Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL

DENGAN PRE EKLAMSI DAN PLASENTA


PREVIA

KELOMPOK III

1. AYU AGUSTIANA ( 21142019011.P )


2. VEVI NURHASANAH ( 21142019012. P )
3. YULIA HANDAYANI ( 21142019013. P )
4. AFRILITA ARIES ( 21142019016.P)
5. FADLY ARIANSYAH ( 21142019034.P )
6. RIO RAHMAT ALFATH ( 21142019037.P )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
A. Konsep Dasar Pre Eklampsia

1. Pengertian

Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90
MmHg disertai dengan edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan tingginya
tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang
baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria) (POGI, 2016).

Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita
lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan
adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal (POGI, 2016).

2. Klasifikasi

Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam kehamilan dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :

1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau lebih dengan
posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun telentang. Protein Uria
0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat
badan > 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg
atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine kuran dari 500
cc per 2 jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,
gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.

3. Etiologi

Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan pada plasenta, yaitu
organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi selama masih di dalam
kandungan. Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada Primigravida, Kehamilan
Post Matur /Post Term serta Kehamian Ganda.
Berdasarkan teori teori tersebut preeklampsia sering juga disebut“ Deseases Of Theory” .
Beberapa landasan teori yang dapat dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2011) :

1) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan
atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya
frekuensi preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta
peran Renin-AngiotensinAldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin merupakan
enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah
bekerja sama dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem.

2) Teori Immunologis
Pre eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.

3) Teori Prostasiklin & Tromboksan


Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi
penurunan produksi prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, aktifitas
penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin menyebabkan pelepasan tromboksan dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda serta Riwayat


Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa meningkatkan resiko preeklamsia
antara lain adalah :
1) Malnutrisi Berat.
2) Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus, Lupus, Hypertensi dan Penyakit
Ginjal.
3) Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
5) Obesitas.
6) Riwayat keluarga dengan preeklampsia.

4. Manifestasi Klinis

Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat,
peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering ditemukan nilai
tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, tanda
klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :

1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
3)Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4) Edema Paru.
5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6) Oligohidramnio
5 . Patofisiologi

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi air dan
garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa
kasus, lumen aretriola sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan
dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerolus.
Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia yang dapat menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga
akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriola disertai perdarahan mikro tempat endotel.
Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk selsel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain ; adhesi
dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma,
terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit.
Produksi tetrasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan,
terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen dan perioksidase lemak (Nuraini, 2011).
6. Komplikasi

Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin, namun beberapa
komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :

1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai
dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan
fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat
preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ
seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa
perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan
darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena
protein tersebut terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran
dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah
otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang
mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan
karena adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak
mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi
inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
2) Bagi Janin

1) Pertumbuhan Janin terhambat

Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan pertumbuhan janin


terhambat karena perubahan patologis pada plasenta, sehingga janin berisiko
terhadap keterbatasan pertumbuhan.

2) Prematuritas

Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin yang


disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu lahir plasenta
terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk usia kehamilan,
premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah sinsitianya pecah, banyak
terdapat nekrosis iskemik dan posisi fibrin intervilosa.

3) Fetal distress

Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti sindroma distress


napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang merupakan akibat
kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot pembuluh darah sehingga
pembuluh darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah dalam
plasenta menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadikan gawat janin.
7. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada preeklampsia adalah sebagai
berikut (Abiee, 2012) :

1) Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap


a. Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita
hamil adalah 12-14 gr %)
b. Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37-43 vol %)
c. Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).

b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urin

c. Pemeriksaan Fungsi hati


a. Bilirubin meningkat.
b. LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
c. Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d. Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat ( N= 15 – 45 mg/dl )
e. Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat ( N= < 31 u/I )
f. Total Protein serum menurun (N= 6,7 sd 8,7 g/dl )

2) Radiologi

a. Ultrasonografi Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan


intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi Diketahui denyut jantung janin lemah.
8. Penatalaksanaan

Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi adalah sebagai berikut :

a. Tirah Baring miring ke satu posisi.


b. Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ
c. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
d. Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan
infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
e. Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
f. Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).
g. Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada usia
kehamilan diatas 37 minggu.

9. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian
1. Identitas Umum Ibu
2. Data Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
 Penyakit hipertensi sebelum hamil

 Riwayat preeklamsi pada kehamilan terdahulu

 Ibu dengan obesitas menimbulkan tekanan lebih besar didalam janin

 Riwayat penyakit DM, ginjal kronis

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

 Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal

 Terasa sakit di ulu hati / nyeri epigastrium

 Gangguan virus : Penglihatan kabur

 Mual dan muntah, tidak nafsu makan

 Edema ekstremitas
 Tengkuk terasa berat

 Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu

c. Riwayat kesehatan keluarga

Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga

d. Riwayat perkawinan

Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas
35 tahun.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Beberapa pemeriksaan fisik meliputi :

b. Keadaan umum : lemah

c. Kepala : sakit kepala, wajah edema

d. Mata : Konjungtiva sedikit anemis , edema pada retina

e. Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigstrium, anoreksi, mual dan muntah

f. Ekstremitas : Edema pada kaki, tangan dan jari-jari

g. Sistem Persarafan : hiper refleksia, klonus pada kaki

h. Genitourinaria : oliguria, proteinuria

i. Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin lemah

b. Diagnosis keperawatan

Setelah data terkumpul dan kemudian dianalisis, kemungkinan diagnosis yang


ditemukan pada ibu preeklamsia yaitu :

1. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan retensi urine dan edema

2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta
3. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu b.d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)

c. Perencanaan

Perencanaan keperawatan merupakan tugas lanjut dari perawat setelah mengumpulkan


data yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ibu sesuai dengan pengkajian yang telah
dilakukn. Adapun tindakan yang dilkukan pada ibu preeklamsia yaitu :

1. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan retensi urine dan edema

Intervensi Rasional
1.Observasi berat badan pasien 1. untuk menentukan intervensi
2. Pantau Intake cairan lebih lanjut
3. Obseravsi hasil lab protein urine 2. membantu mnegidentifikasi
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam kebutuhan
pemberian obat 3. meminimalkan komplikasi
4. agar tidak kesalahan dalam
pemberian obat

2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta

Intervensi Rasional
1.Monitor DJJ sesuai indikasi 1. ↑DJJ → indikasi hipoxia, prematur dan
Solusio plasenta
2.Observasi tentang pertumbuhan 2.↓fungsi plasenta → diakibatkanHT →
janin IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda 3.Ibu mengetahui tanda gejala solutio plasenta
solutio Dan dampak hipoxia bagi janin
Plasenta (nyeriperut, perdarahan, 4.Terapi dapat menurunkan RR janin dan
Uterus tegang, aktifitas janin turun) Fungsi jantung serta aktifitas janin
4. Monitor respon janin pada ibu yg -Anti HT menurunkan TD dan SM →
Diberi SM Mencegah kejang.
5.Kolaborasi dengan medis dalam 5. USG danNST → deteksi keadaan/
Pemeriksaan USG dan NST Kesejahteraan janin

3. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu b.d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)

Intervensi Rasional
1.Monitor tekanan darah tiap 4 jam. 1. Diastole > 110 mmHg danSistole≥160
→indikasidariPIH
2.Monitor tingkat kesadaran Klien. 2. Penurunan kesadaran→indikasi↓ aliran
darah otak
3.Monitor tanda-tanda eklampsia 3. Manifestasi perubahan pada otak, ginjal,
(hiperaktif,reflek patella jantung & paru yang mendahului status
dalam,penurunan nadi & respirasi,nyeri kejang.
epigastrium dan oliguria).
4.Monitor tanda-tanda persalinan 4.Kejang↑ kepekaan uterus
(kontraksi uterus).
5.Kolaborasi dengan tim medis dalam 5.Anti hipertensi↓ TD dan SM untuk
pemberian anti hipertensi dan SM mencegah terjadinya kejang

d. Implementasi

Setelh rencana keperawatan tersusun, selanjutny diterapkan tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah ibu. Thap
implementasi ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu rencana keperawatan, menuliskan
atau mendokumentasikan rencana keperawatan, serta melanjutkan pengumpilan data.
Saat melakukan implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail dan jelas
supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankannya dengan baik dalam waktu yang
telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan langsung atau bekerja sama dengan para
tenaga pelksana lainnya.
e. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana perawat
menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan dari ibu dan menilai sejauh mana
masalah ibu dapat diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini
proses keperawatan dapat dimodifikasi.

