Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ANAK HIV/AIDS

Dosen Pengampuh: Ns. Petronella Mamentu S.Kep M.Kep

Disusun Oleh :

Indria Putri Utina 1901055

Gina M.R Haringan 1901046

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

MUHAMMADIYAH MANADO

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya sehingga
Asuhan Keperwatan ini dapat diselesaikan dengan baik. Asuhan Keperawatan ini disusun untuk
memenuhi tugas Keperawatan Anak. Asuhan Keperawatan ini disusun secara sederhana sehingga
dapat memudahkan mahasiswa dan pembaca dalam mempelajari materi yang kami sampaikan.

Pada kesempatan kali ini saya sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini. Karena kami menyadari bahwa Asuhan
Keperawatan ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.Akhir kata kami
berharap semoga Asuhan Keperawatan ini dapat diterima, dipelajari dan bermanfaat bagi teman-
teman mahasiswa dan pembaca di kalangan masyarakat serta dapat digunakan sebagai acuan
dengan penyusunan Asuhan Keperawatan yang lainnya.

Penyusun

Kelompok IX
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi oleh virus penyebab defisiensi imun merupakan masalah yang relative
baru, terutama pada anak. Masalah ini pertama kali dilaporkan di Amerika ada tahun
1982 sebagai suatu sindrom defisiensi imun tanpa diketahui penyebabnya. Oleh karena
jumlah kasus defisiensi imun makin meningkat setararelative tepat disertai angka
kematian yang men!emaskan, maka dilakukan pengamatan dan penelitian yang intensif
sehingga akhirnya penyebab defisiensi imun ini ditemukan. Penyebab defisiensi imun ini
adalah suatu virus yang kemudian dikenal dengan nama human immunodeficiency vitus
tipe-1 (HIV-1) pada tahun 1985. Pada pengamatan selanjutnya, Ternyata bahaya infeksi
HIV-1 ini. dapat menimbulkan rentangan gejala yang sangat luas, yaitu dari tanpa gejala
hingga gejala yang sangat berat dan progresif, dan umumnya berakhir dengan kematian.
Dengan meningkat dan menyebarnya kasus defisiensi imun oleh virus ini pada orang
dewasa setara tepat di seluruh dunia, apabila kasus tersebut tidak mendapat perhatian dan
penanganan yang memadai, dalam waktu dekat diperkirakan jumlah kasus defisiensi
imun pada anak juga akan meningkat.

B. KONSEP TEORI
1. Definisi
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang
menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit
infeksi tertentu / keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya
tahan tubuh (kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang Human
Imuno Deficiency Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia yang kemudian mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya
menyerang sel darah putih yang menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel T penolong. ( T helper ),
atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus sub kelompok
lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak materi
genetika sendiri didalam materi genetik sel - sel yang ditumpanginya dan melalui
proses ini HIV dapat mematikan sel - sel T4. ( DEPKES: 1997 )
Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui
darah, penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak).
Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS
sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun), sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in uteri).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse darah
fetomaternal atau kontak antara kulit atau embran mukosa bayi dengan darah atau
sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses kelahiran, semakin besar
pula resiko penularan, sehingga lama persalinan bisa dicegah dengan operasi
section caecaria. Transmisi lain juga terjadi selama periode postpartum melalui
ASI dari ibu yang positif sekitar 10% .
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu, termasuk
pria homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena, penderita
hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual dan individu
yang terinfeksi virus tersebut. ( DORLAN 2002 )
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi. (Centre
for Disease Control and Prevention)
2. Insedensi
Data yang dirilis oleh Ditjen PP dan PL Kementrian Kesehatan RI menunjukan
bahwa ibu rumah tangga menempati jumlah penderita AIDS terbanyak di
Indonesia. Banyaknya Anak dengan HIV/AIDS yang akhirnya menjadi yatim
piatu akibat kedua orang tuannya meninggal karena AIDS, dan juga banyak dari
anak dengan HIV/AIDS (ADHA) yang harus hidup bersama kedua orang tuanya
yang juga positif HIV. UNICEF (2008) menyatakan bahwa sekitar sekitar 50
persen bayi yang terinfeksi HIV meninggal sebelum merayakan ulang tahun
kedua mereka dan lebih dari 15 juta anak kehilangan seorang atau kedua orang
tua mereka akibat penyakit terkait AIDS. Di berbagai belahan dunia 2,3 juta anak
dibawah 15 tahun hidup dengan HIV, dimana sekitar 530 ribu diantaranya baru
terinfeksi ada tahun 2006, kebanyakan melalui penularan dari ibu ke anak, cara
penularan yang sebenarnya dapat dicegah bila memperoleh penanganan medis
yang optimal. Data dari Ditjen PP & PL Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Sampai dengan triwulan III tahun 2014 jumlah penderita AIDS pada
usia 0-14 tahun mencapai 2,9 %. Data terbaru dari hasil pemetaan populasi kunci
oleh Komisi Penanggulangan AIDS kota Surakarta menunjukan ibu rumah tangga
dan anak menjadi pengidap HIV terbanyak di kota Surakarta
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, jumlah kasus human
immunodeficiency virus (HIV) terus meningkat sejak 2010-2019. Angkanya pun
mencapai 50.282 kasus pada 2019, naik 7,78% dibandingkan tahun sebelumnya.

