Anda di halaman 1dari 17

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU JURUSAN PROGRAM STUDI

PROFESI NERS

Nama Preceptee : Lia Irawati


NIP : PO7120423086
Tempat Praktek : Ruangan Nifas
Tanggal Praktek : 22-27/01/2024

A. Judul Kasus : Laporan pendahuluan Preeklampsia


B. Pengertian
Preeklampsia merupakan penyakit yang disebabkan kehamilan dan penyebab
kematian maternal pada ibu hamil. Faktor risiko tertinggi yang menyebabkan
preeklampsia adalah usia ibu yang beresiko, primigravida, dan riwayat hipertensi
( Silvana et al, 2023). Pendapat lain juga mengatakan Preeklampsia merupakan gangguan
hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang
ditandai dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90 MmHg disertai dengan edema dan
proteinuria (Rachimhadi, 2014).
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan
tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis
preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan
kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20
minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria)
(Pratiwi, 2013).

C. Klasifikasi
Menurut Faiqoh, 2014 dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam kehamilan dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :
a. Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau lebih
dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun telentang.
Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti
kenaikan berat badan > 1 Kg/per minggu.
b. Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg atau lebih.
Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine kuran dari 500 cc
per 2 jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan
serebral, gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.

D. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui
secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan
pada plasenta, yaitu organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi
selama masih di dalam kandungan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya preeklamsia
berat (PEB) meliputi berbagai faktor, seperti usia ibu, paritas, frekuensi ANC, kehamilan
ganda, riwayat hipertensi sebelum hamil, penyakit ginjal, diabetes gestasional, obesitas,
kenaikan berat badan berlebih selama kehamilan, usia kehamilan dan kehamilan dengan
bantuan teknologi (ART) (Sailaja et al., 2018; Lisonkova et al., 2019)
Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada Primigravida, Kehamilan
Post Matur /Post Term serta Kehamian Ganda. Berdasarkan teori teori tersebut
preeklampsia sering juga disebut “ Deseases Of Theory” . Beberapa landasan teori yang
dapat dikemukakan diantaranya adalah (Marianti, 2017) :
a. Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat
diturunkan atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan
meningkatnya frekuensi preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita
preeklampsia, serta peran Renin-Angiotensin Aldosteron-System (RAAS) dimana
enzim renin merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk
meningkatkan tekanan darah bekerja sama dengan hormon aldosteron dan
angiotensin lalu membentuk sistem.
b. Teori Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna.
c. Teori Prostasiklin & Tromboksan
Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat,
aktifitas penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan
plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin mentebabkan pelepasan
tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda serta


Riwayat Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan resiko
preeklamsia antara lain adalah :
a. Malnutrisi Berat.
b. Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan Penyakit
Ginjal.
c. Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
d. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
e. Obesitas.
f. Riwayat keluarga dengan preeklampsia.

E. Manifestasi Klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat,
peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering ditemukan
nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain
hipertensi, tanda klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter. 10
c. Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
d. Edema Paru.
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
f. Oligohidramnion

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara


kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat (POGI, 2016).

F. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.Keadaan iskemia
pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak
dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik berperan dalam proses terjadinya
endotheliosis yang menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang
dilepaskan mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi/agregasi trombosit deposisi
fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan
aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskular
yang mengakibatkan perfusi darah menurun dankonsumtif koagulapati. Konsumtif
koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun dan
menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterusyang di keluarkan akan mengalir
bersama darah sampai organ hati dan bersama- samaangiotensinogen menjadi angiotensin
I dan selanjutnya menjadi angiotensin II.Angiotensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasospasme.Vasospasme menyebabkan lumen arteriol
menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati
oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk mengeluarkan
aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan
gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ Gangguan multiorgan terjadi pada
organ- oragan tubuh diantaranya otak, darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta
(Rachimhadi, 2014).
Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya
terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat
menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi endotheliosis
menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah
akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan sel darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan meningkat
menyebabkan terjadinyakongesti vena pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan
mengakibatkan terjadinyaedema paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya
gangguan pertukaran gas. Padahati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan
gangguan kontraktilitasmiokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan
diagnosakeperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron,
terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan
hipervolemiaa. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan meyebabkan penurunan
GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat.
Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus
sehingga menyebab kandiuresis menurun sehingga menyebabkan terjadinya oligouri dan
anuri. Oligouri atauanuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan eliminasi
urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan banyak
proteinakan lolos dari filtrasi glomerulus dan menyenabkan proteinuria. Pada mata,
akanterjadi spasmus arteriola selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan
retina.Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan
diagnosakeperawatan risiko cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkanhipoksia/anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehingadapat berakibat terjadinyaIntra Uterin Growth Retardation serta
memunculkan diagnosa keperawatan risiko gawat janin
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf parasimpatisakan
meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal
danekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya
hipoksiaduodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl meningkat sehingga
dapatmenyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas
yangmeningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah sehingga muncul
diagnosakeperawatan devisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Pada ektremitasdapat
terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlahyang
sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat
dansedikitnya ATP yang diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah,
lemahsehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi
akanmengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan
diagnosakeperawatan kurang pengetahuan
G. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin,
namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah
sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1. Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai dengan
kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan fungsi
jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat
preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ
seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan
karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan darah, atau
sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat
mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang
mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena
adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan
pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang
menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.

2. Bagi Janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
c. Terhambatnya pertumbuhan janin.
d. Asfiksia Neonatorum.

H. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada preeklampsia adalah
sebagai berikut (Abiee, 2012) :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a. Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr %)
b. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
c. Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
d. Urinalisis Ditemukan protein dalam urine.

Pemeriksaan Fungsi hati

a. Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).


b. LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
c. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul. \
d. Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat (N= 15-45 u/ml).
e. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N= <31 u/l).
f. Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)

Tes kimia darah

Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)

2. Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasanintrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi
c. Diketahui denyut jantung janin lemah.

I. Penatalaksanaan
Menurut Pratiwi 2017, penatalaksanaan pada preeklampsi adalah sebagai berikut :
1. Tirah Baring miring ke satu posisi.
2. Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.
3. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
4. Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan infus
Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
5. Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
6. Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi). Monitor tanda-tanda kelahiran
persiapan kelahiran dengan induksi partus pada usia kehamilan diatas 37 minggu.

J. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu dengan pre eklampsia adalah :
1. Data subyektif :
a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
b. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
f. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resiko
2. Data Obyektif :
a. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
b. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
c. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
d. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks + )

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus preklamsia (SDKI, 2017)
adalah:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload (D.0008)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi (D.0003)
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
(D.0009)
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
e. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (D.0022)
f. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan kapasitas kandung
kemih (D.0040)
g. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan disfungsi uterus (D.0138)
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan (D.0056)
L. Intervensi Keperawatan
Menurut SIKI (2018), intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien sindrom
nefrotik adalah sebagai berikut:

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil

Penurunan curah Setelah dilakukan (Perawatan jantung 1. Penanganan nyeri


jantung berhubungan asuhan keperawatan 3x24 I.02075) akan lebih mudah
dengan perubahan jam penurunan curah diatasi jika
afterload D.0008 jantung teratasi, dengan Observasi : teridentifikasi
kriteria hasil: 1. Evaluasi adanya 2. Intensitas
nyeri dada penurunan curah
(intensitas, durasi, jantung dapat
1. TTV dalam rentang lokasi) menunjukan
normal 2. Monitor status menurunnya nadi
2. Dapat mentoleransi kardiovaskuler radialis, popliteal,
aktivitas, tidak ada 3. Catat adanya tanda dorsalis pedis dan
kelelahan dan gejala posttibial. Nadi
3. Tidak ada asites penurunan cardiac mungkin cepat
4. Tidak ada edema output hilang atau tidak
paru dan perifer, 4. Monitor balance teratur untuk
tidak ada cairan, tekanan dipalpasi dan
penurunan darah, frekuensi pulsus alternan
kesadaran. nadi, nafas pasien
saat berbaring, 3. Mengidentifikasi
duduk, berdiri, tanda/gejala
monitor bunyi primer penurunan
jantung curah jantung
perlu dilakukan
Terapeutik : untuk mengetahui
5. Posisikan pasien kondisi pasien
semi-fowler atau
4. Membantu
fowler dengan kaki
menyusun rencana
ke bawah atau posisi
intervensi
nyaman
selanjutnya
Edukasi :
5. Posisi semi-fowler
6. Ajarkan klien dan adalah posisi yang
keluarga mengenai paling efektif
diterapkan bagi
batasan aktivitas pasien dengan
klien penyakit gagal
7. Ajarkan klien jantung kongestif
beraktivitas fisik
secara bertahap 6. Mengevaluasi
batasan aktivitas
Kolaborasi : guna mengurangi
terjadinya
8. Kolaborasi kekambuhan
pemberian penyakit
antiaritmia, jika
perlu 7. mengevaluasi
sejauh mana
aktifitas klien
terpenuhi

