Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL

DENGAN HIV/AIDS

DISUSUN OLEH :

1. ADITYA WARMAN (21142019022.P )


2. DIVITA NURDIANI ( 21142019008.P )
3. ELISA FITRIA ( 21142019014.P )
4. IFTITAH HAYATI ( 21142019002.P )
5. JOKO ANDANI ( 21142019038.P )
6. M ADITYA AKBAR ( 21142019023.P )
7. RIO RAHMAT SAPUTRA ( 21142019008.P )
8. SITI RAMADHONA ( 21142019009.P )
9. TRI WIDYA SARI ( 21142019007.P )
10. YULIA HANDAYANI ( 21142019013.P )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA HUSADA PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkna
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah
ini dibuat guna satu penunjang nilai mata kuliah Keperawatan Keluarga.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Keperawatan


HIV/AIDS serta semua pihak yang turut mendukung pembuatan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu,kami sangat
mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan serta


wawasan bagi pembaca,khususnya bagi kami sendiri sebagai penyusunnya.

Palembang, Desember 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan merupakan peristiwa alami yang terjadi pada wanita,
namun kehamilan dapatmempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin
terutama pada kehamilan trimester pertama. Wanita hamiltrimester pertama
pada umumnya mengalami mual, muntah, nafsu makan berkurang dan
kelelahan Menurunnya kondisi wanita hamil cenderung memperberat kondisi
klinis wanita dengan penyakit infeksiantara lain infeksi HIV-AIDS.
HIV/AIDS adalah topic yang sangat sensitive dan lebih banyak
sehingga banyak penelitianmelibatka anak-anak yang rentan untuk terjangkit
HIV. Setiap usaha dilakukan untuk memastikan bahwakeluarga akan merasa
baik .
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan
suatu syndrome/kumpulangejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus
yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh.Dengan rusaknya
sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-
penyakitlain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik.
Kasus AIDS pertama kali ditemukan olehGottliebdi Amerika Serikat pada
tahun 1981 dan virusnya ditemukan olehLuc Montagnierpadatahun 1983.
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyebab
penyakit dan kematian yangterkemuka di kalangan perempuan dan anak-anak
di negara-negara dengan tingkat infeksi humanimmunodeficiency virus (HIV)
yang tinggi. Transmisi HIV dari ibu ke anak (Mother To Child Transmission
– MCTC) adalah rute infeksi HIVpada anak yang paling signifikan. Beberapa
intervensi telah terbuktiefektif dalam mengurangi MTCT termasuk pilihan
persalinan secara caeseran, substitusi menyusui danterapi antiretroviral selama
kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan. Jika intervensi ini
diterapkandengan benar maka dapat mengurangi MTCT sebesar 2% .
Orang-orang yang terinfeksi positif HIV yang mengetahui status
mereka mungkin dapatmemberikan manfaat. Namun, seks tanpa perlindungan
antara orang yang yang berisiko membawa HIVsero-positif sebagai super
infeksi, penularan infeksi seksual, dan kehamilan yang tidak direncanakan
dapatmembuat penurunan kesehatan seksual dan reproduksi. Hal ini jelas
bahwa banyak pasangan yang harusdidorong untuk melakukan tes HIV untuk
memastikan status mereka dengan asumsi bahwa mereka mungkinterinfeksi
karena pernah memiliki hubungan seksual dengan seseorang yang telah diuji
dan ditemukan sero- positif HIV.
Evolusi infeksi HIV menjadi penyakit kronis memiliki implikasi di
semua pengaturan perawat klinis.Setiap perawat harus memiliki perawatan
klinis. Setiap perawat harus memiliki pengetahuan tentang
pencegahan, pemeriksaan, pengobatan, dan kronisitas dari penyakit dalam ran
gka untuk memberikan perawatan yang berkualitas tinggi kepada orang-orang
dengan atau berisiko untuk HIV.

1.2 Tujuan Penulisan


 Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
dapat:
a. Memahami tentang penyakit HIV/AIDS
b. Mengetahui bagaimana epidemiologi HIV/AIDS
c. Mengetahui etiologi pada HIV/AIDS
d. Memahami patoghenesis pada HIV/AIDS
e. Memahami manifestasi klinis pada HIV/AIDS
f. Mengetahui cara pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS
g. Memahami pengobatan HIV/AIDS
h. Mengetahui pencegahan HIV/AIDS
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
1.3 Perumusan Masalah
 Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain:
a. Apa pengertian HIV/AIDS ?
b. Bagaimana epidemiologi HIV/AIDS)?
c. Bagaimana etiologi pada HIV/AIDS?
d. Bagaimana patoghenesis pada HIV/AIDS?
e. Bagaimana manifestasi klinis pada HIV/AIDS?
f. Bagaimana pemeriksaan diagnostik HIV/AIDS?
g. Bagaimana pengobatan HIV/AIDS?
h. Bagaimana pencegahan HIV/AIDS?
i. Bagaimana asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Human immunodeficiency virus(HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
sel-sel sistemkekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama
infeksi berlangsung, sistem kekebalantubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksiHIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15 tahun
untukorang yangterinfeksi HIVhingga berkembang menjadiAIDS; obat antiretroviral
dapat memperlambat proseslebih jauh.HIV ditularkan melalui hubungan seksual(anal
atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang
terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinyaselama kehamilan, melahirkan dan
menyusui.
Kehamilan adalah keadaan mengandung embrio atau fetus didalam tubuh,
setelah penyatuan sel telurdan spermatozoon. Kehamilan ditandai dengan berhentinya
haid; mual yang timbul pada pagi hari (morning sickness); pembesaran payudara dan
pigmentasi puting; pembesaran abdomen yang progresif. Tanda-tandaabsolut
kehamilan adalah gerakan janin, bunyi jantung janin, dan terlihatnya janin melalui
pemerikasaansinar-X, atau USG.
Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur,ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah
ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwausia muda lebih banyak terdapat wanita
yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi padawanita lebih sedikit.
Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan
usiawanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan.Kehamilan merupakan usia
yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamilterjadi
melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara
berkembangisteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah.
Kondisi ini dipengaruhi oleh sosialdan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri
sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pulamasalah seksual masih dianggap
tabu untuk dibicarakan.Peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV selama
kehamilan adalah mereka yang berperilakuseks bebas dan mungkin karena penyebab
biologis yang tidak diketahui.
Sebagaimana diketahui penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) meningkat setiap tahunnya di seluruh
dunia, terutama di Afrika dan Asia.Diperkirakan dewasa ini terdapat puluhan juta
penderita HIV/AIDS. Sekitar 80% penularan terjadi melaluihubungan seksual, 10%
melalui suntikan obat (terutama penyalahgunaan narkotika), 5% melalui
transfusidarah dan 5% dari ibu melalui plasenta kepada janin (transmisi vertikal).
Angka terjadinya transmisi vertikal berkisar antara 13-48%.Pada pemeriksaan
antenatal (ANC), pada ibu hamil biasanya dilakukan pemeriksaan
laboratoriumterhadap penyakit menular seksual.Namun, ibu hamil memiliki otonomi
untuk menyetujui atau menolak pemeriksaan terhadap HIV, setelah diberikan
penjelasan yang memuaskan mereka dan dokter harusmenghormati otonomi
pasiennya. Bagi ibu hamil yang diperiksa dan ternyata HIV sero-positif, perlu
diberikesempatan untuk konseling mengenai pengaruh kehamilan terhadap HIV,
risiko penularan dari ibu ke anak,tentang pemeriksaan dan terapi selama hamil,
rencana persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
Kerahasiaan perlu dijaga dalam melaporkan kasus-kasus HIV sero-positif.
Dalam hal ini diserahkankepada ibu bersangkutan untuk menyampaikan hasilnya
kepada pasangannya, perlu dipertimbangkan untukruginya membuka status.
Tentulah dalam memabuka status ini akan berpengaruh terhadap
hubungannyadengan keluarga, teman-teman, dan kesempatan kerja, juga
berkurangnya kepercayaan pasien terhadapdokternya.Untuk pasangan infertil yang
menginginkan teknologi reproduksi yang dibantu dan salah satu ataukeduanya
terinfeksi HIV adalah etis, jika kepada mereka diberikan pelayanan tersebut. Dengan
kemanjuan pengobatan masa kini, penderita HIV dapat hidup lebih panjang dan risik
penularan dari ibu ke anak berkurang.Kasus HIV dan AIDS disebabkan oleh
transmisi heteroseksual. Kehamilan pada ibu dengan AIDSmenimbulkan dilema,
yaitu perkembangan penyakit, pilihan penatalaksanaan, dan kemungkinan
transmisivertikal pada saat persalinan. Transmisi infeksi lewat plasenta ke janin lebih
dari 80%. Antibodi ibu melewati plasenta, dan dapat diteliti melalui uji lab. Uji
antiboti bayi dapat menentukan status HIV ibu. Ujiterbaru untuk bayi adalah reaksi
rantai polimer ( polymerase chain reaction,PCR) yang mengidentifikasivirus HIV
neonatus. Diperlukan pemeriksaan virus HIV yang terintegrasi pada pemeriksaan
rutin ibu hamiluntuk melindunginya.

2.2 Epidemiologi
Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah penderita
HIV/AIDS sebanyak 685orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia. Data
jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia padadasarnya bukanlah merupakan
gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori“Gunung
Es“dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang semestinya.
Untuk itu WHOmengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang terinfeksi telah
terdapat kurang lebih 100-200 penderitaHIV yang belum diketahui.
Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik jumlah
penderita yang terusmeningkat adalah upaya pencegahan yang dilakukan semua pihak
yang mengharuskan kita untuk tidakterlibat dalam lingkungan transmisi yang
memungkinkan dapat terserang HIV.Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung 20
tahun. Sejak tahun 2000 epidemi tersebut sudahmencapai tahap terkonsentrasi pada
beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalens
>5%),yaitu pengguna Napza suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan wari
Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada pada
tahapconcentrated epidemic.Situasi penularan ini disebabkankombinasi transmisi
HIV melalui penggunaan jarum suntik tidak steril dan transmisi seksual
diantara populasi berisiko tinggi. Di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat),
keadaan yang meningkat ini ternyata telah menular lebih jauh, yaitu telah terjadi
penyebaran HIV melalui hubungan seksual
berisiko pada masyarakat umum (dengan prevalens > 1%). Situasi di Tanah Papuame
nunjukkan tahapan telah mencapai generalized epidemic.

2.3 Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
HumanImmunodeficiency Virus (HIV).Human Immunodeficiency Virus adalah
sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang aslimerupakan partikel yang inert,
tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Seltarget virus
ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4.Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus
yang lain, dapat tetap hidup lamadalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggapinfectious yang setiap saat
dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebutVirus HIV hidup
dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat
jugaditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.
Cara penularan HIV:

1. Melakukan penetrasi seks vaginal, anal, dan oral yang tidak aman dengan
seseorang yang telah terinfeksi. Kondom adalah satu satunya cara dimana
penularan HIV dapat dicegah
2. Melalui pajanan darah yang terinfeksi Hiv yang diterima selama transfusi dara
Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
3. Penularan dari ibu ke anak, Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi
mereka selama masakehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
2.4 Pathogenesis

HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah, semen, cairan


vagina, dan ASI.
Cara penularan telah dikenal sejak 1980an dan tidak berubah yaitu secara; seksual hu
bungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur perinatal, dan
menyusui

Transmisi human immunodefiency virus (HIV) terjadi terutama melalui


pertukaran cairan tubuh(misalnya darah, semen, peristiwa perinatal). Depresi berat
pada sistem imun selular menandai sindrom immunodefiensi didapat (AIDS).
Walaupu populasi berisiko tinggi telah didokumentasi dengan baik,semuawanita
harus dikaji untuk mengetahui.

Begitu virus HIV memasuki tubuh, serum HIV menjadi positif dalam 10 minggu
pertama pemaparan. Walaupun perubahan serum secara total asimptomatik, perubaha
n ini disertai viremia, responstipe-influenza terhadap infeksi HIV awal. Gejala
meliputi demam, malaise, mialgia, mual, diare, nyeritenggorok, dan ruam dan dapat
menetap selama dua sampai tiga minggu.Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya
menyerang sel Lymfosit T dan sel otak sebagai organsasarannya. Virus HIV sangat
lemah dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawavirus
HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh.
Cairan tubuh yangterbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik
dan darah penderita.Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV,
namun hingga kini cara penularan HIVyang diketahui adalah melalui:

1. Transmisi seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularaninfeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atauserik. Infeksi
dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya.
Resiko penularanHIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada suatu penelitian ditemukan
resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada
hubungan seksualyang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang
sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan kelompok
manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa dan indonesia tingkat
homoseksual penderita AIDS,paling banyak berumur antara 20-40
tahun.Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual
dengan resiko tinggi bagi penularan HIV,khususnya bagi mitra seksual
yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal
inisehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali
mengalami perlukaan pada saat berhubungan secara anogenital.
b. Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok
umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak
pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual


a. Transmisi Parenteral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi,misalnya pada penyalah gunaan narkotik
suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-
sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh
petugas kesehatan tanpadisterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara
transmisi parental ini kurang dari 1%.
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara
barat sebelum tahun 1985. Sesudahtahun 1985 transmisi melalui jalur ini
di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksasebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai
resiko sebesar 50%. Penularan dapatterjadi sewaktu hamil, melahirkan dan
sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan
dengan resiko rendah.

Penularan HIV dari ibu ke bayi dapat terjadi sebagai berikut

1. Penularan HIV selama kehamilan


Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama kehamilan : 5 – 10
%.HIV tidak menular melalui plasenta ke janin. Plasenta melindungi bayi
dari HIV tetapi perlindungan menjadi tidak efektif bila ibu :
a. Mengalami infeksi firal yang lain, bakterial dan parasit ( terutama
malaria ) pada plasenta selamakehamilan
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan membuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun berkaitan dengan
AIDS
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tak langsung
berkontribusi untuk penularandari ibu kepada anak.
2. Penularan HIV Selama proses kelahiran
Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama proses persalinan :
10– 20 %.Bayi yang terinfeksi dari ibu, mempunyai risiko lebih tinggi
pada saat dilahirkan. Kebanyakan bayitertular HIV pada proses kelahiran,
didapat melalui proses menelan atau mengaspirasi darah ibu atausekresi
vagina. Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu
keanak selama prosesmelahirkan adalah :
a. Lama robeknya selaput ketuban seringkali dalam bentuk ketuban
pecah dini (KPD)
b. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau infeksi
lainnya)
c. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi
dengan darah ibu misalnyaepisiotomi, EF (ekstraksi forceps), EV
(ekstraksi vacum)
d. Anak pertama dalam kelahiran kembar
3. Penularan HIV setelah persalinan (saat pemberian ASI)
Resiko penularan Hiv dari ibu ke anak selama menyusui : 5 – 20 %
rata rata : 15 %.HIV berada dalam ASI, tetapi konsentrasi virus lebih
rendah dari pada dalam darah. Risiko penularan melalui ASI tergantung
dari :
a. Pola pemberian ASI, yaitu bayi yang mendapatkan ASI secara ekslusif
akan kurang berisikodibanding dengan pemberian susu kombinasi
(ASI dan susu formula) 
b. Patologi payudara seperti mastitis, robekan puting susu, perdarahan
puting susu dan infeksi payudara lainnyac.
c. Lamanya pemberian ASI, yaitu semakin lama maka semakin besar
kemungkinan infeksi
d. Status kekebalan tubuh ibu seperti kondisi AIDS stadium lanjut
e. Status gizi ibu yang buruk4)
4. Waktu penularan HIV selama pemberian ASI :
a. Penularan dapat terjadi selama masa menyusui
b. Sekitar 70% penularan pasca kelahiran terjadi pada 4 – 6 bulan
pertama
c. HIV di deteksi dikolostrum dan susu ibu tetapi risiko relatif dari
penularan tak perna pasti
d. Risiko bersifat kumulatif ( makin panjang masa pemberian ASI, makin
besar risiko ). Risikokeseluruhan dari penularan melalui ASI adalah
sebesar 10% diatas 24 – 36 bulan pemberian ASI

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala infeksi HIV pada wanita hamil, umumnya sama dengan wanita tidak
hamil atau orangdewasa. infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak
spesifik dengan spectrum yang lebar, mulaidari infeksi tanpa gejala
(asimtomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-gejala yang berat
padastadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala
AIDS rata-rata baru timbul 10 tahunsesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama
lagi. Gejala dari infeksi akut HIV terjadi sekitar 50% kepada seseorang yang baru
terinfeksi. Gejala yangditimbulkan umumnya hampir sama dengan infeksi virus
lainnya antara lain Demam, malaise, ruam, myalgia, sakit kepala, kehilangan
nafsu makan.

2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Penatalaksanaan keperawatan
1. Aspek Psikologis, meliputi :
a. Perawatan personal dan dihargai
b. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang
masalahmasalahnya
c. Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
d. Tindak lanjut medis
e. Mengurangi penghalang untuk pengobatan
f. Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka
2. Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk
dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan social
meliputi 3 hal:
a. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai,
dicintai,dan diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dannasehat
c. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa
sesuatubarang dalam mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)
d. Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab
atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali
merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting.

2.6.2 Penatalaksaan Medis


1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
makaterapinya yaitu (Endah Istiqomah : 2009) didalam (Nasution,
2018):
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan
infeksiopurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan
pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral
AZT yangefektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviralHuman Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambatenzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDSyang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasiendengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positifasimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imundengan menghambat replikasi virus / memutuskan
rantaireproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
- Didanosin
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen
tersebut sepertiinterferon, maka perawat unit khusus perawatan
kritis dapatmenggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitianuntuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.

2.7 Pemeriksaan diagnostic


Test antibody HIV :
1. Rdt ( Rapid diagnostic Test )
2. Elisa
3. Western Blot
Test Antigen :
1. Pcr
2. Rna-Dna

Uji HIV pada Wanita Hamil


DEPKES RI telah merekomendasikan skrining rutin HIV secara suka rela
pada ibu hamil sejak tahun2001. Banyak dokter telah mengadopsi kebijakan
universal opt-out skrining HIV (yang berarti bahwa pengujian adalah
otomatis kecuali jika wanita secara khusus memilih untuk tidak di uji)
pada wanita hamilselama tes kehamilan rutin dan telah dieliminasi persyaratan
untuk konseling sebelum uji dilakukan dan persetujuan tertulis untuk tes HIV.
Identifikasi dini pada wanita hamil memungkinkan untuk pemberian
pengobatan terapi antiretroviraluntuk mendukung kesehatan dan mengurangi
risiko penularan bayinya. Tes HIV direkomendasikan Tes HIVdirekomendasikan
untuk semua wanita hamil pada kunjungan prenatal pertama. Tes HIV kedua,
selamatrimester ketiga sebelum 36 minggu kehamilan, juga dianjurkan bagi
wanita yang berisiko, tinggal di daerah prevalensi HIV tinggi, atau memiliki
tanda-tanda atau gejala yang konsisten dengan infeksi HIV akut.Jika seorang
wanita yang berstatus HIV belum didokumentasikan ketika dia tiba saat
persalinan danmelahirkan, tes cepat HIV harus ditawarkan.

2.7 Komplikasi
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis,peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakiaoral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan
cacat.
b. Neurologik
 Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung
HumanImmunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, danisolasi social.
 Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,
hipoglikemia,ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis.
Dengan efek : sakitkepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
 Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
 Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora
normal,limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi,
obatillegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri
abdomen,ikterik,demam atritis.
 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
 Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virusinfluenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
 Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitiskarena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

2.8 Strategi Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak


Upaya pencegahan dan penularan HIV dari ibu ke anak di laksanakan
secara terintegrasi dankomprehensif, yang meliputi :
1. Test dan Konseling
Sesuai dengan program pemerintah bahwa setiap ibu hamil wajib di
lakukan pemeriksaan HIV tetapiharus melalui proses konseling.Konseling
wajib diberikan pada setiap pasien/ibu hamil sebelum dan sesudah
diperiksa spesimendarahnya untuk tes HIV. Konseling harus dilakukan
secara tatap muka induvidual.
Isi konseling pada ibu hamil,berdasarkan hasil tes,sebagai berikut
a. Hasil tes HIV “ non-reaktif” atau negatif:
 Penjelasan tentang masa jendela/window period
 Pencegahan untuk tidak terinfeksi dikemudian hari
 Risiko penularan HIV dari ibu ke anak
 Konseling dan edukasi pasangan dan anjuran agar pasangan
melakukan tes HIV2.
b. Hasil tes HIV “reaktif” atau positif:
 Penjelasan mengenai aspek kerahasiaan
 Penjelasan tentang rencana pemberian terapi ARV, kepatuhan
minum obat serta dimana obatART bisa didapat.
 Pemberian informasi sehubungan dengan kehamilan, misalnya
dukungan gizi yang memadaiuntuk ibu hamil, termasuk pemenuhan
kebutuhan zat besi dan asam folat.
 Rencana pilihan persalinan
 Rencana pilihan tentang makanan bayi dan dukungan untuk
melaksanakan pilihannya
 Konseling hubungan seksual selama kehamilan (absatinensia, saling
setia atau menggunakankondom secara benar dan konsisten)
 Tes HIV bagi bayi
 Konseling dan Tes HIV bagi pasangan
 Informasi tentang keberadaan orang kelompok dukungan sebaya
ODHA yang dapatdihubungi, nama dan nomor telepon
klinik/rumah sakit rujukan ODHA
 Rujukan bila diperlukan
 Kesepakatan tentang jadwal kunjungan lanjutan
c. Penjelasan mengenai hasil indeterminate (meragukan) : tes perlu
diulang dengan spesimen barusetelah dua minggu, tiga bulan, enam
bulan dan setahun. Bila sampai satu tahun hasil tetap “indeterminate”
dan faktor risiko rendah, hasil dapat dinyatakan sebagai “non -reaktif”.
Konseling diberikan seperti pada penjelasan hasil tes non-reaktif dan
reaktif.Bila terdapat reaksi psikologis, misalnya pasien menolak
hasil pemeriksaan atau marah yang terkaitdengan diagnosis HIV, maka
diperlukan konseling khusus. Pada keadaan ini, petugas kesehatan
lebih baik mendengarkan dan mengarahkan pencehagan penularan ke
bayi serta tidak membuat keputusanuntuk pasien. Bila diperlukan,
dapat ditawarkan rujukan untuk konseling kepada psikolog atau
konselor lain.
2. Menurut Depkes RI (2003), WHOmencanangkan empat strategi untuk
pencegahan penularan HIV dariibu ke anak dan anak, yaitu dengan 
a. Pencegahan primer infeksi pada wanita usia subur.terinfeksi
HIV/AIDS
 Perubahan perilaku pada populasi umum dan pasangannya.
 Pemberian informasi , pendidikan , konseling , dan test Hiv ,
pelayanan pencegahan HIV.
 Penatalaksanaan ims yang baik.
 Menurunkan resiko tranfusi darah yang tidak aman.
 Promosi kondom.
 Meningkatkan keikutsertaan pasangan dalam diskusi seks aman pada
konseling dan test HIV.
b. Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan
dengan HIV
Pada prinsipnya setiap perempuan perlu merencanakan
kehamilannya, namun pada perempuandengan HIV perencanaan
kehamilan harus dilakukan lebih hati-hati dan matang karena
adanyarisiko penularan HIV kepada bayinya
 Pencegahan dan Penundaan Kehamilan pada Ibu dengan HIV
Penggunaan kontrasepsi harus segera dibicarakan dengan
setiap perempuan dengan HIV setelahdiagnosisnya ditegakan.
Pilihan kontrasepsi berdasarkan urutan prioritas untuk ibu dengan
HIVadalah sebagai berikut:
1. Kontrasepsi mantap atau sterilisasi dengan adanya risiko
penularan HIV ke bayi bila ibudengan HIV sudah memilki
jumlah anak yang cukup, dipertimbangkan kontrasepsimantap.
2. Kontrasepsi jangka panjang
 Perencanaan kehamilan
Bila perempuan dengan HIV dan pasangannya memutuskan
ingin punya anak, maka kehamilan perlu direncanakan dengan
matang. Persyaratan mencakup aspek medis dan aspek sosial
sebagi berikut.

Aspek medis meliputi hal-hal sebagai berikut :


1. Viral load tidak terdeteksi: bial viral load sudah tidak
terdeteksi, maka kemungkinan penularan HIV dari ibu ke bayi
rendah
2. Kadar CD4 lebih dari 350 sel/mm : kadar CD4 yang tinggi
merupakan tanda bahwakekebalan tubuh ibu cukup baik dan
layak untuk hamil. Dengan kadar CD4 kurang dari350 sel/mm
maka ibu akan rentan terhadap infeksi sekunder yang akan
membahayakanibu dan janin di masa kehamilannya.

Aspek sosial mencakup hal-hal dibawah ini :


1. Perencanaan kehamilan oleh pasangan: kedua belah pihak
(laki-laki dan perempuan) benar-benar memahami risiko dan
konsekuensi kehamilan, persalinan dan aspek pengasuhan
anak.
2. Kesepakatan/persetujuan dari keluarga: untuk menghindari
penelantaran pengasuhananak di kemudian hari akibat
keterbatasan orang tua yang menderita HIV,
perludipertimbangkan adanya persetujuan keluarga agar
bersedia mengasuh anak tersebutapabila terjadi kendala pada
orang tuanya.

Persiapan perempuan dengan HIV yang ingun hamil seperti


berikut:
1. Pemeriksaan kadar CD4 dan viral load, untuk mengetahui
apakah sudah layak untukhamil.
2. Bila VL tidak terdeteksi atau kadar CD4 lebih dari 350
sel/mm3, sanggama tanpakontrasepsi dapat dilakukan,
terutama pada masa subur.
3. Bila kadar CD4 masih kurang dari 350 sel/mm3, minum ARV
secara teratur dan disiplinminimal selama sanggama.

Persiapan pasangan dari perempuan dengan HIV yang ingin


hamil:
1. Bila dipastikan serologis HIV non-reaktif (negatif), maka
kapanpun boleh sanggamatanpa kondom, setelah pihak
perempuan dipastikan layak untuk hamil.
2. Apabila serologis reaktif (positif), perlu dilakukan
pemeriksaan viral load, untukmengetahui risiko penularan.
3. Apabila VL tidak terdeteksi sanggama tanpa kontrasepsi dapat
dilakukan pada masasubur pasangan.
4. Apabila VL masih terdeteksi atau kadar CD4 kurang dari 350
sel/mm3, maka sebaiknyarencana kehamilan ditunda dulu.
c. Pencegahan penularan HIV dari perempuan terinfeksi HIV ke bayi
nya
a. Kegiatan dalam strategi yang ketiga antara lain :
1. Pastikan wanita HIV mempunyai akses ke sistem pelayanan
antenatal.
2. Sediakan pelayanan antiretroviral pada perempuan hamil
terinfeksi HIV dan bayinya ,disertaikonseling aderance.
3. Pertolongan persalinan yang aman.
4. Konseling dan dukungan bagi pemberian makanan bayi yang
aman.
b. Pemberian ARV pada Ibu Hamil dengan Infeksi HIV
Merujuk pada pedoman mutakhir, semua ibu hamil dengan
HIV diberi terapi ARV, tanpa harusmemeriksakan jumlah CD4
dan viral load terlebih dahulu, karena kehamilan itu
sendirimerupakan indikasi pemberian ARV yang dilanjutkan
seumur hidu. Pemeriksaan CD4 dilakukan untuk memantau
pengobatan.Untuk memulai terapi ARV perlu dipertimbangkan
hal-hal berikut:
1. Persiapan klien secara fisik dan mental untuk menjalani terapi
melalui edukasi pra pemberian ARV.
2. Bila terdapat infeksi oportunistik maka infeksi tersebut perlu
diobati terlebih dahulu.Terapi ARV baru bisa diberikan
setelah infeksi oportunistik diobati dan stabil (kira-kirasetelah
dua minggu sampai dua bulan pengobatan)
3. Prolaksis kortimoksazol diberikan pada stadium klinis 2,3,4
dan atau CD4 <200. Untukmencegah PCP, Toksoplasma,
infeksi bacterial ( pnemonia, diare) dan berguna juga
untukmencegah malaria pada daerah endemis.
4. Pada ibu hamil dengan tuberkolosis OAT selalu diberikan
mendahului ARV sampaikondisi klinis pasien memungkinkan
(kira-kira dua minggu sampai dua bulan) denganfungsi hati
baik memulai terapi ARV.
Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan
singkatan SADAR, yaitu sebagai berikut :
1. Siap menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV
terhadap infeksi HIV
2. Adherence: kepatuhan minum obat
3. Disiplin: minum obat dan kontrol ke dokter
4. Aktif: menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai
terapi
5. Rajin: memeriksakan diri.

Protokol Pemberian Terapi Antiretroviral ( ARV ) Untuk Ibu


Hamil Dengan HIV
1. Secara umum yang di rekomendasikan untuk ibu hamil Hiv
positif adalah terapi mengunakankombinasi 3 obat ( 2 NRTI +
1 NNRTI )
2. Panduan obat ARV kombinasi dosis tetap ( FDC) : TDF +
T3C + EFV.
3. Untuk ibu hamil yang status Hiv nya diketahui sebelum
kehamilan dan sudah mendapatkan ARV ,maka ARV tetap di
teruskan dengan panduan obat yang sama seperti sebelum
hamil 
4. Untuk ibu hamil yang status HIV nya di ketahui saat
kehamilan segera berikan ARV tanpa melihatumur
kehamilan , berapapun nilai CD4 dan stadium klinis.
5. Untuk ibu hamil yang status HIV nya diketahui dalam
persalinan segera berikan ARV , pilihan obatsama dengan ibu
hamil dengan HIV lainnya.
Perencanaan Persalinan Aman bagi Ibu dengan HIV
Tujuan persalinan aman bagi ibu hamil dengan HIV adalah
menurunkan risiko penularan HIVdari ibu ke bayi, serta risiko
terhadap ibu, tim penolong (medis/ non-medis) dan
pasien lainnya. Persalinan melalui bedah besar berisiko lebih kecil
untuk penularan terhadap bayi, namun menambah risiko lainnya
untuk ibu. Risiko penularan pada persalinan per vaginam dapat
diperkecil dan cukup aman bila ibu mendapat pengobatan ARV
selama setidaknya enam bulan dan/atau viral load kurang
dari 1000 kopi/mm3 pada minggu ke 36. 

d. Menyelenggarakan perawatan dan dukungan untuk perempuan


terinfeksi HIV dan keluarganya
Meliputi :
1. Pelayanan medik dan perawatan
2. Konseling lanjutan
3. Pelayanan paliatif dukungan psikososial
4. Pengurangan stigma dan diskriminasi.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
Pengkajian meliputi data dasar dan riwayat kesehatan ibu, antara lain
meliputi (Nasution, 2018):
a. Identitas (nama, umur, pekerjaan, agama, dsb.)
b. Berat badan/ tinggi badan
c. Status pernikahan (pernikahan ke berapa)
d. Kunjungan sebelumnya (berapa kali berkunjung, rutin/ tidak, tempat
berkunjung tetap/ pindah, dst.)
e. Riwayat kehamilan dan persalinan (kehamilan ke berapa, abortus, pre
eklampsia, perdarahan)
f. Riwayat imunisasi ibu (MMR,TORCH, TT)
g. Riwayat penyakit sekarang dan terdahulu
h. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan
i. Riwayat penyakit dalam keluarga
j. Riwayat psiko social

Selain pengkajian data dasar tersebut diatas, dilakukan pula pengkajian


terhadap:
a. Aktivitas / istirahat
b. Tekanan darah agak lebih rendah daripada normal (8-12 minggu),
kembali pada tingkat prakehamilan selama setengah kehamilan terakhir
c. Denyut nadi dapat meningkat 10 – 15 dpm
d. Murmur sistolik pendek dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan
volume
e. Sinkope
f. Varises
g. Sedikit oedema ekstremitas bawah/ tangan mungkin ada.
h. Integritas ego : Menunjukkan perubahan persepsi diri
i. Eliminasi
1. Perubahan pada konsistensi/ frekwensi defekasi
2. Peningkatan frekwensi perkemihan
3. Urinalisis: peningkatan berat jenis
4. Hemoroid
j. Makanan/ cairan
1. Sedikit mual dan muntah
2. Nyeri ulu hati
3. Penambahan berat badan 11-12 Lb
4. Membran mukosa kering: hipertrofi jaringan gusi, mudah berdarah
5. Hb dan Ht rendah mungkin ditemui (anemia fisiologis)
6. Sedikit edema dependen
7. Sedikit glikosuria mungkin ada
k. Nyeri / ketidaknyamanan
Kram kaki, nyeri tekan dan bengkak pada payudara, nyeri punggung
l. Pernafasan
1. Hidung tersumbat, mukosa lebih merah daripada normal
2. Frekwensi pernapasan dapat meningkat relatif terhadap ukuran/
tinggi uterus, pernafasan torakal
m. Keamanan
1. Suhu 98-99,6° F (36,1-37,6° C)
2. Denyut jantung janin (DJJ) terdengar dengan fetoskop
3. Gerakan janin mulai terasa, quickening (sensasi gerakan janin pada
abdomen) diantara 16 dan 20 minggu
n. Seksualitas
1. Penghentian menstruasi
2. Perubahan respon/ aktivitas seksual
3. Leukorea mungkin ada
4. Peningkatan progresif pada ukuran uterus fundus pada umbilikus (20
– 22 minggu)
5. Perubahan payudara, pembesaran jaringan adiposa, peningkatan
vaskularitas, lunak bila di palpasi, peningkatan diameter dan
pigmentasi jaringan alveolar, hipertrofi tuberkel montgomery,
kemungkinan strie gravidarum, mulai tampak adanya kolostrum
6. Perubahn pigmentasi: kloasma, linea nigra, palmar eritema, spider
nervi
7. Tanda- tanda Goodel, Hegar, Chadwick positif
o. Interaksi social
1. Bingung/ meragukan perubahan peran yang di antisipasi
2. Tahap maturasi/ perkembangan bervariasi dan dapat mundur dengan
stresor kehamilan
3. Respon anggota keluarga lain dapat bervariasi dari positif dan
mendukung sampai disfungsional

3.2. Data Fokus


1. Riwayat Obstetri:
 Gravida / para (sistem penghitungan 4-5)
 Tipe golongan darah Rh dan ABO
 Pada setiap kehamilan
 Tanggal kehamilan berakhir
 Minggu gestasi
 Tempat beraslin misal rumah sakit (nama), pusat kelahiran anak
(nama), Rumah
 Lama bersalin
 Jenis persalinan(spontan,seksio sesarea, forsep, ekstrasi vakum)
 RhoGAM yang diterima
 Masalah obstetrik, medis dan sosial
 selama kehamilan (misal, preeklampsia, ISK, kekerasan dalam
rumah tangga)
 selama persalinan dan melahirkan (misal : malpresentasi,
malposisi, eklampsia, induksi pitosin, stiulasi pitosin, laserasi
pareneal utama, laserasi serviks)
 Selama masa pasca-perdarahan (misal : ISK, perdarahan, infeksi
uterin, kekerasan dalam rumah tangga).
 Berat lahir bayi
 jenis kelain bayi
 kelainan kongenital / komplikasi neonates (misal: ikterik,masalah
pernafasan)
 status bayi saat lahir ( hidup / meninggal)
 status bayi saat ini (hidup dan dalam keadaan sehat, masalah ,
penyebab kematian )

2. Riwayat Ginekologi
 Infertilitas
 Terpajan dietilstilbestrol (DES)
 Infeksi vagina (misal monilia, vaginosis bakteri)
 Penyakit menular seksual (PMS) misal : klamedia, sivilis, gonorea,
herpes, trikomonas, kondiloma akumita.
 Servisitis kronis
 Endometritis
 Penyakit radang panggul
 Kista (Barthkolin, ovarium)
 Endometriosis
 Mioma
 Ralaksasi pelviks (sistokel,litokil)
 Polip
 Massa pada payudara
 Pap smire yg abnormal
 Biopsi (sevikal, endometrium, payudara)
 Kanker ginekologi
 Pembedahan gikenologi
 Pemerkosaan

3. Riwayat KB
KB terakhir yang digunakan jika pada kehamilan perlu juga
ditanyakan rencana KB setelah melahirkan.
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
 Penyakit waktu kecil dan imunisasi (measles, mumps,
chickenpox)
 Tes laboratorium akhir akhir ini terhadap penyakit infeksi
(misal : hepatitis, tb, HIV), tanggal dan hasilnya.
 Penyakit berat misal: pneumonia, hepatitis, demam rematik,
difteri dan polio
 Masuk rumah sakit : tanggal dan penyebab masuk
 Pembedahan : tanggal dan penyebab
 Kecelakaan : fraktur, luka, dan lain lain.
 Transfursi darah : tanggal, penyebab dan reaksi.
 Alergi, misal : makanan,lingkungan,debu, bulu hewan dan asma
 Alergi obat
 Penggunaan alkohol
 Kebiasaan : merokok, alkohol, kafein(kopi, teh, soda, coklat) ;
keselamatan (sabuk pengaman, helm)
 Pola tidur.
 Diet
 Aktivitas
 Resiko dalam pekerjaan : posisi (berdiri, duduk), tarikan (mata,
otot), ventilasi, paparan racun kimiawi
 Resiko dari lingkungan ; udara, air dan lain lain
 Tes skrining genetik, misal sel sabit dan lain lain hasilnya
 Penyakit spesifik : diabetes, jantung, TB, asma, hepatitis / liver,
ISK, tromboplebitis, penyakit endokrin, gastrointestinal, cancer,
hipertensi, aids, penyakit jiwa, epilepsi, anemia.
b. Pengobatan yang didapat.

4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tidak hanya bermanfaat bagi ibu hamil, termasuk
janin yang dikandung. Rangkaian pemeriksaan ini bisa mendeteksi secara
dini bila ada kelainan kehamilan. Sehingga bisa segera diterapkan
tindakan penanganan yang tepat. Tumbuh kembang buah hati juga lebih
terpantau dengan baik, sehingga bisa mencegah bayi lahir mati, berat
badan bayi rendah, lahir prematur dan mencegah bayi mati saat baru lahir.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan sedikitnya sekali saat trimester pertama
dan sebulan sekali saat trimester kedua. Sedangkan kalau usia kehamilan
28 minggu pemeriksaan diterapkan 3 minggu sekali, 32 minggu 2 minggu
sekali dan 38 minggu seminggu sekali (Saputra, 2018).
Pemeriksaan fisik pada kehamilan dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan. Secara umum meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan
kebidanan. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan jantung dan paru-
paru,reflex, serta tanda-tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi,
suhu, dan pernapasan. Pemeriksaan umum pada ibu hamil bertujuan
untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi,tingkat kesadaran, serta ada
tidaknya kelainan bentuk badan.pemeriksaan kebidanan dilakukan
melalui pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi),
periksa dengar (auskultasi), periksa ketuk (perkusi). Pemeriksaan
dilakukan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, yang dalam
pelaksanaannya dilakukan secara sistematis atau berurutan (Bobak, 2005).
Pada saat melakukan pemeriksaan daerah dada dan perut, pemeriksaan
inspeksi, palpasi, auskultasi dilakukan secara berurutan dan bersamaan
sehingga tidak adanya kesan membuka tutup baju pasien yang
mengakibatkan rasa malu pasien. Pengkajian fisik harus dilakukan secara
komprehensif serta meliputi riwayat kesehatan. Ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam melakukan pengkajian fisik, di antaranya
sikap petugas kesehatan saat melakukan pengkajian. Selain harus menjaga
kesopanan, petugas harus membina hubungan yang baik dengan pasien.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pastikan lingkungan tempat
pemeriksaan senyaman mungkin, termasuk mengatur pencahayaan.
Pemeriksaan fisik pada ibu hamil selain bertujuan untuk mengetahui
kesehatan ibu dan janin saat ini, juga bertujuan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada pemeriksaan berikutnya. Penentuan apakah
sang ibu sedang hamil atau tidak sangat diperlukan saat ibu pertama kali
berkunjung ke petugas kesehatan. Jika hasil pemeriksaan pada kunjungan
pertama sang ibu dinyatakan hamil, maka langkah selanjutnya perlu
ditentukan berapa usia kehamilannya (Wiknjosastro, 1999).
Setiap pemeriksaan kehamilan adalah dengan melihat dan meraba
petugas akan mengetahui apakah ibu sehat, janin tumbuh dengan baik,
tinggi fundus uteri sesuai dengan umur kehamilan atau tidak, serta di
mana letak janin.
a. Inspeksi
Inspeksi.dilakukan untuk menilai keadaan ada tidaknya cloasma
gravidarum pada muka atau wajah, pucat atau tidak pada selaput
mata, dan ada tidaknya edema. Pemeriksaan selanjutnya adalah
pemeriksaan pada leher untuk menilai ada tidaknya pembesaran
kelenjar gondok atau kelenjar limfe. Pemeriksaan dada untuk menilai
apakah perut membesar kedepan atau kesamping, keadaan pusat,
pigmentasi linea alba, serta ada tidaknya striae gravidarum.
Pemeriksaan vulva untuk menilai keadan perineum, ada tidaknya
tanda chadwick, dan adanya fluor. Kemudian pemeriksaan ektremitas
untuk menilai ada tidaknya varises.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan utnuk menentukan besarnya rahim dengan
menentukan usia kehamilan serta menentukan letak anak dalam
rahim. Pemeriksaan secara palpasi dilakukan dengan menggunakan
metode Leopold
c. Auskultasi
Auskultasi, dilalukan umumnya dengan stetoskop monoaural
untuk mendengarkan bunyi jantung anak, bising tali pusat, gerakan
anak, bising rahim, bunyi aorta, serta bising usus. Bunyi jantung anak
dapat didengar pada akhir bulan ke-5, walaupun dengan
ultrasonografi dapat diketahui pada akhir bulan ke-3. Bunyi jantung
anak dapat terdengar dikiri dan kanan di bawh tali pusar bila
presentasi kepala. Bila terdengar setinggi tali pusat, maka presentasi
di daerah bokong. Bila terdenga pada pihak berlawanan dengan
bagian kecil, maka anak fleksi dan bila sepihak maka defleksi.
Dalam keadaan sehat,bunyi jantung antara 120-140 kali
permenit. Bunyi jantung dihitung dengan mendengarkannya selama 1
menit penuh. Bila kurang dari 120 kali permenit atau lebih dari 140
per menit, kemungkinan janin dalam keadaan gawat janin. Selain
bunyi jantung anak, dapat didengarkan bising tali pusat seperti
meniup. Kemudian bising rahim seperti bising yang frekuensinya
sama seperti denyut nadi ibu, bunyi aorta frekuensinya sama seperti
denyut nadi dan bising usus yang sifatnya tidak teratur.
3.3. Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Ansietas berhubungan dengan transmisi dan penularan interpersonal
(pada bayi) (Iswandi, 2017)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
nafsu makan
3. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
4. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
5. Perubahan eliminasi BAB
6. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan
Respon imun , kerusakan kulit.

3.4. Intervensi
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ansietas Tujuan: Bimbingan antisipatif :
berhubungan  Bimbingan 1. Bantu klien mengidentifikasi
dengan antisipatif kemungkinan perkembangan situasi
transmisi dan  Pengurangan krisis yang akan terjadi dan efek dari
penularan kecemasan krisis yang bisa berdampak pada klien
interpersonal Kriteria hasil : dan keluarga
(pada bayi)  Tidak ada wajah 2. Gunakan contoh kasus untuk
tegang meningkatkan kemampuan
 Tidak ada rasa takut pemecahan masalah klien dengan cara
yang disampaikan yang tepat
secara lisan 3. Libatkan keluarga maupun orang
 Tidak ada rasa orang terdekat klien jika
cemas yang di memungkinkan
sampaikan secara Pengurangan kecemasan :
lisan 1. Gunakan pendekan yang tenang dan
 Tidak ada
peningkatan tekan menyakinkan
darah 2. Nyaktakan dengan jelas harapan
 Tidak ada menarik terhadap prilaku klien
diri 3. Berikan informasi faktual terkait
 Tidak ada gangguan diagnosis, perawatan dan progosis
pola tidur 4. Dorong keluarga untuk mendampingi
pasien dengan cara yang tepat
5. Puji kekuatan prilaku yang baik
secara tepat
6. Dengarkan klien
7. Identifikasi pada saat terjadi
perubahan kecemasan
8. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi
9. Kaji untuk tanda verbal dan nonverbal
keceemasan
2 ketidakseimba Tujuan: 1. Kaji adanya alergi makanan
ngan  Nutritional Status : 2. Monitor adanya penurunan berat
nutrisi kurang  Nutritional Status : badan
dari food and Fluid 3. Monitor adanya mual, muntah dan
kebutuhan Intake diare
tubuh  Nutritional Status: 4. kolaborasi dengan dokter untuk
b.d penurunan nutrient Intake pemasangan NGT
nafsu makan Weight control 5. Monitor jumlah nutrisi dan
Kriteria hasil: kandungan kalori

 Adanya peningkatan 6. Monitor kadar albumin, Hb dan Ht


berat badan sesuai 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan tujuan menentukan jumlah kalori dan nutrisi

 Berat badan ideal yang dibutuhkan pasien

sesuaidengan tinggi
badan 8. Berikan substansi gula
 Tidak adanya tanda- 9. Berikan makanan yang sudah
tanda malnutrisi dikonsultasikan dengan ahli gizi.
 Menunjukan
peningkatan fungsi
menelan
 Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
3 Nyeri akut b.d Tujuan: 1. lakukan pengkajian nyeri secara
agen  Pain Level, komprehensif termasuk lokasi,
injuri fisik  Pain control karakteristik, durasi, frekuensi,

 Comfort leve kualitas dan faktor presipitasi.

Kriteria hasil: 2. control lingkungan yang dapat

 Pasien dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu

mengontrol nyerinya ruangan, pencahayaan dan

 Skala nyeri kebisingan.

berkurang dari skala 3. ajarkan tentang tehnik

6 menjadi skala 3 nonfarmakologi.


4. berikan analgetik untuk mengurangi
 Klien mengatakan
nyeri.
nyeri sudah
5. ajarkan teknik relaksasi
berkurang
 Dapat mengenali
factor penyebab
nyeri
4 Intoleransi Tujuan: 1. Monitoring vital sign
aktivitas  Joint Movement : sebelum/sesudah latihan dan lihat
b.d penurunan Active respon pasien saat latihan
kekuatan otot  Mobility level 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
 Self care : ADLs tentang rencana ambulasi sesuai
 Transfer dengan kebutuhan
performance 3. Bantu klien untuk menggunakan
Kriteria hasil: tongkat saat berjalan dan cegah
 Klien meningkat terhadap cedera
dalam aktivitas fisik 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan

 Mengerti tujuan dan lain tentang teknik ambulasi

peningkatan 5. Kaji kemampuan pasien dalam

mobilitas mobilisasi

 Memverbalisasikan 6. Latih pasien dalam pemenuhan

perasaan dalam kebutuhan

meningkatkan 7. ADLs secara mandiri sesuai

kekuatan dan kemampuan

kemampuan 8. Dampingi dan Bantu pasien saat

berpindah mobilisasi dan bantu penuhi

 Memperagakan kebutuhan

penggunaan alat 9. ADLs pasien.


Bantu untuk 10. Berikan alat bantu jika klien

mobilisasi memerlukan.
11. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
5 Perubahan Tujuan : 1. Evaluasi efek samping pengobatan
eliminasi BAB  Bowel elimination terhadap gastrointestinal
 Fluid Balance 2. Ajarkan pasien untuk menggunakan

 Hydration obat antidiare

 Electrolyte and Acid 2. Instruksikan pasien/keluarga

base Balance untukmencatat warna, jumlah,

KriteriaHasil : frekuenai dan konsistensi dari feses

 Feses berbentuk,
BAB sehari sekali- 3. Evaluasi intake makanan yang masuk
tiga hari 4. Identifikasi factor penyebab dari diare
 Menjaga daerah 5. Monitor tanda dan gejala diare
sekitar rectal dari 6. Observasi turgor kulit secara rutin
iritasi 7. Ukur diare/keluaran BAB
 Tidak mengalami 8. Hubungi dokter jika ada kenanikan
diare bising usus
 Menjelaskan 9. instruksikan pasien untukmakan
penyebab diare dan rendah serat, tinggi protein dan tinggi
rasional tendakan kalori jika memungkinkan

 Mempertahankan 10. Instruksikan untuk menghindari

turgor kulit laksative


11. Ajarkan tehnik menurunkan stress
12. Monitor persiapan makanan yang
aman
6 Kelelahan b/d Tujuan : Energy Management
status  Indurance 1. Observasi adanya pembatasan klien
penyakit,  Concentration dalam melakukan aktivitas
anemia,  Energy conservation 2. Dorong anal untuk mengungkapkan
malnutrisi  Nutritional status : perasaan terhadap keterbatasan

energy 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan

Kriteria hasil : kelelahan

 Memverbalisasikan 4. Monitor nutrisi dan sumber energi

peningkatan energi tangadekuat

dan merasa lebih 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan


baik fisik dan emosi secara berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler
 Menjelaskan
terhadap aktivitas
penggunaan energy
7. Monitor pola tidur dan lamanya
untuk mengatasi
kelelahan tidur/istirahat pasien
7 Risiko tinggi Tujuan : 1. Berikan obat antibiotic dan evaluasi
terhadap  western blot positif ke efektifannya
infeksi Kriteria hasil : 2. jamin pemasukan cairan paling sedikit
berhubungan  Temperature dan 2-3 liter sehari.
dengan faktor SDP kembali 3. Pelihara kenyamanan suhu kamar.
:Penurunan kebatas normal, Jaga kebersihan dan keringnya kulit.
respon  Keringat malam 4. Pantau hasil JDL dan CD4 pantau
imun , berkurang dan tidak temperatur setiap 4 jam
kerusakan ada batuk, 5. pantau status umum ( apendiks F )
kulit.  Meningkatnya setiap 8 jam

masukan makanan ,
tercapai

3.5. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi
perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus
mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah
dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi
dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi
rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikitnya. (Literate &
Indonesia, 2020)

3.6. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari
proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah
pencapaian hasil. Hal-hal yang ingin dicapai :
1. Pasien dan keluarga dapat menerima realita tentang kehidupannya
2. Masyarakat dapat menerima keadaan pasien (tidak mendiskriminasi)
3. Pasien menunjukkan tingkah laku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/
meningkatkan kesembuhan.
4. Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.
5. Keluhan hilangnya/ terkontrolnya rasa sakit
6. Menunjukkan posisi /ekspresi wajah rileks
7. Dapat tidur/beristirahat adekuat
8. Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal
9. Melakukan ANC dengan teratur
10. Mengikuti program pengobatan dengan teratur
11. Merencanakan proses persalinan pada petugas kesehatan
12. Pasien mendapat informasi yang akurat tentang perawatan dan pengobatan
dari petugas kesehatan dan aparat desa setempat

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Human immunodeficiency virus(HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
sel-sel sistemkekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama
infeksi berlangsung, sistem kekebalantubuh menjadi lemah, dan orang menjadi lebih
rentan terhadap infeksi. Tahap yang lebih lanjut dari infeksiHIV adalah acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Hal ini dapat memakan waktu 10-15 tahun
untukorang yangterinfeksi HIVhingga berkembang menjadiAIDS; obat antiretroviral
dapat memperlambat proseslebih jauh.HIV ditularkan melalui hubungan seksual(anal
atau vaginal), transfusi darah yang terkontaminasi, berbagi jarum yang
terkontaminasi, dan antara ibu dan bayinyaselama kehamilan, melahirkan dan
menyusui.
Wanita usia produktif merupakan usia yang berisiko tertular infeksi HIV.
Dilihat dari profil umur,ada kecendrungan bahwa infeksi HIV pada wanita mengarah
ke umur yang lebih muda, dalam arti bahwausia muda lebih banyak terdapat wanita
yang terinfeksi, sedangkan pada usia di atas 45 tahun infeksi padawanita lebih sedikit.
Dilain pihak menurut para ahli kebidanan bahwa usia reproduktif merupakan
usiawanita yang lebih tepat untuk hamil dan melahirkan.Kehamilan merupakan usia
yang rawan tertular HIV-AIDS. Penularan HIV-AIDS pada wanita hamilterjadi
melalui hubungan seksual dengan suaminya yang sudah terinfeksi HIV. Pada negara
berkembangisteri tidak berani mengatur kehidupan seksual suaminya di luar rumah.
Kondisi ini dipengaruhi oleh sosialdan ekonomi wanita yang masih rendah, dan isteri
sangat percaya bahwa suaminya setia, dan lagi pulamasalah seksual masih dianggap
tabu untuk dibicarakan.Peningkatan kerentanan untuk terinfeksi HIV selama
kehamilan adalah mereka yang berperilakuseks bebas dan mungkin karena penyebab
biologis yang tidak diketahui.
Sebagaimana diketahui penderita HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) meningkat setiap tahunnya di seluruh
dunia, terutama di Afrika dan Asia.Diperkirakan dewasa ini terdapat puluhan juta
penderita HIV/AIDS. Sekitar 80% penularan terjadi melaluihubungan seksual, 10%
melalui suntikan obat (terutama penyalahgunaan narkotika), 5% melalui
transfusidarah dan 5% dari ibu melalui plasenta kepada janin (transmisi vertikal).
Angka terjadinya transmisi vertikal berkisar antara 13-48%.Pada pemeriksaan
antenatal (ANC), pada ibu hamil biasanya dilakukan pemeriksaan
laboratoriumterhadap penyakit menular seksual.Namun, ibu hamil memiliki otonomi
untuk menyetujui atau menolak pemeriksaan terhadap HIV, setelah diberikan
penjelasan yang memuaskan mereka dan dokter harusmenghormati otonomi
pasiennya. Bagi ibu hamil yang diperiksa dan ternyata HIV sero-positif, perlu
diberikesempatan untuk konseling mengenai pengaruh kehamilan terhadap HIV,
risiko penularan dari ibu ke anak,tentang pemeriksaan dan terapi selama hamil,
rencana persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
 Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Ansietas berhubungan dengan transmisi dan penularan interpersonal (pada
bayi)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu
makan
3. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
4. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
5. Perubahan eliminasi BAB
6. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan
Respon imun , kerusakan kulit.

4.2. Saran
1. Bagi Perawat disarankan untuk berpikir kritis dalam menentukan diagnosa,
intervensi, serta implementasi dan evaluasi keperawatan sehingga penerapan
asuhan keperawatan dapat mengevaluasi tindakan dengan assesment berhasil
pada pasien dengan penyakit HIV/AIDS serta diharapkan agar dalam
melakukan tindakan yang beresiko terkena atau kontak langsung dengan
cairan tubuh pasien, disarankan perawat mengunakkan APD (Alat Pelindung
Diri) sehingga terhindar dari resiko infeksi.
2. Bagi pasien dan keluarga disarankan disarankan untuk keluarga tetap
menjaga kebersihan tangan saat merawat pasien dan menghindari kontak
langsung dengan luka pasien serta saran bagi pasien diharapkan agar tetap
menjaga pola makan dan nutrisi sehingga daya tahan tubuh tetap terjaga dan
juga rutin untuk mengkonsumsi terapi yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Iswandi, F. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV AIDS Di IRNA
non Bedah Penyakit dalam RSUP DR. M. Djamal Padang. Pustaka.Poltekkes-
Pdg.Ac.Id, 15–192.

Literate, S., & Indonesia, J. I. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT


HIV/AIDS PADA NY. Y. K DI RUANG CEMPAKA RSUD PROF. DR. W.Z.
JOHANNES KUPANG. 274–282.

Nasution, S. S. (2018). Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil Resiko Tinggi: HIV-
AIDS dengan Melibatkan Masyarakat. In USU Press.

Saputra, F. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.R DENGAN HIV/AIDS DI


RUANG RAWAT INAP AMBUN SURI LANTAI III RSUD Dr. ACHMAD
MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018. 1–105.
http://repo.stikesperintis.ac.id/126/1/05 FERDY SAPUTRA.pdf

Anda mungkin juga menyukai