Oleh : Ranti Kusumaningtiyas 20901900074 Kelompok 1
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2020 A. Pengertian Asma adalah suatu kelainan berupa inflamsi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodic berulang berupa mengi, batuk, sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari. Asma bersifat fluktatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian (Ditjen PP&PL Depkes RI, 2014). B. Etiologi Pemicu serangan asma memiliki sifat khas dan peka terhadap berbagai rangsangan yaitu : 1. Alergen Alergen merupakan factor pencetus atau pemicu asma diantaranya seperti tungau debu ruangan, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing dll dan allergen biasanya berupa hirupan meskipun kadang kadang makanan dan minuman dapat menimbulkan serangan. 2. Olahraga Asma terjadi biasanya jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktivitas seperti latihan fisik yang disebut (EIA) exercise induced asma. Misalnya jogging, aerobic, berjalan cepat, ataupun naik tangga. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latiha. 3. Infeksi bakteri pada saluran napas Infeksi bakteri saluran napas kecuali sinunitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsive pada sistem bronkial 4. Polusi udara Berbagai polusi udara seperti asap rokok, asap kendaraan, peningkatan ozon, dan nitrogen dioksida dapat menjadi pencetus asma. 5. Factor psikologis Stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan asma. Penderita diberikan motivasi mengatasi masalah pribadi, karena kalau stressnya belum diatasi maka asmanya belum bisa diobati 6. Perubahan cuaca Atmosfer yang mendadak dingin merupakan factor pemicu asma. Serangan kadang kadang berhubungan dengan musim seperti musim hujan, musim kemarau, musim panas, maupun musim bunga. C. Klasifikasi Berdasarkan etiologinya asma dapat diklasisikasikan menjadi 3 tipe yaitu : 1. Ekstrinsik (alergik) Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh karena factor-faktor pencetus yang spesifik seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetic terhadap alergi. Biasnya gejala ini dimuali saat kanak-kanak. 2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik) Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin, atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi, dan aktivitasd. Pada beberapa pasien asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan 3. Asma gabungan Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum yang mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk idiopatik atau non alergik
Serangan asma berdasarkan beratnya dibagi menjadi 3 :
1. Ringan sampai sedang
Posisi lebih nyaman duduk disbanding berbaring, cara bicara kalimat, frekuensi nadi 120-130x/menit, frekuensi napas meningkat namun <30x/menit, kesaadaran tidak gelisah, tidak ada otot bantu pernapasan, SaO2 90-95% 2. Berat Posisi duduk membungkuk, cara berbicara beberapa kata, kesadaran gelisah, frekuensi napas >30x/menit, frekuensi nadi >130x/menit, ada otot bantu pernapasan, SaO2 <90%. D. Manifestasi Klinis Ada beberapa tanda dan gejala serangan asma yaitu : 1. Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas dan biasanya membatukkan lendir untuk melonggarkan jalan napas. Batuk akan meningkat jika berbaring 2. Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas dan terdengar pada saat menghirup dan menghembuskan napas. 3. Sesak dada dan napas pendek. Terutama pada latihan fisik yang keras. Selama serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan otot bantu pernapasan digunakan. 4. Takipnea dan oortopnea 5. Kulit pucat 6. Keletihan 7. Gelisah 8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi 9. Serangan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan E. Patofisiologi Suatu asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan allergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk immunoglobulin E (IgE). Factor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran napas , kulit dan lain lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah antigen diproses dalam sel APC allergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepasnya interleukin 2 untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basophil yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini sudah terjadi pada seseorang , maka seseorang itu baru menjadi rentan. Bila orang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan allergen yang sama, allergen tersebut akan diikat oleh IgE. Ikatan ini akan menimbulkan Ca++ ke dalam sel dan dan menurunkn kadar cAmP. Penurunan kadar cAMP menimbulkan dreganulasi sel dan akan menyebabkan dilepasnya mediator seperti histamine, SRA-A (slow releasing substance of anapylaksis, eusinopilic, dll. Hal ini akan menyebabkan timbulnya 3 reaksi yaitu kontraksi otot polos baik saluran napas yang besar maupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permebilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin meenyempitnya saluran napas, peningkatan sekresi kelenjar mukosa, dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia yang sangat blanjut. F. Pathway G. Penatalaksanaan 1. Farmakologi Terapi awal : a. Memberikan oksigen pernasal b. Antaginis beta 2 adrenergik (salbutamol mg aatau terbutalin 10 mg). inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik dapat secara subkutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5% c. Aminopilin IV 5-6 mg per kg. jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV e. Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan napas termasuk didalamnya golongan beta adrenergic dan antikolinergik. 2. Non farmakologi a. Fisioterapi dada dan batuk efektif b. Latihan fisik untuk mengurangi toleransi aktivitas fisik c. Berikan semi fowler d. Anjurkan minum air hangat 1500-2000 ml perhari e. Usahakan mandi air hangat setiap hari H. Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul diantaranya sebagai berikut : 1. Pneumothoraks Pneumotorkas adalah keadaan adanya udara didalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Kedaan ini dapat menyebabkan kolapas paru yang lebih lanjut lagi dappat menyebabkan kegagalan napas 2. Pneumomediastinum Dikenal sebagai emfisema mediastinum disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udaraatau usus kedalam rongga dada 3. Atelectasis Atelectasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernapasan yang dangkal 4. Aspergilosis Aspergilosis merupakan pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan bersifat adanya gangguan pernapasan berat. Kondisi ditimbulkjan lesi diberbagai organ lainnya misalnya pada otak dan mata 5. Gagal napas Gagal napas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh 6. Bronchitis Atau bisa juga disebut radang paru-paru dimana kondisi ini lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan diparu-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak dan terjadi peningkatan dahak. Akibat nya penderita merasa batuk berulang ulang dan merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir. I. Masalah keperawatan 1. Pengkajian primer a. Airway 1) Kaji dan pertahankan jalan napas 2) Lakukan head tilt, chin lift jika perlu 3) Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas 4) Pertimbangkan untuk dirujuk ke anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu untuk menjaga jalan napas atau pasien dalam keadaan terancam atau pada asma akut berat b. Breathing 1) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, dgn tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92% 2) Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re breath mask 3) Pertimbangkan untuk menggunakan bag valve mask ventilation 4) Ambil darah untuk pemeriksaan blood gases untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 5) Kaji respiratory rate 6) Periksa pernapasan ciri-ciri : a) Sianosis b) Deviasi trakea c) Kesimetrisan pergerakan dada d) Retraksi dinding dada e) Dengarkan adanya wheezing, pengeluaran aliran udara masuk c. Circulation 1) Kaji denyut jantung dan rytme 2) Catat tekanan darah 3) Lakukan EKG 4) Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian magnesium sulphat 2 gram dalam 20 menit 5) Kaji intake output d. Disability Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU e. Exposure Pada saat pasien stabil dapat ditanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya. 2. Pengkajian sekunder a. Riwayat kesehatan : Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga b. Pemeriksaan fisik 1) Dada : a) Contour, tidak ada defresi sternum b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter tranversal c) Keabnormalan struktur thoraks d) Contor dada simetris e) Kulit thorax : hangat, kering, pucat atau tidak f) RR dan ritem selama satu menit 2) Palpasi a) Temperature kulit b) Premitus : fibrasi dada c) Pengembangan dada d) Krepitasi e) Massa f) Edema 3) Auskultasi a) Vesikuler b) Bronkovesikuler c) Hiperventilasi d) Ronchi e) Wheezing 3. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d wheezing, sputum berlebih, dyspnea b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dyspnea c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus kapiler d.d dyspnea, sianosis d. Gangguan ventilasi spontan b.d kelelahan otot pernapasan d.d dyspnea, SaO2 menurun 4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi
Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Observasi tidak efektif b.d spasme tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas jalan napas d.d selam 3x 24 jam (frekuensi, wheezing, sputum diharapkan bersihan jalan kedalaman, usaha berlebih, dyspnea napas klien meningkat napas) degan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi 1. Produksi sputum napas tambahan menurun (wheezing) 2. Wheezing 3. Monitor sputum menurun Terapeutik 3. Dyspnea menurun 4. Pertahankan 4. Frekuensi napas kepatenan jalan membaik napas dengan headtilt dan chinlift 5. Posisikan semi fowler atau fowler 6. Berikan minuman hangat 7. Lakukan penghisapan lendir 8. Berikan oksigen Kolaborasi 9. Kolaborasi pemberian bronkodilator Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi b.d hambatan upaya tindakan keperawatan 1. Monitor pola napas napas d.d dyspnea selam 3x 24 jam (frekuensi, diharapkan pola napas kedalaman, usaha klien membaik degan napas) kriteria hasil : Terapeutik 1. Dyspnea menurun 2. Pertahankan 2. Penggunaan otot kepatenan jalan bantu napas napas dengan menurun headtilt dan chinlift 3. Frekuensi napas 3. Posisikan semi membaik fowler atau fowler 4. Kedalaman napas Edukasi membaik 4. Kolaborasi pemberian bronkodilator
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Observasi
gas b.d perubahan tindakan keperawatan 1. Monitor frekuensi, membrane alveolus selam 3x 24 jam irama, kedalaman kapiler d.d dyspnea, diharapkan pertukaran gas dan upaya napas sianosis klien meningkat degan 2. Monitor pola napas kriteria hasil : (hiperventilasi) 1. Dyspnea menurun 3. Monitor adanya 2. Sianosis membaik sumbatan jalan 3. Pola napas napas membaik 4. Auskultasi 4. Warna kulit bunyinnapas membaik 5. Monitor saturasi oksigen 6. Monitor nilai AGD Terapeutik 7. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien Edukasi 8. Informasikan hasil pemantauan Gangguan ventilasi Setelah dilakukan Observasi spontan b.d kelelahan tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya otot pernapasan d.d selam 3x 24 jam kelelahan otot dyspnea, SaO2 diharapkan ventilasi pernapasan menurun spontan klien meningkat 2. Monitor status degan kriteria hasil : respirasi dan 1. Dyspnea menurun oksigenasi (saturasi 2. Penggunaan otot oksigen) bantu napas Terapeutik menurun 3. Pertahankan 3. Gelisah menurun kepatenan jalan napas 4. Berikan posisi semi fowler 5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian bronkodilator
5. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d Bersihan jalan napas meningkat spasme jalan napas d.d wheezing, sputum berlebih, dyspnea
Pola napas tidak efektif b.d hambatan Pola napas membaik
upaya napas d.d dyspnea
Gangguan pertukaran gas b.d perubahan Pertukaran gas meningkat