(SC)
DI RUANG VK-BERSALIN
RSUD dr. H. MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN
Disusun Oleh:
ARYA ANDIKA SAPUTRA
11194692010061
Disusun oleh :
ARYA ANDIKA SAPUTRA
11194692010061
Mengetahui,
D. Etiologi
Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2015)
1. CPD (Chepalo Pelvic Disproportion)
CPD adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi.
2. Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai
kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi
rupture uteri. Resiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi
sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas
disegmen uterus bawah , kemungkinan mengalami robekan jaringan
parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami
ruptur uteri beresiko mengalami kekambuhan , sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan
beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin, american
collage of obstetrician and ginecologistc.
3. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi
terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir,
kelainan persalinan terdiri dari :
a. Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik(disfungsi uterus) dan
kurangnya upaya otot volunter selama persalinan kala dua.
b. Panggul sempit
c. Kelainan presentasi, posisi janin
d. Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi
Turunnya janin.
4. Gawat janin
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan keadaan
janin,jika penentuan waktu sectio caesarea terlambat, kelainan
neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang
tepat untuk sectio caesarea
5. Letak sungsang
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko
prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan
pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.
6. Pre-Eklamsi
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas.Setelah perdarahan dan infeksi, Pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan.
7. Ketuban pecah dini (KPD)
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi impart. Sebagian besar KPD adalah
hamil aterm diatas 37 minggu.
8. Bayi Kembar (Gemili)
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar.Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi tinggidari
pada kelahiran 1 bayi.Selain itu bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang.Sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
9. Kelainan Letak Kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah.Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-
0,5 %.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
E. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat
janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan
mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang
pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya
sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah satu insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir
dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya
janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu
terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi
ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas
usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.(Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2016)
Pathway
SECTIO CAESAREA
Penumpukan
Nyeri saat Perdarahan CO2 menurun Bersihan gas di
Nyeri akut beraktivitas meningkat Jalan nafas lambung
Tidak efektif
Perubahan
Intoleransi aktivitas Resiko syok Perfusi jaringan Distensi
Hopovolemik abdomen
Muskuloskeletal
Kembung
Intoleransi aktivitas
Gg.rasa
nyaman
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2010) yaitu:
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Pusing
3. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
4. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
5. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
6. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
7. Terpasang kateter urin
8. Bising usus terdengar samar
G. Komplikasi
Menurut Sunarsih (2011) komplikasi yang sering terjadi pada SC adalah :
1. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas dibagi menjadi:
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan
cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Yang sering terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Masjoer (2010) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
adalah:
1. USG
Ultrasonography untuk mengamati gerakan organ tubuh seperti jantung,
hati, empedu, limpa, pankreas, ginjal, kandung kemih, pembuluh darah,
janin dan embrio.
2. Uji laboratorium
a. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit, leukosit dan
hematokrit
b. Pemeriksaan elektrolit
c. Golongan darah
d. Kultur urine
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Cunningham (2014) penetalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Medis
a. Bedah Caesar Klasik/ Corporal.
1) Buatlah insisi membujur secara tajam dengan pisau pada garis
tengah korpus uteri diatas segmen bawah rahim. Perlebar insisi
dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat
menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
2) Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin
dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar melalui irisan
tersebut.
3) Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan
dipotong diantara kedua klem tersebut.
4) Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan
uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
5) Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
a) Lapisan I
Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang
dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
b) Lapisan II
lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal
(lambert) dengan benang yang sama.
c) Lapisan III
Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit
secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2.
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan Sectio Caesarea, data yang dapat
ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan
persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan
plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit
nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu:
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung,
hipertensi, DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-
tanda persalinan.
3) Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
d. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini,
dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta
kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan
masalah dalam perawatan dirinya
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen injury fisik : luka post op
b. Hambatan mobilitas fisik b.d kekuatan otot tidak memadai
c. Risiko infeksi
d. Risiko perdarahan
e. Ketidakefektifan pemberian ASI b.d ansietas ibu
3. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan Pain Management
injuri fisik (luka insisi keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
operasi) diharapkan nyeri akut komprehensif termasuk lokasi,
berkurang dengan kriteria karakteristik, durasi, frekuensi,
hasil: kualitas dan faktor presipitasi
Pain Level 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri, 3. Gunakan teknik komunikasi
mampu menggunakan terapeutik untuk mengetahui
tehnik nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk mengurangi nyeri, 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
mencari bantuan) respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
berkurang dengan lampau
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri kesehatan lain tentang
3. Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri
(skala, intensitas, frekuensi masa lampau
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
4. Menyatakan rasa nyaman mencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan
5. Tanda vital dalam rentang 8. Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
2 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan Infection Control (Kontrol infeksi)
tindakan invasif keperawatan selama 3x24 jam 1. Bersihkan lingkungan setelah
diharapkan resiko infeksi dipakai pasien lain
terkontrol dengan kriteria hasil: 2. Pertahankan teknik isolasi
Risk control 3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Instruksikan pada pengunjung
gejala infeksi untuk mencuci tangan saat
2. Mendeskripsikan proses berkunjung dan setelah
penularan penyakit, factor berkunjung meninggalkan pasien
yang mempengaruhi 5. Gunakan sabun antimikrobia
penularan serta untuk cuci tangan
penatalaksanaannya, 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
3. Menunjukkan kemampuan sesudah tindakan kperawtan
untuk mencegah timbulnya 7. Gunakan baju, sarung tangan
infeksi sebagai alat pelindung
4. Jumlah leukosit dalam 8. Pertahankan lingkungan aseptik
batas normal selama pemasangan alat
5. Menunjukkan perilaku 9. Ganti letak IV perifer dan line
hidup sehat central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (Proteksi
Terhadap Infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3. Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan asuhan Activity Therapy
Nyeri keperawatan selama 3x24 jam 1. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
diharapkan intoleransi aktivitas
merencanakan program terapi
teratasi dengan kriteria hasil: yang tepat
2. Bantu klien untuk
Energy conservation
mengidentifikasi aktivitas yang
Activity tolerance
mampu dilakukan
Self Care : ADLs
3. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
1. Berpartisipasi dalam
kemampuan fisik, psikologi dan
aktivitas fisiktanpa disertai
social
peningkatan tekanan
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
darah, nadi dan RR
mendapatkan sumber yang
2. Mampu melakukan aktivitas
diperlukan untuk aktivitas yang
sehari-hari (ADLs) secara
diinginkan
mandiri
5. Bantu untuk mendapatkan alat
3. Tanda-tanda vital normal
bantuan aktivitas seperti kursi
4. Energy psikomotor
roda
5. Level kelemahan
6. Bantu untuk mengidentifikasi
6. Mampu berpindah: dengan
aktivitas yang disukai
atau tanpa bantuan alat
7. Bantu klien untuk membuat
7. Status kardiopulmunari
jadwal latihan diwaktu luang
adekuat
8. Bantu pasien/keluarga untuk
8. Sirkulasi status baik
mengidentifikasi kekurangan
9. Status respirasi : dalam beraktivitas
pertukaran gas dan 9. Sediakan penguatan positif bagi
ventilasi adekuat yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual
Farrer, Halen .2016. Keperawatan Maternitas . Edisi 3, Vol 2, Alih Bahasa: dr.
Andry Hartono. Jakarta: EGC.