Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN POST Ca KANKER

KOLOREKTAL DENGAN KOLOSTOMI DI RSUD PRINGSEWU

TAHUN 2021

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5A
1. ARISKA SOFYANA
2. BAGUS EKO NURROCHMAN
3. GITA ANGGELIA PUTRI
KELAS : PROFESI NERS RSUD PRINGSEWU

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kanker kolorektal (KKR) merupakan keganasan yang berasal dari jaringan usus
besar, terdiri dari kolon dan/atau rektum.1 Kebanyakan kanker kolon berkembang dari
polip, dan secara histopatologik sebagian besar kanker kolon merupakan adenokarsinoma
(terdiri atas epitel kelenjar) dan memiliki kemampuan menyekresi mukus dengan jumlah
berbeda-beda.2 Berdasarkan American Cancer Society, KKR merupakan kanker ketiga
terbanyak dan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak pada laki-laki dan perempuan
di Amerika Serikat.1 Berdasarkan survei GLOBOCAN 2018, insiden KKR di seluruh
dunia menempati urutan ketiga dengan jumlah kasus 1.849.518 yaitu 10,2% dari
keseluruhan diagnosis kanker dan menduduki peringkat kedua sebagai penyebab
kematian karena kanker (881.000 kematian ditahun 2018).
Kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri
dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil terakhir dari
usus besar sebelum anus).
Ca Colon atau kanker kolorektal adalah penyakit keganasan pada daerah kolon,
sekum, kolon ascenden – descenden hingga sigmoid dengan prognosis tidak jelas dan
seringkali tanpa gejala awal. Penyebab pasti belum diketahui namun sangat erat
kaitannya dengan beberapa faktor resiko terjadinya Ca Colon seperti pola makan yang
salah, obesitas, riwayat penyakit kanker pada keluarga, usia lebih dari 50 tahun, stress,
jarang beraktivitas fisik
Kasus ca colon di Indonesia pada perempuan adalah terbanyak ketiga setelah
kanker payudara dan kanker serviks. Sedangkan pada laki-laki, ia menempati urutan
kedua setelah kanker paru, diikuti yang ketiga kanker prostat (American Cancer Society,
2017)
Angka kejadian kanker kolorektal sebanyak 1,8 juta kasus atau 6,1% dan
merupakan kasus penyebab kematian ke tiga di dunia (Bray et al., 2018). Kasus kanker
kolorektal, mengalami peningkatan 1,4% menjadi 1,8% di Indonesia pada tahun 2018.
Adapun jumlah kematian sebanyak 694.000 kasus atau 9,3% (Kemenkes, 2018). Di Jawa
Tengah pada tahun 2017, kanker kolorektal mencapai 70.000 kasus (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Perubahan terjadi pada pasien dengan pembuatan kolostomi permanen, terutama
pada fungsi fisik, konsep diri, fungsi peran, dan interdependen (El-tawil & Nightingale,
2013). Menurut Roy, Individu dapat meningkatkan dan memperbaiki kesehatannya
melalui perubahan perilaku mal adaptif menjadi adaptif dan mempertahankan perilaku
adaptif (Alligood, 2014).
Koping adaptif digambarkan dapat meningkatkan harapan hidup pasien (Smith,
Loewenstein, Jankovic, & Ubel, 2009). Studi membuktikan bahwa periode pembuatan
kolostomi tahun pertama, mengalami berbagai perubahan biopsikososial dan spiritual
yang dapat menurunkan kualitas hidup (Liao & Qin, 2014). Adapun sebanyak 16,6%
pasien periode tahun pertama pembuatan kolostomi permanen, masuk kembali untuk
dirawat karena mengalami infeksi paska operasi, defisiensi nutrisi, serta obstruksi
(Whitmore, 2017).
Sesuai dengan hal diatas, ca colon merupakan masalah yang sangat serius untuk
diatasi maka tertarik mengangkat judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN POST Ca KANKER KOLOREKTAL DENGAN KOLOSTOMI DI RSUD
PRINGSEWU TAHUN 2021’’
2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Ny. S dengan Post Ca
Kanker Kolorektal Dengan Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
2. Tujuan Khusus
a. Menerapkan asuhan keperawatan tentang Post Ca Kanker Kolorektal Dengan
Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
b. Melakukan pengkajian pada Ny. S dengan Post Ca Kanker Kolorektal Dengan
Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
c. Mampu menegakan diagnose keperawatan pada Ny. S dengan Post Ca Kanker
Kolorektal Dengan Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
d. Mampu menetapkan intervensi pada Ny. S dengan Post Ca Kanker Kolorektal Dengan
Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
e. Mampu melakukan implementasi pada Ny. S dengan Post Ca Kanker Kolorektal
Dengan Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
f. Mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan Post Ca Kanker Kolorektal Dengan
Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan Post Ca Kanker
Kolorektal Dengan Kolostomi Di RSUD Pringsewu tahun 2021.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Penyakit
a. Pengertian
Laparatomi berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri
berarti perut atau abdomen sedangkan5 tomi berarti penyayatan. Sehingga laparatomi
dapat didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding bdomen atau peritoneal (Fossum).
