Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN CA COLON

Dosen Pengampuh: Ns.Hj. Silvia D Mayasari Riu S.Kep M.kep

Disusun Oleh:
Alma Harpia Nani (1901054)
Gina M. Rosalinda Haringan (1901046)
Indria Putri Utina (1901055)
Faria Suparto Polapa (1901041)
Saida A.Kasim (1901052)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )


MUHAMMADIYAH MANADO
T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya sehingga
Asuhan Keperwatan ini dapat diselesaikan dengan baik. Asuhan Keperawatan ini disusun
untuk memenuhi tugas Keperawatan menjelang ajal dan paliatif ini disusun secara sederhana
sehingga dapat memudahkan mahasiswa dan pembaca dalam mempelajari materi yang kami
sampaikan.

Pada kesempatan kali ini saya sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini. Karena kami menyadari bahwa
Asuhan Keperawatan ini belum sempurna dan masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.Akhir kata kami
berharap semoga Asuhan Keperawatan ini dapat diterima, dipelajari dan bermanfaat bagi
teman-teman mahasiswa dan pembaca di kalangan masyarakat serta dapat digunakan sebagai
acuan dengan penyusunan Asuhan Keperawatan yang lainnya.

Manado , Desember 2021


Penyusun

Kelompok III
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………………
C. Tujuan penulisan……………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ca Colon ……………………………………………….
B. Anatomi ………………,,…………………….……………………..
C. Etiologi ……………..………………………………………………
D. Patofisiologi ……………....………………….…………………….
E. Manifestasi Klinik ………….………………………………………
F. Asuhan Keperawatan…………………..……………………………
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………..
B. Saran………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
dunia maupun di Indonesia. Dari tahun ke tahun peringkat penyakit kanker sebagai
penyebab kematian semakin mengkhawatirkan. Diperkirakan sekitar 7,6 juta (atau 13%
dari penyebab kematian) orang meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia karena penyakit
kanker. Jika kanker tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker
dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030. Data tersebut semakin
mengkhawatirkan, karena kejadian kanker akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan
berkembang (WHO, 2008).Di Amerika Serikat, karsinoma kolorektal merupakan penyebab
ketiga dari semua kematian akibat kanker, baik pada pria maupun wanita (Haggar, 2009).
Dengan perkiraan 134.000 kasus baru per tahun dan sekitar 55.000 kematian, penyakit ini
merupakan penyebab hampir 15% kematian disebabkan kanker di Amerika Serikat
(Robbins, 2012).Di Asia, karsinoma kolorektal juga merupakan masalah yang penting
(Yee, 2009). Insiden di Jepang yang dahulu rendah, sekarang meningkat hingga level
pertengahan seperti di Inggris (Robbins, 2012).
Di Indonesia, berdasarkan data dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, pada tahun 2010
karsinoma kolorektal merupakan jenis kanker ketiga terbanyak dengan jumlah kasus
1,8/100.000 penduduk dan hingga saat ini karsinoma kolorektal tetap termasuk dalam 10
besar kanker yang sering terjadi. Observasi dari bagian patologi Anatomi RSCM, Jakarta
menunjukkan bahwa pada tahun 1986-1990, penderita kanker kolorektal berjumlah 275
orang, dan terus meningkat menjadi 368 orang pada tahun 1991-1995, sementara data pada
tahun 1999-2003 bahkan angkanya mencapai 584 orang. Ini membuktikan terjadi
peningkatan kejadian karsinoma kolorektal di Indonesia. Sekitar 9,5 persen laki – laki
penderitakanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3
persen dari total jumlah penderita kanker. Ada lebih dari940.000 kasus kanker kolorektal
baru setiap tahun (Jemal et al., 2008). Insiden kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi,
demikian juga angkahkematiannya. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi berbagai
laporan di Indonesia menunjukkan kenaikan jumlah kasus. Data dari Depkes didapatkan
angka 1,8 per 100.000 penduduk (Depkes,2006).
