Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA
DI RUANG GINCU 3RSUD INDRAMAYU
Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :

NURFERA ALPIONITA, S.KEP


21149011031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YPIB


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MAJALENGKA
2021
A. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerostomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Padila, 2015).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus
yang utuh (Gulardi &Wiknjosastro, 2010).
2. Etiologi
a. Indikasi Ibu
1) Panggul sempit absolute
2) Placenta previa
3) Ruptura uteri mengancam
4) Partus Lama
5) Partus Tak Maju
6) Pre eklampsia, dan Hipertensi
b. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak Janin

a) Kelainan pada letak kepala


- Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul
- Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
- Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada perempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.

b) Letak sungsang
Merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri.

c) Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea
adalah jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan
segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa.
Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan
sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan
cara lain.

d) Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
2) Gawat Janin
3) Janin Besar
c. Indikasi Kontra (relative)
1) Infeksi intrauterine
2) Janin Mati
3) Syok atau anemia berat yang belum diatasi
4) Kelainan kongenital berat
Beberapa penyebab sectio caesarea diantaranya :
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Merupakan ukuran lingkar pinggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
dengan normal. Tulang panggul merupakan susunan tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh
janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam
proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut dapat menyebabkan bentuk rongga panggul
asimetris dan ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum diketahui
dengan jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perianal paling sering
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnose dini sangat penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
KPD Merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum
proses persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam obstetric terkait dengan penyulit kelahiran premature dan
terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan
morbilitas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta
previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi
pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu,
sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah
mati.
4. Klasifikasi
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi
memanjang pada corpus uteri. Dilakukan dengan
membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
- Mengeluarkan janin lebih memanjang
- Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih
tertarik
- Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena
tidak ada reperitonial yang baik
- Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi
rupture uteri spontan.
- Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering
terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur
uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi
pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC
profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
- Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri,
dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC
jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang- kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik.
Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan
insisi pada segmen bawah uterus. Dilakukan dengan
membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali
untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
- Perdarahan kurang
- Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan
ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
- Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan
bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri
putus yang akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
- Keluhan utama pada kandung kemih post operatif
tinggi.
3) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan apabila :
- Sayatan memanjang (longitudinal)
- Sayatan melintang (tranversal)
- Sayatan huruf T atau T Insisian (Padila, 2015).
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien
secara mandiri untuk sementara waktu.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri
(nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.
Gambar Sectio Caesarea (SC) :
CPD, PEB, KPD Kelianan Letak Janin Sectio Caesarea

Adaptasi post Anestesi Puasa Insisi


partum

Penurunan Pembatasan cairan Luka pembedahan


Fisiologis saraf peroral
simpatis

Laktasi Involusi Pelepasan Resiko


Resiko
histamine dan Infeksi
Kondisi diri kekurangan
prostaglandin
volume
Prolaktin Pelepasan menurun cairan
meningkat desi dua
Trauma jaringan
Resiko cedera
Produksi Kontraksi
uterus N eri akut
oksitosin
menurun

Lokhea
Pengeluaran ASI
menurun

Ketidakefektifan
emberian ASI
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
7. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan intavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan
peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6 – 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan
air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau
lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik, cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat
berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
3) Obat-obatan lain
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila
basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
h. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi,
biasanya mengurangi rasa nyeri (Padila, 2015).
8. Komplikasi
Kemungkinan yang bisa timbul setelah dilakukan operasi Sectio
Caesarea antara lain :
a. Infeksi puerperal (Nifas)
- Ringan, dengan peningkatan suhu tubuh dalam beberapa hari
- Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi
dan perut sedikit kembung
- Berat, sepsis dan usus paralitik
b. Perdarahan