Kolostomi adalah pembuatan sebuah lubang di dinding abdomen untuk mengeluarkan
feses. Lubang ini dikenal dengan nama stoma dan terhubung ke alat serta kantong
kolostomi. Bisa bersifat sementara, tapi bisa juga bersifat permanen.
Menurut PNPK KEMENKES RI, ca colon adalah keganasan yang berasal dari
jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) dan atau rektum
(bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus). Sebagian besar terdapat di kolon
ascendens (30%), diikuti oleh kolon sigmoid (25%), rektum (20%), kolon descendens
(15%) dan kolon transversum (10%) (John Hopkins Medicine Colon Centre, 2015).
Kanker kolorektal adalah suatu tumor maligna yang muncul dari jaringan epitel
dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di
kolon dan rektum. Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem
pencernaan yang disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada
dibagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus.
Kolon dan rektum berfungsi untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-
zat yang tidak berguna.

b. Etiologi/faktor prediposisi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui. Penelitian saat
ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi terbesar untuk kanker
kolorektal. Mutasi dari gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) adalah penyebab
Familial Adenomatous polyposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa resiko
hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun.14 Banyak faktor
yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal, diantaranya adalah :
a. Diet tinggi lemak, rendah serat. Salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian
karsinoma kolorektal adalah perubahan diet pada masyarakat. Diet rendah serat dan
tinggi lemak diduga meningkatkan risiko karsinoma kolorektal. Sejumlah penelitian
epidemiologi menunjukkan diet tinggi serat berkolerasi negatif dengan risiko kanker
kolorektal. Seseorang dengan asupan rendah serat mempunyai risiko 11 kali lebih besar
terkena karsinoma kolorektal dibandingkan dengan tinggi serat. Sedangkan asupan serat
harian rata-rata orang Indonesia masih rendah sebesar 10,5 g/hari. Serat memberikan efek
protektif dari sel kanker dengan mempercepat waktu kontak antara karsinogen dan usus
besar saat penggumpalan feses, sehingga menipiskan dan menonaktifkan karsinogen.
Efek protektif juga diperoleh dari antioksidan pada sayur dan buah. Selain itu, asam
lemak rantai pendek hasil fermentasi serat meningkatkan diferensiasi sel atau
menginduksi apoptosis.
b. Usia lebih dari 50 tahun.
c. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal mempunyai
resiko lebih besar 3 kali lipat.
d. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada semua pasien ini
tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi kanker rektum.
e. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-Jeghers
syndrome dan Muir syndrome.
f. Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
g. Inflammatory bowel disease.
h. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
i. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat

c. Patofisiologi
Ca colon (95%) adernokasinoma (muncul dari epitel usus). Dimana sebagai polip jinak
tetapi bisa jadi ganas menyusup serta merusak jaringan normal dan serta meluas ke struktur
sekitar. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar sebagian tubuh yang lain
(palin sering ke organ hati)( Japaries, 2013).
Pertumbuhan kanker dapat menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen
usus dengan obtruksi dan ulserasi pada dinding usus serta pendarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jarinagan lain. Prognosis
relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat resek dilakukan, dan
jauh lebih jelek bila metatase ke kelenjar limfe( 12 Japaries, 2013). Menurut Diyono (2013),
tingkatan ca colon dari duke sebagai berikut :
1. Stadium 1 : Hanya terbatas pada mukosa kolon (dinding rectum dan kolon).
2. Stadium 2 : Menembus dinding otot, tapi belum metatase.
3. Stadium 3 : Melibatkan kelenjar limfe.
4. Stadium 4 : Metatase kelenjar limfe yang berjauhan dan organ lain.
Ca colon merupakan ca colon yang dapat tumbuh secara local dan bermetatase luas.
Adapun cara penyebaran ini melalui beberapa cara. Penyebaran secara local biasanya masuk
lapisan dinding usus sampai keserosa dan lemak masetrik, sel kanker akan menagani organ
disekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih luas lagi didalam lumen usus melalui limfatik
dan system sirkulasi. Bila sel kanker masuk ke system sirkulasi, maka sel kanker dapat terus
masuk ke organ hati, kemudian metatase ke organ paru-paru. Penyebaran lainya ke adrenal,
ginjal, kulit, tulang, dan sel otak. Sel kanker dapat menyebar ke bagian periotenal pada saat
dilakukan reseksi tumor (Diyono, 2013 ).
Hampir semua ca colon ini berkebang dari polip adenoma jenis villous, tubular, dan
viloutubular. Namu dari ketiga jenis adenoma ini hanya vilous dan tubular yang menjadi
premaglina. Jenis tubular bestruktus seperti bola dan bertangkai sedangkan vilous memiliki
13 struktus lonjong seperti jari tangan tapi tidak bertangkai. Kedua jenis ini akan tumbuh
seperti bungan kol didalam kolon sehingga massa tersebut akan menekan dinding mukosa
kolon. Penekanan ini akan menimbulkan lesi-lesi ulserasi yang akhirnya akan menjadi
pendarahan pada kolon. Selain pendarahan pada kolon obstruksi sering terjadi hanya saja
lokasi pertumbuhan adenoma tersebut sebagai acuan. Bila adenoma tumbuh didalam lumen
luas (ascenden dan transvesum), maka abtruksi jaran terjadi hal ini dikarenakan isi ( fases
masih memiliki kosentrasi air yang cukup) masih bisa melewati lumen tersebu dengan
mengubah bentuk (disesuaikan dengan lekukan lumen karena ada tonjolan massa). Tetapi
adenoma bila tumbuh di lume yang sempit maka (descenden atau bagian bawah), maka
obstruksi akan terjadi karena tidak dapat melewati lumen yang telah terdesak oleh massa.
Namun kejadian ini obstruksi ini dapat total dan parsial (Diyono , 2013 ).
Secara genetik perubahan ca colon merupakan penyakit yang paling komplek, perubahan
genetic sering dikaitkan dengan perkembangan lesi permaligna (adenoma) dan adenoma
kasinoma invasif. Rangkaian peristiwa molekuler dan genetik yang menyebabkan
transformasi dari keganasan polip adenomatosa. Proses awal adalah mutasi APC
( adenomatosa poliposis gen ) yang pertama kali ditemukan pada keluarga adenoma poliposis
(FAP yaitu familial adenomatous polyposis). Protein yang dikodekan oleh 14 APC peting
dalam aktivasi pnkogen c-myc dan sklin D1, yang mendorong perkembangan fenotip ganas
(Muttaqin ,2013 )
d. Gambaran klinik
Gejala umum dari kanker kolorektal ditandai oleh perubahan kebiasaan buang air besar.
Gejala tersebut meliputi:
a. Diare atau sembelit
b. Perut terasa penuh
c. Ditemukannya darah (baik merah terang atau sangat gelap) di feses.
d. Feses yang dikeluarkan lebih sedikit dari biasanya.
e. Sering mengalami sakit perut, kram perut, atau perasaan penuh atau kembung.
f. Kehilangan berat badan tanpa alasan yang diketahui.
g. Merasa sangat lelah sepanjang waktu.
h. Mual atau muntah
e. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan
diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan
tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat
dari pemeriksaan tinja.13Selain pemeriksaan rutin di atas, dalam menegakkan
diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic
Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya
karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah
glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran
darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker
kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma
Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai
skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun
berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan
tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ
dalam. Meskipun konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen.
Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan
setelah pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah
terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi
usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan diagnosa
definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai
jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double
kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip
yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi,
merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk
pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai
pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker
yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat
rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah
kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.
Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon,
tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon
dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan
menggunakan alat kolonoskop, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm
dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat
untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang
keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi,
polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur. Kolonoskopi
merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan,
komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien.
Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan
manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid
volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan
neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada
diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
diagnostic.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah sebagai berikut:
A. medis
1. Bedah
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima sebagai
penanganan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi
dengan batas yang luas dan maksimal tetapi juga harus tetap mempertahankan fungsi dari
kolon sebisanya (Casciato DA, 2004). Pada tumor yang bisa dioperasi, tindakan bedah
merupakan satu-satunya pengobatan kuratif karena adenokarsinoma kurang sensitif
terhadap radiasi ataupun sitostatika. Namun, pada tumor yang tidak dapat dioperasi lagi,
tindakan bedah bersifat paliatif.13 Pilihan penanganan kanker rektum memerlukan
ketepatan lokalisasi tumor, karena itu untuk tujuan terapi rektum dibagi dalam 3 bagian,
yaitu 1/3 atas, 1/3 tengah, dan 1/3 bawah. Bagian 1/3 atas dibungkus oleh peritoneum
pada bagian anterior dan lateral, bagian 1/3 tengah dibungkus peritoneum hanya di
bagian anterior saja, dan bagian 1/3 bawah tidak dibungkus peritoneum. Lipatan
transversal rektum bagian tengah terletak +11cm dari garis anokutan dan merupakan
tanda patokan adanya peritoneum. Bagian rektum dibawah katub media disebut ampula
rekti, dimana bila bagian ampula ini direseksi maka frekuensi defekasi secara tajam akan
meningkat. Hal ini merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam memilih
tindakan pembedahan. Bagian pascaerior rektum tidak ditutup peritoneum tetapi
dibungkus oleh lapisan tipis fasia pelvis yang disebut fasia propria. Pada setiap sisi
rektum di bawah peritoneum terdapat pengumpulan fasia yang dikenal sebagai ligamen
lateral, yang menghubungkan rektum dengan fasia pelvis parietal. Letak ujung bawah
tumor pada kanker rekti biasanya dihitung dari berapa cm jarak tumor tersebut dari garis
anokutan. Pada hasil- hasil yang dilaporkan harus disebutkan apakah pembagian tersebut
dibuat dengan endoskopi yang kaku atau fleksibel dan apakah patokannya dari garis
anokutan, linea dentata, atau cincin anorektal. Bagian utama saluran limfatik rektum
melewati sepanjang trunkus a. hemoroidalis superior menuju a. mesenterika inferior.