Kasus Kanker usus di RSUD Prof Dr. W.Z Yohanes kupang sendiri khususnya di ruang
Asoka, data untuk kanker usus pada tahun 2018 terdapat 18 kasus kanker usus yang
ditemukan. dan pada Tahun 2019 sampai bulan Juni sudah ditemukan 7 kasus kanker
usus.Menurut Syamsuhidajat, terdapat berbagai faktor yang berkaitan dengan peningkatan
resiko kanker jenis ini, yaitu faktor umur, riwayat polip kolon, riwayat penyakit
inflammatory bowel disease, riwayat keluarga, diabetes tipe 2, asupan makan (kebiasaan
makan), kurang aktivitas fisik, obesitas, merokok, dan konsumsi alkohol. Faktor asupan
makan (kebiasaan makan) yang saat ini paling banyak mendapat perhatian adalah
rendahnya kandungan serat sayuran yang tidak dapat diserap dan tingginya kandungan
lemak dari daging (Robbins, 2012).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Ca colon merupakan penyakit keganasan pada kolon dan atau rektum. Secara istilah,
kanker memiliki arti yang sama dengan tumor ganas. Tumor atau neoplasma adalah
pertumbuhan massa jaringan yang abnormal dan berlebihan. Tumor ada yang bersifat jinak
dan ganas. tumor ganas dinamai berbeda sesuai dengan asalnya masing-masing. Adapun
tumor ganas yang berasal dari epitel disebut dengan karsinoma; dari mesenkim disebut
sarkoma; dari jaringan fibrosa disebut fibrosarkoma; dan dari kondrosit disebut
kondrosarkoma (Kumar et al.,2007). Laparatomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo
dan tomi. Laparo sendiri berarti perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan.
Sehingga laparatomi dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding bdomen atau
peritoneal (Fossum). Kolostomi adalah pembuatan sebuah lubang di dinding abdomen
untuk mengeluarkan feses. Lubang ini dikenal dengan nama stoma dan terhubung ke alat
serta kantong kolostomi. Bisa bersifat sementara, tapi bisa juga bersifat permanen.
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian ususbesar, yakni bagian akhir
dari sistem pencernaan. Sebagian besarkasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah
benjolan/polip kecil, dankemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker
Indonesia,2018). Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan ususbesar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (KomitePenanggulangan Kanker
Nasional, 2015).
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal /neoplasma yang muncul
dari jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker kolorektal ditunjukan pada tumor
ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan rectum adalah bagian dari usus
besar pada sistem pencernaan yang disebut traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon
berada di bagian proksimal usus besar dan rektum dibagian distal sekitar 5-7 cm diatas
anus. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran
gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan
membuang zat-zat yang tidak berguna (Penzzoli dkk, 2007). Kanker kolorektal merupakan
suatu tumor malignant yang muncul pada jaringan ephitelial dari colon/rectum. Umumnya
tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma (Wijaya
dan Putri, 2013).
B. Etioogi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran
pada usus besar (Aliran depan feses) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan
yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The National Cancer Institut, dan
organisasi kanker lainnya.
Faktor resiko telah teridentifikasi untuk kanker kolon Usia lebih dari 50 tahun
1. Darah dalam feses
2. Riwayat polip rektal atau polip kolon
3. Adanya polip adematosa atau adenoma villus
4. Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
5. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
6. Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan – makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan
kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,
yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak
terutama lemak hewan dari daging merah, menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob,
menyebabkan timbulnya kanker di dalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang
juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni
yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran
dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengandung sedikit lemak
hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan. ( Mormons,seventh Day Adventists Makanan
yang harus dihindari :
a) Daging merah
b) Lemak hewan
c) Makanan berlemak
d) Daging dan ikan goreng atau panggang
e) Karbohidrat yang disaring (example : sari yang disaring)
f) Makanan yang harus dikonsumsi :
g) Buah – buahan dan sayur – sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan
kubis (seperti brokoli)
h) Butir padi yang utuh
i) Cairan yang cukup terutama air
C. Anatomi Fisiologi
Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya bervariasi
sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1.5 m (5 kaki) yang terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar
sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus
diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon asenden,
kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum.
Anatomi Fisiologi Struktur usus besar:
1. Caecum Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa
iliakakanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya sekum
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi tidak
mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah medial dan
lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong
peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.
2. Kolon asenden Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke
sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan
dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli
dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
3. Kolon Transversum Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat
bergerak bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum
majus.Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli
dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat
melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio
umbilikus.
4. Kolon desenden Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri,
dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung
dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.
5. Kolon sigmoid Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic
brim) sampai peralihan 14 menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini
ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon
sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga
dapat sedikit bergerak bebas (mobile).
6. Rektum Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral.
Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah
valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di
rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen
dan relatif mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian
anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian
terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase
isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.
D. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus).
Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain (paling sering ke hati) Japaries, 2013.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis
relativ baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseks dilakukan, dan
jauh lebih jelek telah terjadi mestatase ke kelenjr limfe (Japaries, 2013). Menurut Diyono
(2013), tingakatan kanker kolorektal dari duke sebagai berikut :
1. Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan colon).
2. Stadium 2 : menembus dinding otot, belum metastase.
3. Stadium 3 : melibatkan kelenjar limfe.
4. Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke organ lain.
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat tumbuh secara lokal
dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini melalui beberapa cara. Penyebaran
secara lokal biasanya masuk kedalam lapisan dinding usus sampai keserosa dan lemak
mesentrik, lalu sel kanker tersebut akanmengenai organ disekitarnya.
adenoma ini, hanya jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan menjadi
premaligna. Jenis tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai, sedangkan jenis villous
berstuktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh
menyerupai bunga kol didalam kolon sehingga massa tesebut akan menekan dinding
mukosa kolon. Penekanan yang terus-menerus ini akan mengalami lesi-lesi ulserasi yang
akhirnya akan menjadi perdarahan kolon. Selain perdarahan, maka obstruksi pun kadang
dapat terjadi. Hanya saja lokasi tumbuhnya adenomatersebut sebagai acuan. Bila adenoma
tumbuh di dalam lumen luas (ascendens dan transversum), maka obstruksi jarang terjadi.
Hal ini dikarenakan isi ( feses masih mempunyai konsentrasi air cukup) masih dapat
melewati lumen tersebut dengan mengubah bentuk (disesuaikan dengan lekukan lumen
karena tonjolan massa). Tetapi bila adenoma tersebut tumbuh dan berkembang di daerah
lumen yang sempit (descendens atau bagian bawah), maka obstruksi akan terjadi karena
tidak dapat melewati lumen yang telah terdesak oleh massa. Namun kejadian obstruksi
tersebut dapat menjadi total atau parsial (Diyono, 2013). Secara genetik, kanker kolon
merupakan penyakit yang kompleks. Perubahan genetik sering dikaitkan dengan
perkembangan dari lesi permalignan (adenoma) untuk adenokarsinoma invasif. Rangkain
peristiwa molekuler dan genetik yang menyebabkan transformsi dari keganasan polip
adenomatosa. Proses awal adalah mutasi APC (adenomatosa Poliposis Gen) yang pertama
kali ditemukan pada individu dengan keluarga adenomatosa poliposis (FAP= familial
adenomatous polyposis). Protein yang dikodekan oleh APC penting dalam aktivasi pnkogen
c-myc dan siklinD1, yang mendorong pengembangan menjadi fenotipe ganas (Muttaqin,
2013).
Patomekanisme usia dapat menyebabkan karsinoma kolon diduga antara lain adalah
mutasi DNA sel penyusun dinding kolon terakumulasi sejalan dengan bertambahnya
umur15 dan penurunan fungsi sistem kekebalan dan bertambahnya asupan agen-agen
karsinogenik.16 Usia pasien merupakan salah satu faktor yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi prognosis. Secara langsung, usia pasien karsinoma kolon
dapat mempengaruhi tingkat mortalitas pasien. Dari segi usia dan kelangsungan hidup
penderita karsinoma kolon, disebutkan bahwa secara pasti karsinoma kolon dalam usia yang
sangat muda merupakan penyakit yang lebih buruk dibandingkan usia tua. Meskipun
mortalitas pasca tindakan operasi lebih banyak didapati pada penderita karsinoma usia tua,
akan tetapi angka kelangsungan hidup penderita karsinoma kolon usia tua bisa sama baiknya
atau lebih baik dari penderita karsinoma kolon usia muda.
E. Manisfestasi Klinis
Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama
pasien pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.
Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap
tersamar hingga lanjut sekali sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena lumen
usus lebih besar dari feses masih encer. Gejala klinis sering brupa rasa penuh, nyeri
abdomen, perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan
penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan
perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya
ukuran feses, dan komplikasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar
mengakibatkan obstruksi. Tumor pada rektum atau sigmoid bersifat lebih infiltratif pada
waktu diagnosis dari leksi proksimal, maka prognosisnya lebih jelek (Kumar dkk, 2010).
Menurut Japaries (2013) Kanker usus besar dibagi menajadi dua stadium yaitu :
1. Stadium dini
a) Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi : sering buang air besar, diare atau
obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih berganti, tenesmus, anus turun tegang,
sering terdapat nyeri samar abdomen. Pasien lansia bereaksi tumpul dan lamban, tidak
peka nyeri, kadang kala setelah terjadi perforasi tumor, peritonitis baru merasakan nyeri
dan berobat.
b) Hematokezia : tumor luka ulserasi berdarah, kadang kala merah segar atau merah gelap,
biasanya tidak banyak, intermitan. Jika posisi tumor agak tinggi, darah dan feses
becampur menjadikan feses mirip selai. Kadang kala keluar lendir berdarah.
c) Ileus : ileus merupakan tanda lanjut kanker kolon. Ileus kolon sisi kiri sering
ditemukan . kanker kolon tipe ulseratif atau hiperplstik menginvasi kesekitar dinding
usus membuat lumen usus menyempit hingga ileus, sering berupa ileus mekanik
nontotal kronis, mula-mula timbul perut kembung, rasa tak enak perutintermiten,
borborigmi, obstipasi atau feses menjadi kecil (seperti pensil atau tahi kambing)
bahkan tak dapat buang angin atau feses. Sedangkan ileus akut umumnya disebabkan
karsinoma kolon tipe infiltratif. Tidak jarang terjadi intususepsi dan ileus karena tumor
pada pasien lansia, maka pada lansia dengan intususepsi harus memikirkan
kemungkinan karsinoma kolon. Pada ileus akut maupun kronik, gejala muntah tidak
menonjol, bila terdapat
muntah, mungkin usus kecil (khususnya proksimal) sudah terinvasi tumor.
d) Massa abdominal. Ketika tumor tumbuh hingga batas tertentu didaerah abdomen dapat
diraba adanya massa, sering ditemukan pada koon belahan kanan. Pasien lansia
umumnya mengurus, dinding abdomen relatif longgar, massa mudah diraba. Pada
awalnya massa bersifat mobil, setelah menginvasi sekitar menjadi infeksi.
e) Anemia, pengurusan, demam, astenia dan gejala toksik sistemik lain. Karena
pertumbuhan tumor menghabiskan nutrisi tubuh,
perdarahan kronis jangka panjang menyebabkan anemia; infeksi sekunder tumor
menyebabkan demam dan gejala toksik.
2. Stadium lanjut
Selain gejala lokal tersebut diatas, dokter harus memperhatikan tumo adalah penyakit
sistemik, pada fase akhir progresi kanker usus besar timbul grjala stadium lanjut yang
sesuai. Misal, invasi luas tumor dalam kavum pelvis menimbulkan nyeri daerah
lumbosakra, iskialgia dan neuralgia obturatoria; ke anterior menginvasi mukosa vagina
dan vesika urinaria menimbulkan perdarhan pervaginam atau hematuria, bila parah
dapat timbul fistel rektovaginal, fistel rektovesikel; obstruksi ureter bilateral
menimbulkan anuria, uremia; tekanan pada retra menimbulkan retensi urin; asites,
hambatan saluran limfatik atau tekanan pada vena iliaka menimbulkan udem tungkai,
skrotal, labial; perforasi menimbulkan peritonitis akut, abses abdomen; metastasis ke
paru menimbulkan batuk, nafas memburu, hemoptisis; metastasis ke otak menyebabkan
koma; metastasis tulang menimbulkan nyeri tulang, pincang dll. Akhirnya dapat timbul
kakeksia, kegagalan sistemk (Japaries, 2013). Pengobatan Kanker Kolorektal
Pengobatan kanker kolorektal tergantung pada kondisi kesehatan pasien, serta lokasi
dan stadium kanker. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan kanker kolorektal.
a) Operasi
Operasi adalah metode utama untuk mengatasi kanker kolorektal. Ada beberapa
jenis operasi yang dapat dipilih oleh dokter, yaitu: Polipektomi, untuk mengangkat
polip kolorektal berukuran kecil melalui prosedur kolonoskopi Endoscopic mucosal
resection, untuk mengangkat polip kolorektal dan lapisan dalam usus besar, melalui
kolonoskopi Bedah laparoskopi, untuk mengangkat polip yang tidak dapat
ditangani dengan prosedur kolonoskopi Partial colectomy, untuk memotong bagian
usus besar yang terserang kanker, bersama sebagian jaringan sehat di sekitarnya
Pada pasien yang menjalani pengangkatan bagian kolon atau rektum yang terkena
kanker, dokter akan melakukan anastomosis, yaitu penyatuan masing-masing ujung
saluran cerna yang sudah dipotong dengan cara dijahit. Jika bagian kolon yang sehat
hanya tersisa sedikit dan tidak mungkin disambung, dokter akan melakukan
pembuatan lubang di dinding perut untuk jalan keluar tinja (kolostomi) dan
menempelkan kantong di bagian luar dinding perut. Tinja pasien akan keluar
melalui stoma dan tertampung di kantong yang ditempelkan. Kolostomi bisa
bersifat sementara atau permanen. Kolostomi sementara dilakukan hingga bagian
kolon yang dipotong pulih. Sedangkan kolostomi permanen dilakukan pada pasien
yang telah menjalani pengangkatan rektum secara keseluruhan. Operasi
pengangkatan kanker kolorektal dapat diikuti dengan operasi pengangkatan
kelenjar getah bening, untuk melihat apakah kelenjar tersebut sudah terkena kanker.
b) Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat-obatan untuk membunuh atau menghancurkan
sel kanker. Kemoterapi dapat dilakukan sebelum operasi untuk mengecilkan ukuran
kanker agar mudah diangkat. Selain itu, kemoterapi juga bisa dilakukan setelah
operasi untuk mengurangi risiko kanker kolorektal kembali kambuh. Dokter dapat
meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat, seperti fluorouracil, capecitabine,
dan oxaliplatin. Bila diperlukan, dokter dapat mengombinasikan obat kemoterapi
dengan terapi target
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

A. Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka
(1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat
fase, yaitu:
1. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.
Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis,
interpersonal, maupun psikologis.
3. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. pasti terjadi.
4. Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
a) Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
b) Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic,
kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi
urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit
c) terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan,
kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Faktor-faktor yang perlu dikaji :
1. Faktor Fisik Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah,
lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
a) Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
b) Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat
mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran
menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang,
sensasi menurun.
c) Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra
vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
d) Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
e) Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
f) Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan
g) Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah
pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
h) Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien
terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan
kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus
peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali
ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga
diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada
klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena
pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana
sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui
disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk
menemani disaat-saat terakhirnya.
5. Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal
berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
6. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat
harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat
harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian,
sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
B. Diagnosa
1. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi
yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negatif pada pada gaya hidup.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres (
tempat perawatan ).
4. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi
ancaman kematian.
C. Intervensi & Implementasi
Diagnosa I :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
a) Berikan kepastian dan kenyamanan.
b) Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
c) Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan pengobtannya.
d) Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai
penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar.
Ansietas cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang
Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan
denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak
menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka
Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan
untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4. Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien
untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa II :
1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan,
didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari
kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan
bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti
dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan
yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat
membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon
mereka terhdap situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan
pemecahan masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan
kematian yang terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua
pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai
sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak
nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling
menghargai tindakan keperawatan berikut :
a) Membantu berdandan.
b) Mendukung fungsi kemandirian.
c) Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
d) Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).
Diagnosa III :
1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian
yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat
membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan
dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan
dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu mengurangi
ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan
dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga
denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau
konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi keluarga.
Diagnosa IV :
1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan
atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk
melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek spiritual
lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber
kenyamanan dan kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religius atau spiritual klien menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi
kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat
dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi
dan perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca
buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang
sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk
mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan
ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual
yang penting ( Carson 1989 ).
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan menjelang ajal merupakan proses yang
komplek dan dinamis, dalam melakukan evaluasi harus berdasarkan prinsip-prinsip dan
nilai-nilai yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan pasien melalui asuhan keperawatan
yang terkoordinasi yang melibatkan hubungan kolaboratif antara petugas kesehatan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan
usus besar atau rektum. Kanker ini bisa disebabkan karena kebiasaan makan yang rendah
serat, zat karsinogenik,resiko dari penyakit kanker lainnya, maupun karena genetik.
Diagnosa yang muncul pada ca colon adalah keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d faktor biologis, cemas b.d krisis situasi, resiko infeksi b.d prosedur invasif dan
nyeri b.d agen cidera fisik. Tindakan yang dilakukan untuk mengobati ca colon tersebut
bisa dilakukan tindakan pembedahan yaitu colostomy. Colostomy adalah Sebuah lubang
buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding perut dan pada usus untuk
mengeluarkan feses/tinja/kotoran.
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit
yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses
kematian. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga
berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan
menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan
terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan,
kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup. Seseorang yang menghadapi
kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian
dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering
bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh,
pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan
akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien
menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk
mempertahankan kualitas hidup pasien.
4. Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk
meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal
dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat
dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang
terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggunan. (2014). Hubungan Antara Usia Dan Jenis Kelamin Dengan Derajat Diferensiasi
Adenokarsinoma kolon melalui hasil pemeriksaan kistopatologi di RSUD Dr.H.Abdul
Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Medika Malahayati, 161-168.
Carcinoembryonic Antigen (CEA) Di Kanker Kolorektal . (2014). Jurnal Kesehatan, 165-
200.
Hernawan, B. (2013). Hubungan Antara Faktor Usia Dengan Kejadian Kanker Kolorektal di
RSUD Moewardi Surakarta Tahun 2010-2013. Jurnal Keperawatan, 65-54.
Indrawati, L. (2010). Efek Pemberian Ekstrak Daun Sirsak Terhadap Gambaran
Histopatologi Kolon Mencit Sebagai Hewan Model Kanker Kolorektal. Jurnal
Keperawatan , 126-208.
Ismiwiranti, R. (2020). Karakteristik Pasien Terkait Kecemasan Dalam Menjalani Prosedur
Kolonoskopi. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 110-150.
nopasyiva@gmail.com. (2019). Kanker Kolorektal . Jurnal Averrous, 76-88.
Nurtiana, W. (2018). Bekatul Beras Sebagai Pencegah Kanker Kolon . Jurnal Keperawatan,
100-126.
Padang, M. S. (2020). Adenokarsinoma Kolon. Jurnal keperawatan, 229-236.
T, Z. A. (2013). Klasifikasi Kanker Usus Berdasarkan Citra Mikroskopik Patologi
Menggunakan Contourlet Transform Dan Support Vector Machine. Jurnal Elektro,
123-134.
Yusmaidi. (2020). Derajat Toksisitas Hemoglobin Pada Penderita Kanker Kolorektal Yang
Mendapat Kemoterapi CapeOX. Jurnal Ilmu Kesehatan, 291-298.
Sjamsuhidayat & wong,2005, Buku ajar ilmu bedah, EGC , Jakarta
Suyono,dkk, 2001, Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi 3, Balai penercit FKUI,
Jakarta.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11,Guyton Arthur C, Hall John E. Buku Kedokteran
EGC.Jakarta;2011.
Richard S Snell. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Buku
Kedokteran.EGC.2012;p 229-38
Jong D, 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. In: Riwanto Ignatius, Hamami AH, Pieter John,
Tjambolang Tadjuddin Ahmadsyah Ibrahim. Usus Halus, Appendiks, Kolon, dan
Anorektum. Jakarta: EGC. 731-98.
Abdullah, M. 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Cetakan kedua. Pusat penerbitan ilmu
penyakit dalam fakultas kedokteran indonesia. Jakarta. 373-8.
Abdullah M. Tumor kolorektal. In: Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III (6th ed).
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2014; p.3023-31.
Syamsuhidayat R, de Jong, W, Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 2.,Jakarta, EGC, 2006; 658.
Desen W, Zhizhong. Kanker usus besar. Di dalam: Desen W (ed). Buku Ajar Onkologis
Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Balai penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia;
2008. 423-41
Darmojo, R.B., 2011. Buku Ajar Boedhi-Darmojo: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.3-9
Brunner and Suddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Jakarta: EGC
Abdullah, M. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 373-8

Anda mungkin juga menyukai