2. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi
dalam kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90
MmHg atau lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada
ibu baik duduk maupun telentang. Protein Uria 0,3 gr/lt atau
+1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan
berat badan > 1 Kg/per minggu.
b) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110
MmHg atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria (
Jumlah urine kuran dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema pada
paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral, gangguan visus
dan rasa nyeri pada epigastrium.
3. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum
diketahui secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia
diawali dengan adanya kelainan pada plasenta, yaitu organ yang
berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi selama masih di
dalam kandungan.
Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada
Primigravida, Kehamilan Post Matur /Post Term serta Kehamian
Ganda. Berdasarkan teori teori tersebut preeklampsia sering juga
disebut“ Deseases Of Theory” . Beberapa landasan teori yang dapat
dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2011) :
a) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan
penyakit yang dapat diturunkan atau bersifat heriditer, faktor
genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia,
serta peran Renin-Angiotensin- Aldosteron-System (RAAS)
dimana enzim renin merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal
dan berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah bekerja sama
dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem.
b) Teori Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan
jarang timbul pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking
antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.
c) Teori Prostasiklin & Tromboksan
Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang
pada kehamilan normal meningkat, aktifitas penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin mentebabkan pelepasan
tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.
Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan
Ganda serta Riwayat Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang
bisa meningkatkan resiko preeklamsia antara lain adalah :
1) Malnutrisi Berat.
2) Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus,
Hypertensi dan Penyakit Ginjal.
3) Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan
pertama.
4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
5) Obesitas.
6) Riwayat keluarga dengan preeklampsia.
4. Manisfestasi Klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang
terus meningkat, peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg
atau lebih atau sering ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam
2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, tanda klinis
dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
a) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
b) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
c) Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
d) Edema Paru.
e) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan
visus.
f) Oligohidramnion
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari
kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria
terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya
dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat (POGI, 2016).
5. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai
dengan retensi air dan garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme
hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen aretriola
sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah.
Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan
tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.
Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia yang
dapat menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan
menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan
menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi
kerusakan endotel, kebocoran arteriola disertai perdarahan mikro
tempat endotel.
Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan
plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan
pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion
tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup
kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel
yang dilewati termasuk sel- sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel
endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain ; adhesi dan agregasi
trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma,
terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan serotonin sebagai akibat
rusaknya trombosit. Produksi tetrasiklin terhenti, terganggunya
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta
akibat konsumsi oksigen dan perioksidase lemak (Nuraini, 2011).
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian
ibu dan janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada
ibu maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
a) Bagi Ibu
1) Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
2) Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia
yang ditandai dengan kejang-kejang.
3) Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan
meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.
4) Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi
beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
5) Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat
berupa perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan
untuk pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi
penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.
6) Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim
sebelum kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan
kerusakan plasenta, yang akan membahayakan keselamatan
wanita hamil dan janin.
7) Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah otak akibat tingginya tekanan di dalam
pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami perdarahan di
otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya
penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak
mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah,
kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan
kematian.
b) Bagi Janin
1) Prematuritas.
2) Kematian Janin.
3) Terhambatnya pertumbuhan janin.
4) Asfiksia Neonatorum.
8. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
preeklampsia adalah sebagai berikut (Abiee, 2012) :
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar
normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr
%)
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3
).
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi hati
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT )
meningkat (N= 15-45 u/ml).
Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N= <31 u/l).
Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
b) Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preeklamsia terbagi menjadi dua, yaitu :
a) Penatalaksanaan medis
Jika tekanan diastolik >110 mmHg berikan anti hipertensi
sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmhg.
Pasang infus RL
Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload
Kateterisasi urine untuk pengeluaran volume dan proteinuria
Pantau pasien untuk menghindari terjadinya kejang
Observasi TTV, refleks dan DJJ setiap jam
Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru,
krefitasi merupakan tanda edema paru, jika ada edema maka
stop pemberian cairan dan berikan diuretic misalnya
furosemide 40 mg IV
Anti hipertensi misalnya (hidralazin 5 mg IV)
Anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4) untuk mengatasi
kejang
Dosis awal :
- MgSO4 4g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
- Segera dilanjutkan dengan pemberian 10g larutan MgSO4
50%, masing-masing 5g dibokong kanan dan kiri secara IM
ditambah 1 ml lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien
akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgSO4.
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 2g
(larutan 40% IV selama 5 menit).
Dosis pemeliharaan :
- MgSO4 50% 5g + lignokain 2% ml Im setiap 4 jam
- Lanjutkan sampai 2 jam pasca persalinan atau kejang
terakhir
- Sebelum pemberian MgSO4, periksa (frekuensi
pernafasan minimal 16/menit, reflek pattela (+), urin
minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
- Stop pemberian MgSO4, jika (frekuensi pernafasan
<16/menit,
- Reflek pattela (-), urin <30 ml/jam
- Siapkan anti dotum : jika terjadi henti nafas bantu
dengan ventilator
- Alternatif lainn adalah diazepam 10 mg IV selama 2
menit (Nurarif, 2015).
b) Penatalaksanaan keperawatan
Pre op
1) Tirah baring
2) Diet rendah garam dan tinggi protein (diet preeklamsia)
3) Pasang kateter tetap bila perlu
Post op
1) Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari
tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari
kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan (Wiknjasastro, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d penimbunan cairan pada paru (edema
paru)
b. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi glomerolus
sekunder terhadap penurunan cardiac output
c. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b.d terjadinya vasospasme
arterional, edema serebral, perdarahan
d. Ansietas b.d rencana operasi
e. Gangguan rasa nyaman b.d kontraksi uterus dan pembukaan jalan
lahir
f. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
g. Defisiensi pengetahuan b.d penatalaksanaan terapi dan perawatan
(SDKI, 2016).
C. Intervensi Keperawatan
No. Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Indonesia Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Keperawatan Indonesia (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. Gangguan pertukaran gas b.d Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi
penimbunan cairan pada paru selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas Tindakan :
(edema paru) meningkat . Observasi :
1. Monitor frekuensi, iraam , kedalaman dan
Kriteria hasil : upaya nafas
1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor pola nafas seperti (bradipnea,
2. Dispnea menurun takipnea, hiperventilasi, kusmaul,
3. Bunyi napas tambahan menurunpusing cheyne-stokes, blot)
menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektkif
4. Penglihatan kabur menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
5. Gelisah menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
6. Napas cuping hidung menurun 6. Auskultasi bunyi nafas
7. Sianosis membaik 7. Monitor hasil AGD
8. Pola napas membaik 8. Monitor hasil x-ray toraks
9. Warna kulit membaik
Teraupetik :
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2 Kelebihan volume cairan b.d Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Tindakan :
retensi cairan dan edema selama 3x24 jam diharapkan keseimbangan cairan Observasi :
klien meningkat. 1. Monitor status hidrasi (misal frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral, kelembaban mukosa,
Kriteria Hasil : turgor kulit, tekanan darah)
1. Kelembaban membran mukosa meningkat 2. Monitor berat badan
2. Asupan makanan meningkat 3. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
3. Edema menurun (misal hematokrit, berat jenis urine, BUN, Na,
4. Tekanan darah membaik K, CI)
5. Berat badan membaik
Teraupetik :
1. Catat intake-output dan hitung balans cairan
24 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena, jika perlu
Kaloborasi :
Kaloborasi pemberian diuretik, jika perlu
3 Perfusi jaringan perifer tidak Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Perawatan sirkulasi :
efektif b.d edema serebral. selama 3x24 jam diharapkan perfusi perifer Tindakan :
meningkat. Observasi :
1. Periksa sirkulasi perifer (misal nadi perifer,
Kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu)
1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
2. Warna kulit pucat menurun (misal diabetes, perokok, orang tua,
3. Edema perifer menurun hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
4. Nyeri ekstremitas menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
5. Akral membaik bengkak pada ektremitas
6. Tekanan darah sistolik membaik Teraupetik :
7. Tekanan darah diatolik membaik 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ektremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cidera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurunan
tekanan darah, antikoagulan, dan penurunan
kolesterol, jika pelu
4. Anjurkan minum obat penurun tekanan darah
secara teratur
5. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (misal rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa.
4 Ansietas b.d prosedur operasi Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Terapi relaksasi
Sectio Caesarea selama 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas Tindakan :
menurun Observasi :
1. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
Kriteria Hasil : efektif digunakan
1. Verbalisasi kebingungan menurun 2. Periksa frekuensi nadi, tekanan darah, dan
2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi suhu sebelum dan sesudah latihan
yang dihadapi menurun 3. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
3. Perilaku gelisah menurun
4. Perilaku tegang menurun Teraupetik :
5. Frekuensi pernafasan sedang 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
6. Frekuensi nadi cukup menurun gangguan dengan pencahayaan dan suhu yang
7. Tekanan darah menurun nyaman, jika memungkinkan
8. Pucat menurun 2. Berikan informasi tertulis persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat, jenis relaksasi yang
tersedia (terapi tarik nafas dalam)
2. Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
3. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
4. Anjurkan sering mengulangi atau mealtih
tenik yang dipilih
5. Demonstrrasikan dan latih teknik relaksasi
(tarik nafas dalam)
5 Gangguan rasa nyaman b.d Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Tindakan :
kontraksi uterus dan selama 3x24 jam diharapkan status kenyamanan Observasi :
pembukaan jalan lahir pascapartum meningkat. 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kualitas, intensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan tidak nyaman menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Merintih menurun memperingan nyeri
4. Tekanan darah menurun Identifikasi pengetahuan dan
5. Frekuensi nadi sedang keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (misal tens, hipnosis,
akupresur, terapi musik, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
myeri (misal suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredekan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi :
1.Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
6 Nyeri akut b.d agen pencedera Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Tindakan
fisik Keperawatanselama 3x24 jam diharapkan nyeri Observasi :
menurun. 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kualitas, intensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
4. Frekuensi nadi sedang 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Pola napas sedang tentang nyeri
6. Tekanan darah membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
7. Fungsi berkemih sedang nyeri
8. Pola tidur membaik 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (misal tens, hipnosis,
akupresur, terapi musik, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
myeri (misal suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredekan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kaloborasi :
1. Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu
7 Defisiensi pengetahuan Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama Tindakan :
penatalaksanaan terapi perawatan 3x24 jam diharapkan tingkat pengetahuan meningkat. Observasi :
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
(SDKI DPP PPNI, 2016) Kriteria hasil : informasi
1. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
topik meningkat dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
2. Kemampuan menggambarkan pengalaman sehat
sebelumnya sesuai dengan topik meningkat
3. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi Teraupetik :
meningkat 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
4. Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi :
1. Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan seha
3. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik, Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan berguna untuk memenuhi kebutuhan klien mencapai
tujuan yang diharapkan secara optimal.
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
Dokumentasi tindakan keperawatan ini berguna untuk komunikasi antar tim
kesehatan sehingga memungkinkan pemberian tindakan keperawatan yang
berkesinambungan(Nursalam,2011).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak (Nursalam, 2011).
DAFTAR PUSTAKA