KELOMPOK III
1. Pengertian
Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90
MmHg disertai dengan edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan tingginya
tekanan darah, tingginya kadar protein dalam urine serta edema. Diagnosis preeklampsia
ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang
baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with proteinuria) (POGI, 2016).
Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita
lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan
adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak
ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal (POGI, 2016).
2. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam kehamilan dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 MmHg atau lebih dengan
posisi pengukuran tekanan darah pada ibu baik duduk maupun telentang. Protein Uria
0,3 gr/lt atau +1/+2. Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat
badan > 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110 MmHg
atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria ( Jumlah urine kuran dari 500
cc per 2 jam) serta adanya edema pada paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral,
gangguan visus dan rasa nyeri pada epigastrium.
3. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan pada plasenta, yaitu
organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi selama masih di dalam
kandungan. Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada Primigravida, Kehamilan
Post Matur /Post Term serta Kehamian Ganda.
Berdasarkan teori teori tersebut preeklampsia sering juga disebut“ Deseases Of Theory” .
Beberapa landasan teori yang dapat dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2011) :
1) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan
atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan kecenderungan meningkatnya
frekuensi preeklampsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsia, serta
peran Renin-AngiotensinAldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin merupakan
enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk meningkatkan tekanan darah
bekerja sama dengan hormon aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem.
2) Teori Immunologis
Pre eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul pada kehamilan
berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna.
4. Manifestasi Klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat,
peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering ditemukan nilai
tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, tanda
klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
3)Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4) Edema Paru.
5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6) Oligohidramnio
5 . Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi air dan
garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa
kasus, lumen aretriola sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka tekanan darah
akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan
dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena
retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan pada glomerolus.
Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia yang dapat menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga
akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriola disertai perdarahan mikro tempat endotel.
Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi
sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya
mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang
cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk selsel
endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain ; adhesi
dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma,
terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan serotonin sebagai akibat rusaknya trombosit.
Produksi tetrasiklin terhenti, terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan,
terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen dan perioksidase lemak (Nuraini, 2011).
6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin, namun beberapa
komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai
dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan
fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat
preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ
seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa
perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan
darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena
protein tersebut terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran
dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah
otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang
mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan
karena adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak
mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi
inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
2) Bagi Janin
2) Prematuritas
3) Fetal distress
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada preeklampsia adalah sebagai
berikut (Abiee, 2012) :
1) Pemeriksaan Laboratorium
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urin
2) Radiologi
9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas Umum Ibu
2. Data Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit hipertensi sebelum hamil
Edema ekstremitas
Tengkuk terasa berat
d. Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas
35 tahun.
3. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan janin : bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin lemah
b. Diagnosis keperawatan
2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta
3. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu b.d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
c. Perencanaan
Intervensi Rasional
1.Observasi berat badan pasien 1. untuk menentukan intervensi
2. Pantau Intake cairan lebih lanjut
3. Obseravsi hasil lab protein urine 2. membantu mnegidentifikasi
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam kebutuhan
pemberian obat 3. meminimalkan komplikasi
4. agar tidak kesalahan dalam
pemberian obat
2. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta
Intervensi Rasional
1.Monitor DJJ sesuai indikasi 1. ↑DJJ → indikasi hipoxia, prematur dan
Solusio plasenta
2.Observasi tentang pertumbuhan 2.↓fungsi plasenta → diakibatkanHT →
janin IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda 3.Ibu mengetahui tanda gejala solutio plasenta
solutio Dan dampak hipoxia bagi janin
Plasenta (nyeriperut, perdarahan, 4.Terapi dapat menurunkan RR janin dan
Uterus tegang, aktifitas janin turun) Fungsi jantung serta aktifitas janin
4. Monitor respon janin pada ibu yg -Anti HT menurunkan TD dan SM →
Diberi SM Mencegah kejang.
5.Kolaborasi dengan medis dalam 5. USG danNST → deteksi keadaan/
Pemeriksaan USG dan NST Kesejahteraan janin
3. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu b.d penurunan fungsi organ (vasospasme dan
peningkatan tekanan darah)
Intervensi Rasional
1.Monitor tekanan darah tiap 4 jam. 1. Diastole > 110 mmHg danSistole≥160
→indikasidariPIH
2.Monitor tingkat kesadaran Klien. 2. Penurunan kesadaran→indikasi↓ aliran
darah otak
3.Monitor tanda-tanda eklampsia 3. Manifestasi perubahan pada otak, ginjal,
(hiperaktif,reflek patella jantung & paru yang mendahului status
dalam,penurunan nadi & respirasi,nyeri kejang.
epigastrium dan oliguria).
4.Monitor tanda-tanda persalinan 4.Kejang↑ kepekaan uterus
(kontraksi uterus).
5.Kolaborasi dengan tim medis dalam 5.Anti hipertensi↓ TD dan SM untuk
pemberian anti hipertensi dan SM mencegah terjadinya kejang
d. Implementasi
Setelh rencana keperawatan tersusun, selanjutny diterapkan tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah ibu. Thap
implementasi ini terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu rencana keperawatan, menuliskan
atau mendokumentasikan rencana keperawatan, serta melanjutkan pengumpilan data.
Saat melakukan implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail dan jelas
supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankannya dengan baik dalam waktu yang
telah ditentukan. Perawat dapat melaksanakan langsung atau bekerja sama dengan para
tenaga pelksana lainnya.
e. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan, dimana perawat
menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan dari ibu dan menilai sejauh mana
masalah ibu dapat diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini
proses keperawatan dapat dimodifikasi.
1. PENGERTIAN
Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim yaitu di
atas dan dekat tulang cerviks dalam dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
keseluruhan persalinan.
sebagian /seluruh ostium uteri internum (implantasi plasenta yang normal adalah pada
dinding depan, dinding belakang rahim atau di daerah fundus uteri).(Yuni Kusmiyati
2. KLASIFIKASI
Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa factor
yang diduga kuat menimbulkan kelainan ini. Salah satu penyebab plasenta previa yaitu
vaskularisasi desidua yang tidak memadai sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.
Multiparitas dan cacat rahim juga berhubungan dengan kejadian plasenta previa. Hal ini
berkaitan dengan proses peradangan dan atrofi dan endometrium mislanya bekas bedah
Caesar, kuretase dan miomektomi. Cacat bekas bedah Caesar bahkan dapat menaikkan
insiden dua sampai tiga kali lebih besar.
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa factor
yang meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa mislanya bekas operasi rahim ( bekas
Caesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim ( radang panggul), kehamilan
ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim. Plasenta previa meningkatka
kejadiannya pada keadaan keadaan yang endometrium kurang baik, misalnya karena atrofi
endometrium atau kurang biaya vaskularisasi kesidua. Keadaan ini biasa ditemukan
menurut ( sudarti, 2014) sebagai berikut :
b. Mioma uteri
c. Kuretase yang berulang
d. Umur lanjut, cacat atau jaringan perut pada endometrium oleh bekas
pembedahan.
4. Pathofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah
pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti
karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar
dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama.
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif
dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless).
Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (pain-less Pada
plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati
atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung
lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya
pada kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
keluar rahim dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim
yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya
plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta
akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa
sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta
akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh
sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa,
misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna
(retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak
mampu berkontraksi dengan baik
5. GEJALA KLINIS PLASENTA PREVIA
a. Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri
dan biasanya berulang. Darah pervaginam biasanya berwarna merah segar.
Darah berwarna merah terang pada usia kehamilan trimester ketiga merupakan
tanda plasenta previa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak sehingga
tidak akan berakibat fatal, tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak dari sebelumnya (Prawirohardjo, 2014).
b. Bagian terdepan janin tinggi (floating)/ belum memasuki pintu atas panggul
(PAP). Sering dijumpai kelainan letak (sungsang atau lintang). Turunnya bagian
terbawah janin ke dalam pintu atas panggul (PAP) akan terhalang, tidak jarang
terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan asfiksia sampai
kematian janin dalam rahim.
c. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal,
kecuali bila dilakukan periksaan dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat
dikirimkan ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (recurrent bleeding)
biasanya lebih banyak.
d. Janin biasanya masih baik, namun dapat juga disertai gawat janin sampai
kematian janin tergantung beratnya plasenta previa. e) Pada pemeriksaan jalan
lahir, teraba jaringan plasenta (lunak). f) Pada ibu bergantung keadaan umum
dan jumlah darah yang hilang, perdarahan yang sedikit demi sedikit atau dalam
jumlah yang banyak dengan waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia
sampai syok (Maryunani dan Yulianingsih, 2017).
b. Penangan Aktif
Penangan aktif yang berarti kehamilan tersebut harus segera diakhiri atau di
terminasikan dengan persalinan perabdominal atau seksio sesaria.
Adapun kriteria dalam penanganan aktif yaitu :
1. Usia kehamilan (masa gestasi) > 37 minggu, berat badan janin >2500
gram
2. Perdarahan banyak 500 cc atau lebih
3. Ada tanda-tanda persalinan
4. Ada tanda-tanda gawat janin
5. Keadaan umum ibu tidak baik, ibu anemi, Hb 8,0 %
1. Pengkajian
a. Data dasar
Identifikasi klien
Riwayat kehamilan dan persalinan lalu klien tidak pernah
mengalami operasi seksio
Keluhan utama: keluhan nyeri karena masa pembedahan,
peningkatan kebutuhan istirahat, tidur dan penyembuhan
Riwayat persalinan: kegagalan untuk melanjutkan persalinan,
presentase bokong dan letak lintang
Riwayat psikologis: tingkat kesehatan, gembira, respon
keluarga terhadap kelahiran (Doenges)
b. Pemeriksaan fisik
c. Sirkulasi
Perdarahan vagina tanpa nyeri (jumlah tergantung pada apaka previa
marginal, parsial,atau total): Prdarahan besar dapat terjadi selama
persalinan.
d. Seksualitas
1. Diagnosa keperawatan
2. Intervensi keperawatan
Berikan diuretik
sesuai interuksi
Berikan cairan IV
pada suhu ruangan
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
Dorong keluarga
untuk
membantu pasien
makan
Kolaborasi dokter
jika
muncul meburuk
Atur kemungkinan
Tranfusi, Persiapan
untuk tranfusi
Dengarkan dengan
penuh perhatian
Identifikasi tingkat
kecemasan
· Bantu pasien
mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
· Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan, persepsi
· Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
menggunakan
Kaji kultur yang
manajemen nyeri
mempengaruhi respon
nyeri
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda Evaluasi pengalaman
nyeri) nyeri masa lampau
menemukan dukungan
seperti suhu
ruangan,pencahayaan
dan kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
personal)
3. Implementasi
4. Evaluasi
Masalah teratasi
Masalah teratasi sebagian
Masalah tidak teratasi
Timbul masalah baru
Daftar Pustaka