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih


bila peritonealisasi terlalu tinggi (Padila, 2015).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien (meliputi: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, no cm, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, dan sumber informasi).
b. Keluhan Utama dan Alasan Dirawat
c. Riwayat Kehamilan
- HPHT :....................... Taksiran Partus :...........................
- BB sebelum hamil :..............TD sebelum hamil :......................
- Riwayat ANC :.......................Obat yang di dapat :.......................
- Keluhan saat hamil :..............
d. Riwayat Nifas Yang Lalu dan Persalinan
No Tahun Jenis Penolong JK Keadaan Bayi Masalah
Persalinan Waktu Lahir Kehamilan

e. Pengalaman menyusui: ya/tidak Berapa lama : brapa lama


menyusu?
f. Riwayat Ginekologi
- Masalah Ginekologi : Pernah mengalami masalah atau tidak?
- Riwayat KB : Ibu menggunakan KB ssejak kapan ?
- Jenis Kontrasepsi : kontrasepsi yang digunakan jenis suntik
atau pil?
- Lama pemakaian : berapa lama menggunakan KB tersebut?
g. Data Obyektif
1) Pemeriksaan Umum
- Keadaan Umum

- Kesadaran

- Psikologis

2) Tanda-tanda vital
- Tekanan darah

- Suhu

- Nadi

- Pernafasan
h. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1) Kepala dan wajah : kulit rambut dan wajah tampak bersih atau
tidak terdapat benjolan, alis mata, kelopak mata normal,
konjungtiva anemis (-), pupil isokor, sklera tidak ikterus (-),
reflek cahaya positif.
2) Telinga : tidak ada sekret, serumen, dan benda asing, membran
timpani, pendengaran dalam batas normal.
3) Hidung : simetris, deformitas, mukosa, sekret, bau, obstruksi
tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada.
4) Mulut dan gigi : tidak terdapat kotoran, tidak terdapat kelainan
pada bagian mulut, tidak ada caries, bibir lembab.
5) Leher : kaku kuduk tidak ada, tidak terdapat pembesaran kelenjar
dan vena.
6) Payudara : adanya pembesaran putting susu (menonjol atau
mendatar, ada nyeri atau lecet pada putting), ASI atau kolostrom
sudah keluar, ada pembengkakan, radang atau benjolan,
kebersihan.
7) Abdomen : teraba, tekstur, striae. Tinggi fundus uterus,
kontraksi uterus, nyeri (Debora, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Risiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
kulit
c. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan penurunan
pengeluaran ASI (Kusuma, 2016).
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077) Tujuan : Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
keperawatan selama 2x24 jam - Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun, dengan kriteria frekuensi dan intensitas
hasil : nyeri
1. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
2. Keluhan nyeri meringis
- Identifikasi factor yang
menurun
meperberat dan
3. Klien menunjukkan sikap
memperingan nyeri
protektif menurun
- Identifikasi pengetahuan
4. Klien tidak tampak gelisah
dan keyakinan tentang
nyeri
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang telah diberikan
Terapeutik :
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Fasilitas istirahat dan
tidur
Edukasi :
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Resiko Infeksi Tujuan : Pencegahan Infeksi
Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan 2x24 jam - Monitor tanda dan gejala
glukosa derajat infeksi infeksi local dan
menurun dengan kriteria sistemik
hasil: Terapeutik :
1. Demam menurun - Batasi jumlah
2. Kemerahan menurun pengunjung
3. Nyeri menurun
- Berikan perawatan kulit
4. Kadar sel darah putih
pada daerah edema
membaik
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
- Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi ;
- Jelaskan taanda dan
gejala infeksi
- Anjurkan cara
memeriksa luka
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Debora, O. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik, edisi


2. Jakarta : Salemba Medika.
Gulardi &Wiknjosastro. (2010). Asuhan Kebidanan pada Pasien Nifas.
Jakarta : Media Nugraha
Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus,
jilid 1. Jogjakarta : Medi Action.
Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus,
jilid 2. Jogjakarta : Medi Action.
Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II, Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : Medikal Book.
Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : YBP-SP.
Syaifuddin. (2016). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Untuk Keperawatan dan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai