munculnya proses infeksi.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul\
Kriteria Hasil :
• Acral hangat
• Hb normal
• Muka tidak pucat
• Tidak lemas
• TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100
x/menit
Intervensi :
R/ Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi menunjukkan gangguan sirkulasi darah
R/ Cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang akiba perdarahan.
Kriteria Hasil :
• Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
• Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Intervensi:
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih merupakan faktor utama masalah
2) Ukur pengeluaran harian
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian ditambah dengan jumlah cairan yang
hilang selama masa post operasi dan harian
R/ dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan
sisa metabolisme.
Kriteria Hasil :
• TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100
x/menit
Intervensi :
R/ Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika oral maupun
sistemik dalam spectrum luas/spesifik
Intervensi :
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai
untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat
mempengaruhi kondisi luka post operasi dan berkurangnya energi
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan
Kriteria Hasil :
• Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
R/ Jaringan kulit yang mengalami kerusakan dapat mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan
terhadap tekanan serta trauma.
R/ Meningkatkan mobilisasi
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan luka operasi.\
Kriteria Hasil :
• Tidak ada tanda – tanda infeksi, seperti : merah, panas, bengkak, fungsio laesa
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan bau dari luka operasi.
R/Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat dischart keluar. Adanya warna yang lebih
gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama masa post operasi.
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa
nyeri mungkin merupakan gejala infeksi.
BAB III
LAPORAN KASUS
1. BIODATA
a. Identitas passion
Nama : Ny. T
Jenis kelaminn : perempuan
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SMU
n. therapy
No Nama obat Dosis
1 IVFD RL 20 gtt/I
2 Inj ketorolac 1 amp/ 12 jam
3 Inj gentamycin 1 amp/12 jam
4 Inj ceftriaxone 1 amp/12 jam
5 Inj vit c 1 amp/12 jam
6 Inj transamin 1 amp/12 jam
7 Inj alinamin 1 amp/12 jam
DATA FOKUS
- KU lemah
-HB =11,2 gr %
-HT = 34,0%
-Leukosit = 20.800/mm3
- Trombosit= 321.000
- kekuatan otot +3 dapat melawan gravitasi tapi tidak mampu melawan tahanan
ANALISA DATA
1 DS: SC Nyeri
- KU lemah
- KU lemah
Luka post operasi SC
- Nampak luka insisi operasi
pada daerah abdomen 12
cm.
Kelemahan penurunan sirkulasi
-kekuatan otot +3 dapat
melawan gravitasi tetapi
Gangguan mobilitas fisik
lemah
DO :
Pembedahan
- Ku lemah pada bagian depan perut
HB =11,2 gr %
HT = 34,0%
Leukosit = 20.800/mm3
Trombosit= 321.000
o. diagnosa keperawatan
1. nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan operasi ditandai dengan
Pasien mengatakan nyeri pada luka SC, Skala nyeri 4-5 nyeri sedang, Post op hari ke-1, ekspresi
wajah meringis, Terdapat luka insisi operasi pada daerah abdomen, KU lemah.
2. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi SC ditandai dengan Klien
mengatakan panas pada luka post SC, Ku lemah, Terdapat luka insisi pada daerah abdomen 12 cm,
pada luka post SC tampak merah dan bengkak, T : 37,8ºC RR: 24x/I TD : 120/80 mmHg HR: 89 x/I, HB
=11,2 gr % HT = 34,0%, Leukosit = 20.800/mm3, Trombosit= 321.000
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi ditandai dengan Klien
mengatakan susah mengangkat kedua tungkai bawah, Post op hari ke-1, KU lemah, Nampak luka
insisi operasi pada daerah abdomen 12 cm. kekuatan otot +3.
p. Intervensi keperawatan
No diagnosa Tujuan / kriteria Intervensi Rasionalisasi
1 Dx 1 Tujuan : Klien dapat - Kaji intensitas, -Pengkajian yang
beradaptasi dengan karakteristik, dan spesifik membantu
nyeri yang dialami derajat nyeri memilih intervensi yang
tepat
Kriteria Hasil :
-Meminimalkan
-Mengungkapkan - Pertahankan tirah
stimulasi atau
nyeri dan tegang di baring selama masa
meningkatkan relaksasi
perutnya berkurang akut.
-Dapat melakukan
tindakan untuk -Meningkatkan koping
-Terangkan nyeri
mengurangi nyeri klien dalam melakukan
yang diderita klien
guidance mengatasi
-Kooperatif dengan dan penyebabnya.
nyeri
tindakan yang
dilakukan - Pengurangan persepsi
-Ajarkan teknik nyeri
-TTV dalam batas
distraksi
normal ; Suhu : 36- - Mengurangi onset
37 0 C, TD : 120/80 -Kolaborasi terjadinya nyeri dapat
mmHg, RR :18- pemberian analgetika dilakukan dengan
20x/menit, Nadi : pemberian analgetika
80-100 x/menit oral maupun sistemik
dalam spectrum
luas/spesifik
-kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian therapy
Aktivitas merangsang
peningkatan
2) - Kaji pengaruh vaskularisasi dan
aktivitas terhadap pulsasi organ
kondisi luka dan reproduksi, tetapi
kondisi tubuh umum dapat mempengaruhi
kondisi luka post
operasi dan
berkurangnya energi
3 - Mengistiratkan klilen
secara optimal.
4)
3) - Bantu klien untuk
memenuhi
kebutuhan aktivitas
- Mengoptimalkan
sehari-hari..
kondisi klien, pada
4) - Bantu klien untuk abortus imminens,
melakukan tindakan istirahat mutlak
sesuai dengan sangat diperlukan
kemampuan /kondisi
- Menilai kondisi umum
klien
klien.
5) - Evaluasi
perkembangan
kemampuan klien
melakukan aktivitas
- -membantu
mempercepat mobilitas
- kolaborasidengan
fisik klien
dokter dalam
pemberian therapy
obat
CATATAN PERKEMBANGAN
1 Tgl 7 -2 -mengkaji intensitas, karakteristik, dan S= klien mengatakan nyeri sudah tidak
2013 derajat nyeri ada
H:
- Inj ketorolac 1 amp / 8 jam
Tgl 7-2- -mengkaji kondisi keluaran/dischart S= klien mengatakan masih panas pada
2013 yang keluar ; jumlah, warna, dan bau luka post SC
dari luka operasi.
10:00 wib O=pada luka post SC masih tampak
H: warna luka masih merah , bengkak merah
DX 2
dan panas
A=masalah resiko infeksi teratasi
-menerangkan pada klien pentingnya sebagian
perawatan luka selama masa post
P=
operasi.
-Kaji pengeluaran pada luka
-melakukan pemeriksaan biakan pada
dischart. -kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian therapy obat
-melakukan perawatan luka
I=
H: perawatan luka dengan mengganti
perban -mengkaji pengeluaran pada luka
H:
12: 00 wib H: klien dapat melawan garvitasi tetapi O=klien tampak tenang, tingkat
lemah . kekuatan otot ROM +4 kekuatan otot ROM : +5
DX 3
-mengkaji pengaruh aktivitas terhadap A=masalah gangguan mobilisasi fisik
kondisi luka dan kondisi tubuh umum sudah teratasi
-mengevaluasi perkembangan
kemampuan klien melakukan aktivitas
H:
- IVFD RL 20 gtt/i
Tgl 8 -2- -mengkaji kondisi keluaran/dischart S= klien mengatakan tidak panas pada
2013 yang keluar ; jumlah, warna, dan bau luka post SC
dari luka operasi.
08:00 wib O=pada luka post SC sudah tidak ada
H: warna luka post operasi SC tidak merah dan bengkak T : 36,8ºC TD ;
DX 2
merah dan tidak bengkak panas 120/80 mmHg HR: 80 x/I RR: 20 x/i
H:
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992).
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ). Seperti disproporsi kepala
panggul, Disfungsi uterus, Distosia jaringan lunak, Plasenta previa, His lemah / melemah dan pada
anak seperti Janin besar. Gawat janin, Letak lintang dan Hydrocephalus.
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses
persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
− Fetal distress
− Kalainan letak
− Hydrocephalus
− Panggul sempit