B. KONSEP DASAR PLASENTA PREVIA

1. PENGERTIAN

Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yaitu di

atas dan dekat tulang cerviks dalam dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri

internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6 % dari

keseluruhan persalinan.

Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi

sebagian /seluruh ostium uteri internum (implantasi plasenta yang normal adalah pada

dinding depan, dinding belakang rahim atau di daerah fundus uteri).(Yuni Kusmiyati

dkk, 2009, Perawatan Ibu Hamil, hal. 158-159.

Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di

bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan

perdarahan saat pembentukan segmen bawah Rahim


Gambar 1. Normal Placenta dan placenta previa

2. KLASIFIKASI

Plasenta previa secara umum dibagi menjadi empat bagian yaitu :


a. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum.
b. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum.
d. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2
cm dari ostium uteri internum . jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal (Prawirohardjo, 2014).

Gambar 2. Kalsifikasi Placenta previa


3. ETIOLOGI

Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor
yang diduga kuat menimbulkan kelainan ini. Salah satu penyebab plasenta previa yaitu
vaskularisasi desidua yang tidak memadai sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.
Multiparitas dan cacat rahim juga berhubungan dengan kejadian plasenta previa. Hal ini
berkaitan dengan proses peradangan dan atrofi dan endometrium mislanya bekas bedah
Caesar, kuretase dan miomektomi. Cacat bekas bedah Caesar bahkan dapat menaikkan
insiden dua sampai tiga kali lebih besar.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa factor
yang meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa mislanya bekas operasi rahim ( bekas
Caesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim ( radang panggul), kehamilan
ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim. Plasenta previa meningkatka
kejadiannya pada keadaan keadaan yang endometrium kurang baik, misalnya karena atrofi
endometrium atau kurang biaya vaskularisasi kesidua. Keadaan ini biasa ditemukan
menurut ( sudarti, 2014) sebagai berikut :

a. Multipara, terutama jika jarak anatr kehamilannya pendek

b. Mioma uteri
c. Kuretase yang berulang
d. Umur lanjut, cacat atau jaringan perut pada endometrium oleh bekas
pembedahan.

4. Pathofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar
dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama.
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif
dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less Pada
plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung
lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya
pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya
plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta
akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa
sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta
akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh
sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa,
misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna
(retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi dengan baik
5. GEJALA KLINIS PLASENTA PREVIA

a. Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri
dan biasanya berulang. Darah pervaginam biasanya berwarna merah segar.
Darah berwarna merah terang pada usia kehamilan trimester ketiga merupakan
tanda plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga
tidak akan berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari sebelumnya (Prawirohardjo, 2014).
b. Bagian terdepan janin tinggi (floating)/ belum memasuki pintu atas panggul
(PAP). Sering dijumpai kelainan letak (sungsang atau lintang). Turunnya bagian
terbawah janin ke dalam pintu atas panggul (PAP) akan terhalang, tidak jarang
terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan asfiksia sampai
kematian janin dalam rahim.
c. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksaan dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat
dikirimkan ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (recurrent bleeding)
biasanya lebih banyak.
d. Janin biasanya masih baik, namun dapat juga disertai gawat janin sampai
kematian janin tergantung beratnya plasenta previa. e) Pada pemeriksaan jalan
lahir, teraba jaringan plasenta (lunak). f) Pada ibu bergantung keadaan umum
dan jumlah darah yang hilang, perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam
jumlah yang banyak dengan waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia
sampai syok (Maryunani dan Yulianingsih, 2017).