Hanya beberapa saluran limfe yang melewati sepanjang v. mesenterika inferior.
KelenjarJurnal Averrous Vol.5 No.2 November 2019 Page 76-88 getah bening pararektal
di atas pertengahan katup rektum mengalir sepanjang cincin limfatik hemoroidalis
superior. Di bawahnya (yaitu 7-8 cm diatas garis anokutan), beberapa saluran limfe
menuju ke lateral. Saluran-saluran limfe ini berhubungan dengan kelenjar getah bening
sepanjang a.hemoroidalis media, fossa obturator, dan a.hipogastrika, serta a. iliaka
komunis. Perjalanan saluran limfatik utama pada kanker rekti adalah mengikuti pembulih
darah rektum bagian atas menuju kelenjar getah bening mesenterika inferior. Aliran
limfatik rektum bagian tengah dan bawah juga mengikuti pembuluh darah rektum bagian
tengah dan berakhir di kelenjar getah ening iliaka interna. Kanker rekti bagian bawah
yang menjalar ke anus kadang-kadang dapat bermetastase ke kelenjar inguinal superfisial
karena adanya hubungan dengan saluran limfatik eferen yang menuju ke anus bagian
bawah.Kolektomi laparasokopik merupakan pilihan penatalaksanaan bedah untuk kanker
kolorektal. Bukti - bukti yang diperoleh dari beberapa uji acak terkontrol dan penelitian
kohort memperlihatkan bahwa bedah laparoskopik untuk kanker kolorektal dapat
dilakukan secara onkologis dan memiliki kelebihan dibandingkan dengan bedah
konvensional seperti berkurangnya nyeri pascaoperasi, penggunaan analgetika, lama
rawat di rumah sakit, dan perdarahan.
2. Radioterapi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi,
yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Pemilihan cara radiasi diberikan
tergantung pada tipe dan stadium dari kanker. Radiasi eksternal (external beam therapy)
merupakan penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan pada sel
kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel kanker, maka dibutuhkan
pelindung khusus untuk melindungi jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak
menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Radiasi internal
(brachytherapy, implant radiation) menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh
sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi disebut
radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral atau implant langsung pada
tumor. Radiasi internal memberikan tingkatJurnal Averrous Vol.5 No.2 November 2019
Page 76-88 radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat bila dibandingkan
dengan eksternal radiasi, dan beberapa penanganan internal radiasi secara sementara
menetap didalam tubuh
3. Kemoterapi Adjuvant
Kanker kolorektal telah banyak resisten pada hampir sebagian kemoterapi.
Bagaimanapun juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari tumor secara teoritis
seharusnya dapat menambah efektifitas kemoterapi. Kemoterapi sangat efektif digunakan
bila tumor sangat sedikit dan berada pada fase proliferasi (Schwartz, 2005). Sitostatika
berupa kombinasi FAM (5-fluorasil, adriamycin, dan mitomycin c) banyak dipergunakan
sebagai terapi adjuvant.
B. Keperawatan
1. Pre operasi
Perawat pre operasi klien sering ditemukan dengan penurunan berat badan dan
perubahan kebiasaan buang air besar. Untuk mendapatkan gambaran yang akurat dari
manifestasi klinis pada klien perlu dikaji factor resiko seperti riwayat keluarga
mempunyai penyakit kanker. Pengkajian abdomen dilihat ketidak abnormalnya abdomen,
nyeri , distensi, dan adanya massa.