3. Etiologi
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
a) Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
b) Pemakaian obat oleh ibunya
c) Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
d) Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi
Penularan Dari Ibu Ke Anak
Jalur penularan HIV yang paling banyak terjadi pada anak kecil dan bayi
adalah lewat ibunya (mother-to-child transmission). Menurut yayasan nonprofit
Pediatric AIDS Foundation, lebih dari 90% kasus penularan HIV pada anak kecil
dan bayi terjadi saat masa kehamilan. Risiko penularan HIV dari ibu ke anak juga
dapat terjadi apabila bayi terpapar darah, cairan ketuban yang pecah, cairan
vagina, atau cairan tubuh ibu lainnya yang mengandung virus HIV selama proses
melahirkan. Sebagian kasus lainnya dapat pula terjadi dari proses menyusui
eksklusif karena virus HIV dapat terkandung dalam ASI. Maka itu, dokter
biasanya akan mencegah penderita HIV memberikan ASI eksklusif pada bayinya.
Tertular Dari Jarum Yang Terkontaminasi
Selain penularan pada masa kehamilan, penggunaan jarum suntik bekas
bergantian juga merupakan cara penularan HIV yang mungkin terjadi pada anak.
Risiko ini terutama tinggi di kalangan anak pengguna narkoba suntik. Virus HIV
dapat bertahan hidup di dalam jarum suntik selama kurang lebih 42 hari setelah
kontak pertama kali dengan pemakai pertamanya (yang positif HIV). Maka, ada
peluang bagi satu jarum bekas untuk menjadi perantara penularan HIV kepada
banyak anak yang berbeda. Darah mengandung virus yang tertinggal pada jarum
dapat berpindah ke tubuh pemakai jarum selanjutnya melalui luka bekas suntikan.
Aktivitas Seksual
Penularan HIV lewat hubungan seks rentan terjadi dari kontak darah, air
mani, cairan vagina, atau cairan praejakulasi milik orang yang terinfeksi HIV
dengan luka terbuka atau lecet pada alat kelamin orang sehat, misalnya dinding
dalam vagina, bibir vagina, bagian penis mana pun (termasuk lubang bukaan
penis), ataupun jaringan dubur dan cincin otot anus. Perkawinan anak di bawah
umur dengan orang yang berisiko memiliki HIV juga membuat mereka lebih
rentan terkena infeksi.
Tranfusi Darah
Praktik donor darah dengan jarum yang tidak steril juga dapat
meningkatkan risiko HIV pada anak, terutama di negara-negara yang tingkat
kemiskinannya masih tinggi. Anak yang menerima donor dari orang yang positif
HIV juga berisiko terinfeksi.
4. Gambaran Klinis
Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan
spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium
awal sampai gejala yang berat pada stadium lanjut. Perjalanan penyakit lambat
dan gejala AIDS rata-rata timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih
lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi HIV menjadi
AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang-ulang dan
pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain memperngaruhi perkembangan kearah
AIDS. Menurunnya jumlah hitungan CD4 dibawah 200 sel / mL menujukkan
perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang memburuk juga ditunjukkan
oleh peningkatan B2 mikro globulin, p24 (antibodi terhadap protein core) dan
juga peningkatan IgA.