6. PENATALAKSANAAN / TERAPI SPESIFIK


Penatalaksaan plasenta previa dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu :
a. Konservatif /ekspektatif
Penangan dengan konservatif adalah mempertahankan kehamilan sampai
waktu tertentu yang biasanya ditentukan oleh dokter yang melakukan tidakan
kolaborasi dengan bidan dirumah sakit. Yang bertujuan supaya janin terlahir
tidak prematur, ibu dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui
kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
Pemantauan klinis dilakukan secara ketat dan baik. Adapun kriteri dalam
penanganan konservatif/ekspektatif yaitu :
1. Jika usia kehamilan belum optimal/kurang dari 37 minggu
2. Perdarahan sedikit
3. Kehamilan masih dapat dipertahankan, karena perdarahan pertama pada
umumnya tidak berat dan dapat berhenti dengan sendirinya
4. Belum ada tanda-tanda persalinan
5. Keadaan janin baik dengan memantau djj menggunakan dopler
6. Keadaan umum baik, kadar Hb 8/9% atau lebih
7. Pasien harus dirawat dengan istrahat baringan total
8. Pemberian infus dan elektrolit
9. Pemberian obat-obatan; untuk pematangan paru sesuai anjuran yang
diberikan dokter obgyn.
10. Pemeriksaan Hb dan Ht dalam batas normal
11. Pemeriksaan USG keadaan plasenta masih dalam batas normal 12)
Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah(tensi), nadi dan denyut
jantung janin

b. Penangan Aktif
Penangan aktif yang berarti kehamilan tersebut harus segera diakhiri atau di
terminasikan dengan persalinan perabdominal atau seksio sesaria.
Adapun kriteria dalam penanganan aktif yaitu :
1. Usia kehamilan (masa gestasi) > 37 minggu, berat badan janin >2500
gram
2. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
3. Ada tanda-tanda persalinan
4. Ada tanda-tanda gawat janin
5. Keadaan umum ibu tidak baik, ibu anemi, Hb 8,0 %

7. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Plasenta Previa

1. Pengkajian

Pengkajian fisik memberikan data yang sangat bernilai sebagai dasar


asuhan keperawatan. Pemeriksaan tersebut meliputi inspeksi, auskultasi
dan palpasi. Pemeriksaan fisik mungkin akan dilakukan oleh salah satu
orang atau lebih dan harus disesuaikan kemajuan persalinan. Hal
tersebut meliputi evaluasi, tanda-tanda vital, kontraksi, pemeriksaan.

Pengkajian dilakukan meliputi:

a. Data dasar

 Identifikasi klien
 Riwayat kehamilan dan persalinan lalu klien tidak pernah
mengalami operasi seksio
 Keluhan utama: keluhan nyeri karena masa pembedahan,
peningkatan kebutuhan istirahat, tidur dan penyembuhan
 Riwayat persalinan: kegagalan untuk melanjutkan persalinan,
presentase bokong dan letak lintang
 Riwayat psikologis: tingkat kesehatan, gembira, respon
keluarga terhadap kelahiran (Doenges)

b. Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda vital, karakter lochea, fundus uteri, payudara, abdomen


(keadaan luka insisi), kandung kencing, kebersihan diri dan genital.

c. Sirkulasi
Perdarahan vagina tanpa nyeri (jumlah tergantung pada apaka previa
marginal, parsial,atau total): Prdarahan besar dapat terjadi selama
persalinan.

d. Seksualitas

 Tinggi fundus 28 cm atau lebih.


 Djj dalam batas yang normal (DBN)
  Janin mungkin melintang atau tidak turun.
 Uterus lunak.
e. Pemeriksaan penunjang

 Test laboratorium : Jumlah darah lengkap terutama


hemoglobin dan hematokrit
 HDL ; dapat menunjukkan peningkatan sel darah putih (SDP),
penurunan Hb dan Ht.
 USG ; Menetukan letak plasenta

1. Diagnosa keperawatan

a. Kekurangan volume cairan b.d syok hipovolemik

b. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan


dilakukan.
c. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan

2. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC


keperawatan

1 Kekurangan Fluid balance Fluid management


volume Timbang
Hydration
cairan b.d popok/pembalut
syok Nutritional Status : Food
jika diperlukan
hipovolemik and Fluid Intake
Pertahankan catatan

intake dan output


Kriteria Hasil : yang akurat

Mempertahankan urine Monitor status


output sesuai dengan hidrasi ( kelembaban
membran mukosa,
usia dan BB, BJ
nadi adekuat, tekanan
urinenormal, HT normal
darah ortostatik ),
jika diperlukan

