Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN SECTIO CAESAREA

(SC)
DI RUANG VK-BERSALIN
RSUD dr. H. MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Maternitas


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
ARYA ANDIKA SAPUTRA
11194692010061

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA (SC)

Tanggal 23 November 2020

Disusun oleh :
ARYA ANDIKA SAPUTRA
11194692010061

Banjarmasin, 23 November 2020

Mengetahui,

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Umi Hanik Fetriyah, Ns., M. Kep Ns. Hj. Helmina, S. Kep


NIK. NIK.
A. Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan sehat (Mansjoer, 2010).
SC adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat badan
diatas 500 gram , melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.
Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut (Sarwono, 2012). Sectio
Caesaria (SC) adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Helen Farrer, 2010)

B. Jenis-jenis Sectio Caesarea Berdasarkan Teknik Penyanyatan


1. Sectio caesarea klasik atau corporal
Melakukan sayatan vertikal kira-kira 10 cm pada korpus uteri
sehingga memungkinkan ruangan yang lebih baik untuk jalan keluar
bayi. Kelebihannya antara lain: mengeluarkan janin dengan
cepat,tidak mengakibatkan komplikasi kandungkemih tertarik, dan sayata
n bisa diperpanjang proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya
adalah infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada peritonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih sering
terjadi ruptur uteri spontan.
2. Sectio caesarea ismika atau profundal
Insisi bawah rahim dilakukan dengan sayatan melintang konkat
pada segmen bawaah Rahim (low servikal transversal) kira-kira 10 cm.
kelebihan dari sectio caesarea ismika adalah menjahit luka lebih mudah,
penutupan luka dengan reperionealisasi yang baik, rupture uteri spontan
berkurang atau lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka
melebar sehingga menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan
perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. Sectio caesarea eksraperitonealis
Tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka
cavum abdominal.

C. Klasifikasi sectio caesarea


1. Sectio Caesarea Primer
Semua telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara sectio
caesarea, tidak diharapkan kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit
2. Sectio Caesarea Sekunder
Mencoba menunggu kelahiran biasa, bila tidak ada kemajuan persalinan
baru dilkaukan sectio caesarea
3. Sectio Caesarea Ulang
Ibu yang pernah melahirankan secara sectio caesarea dan pada
kehamilan selanjutnya dilakukan secara sectio caesarea
4. Sectio Caesarea Post Mortem
sectio caesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan yang
meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

D. Etiologi
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2015)
1. CPD (Chepalo Pelvic Disproportion)
CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi.
2. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai
kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi
rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi
sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas
disegmen uterus bawah , kemungkinan mengalami robekan jaringan
parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami
ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan
beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin, american
collage of obstetrician and ginecologistc.
3. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi
terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir,
kelainan persalinan terdiri dari :
a. Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik(disfungsi uterus) dan
kurangnya upaya otot volunter selama persalinan kala dua.
b. Panggul sempit
c. Kelainan presentasi, posisi janin
d. Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi
Turunnya janin.
4. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan
janin,jika penentuan waktu sectio caesarea terlambat, kelainan
neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang
tepat untuk sectio caesarea
5. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko
prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan
pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.
6. Pre-Eklamsi
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas.Setelah perdarahan dan infeksi, Pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan.
7. Ketuban pecah dini (KPD)
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi impart. Sebagian besar KPD adalah
hamil aterm diatas 37 minggu.
8. Bayi Kembar (Gemili)
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi tinggidari
pada kelahiran 1 bayi.Selain itu bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang.Sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
9. Kelainan Letak Kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah.Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-
0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.

E. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah satu insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi
ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2016)
Pathway
SECTIO CAESAREA

Pre OP SC Insisi Jaringan POST OP SC

Kurang informasi Terputusnya Luka Pembuluh General anestesi


kontinuitas darah
jaringan terbuka
Kesalahan interpretasi Post dientri Kontraksi Penurunan Peningkatan Penurunan
kuman uterus kesadaran sekresi mukosa fungsi EIC
Pengeluaran Perdarahan
Kurang pengetahuan mediator nyeri Stagnasi
tentang proses Perawatan Atonia aliran darah Penarikan Penurunan
pembedahan kurang uteri reflek batuk peristaltic usus

Merangsang Trombus vena


Ansietas Neuro reseptor Resiko Infeksi Kontraksi Akumulasi Reflek
berlebihan Emboli sekret

Penumpukan
Nyeri saat Perdarahan CO2 menurun Bersihan gas di
Nyeri akut beraktivitas meningkat Jalan nafas lambung
Tidak efektif
Perubahan
Intoleransi aktivitas Resiko syok Perfusi jaringan Distensi
Hopovolemik abdomen

Muskuloskeletal
Kembung
Intoleransi aktivitas
Gg.rasa
nyaman
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2010) yaitu:
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Pusing
3. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
4. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
5. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
6. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
7. Terpasang kateter urin
8. Bising usus terdengar samar

G. Komplikasi
Menurut Sunarsih (2011) komplikasi yang sering terjadi pada SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Masjoer (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah:
1. USG
Ultrasonography untuk mengamati gerakan organ tubuh seperti jantung,
hati, empedu, limpa, pankreas, ginjal, kandung kemih, pembuluh darah,
janin dan embrio.
2. Uji laboratorium
a. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit, leukosit dan
hematokrit
b. Pemeriksaan elektrolit
c. Golongan darah
d. Kultur urine

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Cunningham (2014) penetalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Medis
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi  membujur secara tajam dengan pisau pada garis
tengah korpus uteri diatas  segmen bawah rahim. Perlebar insisi
dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin
dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan
tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I        
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.

b. Bedah Caesar Transperitoneal Profunda


1) Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara
melintang, kemudian secar tumpul disisihkan kearah bawah dan
samping.
2) Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim
kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan
kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih
sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari
operator.
3) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin
dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan
tersebut.
4) Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
5) Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat)
dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
6) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
7) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
Lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Peritoneum plika vesikouterina dijahit  secara jelujur
menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.
c. Bedah Caesar Ekstraperitoneal
1) Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum
kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial
vesika urinaria.
2) Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar
transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.

d. Histerektomi Caersarian ( Caesarean Hysterectomy)


1) Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal
demikian juga cara melahirkan janinnya.
2) Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan
menggunakan klem secukupnya.
3) Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
4) Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem
(2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan
diatas kedua klem tersebut.
5) Uterus  kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama.
Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
6) Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan
benang sutera no. 2.
7) Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan
chromic catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan
antiseptic.
8) Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul
serviks uteri.
9) Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan
visera abdominis.
10) Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis
2. Non Medis
a. Perawatan awal
1) Letakan pasien dalam posisi pemulihan
2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1
jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa
tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar
3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
4) Transfusi jika diperlukan
5) Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi,
segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi
perdarahan pasca bedah.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita
flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh. Selain itu makan yang dapat dikonsumsi untuk mempercepat
penyembuhan luka adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral seperti nasi, roti, gandum, jagung, dan umbi-umbian, ikan,
susu, keju dan air.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama
5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5
pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2) Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
3) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4) Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum
dengan baik
e. Perawatan fungsi kandung kemih
1) Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan
atau sesudah semalam
2) Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin
jernih
3) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter
terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
4) Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin
100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas
5) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 -
48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
f. Pembalutan dan perawatan luka
1) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan
tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut
2) Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri
plester untuk mengencangkan
3) Ganti pembalut dengan cara steril
4) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat
jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC Jika masih
terdapat perdarahan
6) Lakukan masase uterus
7) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam
fisiologik atau RL) 60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan
prostaglandin
g. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai
pasien bebas demamselama 48 jam
1) Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
2) Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
3) Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
h. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
2) Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
3) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
4) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
i. Proses penyembuhan luka
Menurut Widianti (2010) proses perawatan luka terdiri atas :
1) Tahap respons inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini
dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini, terjadi proses
hemostasis yang ditandai dengan pelepasan histamine dan
mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses
peradangan dan migrasi sel darah putih kedaerah yang rusak.
2) Tahap destruktif, pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan
yang mati oleh leukosit poli morfonuklear dan makrofag.
3) Tahap poliferatif, pada tahap ini, pembuluh darah baru
diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
4) Tahap maturasi, pada tahap ini, terjadi reepitelisasi,
konstraksiluka, dan organisasi jaringan ikat.
j. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
1) Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah
operasi
2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah
terjadinya hematoma.
3) Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring
dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
6) Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
7) Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang
dapat menaikkan tekanan intra abdomen
8) pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena
bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi
yang mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan,
anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain itu
juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan
mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak.  Oleh
karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15 menit dan
kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
k. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa
nyeri dan kenyamanan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu
adanya orientasi dan bimbingan kegiatan post op seperti ambulasi
dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh
anestesi.
l. Perawatan pasca operasi, jadwal pemeriksaan ulang tekanan
darah, frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah
produksi urin Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila
dijumpai adanya penyimpangan.

J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan Sectio Caesarea, data yang dapat
ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan
persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor register  , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan
karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan
tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering
/susah kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena
terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut
untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah
persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan
keluarga dan orang lain.
7) Pola penagulangan steril
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
8) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka
janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif
klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya,
lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi 
perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri.
10) Pola reproduksi dan social
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan
seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena
adanya proses persalinan dan nifas.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang
terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
2) Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid,
karena adanya proses menerang yang salah
3) Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata,
konjungtiva, dan ng keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4) Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-
kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6) Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper
pigmentasi areola mamae dan papila mamae
7) Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih
terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
8) Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun,
nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injury fisik : luka post op
b. Hambatan mobilitas fisik b.d kekuatan otot tidak memadai
c. Risiko infeksi
d. Risiko perdarahan
e. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d ansietas ibu

3. Intervensi Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain Management
injuri fisik (luka insisi keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
operasi) diharapkan nyeri akut komprehensif termasuk lokasi,
berkurang dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
hasil: kualitas dan faktor presipitasi
Pain Level 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi
mampu menggunakan terapeutik untuk mengetahui
tehnik nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk mengurangi nyeri, 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
mencari bantuan) respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
berkurang dengan lampau
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri kesehatan lain tentang
3. Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
4. Menyatakan rasa nyaman mencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan
5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6.  Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
   
2 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
tindakan invasif keperawatan selama 3x24 jam 1. Bersihkan lingkungan setelah
diharapkan resiko infeksi dipakai pasien lain
terkontrol dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan teknik isolasi
Risk control 3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Instruksikan pada pengunjung
gejala infeksi untuk mencuci tangan saat
2. Mendeskripsikan proses berkunjung dan setelah
penularan penyakit, factor berkunjung meninggalkan pasien
yang mempengaruhi 5. Gunakan sabun antimikrobia
penularan serta untuk cuci tangan
penatalaksanaannya, 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
3. Menunjukkan kemampuan sesudah tindakan kperawtan
untuk mencegah timbulnya 7. Gunakan baju, sarung tangan
infeksi sebagai alat pelindung
4. Jumlah leukosit dalam 8. Pertahankan lingkungan aseptik
batas normal selama pemasangan alat
5. Menunjukkan perilaku 9. Ganti letak IV perifer dan line
hidup sehat central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (Proteksi
Terhadap Infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3. Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan asuhan Activity Therapy
Nyeri keperawatan selama 3x24 jam 1. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
diharapkan intoleransi aktivitas
merencanakan program terapi
teratasi dengan kriteria hasil: yang tepat
2. Bantu klien untuk
Energy conservation
mengidentifikasi aktivitas yang
     Activity tolerance
mampu dilakukan
     Self Care : ADLs
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
1. Berpartisipasi dalam
kemampuan fisik, psikologi dan
aktivitas fisiktanpa disertai
social
peningkatan tekanan
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
darah, nadi dan RR
mendapatkan sumber yang
2. Mampu melakukan aktivitas
diperlukan untuk aktivitas yang
sehari-hari (ADLs) secara
diinginkan
mandiri
5. Bantu untuk mendapatkan alat
3. Tanda-tanda vital normal
bantuan aktivitas seperti kursi
4.  Energy psikomotor
roda
5. Level kelemahan
6. Bantu untuk mengidentifikasi
6.  Mampu berpindah: dengan
aktivitas yang disukai
atau tanpa bantuan alat
7. Bantu klien untuk membuat
7. Status kardiopulmunari
jadwal latihan diwaktu luang
adekuat
8. Bantu pasien/keluarga untuk
8. Sirkulasi status baik
mengidentifikasi kekurangan
9. Status respirasi : dalam beraktivitas
pertukaran gas dan 9. Sediakan penguatan positif bagi
ventilasi adekuat yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