5. Pathofisiologi
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan
sumber kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan
memasuki sel T4 , virus memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya
sehingga akhirnya menurun, sehingga menyebabkan tubuh mudah terserang
infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal ini menyebabkan
kematian pada orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain menyerang limfosit T4,
virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering terkena adalah
otak dan susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh selaput pembungkus yang
sifatnya toksik ( racun ) terhadap sel, khususnya sel otak dan susunan saraf pusat
dan tepi lainnya yang dapat menyebabkan kematian sel otak. Masa inkubasi dan
virus ini berkisar antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11
tahun, tetapi yang terbanyak kurang dari 11 tahun. (DEPKES 1997).
Awal replikasi HIV pada anak tidak memiliki manifestasi klinis yang
jelas. Jika dilakukan uji isolasi virus atau dengan PCR untuk melihat rantai
mucleic acid, kurang dari 50% dari bayi yang menunjukan terinfeksi saat lahir,
namun hamper semua bayi yang terinfeksi HIV-1 pada darah perifer dalam usia 4
bulan.
Pada orang dewasa masa laten klinis yang panjang (8-12 tahun) tidak
menunjukan latensi virus. Faktanhya ada peningkatan jumlah virus dan CD4
menginfeksi sebagian besar sel imonokompeten tubuh. Kebanyakan anak-anak
dalam kelompok ini positif pada kultur HIV-1 dan atau virus plasma (median
11.000/mL). dalam jumlah 48 jam pertama kehidupan. Ini menunjukan bahwa
bayi baru lahir telah terinfeksi virus dari dalam kandungan. Pertumbuhan virus
dengan cepat meningkat dan mencapai puncaknya pada umur 2-3 bulan (median
750.000/mL). Berbeda dengan pertumbuhan virus pada orang dewasa, pada bayi
pertumbuhan virusnya tetap tinggi setidaknya dalam tahun pertama kehidupan.
Anak yang terinfeksi HIV memiliki perubahan dalam system imunitas
tubuhnya seperti halnya pada orang dewasa yang terinfeksi HIV. Penularan sel
CD4 mungkin tidak terlalu drastic karena biasanya bayi memiliki limfositosis
relative. Oleh karena itu, jika pada anak < 1 tahun nilai CD4 1.500/mm kubik
merupakan indikasi penurunan CD4 yang parah, sebanding dengan < 200 mm
kubik pada orang dewasa. Limfopenia relative jarang terjadi pada anak yang
terinfeksi dalam kandungan dan biasanya hanya terlihat pada usia yang lebih tua
atau pada stadium akhir penyakit, meskipun anergi kulit merupakan hal umum
selama infeksi HIV, tapi terjadi juga pada bayi sehat < 1 tahun, maka
interpretasinya sulit pada bayi yang terinfeksi. Keterlibatan system saraf pusat
umumnya terjadi pada pasien anak daripada orang dewasa . Makrofag dan
microglia memainkan peran penting dalam neuropathogenesis HIV, dan ada data
juga menunjukan bahwa astrosit juga mu ngkin terlibat. Meskipun mekanisme
khusus ensefalopati pada anak belum jelas, perkembangan otak bayi, dengan
myelinization tertunda, akan lebih rentan terhadap infeksi HIV.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi
HIV/AIDSberdasarkan tes yang dapat mendeteksi adanya antigen dan antibody
HIV. Ketika HIVmemasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan membentuk
antibody sebagai respon tubuhterhadap infeksi. Sehingga apabila pada darah
seseorang terdapat antibody HIV, makaseseorang tersebut adalah terinfeksi.
Kebanyakan orang membentuk antibody HIV antara 6-2 minggu dari waktu
infeksi. Di Amerika Serikat dilakukan kombinasi dua tes antibody HIV. Apabila
antibody HIV dideteksi pada tes awal (ELISA), lalu dilakukan tes kedua yaitu
Western Blot untuk mengukur antigen yang berikatan dengan antibody.
b) Test ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
ELISA merupakan komponen integral dari laboratorium klinik. Tingkat
sensitifitas yang tinggi dan minimnya pengunaan radioisotop menyebabkan tes ini
luas digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibody secara kualitatif dan
kuantitatif. Jikadigunakan dengan baik, tes ini mempunyai sensitifitas > 98%.
Dasar pemeriksaan ini adalah mereaksikan antigen HIV dengan serum. Apabila di
dalam serum terdapat antibody HIV, akan terjadi ikatan antigen-antibody.
c) Tes Western Blot
Tes Western Blot merupakan cara pemeriksaan yang lebih spesifik dimana
antibody terhadap protein HIV dari berat molekul tertentu dapat terdeteksi.
d) PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk mendeteksi materi genetic virus pada darah.pemeriksaan
ini sangat akurat dan dapat mendeteksi infeksi virus HIV Secara dini. Tes PCR
dapat mendeteksi virus 14 hari setelah infeksi.
e) Tes Antibody
Uji antibody HIV mendeteksi adanya antibody HIV yang diproduksi sebagai
bagian respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia > 18 bulan, uji
antibody HIV dilakukan usia >18 bulan karena antibody maternal yang ditransfer
secara pasif selama kehamilan, dapat terdeteksi sampai umur 18 bulan.
Jika seseorang terinfeksi Human Imunnodeficiency Virus (HIV) maka sistem
imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut.
Antibody terbentuk dalam 3-12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6-12
bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak
memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody Human Imunnodeficiency Virus
(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic.
7. Prognosis
Penderita HIV yang tidak mendapatkan penanganan, memiliki prognosis
yang buruk, dengan tingkat mortalitas > 90%. Rata-rata jangka waktu sejak
infeksi hingga kematian adalah 8-10 tahun (tanpa intervensi ARV). Terapi ARV
membantu mengontrol dan mengurangi replikasi HIV hingga aktivitas virus (viral
load) tidak terdeteksi dalam darah melalui pemeriksaan laboratorium, sehingga
memberi kesempatan untuk tubuh melakukan restorasi dari sistem imun hingga
mencapai tingkat aman dan menghindari progresifitas HIV. Terapi ARV juga
mengurangi tingkat transmisi dan penularan dari HIV, terutama melalui paparan
darah maupun hubungan seksual. Tanpa pemberian terapi ARV, penderita infeksi
HIV akan dapat mengalami penurunan sistem imun secara konstan sehingga dapat
mencapai kondisi yang dikenal sebagai AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) yang umumnya ditandai dengan timbulnya berbagai infeksi
oportunistik dan dengan kadar sel CD4 <200.

8. Penatalaksanaan Medis

Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi HIV maka
terapinya yaitu:

a) Pengendalian infeksi oportunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportuniti,
nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan
perawatan yang kritis.
b) Terapi AZT (Azitomidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik
transcriptase.
c) Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun dengan menghambat replikasi virus
atau memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obatan ini adalah:
didanosina, ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
d) Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron
Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
e) Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu
megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak
berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi hidup sehat.
f) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang
sehat, hindari sters, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi
kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.

C. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


a. Pengkajian
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung
jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.
1. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa
terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut,
pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan
pada extremitas, batuk produkti / non.
2. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,demam
berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang hilang
timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas hormonal
(antibody), riwayat kerusakan respon imun seluler (Limfosit T), batuk yang
berdahak yang sudah lama tidak sembuh.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan
penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui ASI.
4. Pemeriksaan Fisik
 Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi, kelelahan /
malaise, perubahan pola tidur.
 Gejala subyektif
Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang
kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
 Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan
perasaan takut, cemas, meringis.
 Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilanginterest
pada lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
 Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk,
kejang, paraf legia.
 Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
 Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
 Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang parah), batuk produktif/non
produktif, bendungan atau sesak pada dada.
 Integument
Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.
b. Diagnosa keperawatan
 Resiko infeksi b/d imunisasi/vaksinasi
 Defisit pengetahuan tentang spesifikasi b/d edukasi kesehatan
c. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Resiko Infeksi b/d setelah dilakukan Observasi :
5. imunisasi/vaksinasi pemeriksaan …24 jam 1. Identifikasi riwayat kesehatan
11 maka resiko infeksi dan riwayat alergi
menurun dengan kriteria 2. Identifikasi kontra indikasi
hasil : pemberian imuninasi setiap
a. Kebersihan badan kunjungan ke pelayanan
meningkat (5) kesehatan
b. Nafsu makan Terapeutik :
meningkat (5) 1. Berikan suntikan pada bayi
c. Demam menurun (5) dibagian paha anterolateral
d. Kemerahan cukup 2. Dokumentasikan informasi
meningkat (4) vaksinasi
e. Nyeri menurun (5) 3. Jadwalkan imunisasi pada
interval waktu yang tepat
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat
reaksi yang terjadi, jadwal
dan efek samping
2. Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
3. Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah.
4. Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus
5. Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang menyediakan
vaksin gratis.
1.

2. Defisit pengetahuan setelah dilakukan Observasi


tentang spesifikasi pemeriksaan …24 jam 1. Identifikasi kesiapan da
b/d edukasi maka resiko infeksi kemampuan menerima
kesehatan menurun dengan kriteria informasi
hasil : 2. Identifikasi faktor faktor
a.perilaku sesuai anjuran(4) yang dapat meningkatkan
b.verbalisasi minat dalam da menurunkan perilaku
belajar (4) hidup bersih dan sehat
c.kemampuan menjelaskan Terapeutik
tentang suatu topik - Sediakan materi
d.kemampuanmenggambar dan media
kan pengalaman pendidikan
sebelumnya yang sesuai kesehatan
topik (4) -Jadwalkan
e.persepsi yang keliru pendidikan
terhadap masalah (5) kesehatan sesuai
kesepakatan
-berikan
kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
-Jelaskan
faktorresiko yang
dapat
mempengaruhi
ksehatan
-Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
-Ajarkan strategi
yang dapat di
gunanakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup
bersih dan sehat.

d. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana
rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang
telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi
dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikitnya.
e. Evaluasi keperwatan
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap
akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke
arah pencapaian hasil.
BAB II
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN HIV/AIDS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identifikasi Klien :
a. Nama : Tn.A
b. No. MR :969457
c. Tempat/ Tgl Lahir :Lubuk Basung, 13 Februari 1988
d. Umur : 29 tahun
e. Jenis Kelamin : Laki – Laki
f. Status Kawin : Belum Kawin
g. Agama : Islam
h. Pendidikan terakhir : Perguruan Tinggi
i. Pekerjaan : Guru honorer
j. Tanggal Masuk : 19 Mei 2017
k. Alamat : Jorong V Sungai Jaring Lubuk Basung
l. Diagnosa Medis : Sepsis ec BP droplet CAPSIDA putus obat,susp TB,
condidiasis oral, DiarekronisGangguan Faal hepar
2. Identifikasi Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. R
b. Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
c. Alamat : Jorong V Sungai Jaring Lubuk Basung
d. Hubungan : Ibu Kandung
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama
Pasien masuk RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD dirujuk dari
RSUD Lubuk Basung pada tanggal 19 Mei 2017 jam 14.30 WIB,dengan
keluhan demam tinggi terus menerus sejak 1 minggu yang lalu,diare, badan
terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun, sariawan,bibir kering dan
pecah-pecah serta kehilangan berat badan yang signifikan.
2) Keluhan Saat Dikaji
Pada saat pengkajian tanggal 23 Mei 2017 jam 10.00 WIB didapatkan
pasien dengan kesadaran komposmentis, keadaan umum klien tampak lemah
dan letih. Pasien mengatakan demam tidak ada lagi, pasien mengatakan
masih diare, BAB cair dengan frekuensi 2-3 kali sehari konsistensi cair,
bewarna kuning. Pasien mengatakan nyeri dada di sebelah kanan bagian
bawah dan punggung kanan, nyeri terasa seperti mendesak, pasien
mengatakan skala nyeri berkirasar antara 6 sampai 7, nyeri di rasakan hilang
timbul. Pasien juga mengatakan nafsu makan menurun, Sariawan di mulut,
bibir kering dan pecah pecah. Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada
paru.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien pernah dirawat 3 bulan yang lalu dan di diagnosa HIV AIDS,
pasien mendapat terapi ARV namun dihentikan karena pasien mengeluh
mual saat
makan obat tersebut. Pasien merupakan mahasiswa tamatan tahun
2012,pasien mengaku sejak tinggal di Riau untuk kuliah terpengaruh dengan
lingkungan,pasien mengaku sering keluar malam, pasien berhubungan
seksual dengan sesama jenis atau yang di sebut dengan homoseksual. Pasien
mengatakan tidak minum alkohol, merokok, ataupun narkoba
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit
HIV
AIDS. Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan seperti Hipertensi, DM, Jantung serta penyakit TBC.

4. Pola aktivitas sehari – hari (ADL)


a. Pola Nutrisi
1) Sehat
Pasien mengatakan makan 2 kali sehari pasien mengkonsumsi nasi
ditambah lauk pauk, sayur dan kadang kadang juga mengkonsumsi buah
dan makanan tambahan seperti snack. Pasien mengatakan tidak memiliki
alergi makanan. Pasien minum air putih 6-7 gelas/hari. Pasien mengatakan
berat badan sebelum sakit (2 bulan yang lalu) yaitu 43 kg dan berat badan
sekarnag 31 kg.
2) Sakit
Porsi makan pasien sebelum dirawat di rumah sakit 3-5 sendok dalam 1
kali makan.Pasien mengatakan sudah mengalami penurunan nafsu makan
sejak lebih kurang 3 bulan yang lalu, saat di rawat di rumah pasien lebih
sering mengkonsumsi bubur kacang hijau dan susu. Pasien sulit untuk makan
karena sariawan dan bibir kering serta ada mual dan muntah. Saat dirawat
dirumah pasien minum 5-6 gelas dan minum susu 3 x 200 ml.
Pasien mengatakan saat dirawat di rumah sakit hanya menghabiskan 2-
4sendok dari porsi makanan yang disediakan di rumah sakit Pasie
mendapatkan diet ML rendah serat + ekstra ikan gabus tiga kali sehari.
Saat sakit pasien minum air putih 2 sampai 3 gelas ±600 cc perhari
b. Pola Eliminasi
1) Sehat
BAB : pada saat sehat pasien BAB 1 kali sehari dengan konsistensi
lunak bewarna kecoklatan.
BAK : pada saat sehat pasien BAK lebih
kurang 5 kali sehari, pasien BAK dengan lancar

2) Sakit
BAB : pasien mengatakan diare sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit frekuensi hilang timbul, jika diare 3-4 kali dalam sehari, bewarna
kuning, konsistensi cair.
c. Pola Tidur dan Istirahat
1) Sehat
Saat sehat pasien tidur 7 sampai 8 jam pada malam hari dan tidur siang1-2
jam.
2) Sakit
Selama sakit jam tidur pasien meningkat, waktu pasien lebih banyak
digunakan untuk tidur dan istirahat. Masalah yang ditemukan pasien saat
tidur yaitu pada malam hari terbangun karena BAB, demam serta berkeringat
malam.

d. Pola Aktivitas dan Latihan


1) Sehat
Saat sehat pasien mampu melakukan aktifitas sehari hari secara mandiri.
2) Sakit
Saat sakit aktivitas pasien lebih banyak di tempat tidur dan bergerak di dalam
kamar. Aktivitas pasien sering dibantu orang tua untuk aktivitas makan dan
minum, mandi serta toileting.
e. Pola bekerja
1) Sehat
saat sehat pasien bekerja sebagai guru honorer di MTSn selama 6 kali dalam
seminggu
2) Sakit
Pada saat sakit pasien tidak bekerja karena tubuh terasa lemah dan letih,
pasien mengatakan sudah 2 bulan tidak lagi mengajar.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Tinggi badan : 157 cm
2) Berat badan : 31 kg
3) IMT : 12,91 ( Berat badan kurang )
4) Lingkar lengan : 19 cm
5) Kesadaran : Composmentis Coperatif
6) Tekanan darah : 80/60 mmHg
7) Nadi : 89 x/i
8) Pernafasan : 19 x/i
9) Suhu : 36,0 oC
b. Wajah
Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada udema.
c. Kepala
Kepala simetris, tidak ada pembengkakan pada kepala dan tidak ada lesi.
d. Rambut
Rambut bewarna pirang, distribusi rambut tidak merata, rambut
mudahrontok, berketombe.
e. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, terdapat kantung mata, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikhterik,reflek cahaya positik kiri dan kanan, reflek pupil isokor
ukuran pupil 2mm/2mm
f. Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat
pembengkakan, tidak terdapat nyeri tekan.
g. Mulut
Bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat condidiasis oral, terdapat
sariawan, terdapat gigi yang berlubang
h. Telinga
Telinga simetris, tidak terdapat pembengkakan di area telinga, terdapat
serumen di kedua telinga.
i. Leher
Leher simetris, tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, dan tidak
terdap bendungan vena jugularis.
j. Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat
retraks dinding dada
Palpasi : Premitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Bronko vasikuler
k. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Ikhtus kordis teraba
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler
l. Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen, tidak terdapat udema
dan juga lesi
Ausklutasi : bising usus 20 x/m
Palpasi : hepar teraba dan terdapat nyeri tekan
Perkusi : saat dilakukan perkusi hepar didapatkan suara pekak
m. Kulit
Kulit terlihat kering, tidak terdapat tanda-tanda lesi (sarkoma kaposi)
terdapat sarkoma kaposi, turgor kulit jelek.
n. Genitalia
Pasien mengatakan tidak ada keluhan di area kemaluan.
o. Ekstremitas
Atas : Pasien terpasang IVFD Wida KN-2 8 tetes/menit di tangan sebelah
kanan, akral teraba dingin, tidak ada udema, CRT
> 3 detik, tonus otot melemah
Bawah : tidak terdapat udema, akral teraba dingin, CRT > 3 detik,tonus otot
melemah
6. Data Psikologis
a. Status Emosional
Pasien mampu untuk mengontrol emosi. Pasien tampak murung dan lesu.
Pasien mengatakan badan terasa leamah dan letih.
b. Kecemasan
Pasien mengatakan cemas karena merasa kondisinya semakin memburuk
dan belum merasakan perubahan dari kesehatannya.
c. Pola Koping
Pola koping pasien baik namun pasien tampak kurang bersemangat dalam
menjalani pengobatannya, dan merasa pasrah terhadap penyakit yang di
deritanya.
d. Gaya Komunikasi
Pasien mampu diajak berkomunikasi. Saat pengkajian pasien lebih banyak
merunduk, saat bicara pasien sesekali menatap ke lawan bicara.

e. Konsep diri diurai untuk komponen gambaran diri, harga diri, peran,
identitas, dan ideal diri.Pasien merupakan seorang laki – laki yang berusia 29
tahun, belum menikahdan merupakan seorang guru agama. Pasien
mengatakan merasa maludengan kondisinya saat ini, pasien tidak percaya diri
dengan tubuhnya saatini dan malu jika bertemu dengan orang lain. Pasien
mengatakan pasrahdengan penyakit yang di deritanya saat ini..
7. Data Sosial Ekonomi
Ibu pasien mengatakan saat sakit pasien lebih banyak dan sering
menyendiri dikamar.Pasien bekerja sebagai guru honorer di MTSn pasien
mengatakanmendapatkan gaji 1.350.000 per bulanya. gajinya pas pasan
untuk membiayaikehidupannya sendiri, pasien masih tinggal bersama kedua
orang tuanya. Pasienmemakai kartu BPJS kelas III untuk membiayai rumah
sakit.
8. Data Spiritual
Klien mengatakan berdoa untuk kesembuhannya. Saat sehat pasien rajin
melaksanakan shalat namun saat sakit klien tidak tampak melaksanakan
shalat.
9. Lingkungan tempat tinggal
a. Tempat pembuangan kotoran : WC + sepctic tang
b. Tempat pembuangan sampah : dikumpulkan lalu dibakar
c. Pekarangan : pasien mengatakan perkarangan rumah cukup luas
d. Sumber air minum : klien minum dengan air galon dan kadang- kadang
air sumur dengan di masak terlebih dahulu
e. Pembuangan air limbah : klien buang air limbah diselokan
belakang rumah

11. Program dan Rencana Peengobatan


Program pengobatan pasien mulai dari tanggal 19 mei 2017 sampai 29
mei
2017 adalah sebagai berikut :
IVFD NaCl 0,9% 8J/kolf
Caeftazidime 2 x 1 g (IV)
Paracetamol 3 x 500 g (PO)
Nacetilsistein 3 x 200 g (PO)
Flukonazole 1 x 150 g (PO)
Cotrimoxazole 1 x 960 g (PO)
Ciprofloxacin 2 x 120 (IV)
Tranfusi albumin 20% 100 cc (IV)
KCL 400 mg (IV)
WIDA KN-2 1 kolf

b. Diagnosa keperawatan
• Intoleransi aktivitas b/d manajemen energi
• gangguan rarsa nyaman b/d manajemen nyeri
NO DIAGNOSA KRITERIA INTERVENSI IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN HASIL
1 Intoleransi aktivitas setelah Observasi Observasi
b/d manajemen dilakukan -Identifikasi -
energi pemeriksaan gangguan Mengidentifi
…24 jam fungsi tubuh kasi
maka resiko yang gangguan
infeksi mengakibatkan fungsi tubuh
menurun kelelahan yang
dengan -AMonitor mengakibatk
kriteria hasil kelelahan fisik an kelelahan
: dan emosonal -Memonitor
-Monitor pla kelelahan
-kemudahan dan jam tidur fisik dan
dalam -Monitor lokasi emosonal
melakukan dan -Memonitor
aktivitas ketidaknyamana pla dan jam
sehari hari n selama tidur
(5) melakukan -Memonitor
-kekuatan aktivitas lokasi dan
tubuh ketidaknyam
bagian atas Terapeutik anan selama
(4) -sediakan melakukan
-Keluhan ligkungan yang aktivitas
lelah (5) nyaman dan
-Dispnea rendah Terapeutik
saat -Lakukan -
beraktivitas( latihan rentan Menyediakan
4) gerak pasif dan ligkungan
-Dispnea atau aktiv yang nyaman
saat setelah -Berikan dan rendah
aktivitas(4) aktivitas -Melakukan
distraksi yang latihan rentan
menenangkan gerak pasif
f. -fasilitasi duduk dan atau
di sisi tempat aktiv
tidur,jika tidak -Memberikan
dapat aktivitas
beripindah atau distraksi
berjalan. yang
menenangka
Edukasi n
-Anjurkan tirah -
baring Mengfasilitas
-Anjurkan i duduk di
melaukan sisi tempat
aktivitas secara tidur,jika
bertahap tidak dapat
-Anjurkan beripindah
menhubungi atau berjalan.
perawat jika
tannda dan Edukasi
gejalah -
kelelahan tidak Menganjarka
berkurang n tirah baring
-Ajarkan -
startegi koping Menganjarka
untuk n melaukan
menurangi aktivitas
kelelahan. secara
bertahap
-
Menganjarka
n
menhubungi
perawat jika
tanda dan
gejalah
kelelahan
tidak
berkurang
-Mengajarkan
startegi koping
untuk menurangi
kelelahan.
2 Gangguan rasa setelah Observasi Observasi
nyaman b/d dilakukan -identifikasi -
manajemen nyeri pemeriksaan lokasi,karakteris mengidentifi
…24 jam tik,durasi,frekue kasi
maka resiko nsi,kualitas,inte lokasi,karakt
infeksi nsitas nyeri eristik,durasi,
menurun -identifikasi frekuensi,kua
dengan skala nyeri litas,intensita
kriteria hasil -identifikasi s nyeri
: respon nyeri -
-keluhan non verbal mengidentifi
nyeri -identifikasi kasi skala
menurun(5) faktor yang nyeri
-meringis memperberat -
menurun (5) dan mengidentifi
-sikap memperinganka kasi respon
protektif n nyeri nyeri non
menurun (5) -identifikasi verbal
-Gelisah pengetahuan -
menurun (5) dan keyakinan mengidentifi
-kesulitan tentang nyeri kasi faktor
tidur -identifikasi yang
menurun(5) pengaruh memperberat
budaya terhadap dan
respon nyeri memperinga
-identifikasi nkan nyeri
pengaruh nyeri -
pada kualitas mengidentifi
hidup kasi
-monitor pengetahuan
keberhasilan dan
terapi keyakinan
koplimenter tentang nyeri
yang sudah di -
berikan mengidentifi
-monitor efek kasi
samping pengaruh
penggunaan budaya
analgetik terhadap
respon nyeri
Terapeutik -
-berikan teknik mengidentifi
nonfarmakologi kasi
s utuk pengaruh
mengurangi nyeri pada
rasa nyeri kualitas
(mis,TENS,hipn hidup
osis,akupresur,t -memonitor
erapi keberhasilan
musik,blofeedb terapi
ack,terapi koplimenter
pijat,aroma yang sudah
terapi,teknik di berikan
imajinasi -memonitor
terbimbing efek samping
kompres hangat penggunaan
/dingin ,terapi analgetik
bermmain.
-kontrol Terapeutik
lingkunganyang -mrmberikan
memperberat teknik
rasa nyeri nonfarmakol
9mis,suu ogis utuk
ruangan,pencah mengurangi
ayaan,kebisinga rasa nyeri
n) (mis,TENS,h
-fasilitas ipnosis,akupr
istirahat dan esur,terapi
tidur musik,blofee
-pertimbangkan dback,terapi
jenis dan pijat,aroma
sumber nyeri terapi,teknik
dalam imajinasi
pemilihan terbimbing
strategi kompres
meredakan hangat
nyeri /dingin ,terap
i bermmain.
Edukasi -mengontrol
-Jelaskan lingku\
pemyebab,perio nganyang
de dan pemicu memperberat
nyeri rasa nyeri
9mis,suu
-Jelaskan ruangan,penc
strategi ahayaan,kebi
meredakan singan)
nyeri -memfasilitas
istirahat dan
-Anjurkan tidur
memonitor
nyeri secara -
sendiri mempertimb
angkan jenis
-Anjurkan dan sumber
meggunakan nyeri dalam
analgetik untuk pemilihan
mengurangi strategi
rasa nyeri meredakan
nyeri
-Kolaborasi
Kolaboras Edukasi
pemberian -menjelaskan
analgetik,jika pemyebab,pe
perlu riode dan
pemicu nyeri

-menjelaskan
strategi
meredakan
nyeri
-
menganjurka
n memonitor
nyeri secara
sendiri

-
menganjurka
n
meggunakan
analgetik
untuk
mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
-Kolaboras
pemberian
analgetik,jika perlu.

Anda mungkin juga menyukai