8. Obat antiaritmia
dapat digunakan
untuk membantu
menangani kondisi
aritmia

Perfusi perifer tidak Perawatan sirkulasi 1. Mencegah atau


efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan (I.02079) & Manajemen meminimalisir
dengan peningkatan keperawatan 3x24 jam sensasi perifer (I.06195) komplikasi
tekanan darah diharapkan gangguan neurologi
(D.0009) Observasi : 2. Membantu
mobilitas dapat teratasi menyusun rencana
1. Mengidentifikasi
dengan kriteria hasil : faktor resiko intervensi
gangguan sirkulasi selanjutnya
1. keseimbangan 2. Monitor panas, 3. Penanganan lebih
kemerahan nyeri mudah diatasi jika
cairan ditandai atau bengkak pada
teridentifikasi
dengan ekstremitas
3. Monitor adanya 4. Meminimalisir
2. nadi perifer teraba tromboflebitis dan cedera, atau rasa
3. tidak ada edema tromboemboli vena tidak nyaman
Terapeutik : 5. Meminimalisir
4. hidrasi kulit terjaga
perubahan sensasi
5. jaringan bebas dari 4. Hindari pemasangan
6. Membantu
IV di area
lesi keterbatasan perfusi menurunkan reaksi
Edukasi : bengkak dan nyeri
6. suhu extremitas
5. Anjurkan melakukan
hangat perawatan kulit yang
tepat
Kolaborasi :

6. Kolaborasi
pemberian analgetik
atau kortikosteroid,
jika perlu

Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipervolemia 1. Memeriksa tanda


Hipervolemia keperawatan 3x24 jam (I.03114) dan gejala
berhubungan diharapkan keseimbangan hipervolemia yang
dengan kelebihan cairan meningkat dengan Observasi : dialami pasien
asupan cairan Kriteria hasil : perlu dilakukan
1. Monitor tanda dan
(D.0022) Keseimbangan cairan L. untuk mengetahui
gejala hipovolemia
03020) (mis: ortopnea, adanya keparahan
dispnea, edema, penyakit
1. Terbebas dari
edema JVP/CVP) 2. Mengetahui
2. Monitor intake dan balance cairan
2. Haluaran urin pasien
meningkat output cairan

3. Monitor efek 3. Asupan garam


3. Mampu mengontrol yang tinggi dapat
asupan cairan samping diuretik
(mis : hipotensi menyebabkan
ortortostatik, tubuh menahan
hipovolemia, lebih banyak air
hipokalemia, untuk
hiponatremia) mempertahankan
keseimbangan,
Terapeutik : sehingga terjadi
pembengkakan
4. Batasi asupan cairan
pada bagian tubuh
dan garam
tertentu
Edukasi :
4. Haluaran urin <0,5
5. Jelaskan tujuan, mL/kg/jam
manfaat, batasan merupakan salah
asupan cairan yang satu dari gejala
berlebihan dari gagal ginjal
6. Anjurkan klien akut
melapor intake dan
output urine 5. Membantu
membuang
Kolaborasi : kelebihan garam
dan air dari dalam
7. Kolaborasi tubuh melalui urin
pemberian diuretik

Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan (Manajemen Eliminasi 1. Penanganan


urine berhubungan keperawatan 3x24 jam Urine I.04152) eliminasi urine
dengan penurunan diharapkan eliminasi urine Obsservasi : akan lebih mudah
1. Monitor tanda dan
kapasitas kandung pasien membaik dengan diatasi jika
gejala retensi atau
kemih (D.0040) Kriteria Hasil : inkontinensia urine teridentifikasi
2. Monitor eliminasi 2. Respon klien
1. Sensasi menjadi evaluasi
urine (mis.
berkemihnya frekuensi, tindakan
meningkat. konsistensi, aroma, berikutnya
2. Dapat berkemih volume, dan warna) 3. Mencatat waktu
dengan tuntas. Terapeutik :
dan hularan
3. Tidak ada tandan – 3. Catat waktu-waktu
dan haluaran berkemih
tanda distensi dilakukan untuk
berkemih
kadung kemih. mengetahui
4. Ambil sampel urine
tengah (midstream) gangguan
atau kultur berkemih
Edukasi : 4. Untuk mengetahui
5. Anjurkan minum
adanya tes biakan
yang cukup, jika
tidak ada kuman (kultur).
kontraindikasi 5. meningkatkan
6. Anjurkan kebutuhan
mengurangi minum elektrolit bagi
menjelang tidur tubuh untuk
Kolaborasi : metabolisme
7. Kolaborasi
6. Mengurangi
pemberian obat
oxybutynin kekentalan
(ditropan), kandung kemih
propantheline dan gejala yang
(Probathine), terkait dengan
tolterodine ( detrol) frekuensi, urgensi,
jika perlu
inkontinensia,
nokturia

Resiko cedera pada Setelah dilakukan asuhan (Resusitasi janin I.02082) 1. Mendeteksi respon
janin berhubungan keperawatan 3x24 jam abnormal, seperti
dengan disfungsi resiko cedera pada janin Observasi : bradikardi,thakikar
uterus (D.0138) akan berkurang dengan 1. Monitor DJJ secara di yang mungkin
kriteria hasil : manual atau disebabkan stress,
electronic hipoksiadan
1. TAidak ada distres asidosis
janin 2. Monitor malposisi
dengan 2. letak janin, posisi
2. Bayi lahir tanpa dan persentasi
trauma menggunakan
maneuver Leopold ddapat
dan temuan mengidentifikasi
pemeriksaan faktor – faktor
internal. yang
memperberatdisfu
Terapeutik : ngsional
persalinan.
3. Identifikasi warna
3. kelebihan cairan
dan jumlah cairan
amnion
amnion bila pecah
menyebabkan
ketuban.
distensi uterus
Kolaborasi : berlebihan yang
berhubungan
4. Kolaborasi dengan anomaly
pemberian obat janin.
pengontrol 4. Transfusi produk
perdarahan dan darah
produk darah, jika menggantikan
perlu faktor pembekuan
darah; Sel darah
merah
meningkatkan
kapasitas
pembawa oksigen;
FFP menggantikan
faktor pembekuan
dan inhibitor;
trombosit dan
kriopresipitat
menyediakan
protein untuk
koagulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Faiqoh, E. 2014. Hubungan karakteristik ibu, anc dan kepatuhan perawatan ibu hamil
dengan terjadinya preeklampsia. Jurnal Berkala Epidemiologi.
Lisonkova, S. et al. (2019) ‘Risk factors, pregnancy complications and severe adverse
outcomes associated with HELLP syndrome: a population-based study’,
The American Journal of Obstetrics & Gynecology. Elsevier Inc., 220(1),
p. S342. doi: 10.1016/j.ajog.2018.11.531.
Sukarni, I. 2017. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rachimhadi, W. D. 2014 Preeaklamsia dab eklamsia, Dalam;Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta; Yayasan Bina Putaka Sarwono Prawirohardjo
Pudiastuti, 2012. Asuhan kebidanan pada hamil normal dan patologi. Yogyakarta: Nuha
Medika
Pratiwo, C. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi TT pada ibu
hamil di puskesmas Tabongo Kecamatan Tabongo Kabupaten Gorontalo.
Skripsi Gorontaalo; Fakultas Kedokteran, Universitas Gorontalo

PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan


Indikator Diagnostik ((Cetakan III) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan


Tindakan Keperawatan ((Cetakan II) 1 ed). Jakarta: DPP PPNI.
Poso, 22 Januari 2024

Preceptor Klinik Preceptee

(……………………………..) (……………………………..)

Mengetahui

Preceptor Institusi

(…………………………………)

Anda mungkin juga menyukai