4. Ansietas b/d kurang Setelah dilakukan asuhan Anxiety Reduction:


pengetahuan keperawatan selama 1x24 jam 1. Gunakan pendekatan yang
diharapkan ansietas teratasi menenangkan
dengan kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku pasien
Anxiety Level 3. Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan selama
1. Klien mampu
prosedur
mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala 4. Pahami prespektii pasien
cemas terhdap situasi stres
2. Mengidentifikasi, 5. Temani pasien untuk
mengungkapkan dan memberikan keamanan dan
menunjukkan tehnik untuk mengurangi takut
mengontrol cemas 6. Dorong keluarga untuk
3. Vital sign dalam batas menemani anak
normal Postur tubuh, 7. Lakukan back / neck rub
ekspresi wajah. bahasa 8. Dengarkan dengan penuh
tubuh dan tingkat aktivitas perhatian
menunjukkan berkurangnya
kecemasan 9. Identifikasi tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien mengenai
Situasi yang menimbulkan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
5. Resiko syok Setelah dilakukan asuhan Syok management
Hipovolemik b/d keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor TTV
perdarahan diharapkan resiko syok 2. Monitor keadaan umum pasien
3. Jelaskan pada pasien dan
hipovolemik teratasi dengan keluarga tanda perdarahan, dan
kriteria hasil: segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Syok prevention 4. Kolaborasi Pemberian cairan
intravena
1. TTV dalam batas normal
5. Kolaborasi pemeriksaan : HB,
2. Irama napas normal
PCV, trombosit
3. pH darah normal
4. Na dalam batas normal
6. Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan asuhan Airway suction
1. Pastikan kebutuhan oral /
Tidak Efektif b/d keperawatan selama 3x24 jam
tracheal suctioning
akumulasi sekret diharapkan bersihan jalan 2. Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning.
nafas tidak efektif teratasi
3. Informasikan pada klien dan
dengan kriteria hasil: keluarga tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum
Respiratory status :
suction dilakukan.
Ventilation 5. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
Respiratory status : Airway
patency memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap
Aspiration Control
melakukan tindakan
1. Mendemonstrasikan batuk 7. Anjurkan pasien untuk istirahat
dan napas dalam setelah kateter
efektif dan suara nafas
dikeluarkan dari nasotrakeal
yang bersih, tidak ada 8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana
sianosis dan dyspneu
cara melakukan suksion
2. Menunjukkan jalan nafas 10. Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
yang paten
menunjukkan bradikardi,
3. Mampu mengidentifikai dan peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
mencegah factor yang
1. Buka jalan nafas, guanakan
dapat menghambat jalan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
nafas
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
5. Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
6. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
7. Lakukan suction pada mayo
8. Berikan bronkodilator bila perlu
9. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
10. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
11. Monitor respirasi dan status O2

7. Gangguan Rasa Setelah dilakuakan asuhan Anxiety Reduction


Nyaman b/d Efek keperawatan selama 3x24 jam 1. Gunakan pendekatan yang
Samping Anastesi diharapkan gangguan rasa menenangkan
nyaman teratasi dengan 2. Jelaskan semua efek samping
kriteria hasil: dari prosedur pengobatan
 Comfort, Readines for 3. Pahami prespektif pasien
Enchanced terhadap situasi stress
 Sleep Deprivation
4. Instruksikan pasien
1. Status lingkungan yang menggunakan teknik relaksasi
nyaman
2. Kualitas tidur dan istirahat
adekuat
3. Respon terhadap
pengobatan
4. Kontrol gejala
5. Status kenyamanan
meningkat
6. Dukungan sosial
         
Daftar Pustaka

Farrer, Halen .2016. Keperawatan Maternitas . Edisi 3, Vol 2, Alih Bahasa: dr.
Andry Hartono. Jakarta: EGC.

Mitayani.(2011) Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Nurarif.A.H. dan Kusuma. H (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarata:
MediAction.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono

Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi Ke Empat. PT. Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Smeltzer, S,C (2010). Buku Ajar Keperawatan Maternitas . Jakarta : EGC

Verney, Helen.2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai