Anda di halaman 1dari 77

KERACUNAN

(TOKSIKOLOGI)
Keracunan (Toksikologi)

 1. Pengenalan Keracunan
(Toksikologi)
 2. Keracunan Insektisida
 3. Keracunan Zat Korosif
 4. Keracunan Obat Hipnotik Sedatif
 5. Keracunan Ekstasi
 6. Keracunan Opiat
1. Pengenalan Keracunan
(Toksikologi)
Pendahuluan
-Baik di luar negeri maupun di Indonesia jumlah
penderita keracunan, terutama akibat usaha bunuh
diri tampak meningkat terus.
Etiologi

 Dapat akut/kronik
 Dapat akibat bunuh
diri, pembunuhan,
kecelakaan
Gambaran Klinik

Tergantung pd jenis
bahan kimia 
penyebab keracunan
Diagnosis

Penderita yg sehat mendadak


koma, kejang, syok, sianosis,
psikosis akut, GGA, gagal hati
akut, tanpa diketahui sebabnya
Pengobatan
A. Pengobatan Umum
1. Resusitasi (ABC)
-A (Airway = jalan nafas)
-B (Breathing =pernafasan)
-C(Circulation =
peredaran darah)
2. Eliminasi

-Tujuan menghambat penyerapan, kalau


dapat menghilangkan bahan racun/hasil
metabolisme tubuh

-Dapat dikerjakan dengan cara :


a.
Emesis:

menggunakan sirup Ipecac


 mengeluarkan sebagian
isi lambung jk diberikan dg
segera setelah keracunan,
tapi menghambat kerja
karbon aktif, sekarang tdk
dipakai lagi
Indikasi: Jarang

Kontraindikasi: pasien pusing, tidak sadar,


atau kejang atau pada pasien keracunan
kerosin atau hidrokarbon yg lain, racun
korosif, konfulsan kerja cepat(tricyclic
antidepresan, stricnin, kamper)

Tehnik: Berikan 30 ml sirup diikuti dg 8 gelas


kecil air/800cc , jk diperlukan ulangi setiap
20 menit
b. Katarsis
(intestinal lavage)
diberi laksans
Cara pemberian:
magnesium sulfat
10% 2-3 ml/kg atau
sorbitol 70% 1-2
ml/kg
c. Kumbah lambung

efektif pada racun yg


berbentuk cair/pil yg kecil
kecil dan sangat efektif jk
dilakukan <1 jam setelah
keracunan.
 Indikasi: Pada keracunan yg dalam jumlah
banyak untuk mengidentifikasi jenis racun dan
untuk pemberian carcoal dan antidotum

 Kontroindikasi: Tidak digunakan pada


pasien dg penurunan kesadaran dan tidak ada
reflek gag
Cara melakukan:

Pada pasien dg penurunan kesadaran resiko pnemonia


aspirasi dapat dikurangi dg membaringkan pasien dg
kepala dibawah, posisi lateral kiri dikubitus, dan jika
diperlukan dapat dilakukan intubasi endotracheal untuk
melindungi jalan nafas masukkan selang yg sudah
diberi anestesi lokal melalui mulut atau hidung ke dalam
lambung. Lakukan aspirasi kemudian lakukan lavage
berulang dg 50-100 cc cairan hingga cairan yg kembali
jernih (gunakan air hangat/salin)
d. Carbon aktif

Dapat mengabsorbsi
hampir semua jenis
obat & racun, kecuali
besi, lithium, Na, K,
sianida, mineral asam
& alkohol.
 Indikasi: sebagai pilihan utama pada
keracunan lewat lambung dan usus

 Kontra Indikasi:
Tidak boleh diberikan:
> pada pasien dg penurunan kesadaran
/kejang kec jk diberikan melalui NGT & jalan
nafas hrs dilindungi dg ETT
> pada pasien dg obstruksi ileus atau
intestinal
 Cara pemberian:
Berikan 60-100 mg oral. Pengulangan dosis
dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi
racun.

e. Diuresis paksa ( forced diuresis=FD)

pada dugaan racun berada dalam darah &


dapat dikeluarkan melalui ginjal.
f. Dialisis

( HD/Dialisis Peritoneal)
pada keracunan bahan
yang dapat didialisis
g. Mandi dan keramas

pada keracunan bahan


yang dapat lewat kulit.
Cara melakukan

 Daerah yg terkontaminasi dibersihkan dg air


hangat atau larutan salin, untuk zat yg
berminyak (pestisida) bersihkan kulit
setidaknya dg sabun 2x , jk daerah berambut
gunakan shampo. Pada paparan racun kimia
seperti zat yg mengganggu sistem syaraf
beberapa ahli menyarankan pengunaanlarutan
dilusi hipoklorid dg perbandingan 1:10
3.Terapi Penyangga (Suportif)
 Mempertahankan fungsi alat vital tubuh.
 Memperhitungkan keseimbangan
cairan, elektrolit, asam-basa,
kalori setiap hari.

4.Antidotum
 Hanya kurang dari 10% bahan kimia yang
mempunyai antidotumnya.
 Beberapa contoh antidotum:
-Nallorphine untuk keracunan morphine.
-Atrophine sulfat untuk keracunan fosfat
organik.
B.Pengobatan khusus
 Khusus untuk keracunan obat yang sudah
dapat dipastikan jenisnya.
2. KERACUNAN INSEKTISIDA
FOSFAT ORGANIK (IFO)
Pendahuluan
 Nama lain IFO :
-Insektisida organo fosfat atau
-Insektisida cholinesterase
inhibitor.

 IFO merupakan insektisida


poten yang paling banyak
digunakan dalam pertanian
dengan toksisitas tinggi
Etiologi
 IFO dibagi dua macam: IFO
murni & gol. Carbamate.
 Beberapa contoh IFO murni :
Malathion, Diazinon, Basudin,
Paraoxon, Phosdrin, Raid,
Systox, dll.
 Contoh gol.carbamate:
Baygon
Gambaran Klinik
 Yang paling menonjol adalah kelainan
visus, hiperaktivitas kelenjar ludah
/keringat, saluran makan dan kesukaran
bernafas.
 Ringan: anoreksi, nyeri kepala, lemah,
rasa takut, tremor lidah & kelopak mata,
miosis pupil.
 Sedang: nausea, muntah, kejang/kram perut,
hipersalivasi, hiperhidrosis, fasikulasi otot,
bradikardi.
 Berat: diare, pupil pin-point, reaksi cahaya
(-), sesak, sianosis, edema paru,
inkontinensia urin & alvi, konvulsi, koma,
blok jantung, akhirnya meninggal.
Diagnosis
 Berdasarkan gambaran klinis yang khas
yaitu gejala muskarinik (hipersalivasi,
miosis, lidah tremor), gejala nikotinik
(sesak napas, tremor bola mata), gejala
SSP (kejang)
 Laboratorium rutin tidak banyak menolong.
 Pengukuran KhE ( Kholin Esterase ) sel
darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut
maupun kronis.
Pengobatan:
a.Resusitasi
 O2 dengan simple face mask
 Bersihkan jalan napas
 Posisi trendelenberg miring supine ke kiri
 Bebaskan benda yang terkontaminasi dari
tubuh
 IVFD D5% gtt XX/mnt
b.Eliminasi
Lavage lambung sampai tidak tercium bau
racun

c. Antidotum:
 Atrofin Sulfat (SA), kerjanya menghambat efek
akumulasi AKh pada tempat penumpukan
 Awalnya Sulfas Atropin bolus IV 2 mg
 Selanjutnya Sulfas Atropin bolus IV 0,5 mg tiap
5 menit sampai timbul gejala atropinisasi (lidah
kering, pupil midriasis, flushing)
 Bila gejala atropinisasi tercapai interval
diperpanjang pada menit 15’-30’-60’
 Selanjutnya diperpanjang dengan interval 2- 4-
6-8-12 jam, SA dihentikan minimal setelah 2 x
24 jam pemberian
3. KERACUNAN BAHAN
KOROSIF
Pendahuluan