Monitor hasil lab

Tekanan darah, nadi, yang sesuai dengan


suhu tubuh dalam retensi cairan (BUN ,
batas normal. Hmt , osmolalitas
urin)

Monitor vital sign


Tidak ada tanda
tanda Monitor masukan

dehidrasi, Elastisitas makanan / cairan dan

turgor kulit baik, hitung intake kalori

membran mukosa harian

lembab, tidak ada Kolaborasi pemberian


rasa haus yang cairan IV
berlebihan
Monitor status nutrisi
Berikan cairan

Berikan diuretik
sesuai interuksi

Berikan cairan IV
pada suhu ruangan

Dorong masukan oral

Berikan penggantian

nesogatrik sesuai
output

Dorong keluarga
untuk

membantu pasien
makan

Tawarkan snack ( jus

buah, buah segar )

Kolaborasi dokter
jika

tanda cairan berlebih

muncul meburuk

Atur kemungkinan

Tranfusi, Persiapan
untuk tranfusi

2 Ansietas b.d Anxiety Reduction


kurangnya Anxiety control (penurunan
pengetahuan Coping kecemasan)
terhadap Kriteria Hasil : Gunakan pendekatan
tindakan Klien mampu yang menenangkan
yang akan mengidentifikasi dan Nyatakan dengan jelas
dilakukanI mengungkapkan gejala harapan terhadap
cemas pelaku pasien
Mengidentifikasi, Jelaskan semua
mengungkapkan dan prosedur dan apa yang
menunjukkan tehnik dirasakan selama
untuk mengontol cemas prosedur
Temani pasien untuk
Vital sign dalam batas memberikan keamanan
normal dan mengurangi takut
Berikan informasi
Postur tubuh, ekspresi faktual mengenai
wajah, bahasa tubuh diagnosis,
dan tindakan prognosis
tingkat aktivitas Dorong keluarga
menunjukkan untuk menemani anak
berkurangnya
kecemasa Lakukan back / neck
rub

Dengarkan dengan
penuh perhatian

Identifikasi tingkat
kecemasan
· Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
· Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
· Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

3 Nyeri b.d Pain Level, Pain Management


terputusnya
Pain control,
kontinuitas
jaringan Comfort level Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
Kriteria Hasil :
lokasi, karakteristik,
Mampu mengontrol durasi, frekuensi,
nyeri kualitas dan faktor

(tahu penyebab nyeri, presipitasi.

Mampu menggunakan Observasi reaksi


nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi ketidaknyamanan.

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan) Gunakan teknik


komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
Melaporkan bahwa
pengalaman nyeri
nyeri
pasien
berkurang dengan

menggunakan
Kaji kultur yang
manajemen nyeri
mempengaruhi respon
nyeri
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda Evaluasi pengalaman
nyeri) nyeri masa lampau

Menyatakan rasa Bantu pasien dan


nyaman setelah nyeri keluarga untuk
berkurang mencari dan

menemukan dukungan

Tanda vital dalam Kontrol lingkungan


rentang normal yang dapat
mempengaruhi nyeri

seperti suhu
ruangan,pencahayaan
dan kebisingan

Kurangi faktor
presipitasi nyeri

Pilih dan lakukan


penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter

personal)

Kaji tipe dan


sumber nyeri

3. Implementasi

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan

4. Evaluasi

Menurut Nursalam (2001), evaluasi merupakan tahap akhir dari proses


keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan
dalam asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus
yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu:

 Masalah teratasi
 Masalah teratasi sebagian
 Masalah tidak teratasi
 Timbul masalah baru

Daftar Pustaka

Ratnawati, Ana.( 2017). Asuhan Keperawata Maternitas. Yogyakarta: Pustaka Baru


Pres
Pratiwi, W. (2017). Asuhan Keperawatan Preeklamsia Pada Maternitas. Jakarta :
EGC

Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI) & Himpunan Kedokteran Feto Maternal


(HKFM).

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Ketuban Pecah Dini. Indonesia:


POGI & HKFM. 2016; 1-17/ http:/www.alumniobgynunpad.com

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Anda mungkin juga menyukai