Mengidentifikasi kecemasan klien dan dukungan support system, mulai dari
penjelasan tentang pengobatan dan 19 prosedur yang akan dilakukan, memberikan
kesempatan kepada klien untuk berdiskusi tentangprosedur yang akan dilakukan oleh tim
kesehatan. Jika dilakukan kolostomi maka tindakan kolostomi diperlukan enterostomal
therapy nurse untuk edukasi tentang kolostomi dan perawatanya (Blaks & Hawks 2009).
2. Post Oprasi
Setelah klien keluar dari ruangan ICU keruangan perawatan, perawat tetap
melakukan pengkajian dan intervensi seperti pada ruangan perawatan intensif. Pengkajian
yang dilakukan pada keadaan post anastesi general dapat menyebabkan komplikasi
sehingga tetap memerlukan monitor system respiratori, kardiovaskuler, renal dan cairan
elotrolit.
Perawat harus melakukan perawatan khusus terhadap klien ini terutama pada bagian
abdomen yang sudah di operasi seperti perawatan luka, jika ada melakukan kolostomi
dan terpasang drain, maka harus melakukan pengantian dressing dan memonitor output
drain harus dilakukan dengan baik (Blaks & Hawks 2009)
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian data dasar
Pengkajian yang dapat dilakukan menurut Wijaya dan Putri (2013).
a. Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status, agama, perkerjaan,
pendidikan, alamat, penanggung jawaban juga terdiri dari nama, umur penanggung
jawab, hub.keluarga, dan perkerjaan. Pada ca colon lebih sering terjadi pada usia 40
tahun, pada wanita sering ditemukan ca colon dan pada laki-laki lebih sering terjadi
kanker rekti.
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh nyeri kesadaran kompos dengan GCS E4V5M6, pasien
mengeluh nyeri pada luka operasi. Nyeri dirasakan seperti tersayat-sayat, frekuensi nyeri
dan sering dengan durasi 5-10 menit, skala nyeri 8. Ada luka insisi operasi di tengan
abdomen dengan panjang 20 cm dengan jumlah jahitan 15 buah dan terdapat stoma di
perut kanan bagian bawah dengan kantong stoma terisi feses 1/2 dan feses tampak cair,
warna stoma tampak merah, bengkak. Pasien hanya berbaring terlentang dan belum
melakukan mobilisasi miring kanan atau kiri karena takut luka jahitannya lepas dan takut
nyeri.
- Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pernah menderita polip kolon, radang kronik kolon dan kolotis ulseratif yang
tidak teratasi, ada infeksi dan obstruksi pada usus besar, dan diet dan konsumsi diet tidak
baik, tinggi protein, tinggi lemak, tinggi serat atau riwayat kesuliatan b.a.b.
- Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya keluarga klien adanya riwayat kanker, diindetifikasi kanker yang menyerang
tubuh atau ca colon adalah turunan yang sifatnya dominan.
c. Pemeriksaan fisik
1). Mata : Kunjungtiva anemis.
2). Mulut : Mukosa mulut kering dan pucat, lidah pecahpecah dan berbau
3). Leher : Distensi vena jugularis (JVP).
4). Abdomen : Distensi abdomen, adanya teraba massa, penurunan bissing usus dan
kembung.
5). Kulit : Tugor kulit jelek, kering, (dehidrasi dan malnutrisi)
d. Pengkajian fungsional
1). Aktivitas dan Istirahat
Biasanya kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, merasa gelisah dan ansietas,
tidak tiduran semalaman karena akibat reaksi nyeri sudah pembedahan.
2). Pernafasan
Biasanya klien nafas pendek, dispnea (respon terhadap nyeri yang dirasakan)
yang ditandai dengan takipnea dan frekuensi menurun.
3). Sirkulasi
Biasanya takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan
nyeri), ada perubahan pada tandatanda vital misalnya tekanan darah meningkat,
nadi takikardi, pernafasan cepat, suhu meningkat.
4). Intergritas ego Biasanya ansietas ketakutan, emosi kesal, missal : perasaan tak
berdaya /tak ada harapan.
5). Eliminasi
Biasanya fasesnya terlihat cair atau lunak karena dipasang kolostomi di bagian
area abdomen.
6). Makan /cairan
Biasanya mual dan muntah juga sering dirasakan oleh klien setelah dilakukan
operasi, maka dari itu akan menimbulkan penurunan berat badan pada klien tapi
itu hanya pada awal-awal post operasi tetapi lama kelamaan sudah terbiasa.
7). Muskulosketal
Biasnya klien mengalami penurunan kekuatan otot akibat sudah insisi
pembedahan itu hanya untuk sementara saja.
8). Seksualitas
Biasanya tidak bisa melakukan hubungan seksual/ fekuensi menurun.
9). Hubungan sosial Biasanya ketidak efektifan ber interaksi dan besosialitas
dengan masyarakat karena sakit.
b. Diagnosa keperawatan yang sering muncul
- Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Itoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring dan imobilisasi
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuahan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna makanan.
- post oprasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pembedahan).
2. Resiko infeksi berbuhungan dengan luka post pembedahan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring dan imobilisasi
c. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan - Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubungan keperawatan selam 3 x 24 komprehensif termasuk lokasi,
dengan agen jam diharapkan nyeri karakteristik, durasi frekuensi,
cidera fisik berkurang Tujuan : kualitas dan faktor presipitasi
(pembedahan). - Pain Level - Observasi reaksi nonverbal dan
- Pain control ketidaknyamanan
- Comfort level - Gunakan teknik komunikasi
Dengan Kriteria terapeutik untuk mengetahui
Hasil : pengalaman nyeri pasien
- Pasien Mampu - Kaji kultur yang mempengaruhi
mengontrol nyeri respon nyeri
(tahu penyebab - Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri, mampu masa lampau
menggunakan - Evaluasi bersama pasien dan tim
tehnik kesehatan lain tentang
nonfarmakologi ketidakefektifan kontrol nyeri
untuk mengurangi masa Iampau
nyeri, mencari - Bantu pasierl dan keluarga
bantuan) untuk mencari dan menemukan
- Melaporkan bahwa dukungan
nyeri berkurang - Kontrol lingkungan yang dapat
dengan mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan suhu ruangan, pencahayaan dan
manajemen nyeri kebisingan
- Mampu mengenali - Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri (skala, - Pilih dan lakukan penanganan
intensitas, frekuensi nyeri (farmakologi, non
dan tanda nyeri) farmakologi dan inter personal)
- Menyatakan rasa - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
nyaman setelah menentukan intervensi
nyeri berkurang - Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
- Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan - Kontrol infeksi
berbuhungan keperawatan selam 3 x 24 - kontol infeksi:intraoperasi
dengan luka post jam diharapkan nyeri - Perlindungan infeksi
pembedahan berkurang dengan Tujuan: - perawatan luka
- Kontrol infeksi. - monitor tanda –tanda vital
Dengan criteria hasil : - perawatan luka tidak sembuh
1. Klien bebas tanda dan irigasi
gejala infeksi - manajemen pengobatan
2. Menunjukan mencegah perawatan luka tekan
timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit dalam
batas normal
4. Menunjukan prilaku
hidup sehat
5. Status imun,
gastrointestinal dan
system imun.
3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan - Kolaborasikan dengan tenaga
aktivitas keperawatan selam 3 x 24 rehabilitasi medik dalam
berhubungan jam diharapkan nyeri merencanakan program terapi yang
dengan tirah berkurang tepat
baring dan Tujuan : - Bantu klien untuk mengidentifikasi
imobilisasi - Energy conservation aktivitas yang mampu dilakukan
- Activity tolerance - Bantu untuk memilih aktivitas
- Self Care : ADLs konsisten yang sesuai dengan
Dengan criteria hasil : kemampuan fisik, psikologi dan
- Berpartisipasi dalam social
aktivitas fisik tanpa - Bantu untuk mengidentifikasi dan
disertai peningkatan mendapatkan sumber yang
tekanan darah, nadi diperlukan untuk aktivitas yang
dan RR diinginkan
- Mampu melakukan - Bantu untuk mendapatkan alat
aktivitas sehari-hari bantuan aktivitas seperti kursi
(ADLs) secara mandiri roda, krek
- Tanda-tanda vital - Bantu untuk mengidentifikasi
normal aktivitas yang disukai
- Energy psikomotor - Bantu klien untuk membuat jadwal
- Level kelemahan latihan diwaktu luang
- Mampu berpindah: - Bantu pasien/keluarga untuk
dengan atau tanpa mengidentifikasi kekurangan
bantuan alat dalam beraktivitas
- Status - Sediakan penguatan positif bagi
kardiopulmunari yang aktif beraktivitas
adekuat - Bantu pasien untuk
- Sirkulasi status baik mengembangkan motivasi diri dan
- Status respirasi : penguatan Monitor respon fisik,
pertukaran gas dan emosi, social dan spiritual.
ventilasi adekuat
BAB III
TINJAUAN KASUS

a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Prempuan
Pekerjaan : Pensiun PNS
Agama : Islam
Status : Menikah
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. Y
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
3. Alasan masuk RS (UGD/Poliklinik):
Klien masuk ke IGD RSUD Negeri Khayalan pada tanggal 05 April 2021 pukul
10.00 WIB, Klien dianter ke RS oleh suaminya yaitu Tn.Y, dengan alasan masuk
Rumah Sakit pasien mengeluh kalau BAB disertai darah, feses yang dikeluarkan
sedikit-sedikit. Kulit pasien tampak lemah, lemas, kurus dan pucat (anemis), perut
pada bagian kuadran kiri bawah tampak membesar, nyeri tekan dan teraba
benjolan/massa, anoreksia dan mual, dan sudah dilakukan tindakan mengukur
tanda – tanda vital dengan hasil: TD 100/70 mmHg, frekuensi napas 20 x/menit,
frekuensi nadi 80 x/menit, suhu 36,2 ℃, pemeriksaan darah : Hb 7,5 gr%. Terapi
yang diberikan : IVFD RL 20 TPM, cefotaxim 1gr/12 jam, ondansentrom 8 mg/12
jam, ranitidine 50 mg/12 jam, multivitamin (2x1).
b. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Operasi Ny. S dilakukan pada tanggal 08 April 2021 pukul 09.00 s.d 12.00 WIB.
Setelah dioperasi pasien dirawat sementara di ruang Recovery Room (RR) dan satu
jam kemudian dialih di ruang perawatan bedah. Pada saat perawatan 24 jam post
operasi laparatomi dan pembuatan stoma. Dan dilakukan pengkajian, kesadaran Ny. S
komposmentis dengan GCS E4V5M6, pasien mengeluh nyeri pada luka operasi. Nyeri
dirasakan seperti tersayat-sayat, frekuensi nyeri dan sering dengan durasi 5-10 menit,
skala nyeri 8. Ada luka insisi operasi di tengan abdomen dengan panjang 20 cm
dengan jumlah jahitan 15 buah dan terdapat stoma di perut kanan bagian bawah
dengan kantong stoma terisi feses 1/2 dan feses tampak cair, warna stoma tampak
merah, bengkak. Pasien hanya berbaring terlentang dan belum melakukan mobilisasi
miring kanan atau kiri karena takut luka jahitannya lepas dan takut nyeri. Skala nyeri
dengan penilaian PQRST yaitu :
- P (Provokatif ) : pasien mengeluh nyeri pada luka operasi klien laparatomi dan
kolostomi.
- Q (qualiti ) : Nyeri dirasakan seperti tersayat-sayat
- R (radiation ) : Ada luka operasi di tengan abdomen
- S (severity) : pasien tanpak meringis, skala nyeri 8.
- T (Time ) : pasien mengatakan frekuensi nyeri sering dengan durasi 5-10 menit
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan memiliki riwayat kesuliatan b.a.b
sejak 3 bulan yang lalu, dan berobat ke alternative saja. Pasien tidak memikili
penyakit kronis dan menular.
c. Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : komposmentis dengan GCS E4V5M6
- Tanda Tanda Vita : TD 110/70 mmHg, frekuensi napas 20 x/menit, frekuensi
nadi 78 x/menit, suhu 37,2 ℃
a. Kepala
- Rambut : Rambut klien tampak keriting, beminyak, warna hitam sedikit berwana
putih, tidak ada ketombe, rambut kalian tidak rapi.
- Mata : Mata terliahat juling, penglihatan klien baik, konjungtiva klien anemis,
skera tidak ikterik, reflek cahaya (+/+), terliahat mata klien seperti mata pandan.
- Telinga : Telinga terlihat simetris kiri dan kanan, tidak ada pembesaran disekitar
telinga, tidak ada oedem, tidak ada pendarahan atau pun serumen.
- Hidung :Hidung klien terlihat bersih, tidak ada, tidak ada luka lecet, tidak
terpasang NGT.
- Mulut dan Gigi: Rongga mulut lumanyan bersih,mukosa bibir klien lembab, tonsil
tidak ada peradangan, gigi ada karies, tidak ada stomatitis.
b. Leher
- I : Simetris kiri dan kanan ,tidak ada bekas luka atau jahitan
- P: Tidak ada pembengkakan pada leher pasien, tidak ada teraba kelenjar getah
bening, dan vena jugularis.
c. Thorak
1) Paru-paru
- I : Dada klien terlihat simetris kiri dan kanan, pengerakan dada
normal,frekuensi nafas 20 x/m, tidak ada terliahat bekas luka atau lecet.
- P : Tidak ada pembengkakan pada sekitar dada, pergerakan sama kiri dan
kanan, getaran dinding dada sama.
- P : Terdengar bunyi sonor pada kedua lapang paru.
- A : Bunyi nafas vesikuler /normal, whezing(-), rhonki(-).
2) Jantung
- I : Ictus kordis tidak terlihat, tidak terdapat sianosis.
- P : Ictus kordis teraba di ICS 4 linea medio clavicularis sinistra.
- P : Terdengar bunyi redup ketika di perkusi.
- A : Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga disebabkan
osilasi darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir (S4)
tubelensi injeksi darah. Suara jantung ketiga dan ke empat disebab kan
oleh pengisian vestrikuler, setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial
tidak ada murmur (suara gemuruh, berdesir).
d. Abdomen
- I : Perut terlihat datar, terlihat stermar, Ada luka insisi operasi di tengan
abdomen dengan panjang 20 cm dengan jumlah jahitan 15 buah dan
terdapat stoma di perut kanan bagian bawah
- P : Nyeri tekan pada bagian area kolostomi dan abdomen luka operasi.
- P : Tidak ada terdengar suara timpani ketika di perkusi.
- A : Pada di dengar kan dengan stetoskop bising usus klien 6 x/m.
e. Punggung
- Punggung klien terlihat datar, tidak ada bekas luka lecet atau luka jahit,
tidak ada ciri dekubitus pada klien.
f. Ekstremitas
- Atas
Ada tangan sebelah kiri terlihat terpasang IVFD RL 20 TPM
- bawah
Pada kaki tidak ada ngangguan berjalan, tidak terlihat adanya luka lecet.
Kuatan otot : 5 5 5 5
g. Genetalia
Pada genetalia tidak terpasang kateter dan tidak ada melakukan pemeriksaan pada
area tersebut.
h. Intergumen
Pada kulit pasien warnanya sawo matang, tugor kulit kurang bagus atau lembab,
ada abdomen dengan panjang 20 cm dengan jumlah jahitan 15 buah.

d. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat atau makanan
5. Data Psikologis
a. Prilaku Verbal
1) Cara Menjawab : Komunikasi sangat nyambung
2) Cara Memberikan Informasi : Sesuai yang dirasakan klien
b. Prilaku non verbal : Kontak mata saling terjaga, ekspresi wajah meringis, dan gelisah.
c. Emosi Klien emosinya terkontrol, normal.
d. Persepsi penyakit Menerima dengan iklas penyakit yang diderita klien.
e. Konsep Diri Klien mempunyai konsep diri yang baik.
f. Adaptasi Klien sangat mudah beradaptasi dengan teman sejawat dan masyarakat di sekitar
rumahnya.
g. Mekanisme pertahanan diri Klien kurang baik terhadap mekanisme pertahanan diri.
6. Data Sosial
a. Pola komunikasi Klien mengatakan sangat jelas, dengan bahasa Indonesia.
b.Orang yang dapat membuat nyaman Klien mengatakan dia sangat nyaman apabila
berkumpul keluarga atau ketika pergi jalan-jan sama keluarga.
c.Orang yang paling berharga bagi pasien Klien mengatakan dia sangat mencintai
anaknya. d.Hubungan dengan keluarga dan masyarakat Klien mengatakan suka bergaul
dengan masyarakat.
7. Data Spritual
a. Keyakinan Klien mengatakan dia lebih yakin kepada agama islam yaitu kepada Allah.
b. Ketaatan beribadah Selama dirumah sakit pasien tidak pernah melakukan ibadah
seperti puasa, sholat, mengaji.
c. Keyakinan terhadap penyembuhan Klien mengatakan sangat yakin bahwa sakitnya itu
akan disembuhkan oleh Allah.
8. Data penunjang
a. Laboratorium
Hb 10,2 gr%,
leukosit 11.000 mm3.
GDS 110 mg/dl.
9. Data pengobatan
IVFD RL : Dex 5% : Aminovel (1:1:1) 20 TPM, injeksi tramadol 100 mg/12 jam.

2. Data fokus
a. Data Subjektif

- Klien mengatakan nyeri pada luka oprasi


- Klien mengatakan nyeri seperti tersayat sayat
- Klien mengatakan frekuensi nyeri sering dengan durasi 5-10 menit
- Pasien mengatakan ada luka insisi operasi di tengah abdomen dengan
panjang 20 cm
- Klien mengatakan jumlah jahitan 15 buah
- Klien mengatakan tidak bisa bergerak dengan bebas karena inisisi
pembedahan
- Pasien hanya berbaring terlentang dan belum melakukan mobilisasi miring
kanan atau kiri karena takut luka jahitannya lepas dan takut nyeri.
b. Data Objektif
- skala nyeri 8
- pasien meringis menahan nyeri
- GCS E4V5M6
- luas luka insisi operasi di tengah abdomen panjang 20 cm
- jumlah jahitan 15 buah
- stoma di perut kanan bagian bawah
- kantong stoma terisi feses 1/2 dan feses tampak cair, warna stoma tampak
merah, bengkak
- Pasien terlihat hanya berbaring terlentang titempat tidur
- Pasien terlihat belum melakukan mobilisasi miring kanan atau kiri
- Post laparatomi dan kolostomi hari ke 2
- TTV :
TD 110/70 mmHg,
frekuensi napas 20 x/menit
frekuensi nadi 78 x/menit
suhu 37,2

Anda mungkin juga menyukai