Ada 2 bentuk:
a. Asam kuat
b. Basa/alkali kuat
Etiologi
 Asam kuat; asam oksalat,
asam asetat glasial,
asam sulfat/air
aki, HCl, asam format, asam
laktat.
 Basa Kuat: KOH, NaOH,
NH4OH, CaOH, K/Na
karbonat, Na fosfat
Gambaran klinik:
 Segera setelah kontak, timbul rasa nyeri
yang hebat seperti terbakar sekitar mulut, faring,
dan abdomen.
 Kemudian muntah, diare, dan kolaps.
 Muntahan sering disertai darah segar.
 Dapat timbul gejala asfiksia akibat
edema glottis.
 Adanya demam yang tinggi dapat disebabkan
timbulnya mediastinitis/peritonitis, perforasi
esofagus/ lambung.
Diagnosis:
 Sangat mudah, cukup dengan gambaran
klinis yang khas.
 Pemeriksaan Hb perlu bila timbul
hematemesis melena/syok.

Pengobatan:
a. KL, emesis dan katarsis merupakan
kontra indikasi.
b. Segera suruh minum air/ air susu
sebanyak mungkin.
c. Infus D5%, kalau perlu koloid / transfusi.
d. Kortikosteroid iv selama 4-7 hari, kemudian
dosis diturunkan 10-20 hari.
e. Antibiotika
f. Diet/ obat oral ditunda sampai dilakukan
pemeriksaan laringoskopi indirek /esofagoskopi.
g. Bila lesi ringan; diet oral segera dengan makanan
cair, steroid-antibiotika dipercepat penghentiannya.
Bila lesi luas; perlu sonde lambung atau penderita
dipuasakan dan diberi nutrisi parenteral total atau
konsul bedah untuk pemasangan sonde lewat
gastrostomi.
Clinical feature of hydrocarbon poisoning
Type Example Risk of Risk of Treatment
pneumona sistemikToxicity
High viscosity -Vaselin Low Low
Low viscosity -Motor oil
Non toxic -Furniture polish High Low
-Mineral seal oil
-Observasi Pneumoni
-kerosene -Do not use emersi
-Lighter flow
-terpentin -Observasi Pneumoni
Low viscosity -Pure oil High variable -Do not use emersi if
Unknow less than 1-2 ml/ kg
systemic -comphor non sistemik
toxicity -phenol
Low viscosity Callorinusid
High
insectisida -Performe lavage
know
systemic Aromatik -give laxative
High
hidrokarbon, charcort
toxicity (benzene,
topluen, ethane)
4. KERACUNAN OBAT
HIPNOTIK SEDATIF
Pendahuluan
 Banyak obat-obat yang
dapat menimbulkan sedasi
dan hipnotis dengan cara
menekan SSP.
Etiologi
a. Gol. Barbiturat
b.Nonbarbiturat
c.Antiepilepsi
d. Antihistamin
e. Phenothiazine
f. Bromidum
g. Analgetika
Narkotik
Gambaran Klinik
 Keluhan pertama adalah rasa ngantuk,
bingung, perasaan menurunnya
keseimbangan.
 Kemudian cepat diikuti dengan koma &
pernafasan pelan dan dangkal.
 Selanjutnya otot melemah, hipotensi,
sianosis, hipotermi, refleks-refleks hilang.
 Lama koma bervariasi antara 1-7 hari.
Diagnosis:
 Ditegakkan terutama atas dasar gambaran
klinik
Pengobatan:
a. Resusitasi
b. Eliminasi
-Penderita sadar; emesis, norit, laksans
MgSO4.
-Koma ringan-sedang; kumbah lambung,
kemudian diuresis paksa selama 12 jam, bila ada
keraguan penyebab keracunan.
-Koma berat; kumbah lambung dengan pipa
endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi ke
paru. Selanjutnya diuresis paksa netral/
alkali, atau dialisis sampai penderita sadar.
 Antidotum:
Tidak ada antidotum spesifik.
5. KERACUNAN EKSTASI
Penyalahgunaan Obat Amfetamin Ectasy
(XTC)
 Sering terjadi pada
usia muda, di akhir
pekan, berdansa,
tripping, menggerakan
kepala terus.
 Bersifat patologik,
paling sedikit 1 bulan
 ectasy (XTC)
 Pertama kali di Jerman (1914)
 Tergolong amfetamin
 Kelompok halusinogenik : mampu membuat ilusi visual,
distorsi sensori, synesthesia (mampu melihat suara dan
membau warna) despersonalisasi dan derealisasi
 Nama kimia MDMA (methylene dioxy methamphetamine)
Efek farmakologik:
 Bentuk : tablet, bubuk, injeksi
 System dopaminergik berakibat aktif dan penuh
energi. Efek serotonergik menimbulkan
disorientasi, distorsi persepsi dan halusinogenik
 Efek timbul ± 20-30 menit, berakhir setelah 4-
48 jam
 Dosis letal beberapa kali dosis halusinogenik
 Sering didapat dalam kombinasi dengan
narkotik, kafein, lidokain, aspirin dll.
DIAGNOSIS
Anamnesis :
Ada riwayat konsumsi obat halusinogenik
Gejala : (ringan-berat)
 Nyeri kepala, palpitasi, sesak, nyeri
dada
 Parestesi, banyak omong, euphoria, empati
 Terlalu percaya diri, insomnia
Kadang perubahan persepsi visual ringan
Keracunan Ringan :
 Mudah tersinggung, mulut kering, palpitasi
 Hipertensi ringan, gelisah, susah beristirahat
 Tremor, midriasis dan flushing
Keracunan sedang :
 Rasa takut, agitasi, mual, muntah, nyeri perut
 Kejang otot, hiperrefleksi, diaforesis, takikardi
Hipertensi, hipertermi, panik dan halusinasi
Keracunan berat :
 Delirium, kejang-kejang, gejala fokal SSP
(perdarahan intrakranial), koma, aritmia
 Otot kaku, hipertensi, gangguan hemostasis,
gagal nafas, gagal ginjal akut, meninggal
Gejala penghentian obat tiba-tiba :
 Kelelahan otot menyeluruh, hipertermia,
mimpi buruk, depresi agitatif dan usaha bunuh diri
 Flash back, Insomnia, hipersomnia
 Perasaan dingin seluruh tubuh
 Perasaan takut yang berlebihan >2
minggu

Analisis laboratorium :
 Bahan: darah, urine, cairan lambung
 Amfetamin dalam urin bertahan 2 hari
 Kasus keracunan berat: periksa fungsi ginjal, gas
darah, elektrolit, sakar darah, urinalisis, EKG
Pengobatan
Prinsip pengobatan menghindari kontak/eliminasi
obat dengan cara :
 Mencegah konsumsi obat tersebut
 Beri norit / obat katarsis
 Rangsang muntah bila kesadaran baik
 Bilas lambung
 Diuresis paksa (karena obat ini di ekskresikan ke
ginjal)
Pengobatan simtomatis : (ectasy)
 Ansietas : diazepam 0,05-0,1 mg/kgBB IV atau oral.
Dapat diulang 5-10 menit
 Agitasi/psikosis : haldol 5-19 mg iv. Dapat
diulang 10-60 menit
 Hipertensi berat : beta blocker/vasodilator
 Takikardi supraventrikular dengan iskemia jantung
: beta blocker
 Iskemia miokard : morfin, nitrat
 Hipertermia : ruangan dingin
Koagulopati : heparin
Perawatan intensif :
 Kasus berat dan
kesadaran turun
6. KERACUNAN O P I A T
 Umum digunakan untuk
mengatasi nyeri melalui
efek depresi pada otak

 Salah satunya morfin :


digunakan untuk medis
(chest pain, edema paru,
analgesik)
OPIUM
 Getah berwarna putih berasal
dari tanaman papaver
somniferum
 Bila dikeringkan seperti karet
berwarna coklat
 Ditumbuk menjadi serbuk
opium
PUTAU ( HEROIN )
 Bubuk kristal putih yang
sering diperjualbelikan
dalam bungkusan kristal
putih (white Snow)
 Dikalangan medis dikenal
sebagai heroin yang
tergolong opiat semisintetik
dan turunan morfin
 Penyalahgunaan obat :
 New York (1970) : 1200 meninggal karena
overdosis
 USA: 10.000 meninggal karena overdosis
Golongan opiat : morfin, petidin, heroin, kodein
termasuk narkotika, barbiturat, meprebamat,
benzodiazepin, etanol dan putau
Farmakologi opiat :

 Setelah pemberian dosis tunggal tunggal heroin


(putaw), dalam 6-10 menit akan dihidrolisis oleh
hati menjadi 6-monosetil morfin setelah itu diubah
menjadi morfin
 Selanjutnya diubah menjadi Mo-3-
monoglukoronid dan Mo-6 monoglukoronid
yang larut dalam air (dapat dires dalam urine)
 Karena heroin larut dalam lemak : dapat melalui
sawar otak dalam waktu yang cepat
Diagnosis keracunan opiat :

 Gejala klinis khas (pin


point, depresi nafas,
membaik setelah
pemberian nalokson)
 Kadang ditemukan
bekas suntikan (needle
track sign)
 Laboratorium : tidak selalu seiring
dengan gejala klinis

 Pemeriksaan kualitatif urine : cukup


efektif untuk memastikan diagnosis
Gambaran klinis Intoksikasi Opiat :

 Umumnya cenderung terjadi penurunan


kesadaran (sampai koma)
 Dosis toksik :
 Selalu menyebabkan penurunan
kesadaran mengantuk sampai koma, bicara
cadel
 Pin poin pupil, dilatasi pupil terjadi pada anoksia
yang berat
 Pernafasan pelan (depresi pernafasan), sianosis, nadi
lemah, hipotensi, spasme saluran cerna dan bilier.
Edema paru dan kejang
KEADAAN PUTUS OPIAT

A. Salah satu keadaan berikut :


 Penghentian atau penurunan dosis opiat
 Pemberian antagonis opiat
B. Tiga (atau lebih) berikut ini yg berkembang
beberapa hari setelah A.
1). Mood disforik, 2). Mual muntah, 3)nyeri otot
4)lakrimasi/rinorea, 5)dilatasi pupil, piloereksi,
keringat, 6)diare, 7)menguap, 8)demam, 9)insomnia
C. Gejala B menyebabkan gangguan fungsi
sosial, pekerjaan atau fungsi lain
Kematian :

 2-4 jam setelah pemakaian oral/subkutan


 IV : gejala lebih berat :
 Hipertemia, aritmia jantung,
hipertensi, bronkospasme
 Akut Tubular Nekrosis (ATN) karena
rabdomiolisis dan mioglobulinuria dan
gagal ginjal
 Kulit warna kemerahan
 Lekositosis dan hipoglikemia
Prinsip penatalaksanaan :

1. Penatalaksanaan kegawatan
2. Penilaian klinis
3. Dekontaminasi racun
4. Pemberian antidotum
5. Terapi suportif
6. Observasi dan konsultasi
7. rehabilitasi
1. Penatalaksanaan kegawatan :
 Nilai tanda vital seperti jalan nafas, sirkulasi,
kesadaran
 Tindakan resusitasi yang umum seperti:
airways (A), Breathing (B), Circulation
(C)
2. Penilaian klinis :
 Perhatikan adanya koma, kejang, henti
jantung, henti nafas dan syok
 Anamnesis :
2. Penilaian klinis (LANJUTAN):
 Pemeriksaan fisis :
 Cari tanda atau kelainan fungsi otonom seperti
tekanan darah, nadi, pupil, keringat, air liur dan
peristaltic usus
 Misal pada gejala simpatis (simpatomimetik) :
ditemukan delirium, paranoid, takikardi,
hipertensi, hiperpireksia, diaforesis,
midriasis, aritmia dan kejang
3. Dekontaminasi :
 Kulit: untuk bahan yg cepat diserap melalui kulit
 Sal. Cerna; agar bahan sedikit diabsorpsi biasanya
diberi arang aktif, pencahar, perangsang muntah dan
kumbah lambung
4. Pemberian antidot
 Tidak semua keracunan ada penawarnya, apalagi
antidot belum tentu tersedia
 Atasi sesuai dengan besar masalah
5. suportif, konsultasi dan rehabilitasi
 Cost effectiveness disesuaikan dengan
masing- masing pelayanan kesehatan
Pengobatan :
 Nalokson 0,4-2,0 mg. Dosis dapat diulang pada
keracunan yang berat dengan panduan klinis. Efek
sekitar 2-3 jam. Bila respon tidak ada setelah dosis
total 10 mg maka diagnosis intoksikasi opiat dikaji
ulang
 Edema paru : nalokalion
 Hipotensi : dopamine 2-5 ug/kgBB/menit
 Jangan dimuntahkan bila intoksikasi oral
 Kumbah lambung: segera setelah intoksikasi
oral, awasi jalan nafas
 Kejang : diazepam iv 5-10 mg. Diulang bila perlu
PROTOKOL PENAGANAN OVERDOSIS
OPIAT DI UGD
I. Gejala klinis :
Penurunan kesadaran disertai salah satu dari :
 Respirasi < 12 kali.menit
 Pupil miosis (seringkali pin-pint)
 Ada riwayat memakai morfin/heroin terdapat needle track
sign
II. Tindakan :
A. Penanganan kegawatan :
 Bebaskan jalan nafas
 Beri O2 sesuai kebutuhan
 IVFD NaCl 0,9% atau D5% emergensi
PROTOKOL PENAGANAN OVERDOSIS
OPIAT DI UGD
II. Tindakan (LANJUTAN):
B. Pemberian antidot nalokson :
 Tanpa hipoventilasi: dosis awal 0,4 mg IV pelan
atau diencerkan
 Dengan hipoventilasi dosis awal 1-2 mg IV
 Bila tidak ada respon: beri nalokson 1-2 mg iv setiap
5-10 menit hingga timbul respon (perbaikan
kesadaran, depresi pernafasan
hilang, dilatasi pupil) atau telah mencapai
dosis maksimal 10 mg
PROTOKOL PENANGANAN OVERDOSIS
OPIAT DI UGD
B. Pemberian antidot nalokson (lanjutan):
 Efek nalokson berkurang setelah 20-40
menit; sehingga pasien dapat jatuh ke dalam keadaan
overdosis kembali. Bila perlu drips nalokson satu
ampul dalam D5% 500 cc atau NaCl 0,9% diberikan
dalam 4-6 jam
 Simpan sample urin, lakukan toraks foto
 Puasakan ± 6 jam untuk menghindari aspirasi
 Endotracheal tube (ETT) bila ; pernafasan tidak
adekuat, oksigenasi kurang walau ventilasi cukup,
hipoventilasi menetap setelah 3 jam
III.Dalam tindakan: perhatikan prinsip-prinsip
kewaspadaan universal karena tingginya angka
prevalensi hepatitis C dan HIV
IV.Bila diperlukan, dapat dipasang NGT untuk
mencegah aspirasi
V.Penderita dirawat dan dikonsultasikan ke Tim
Narkoba
Lama Waktu deteksi urine
beberapa jenis opiat
Jenis obat Waktu deteksi
Amfetamin 2 hari
Barbiturat 1 hari (Short acting)
3 mgg (long acting)
Benzodiazepin 3 hari
Kokain 2-4 hari
Kodein 2 hari
Heroin 1-2 hari
Methadone 3 hari
Morfin 2-5 hari

Anda mungkin juga menyukai