BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dala kelompok
penyakit tidak menular (Non-communicable disease atau NCD). NCD merupakan
penyebab kematian terbesar di dunia. Kanker kolorektal merupakan keganasan
yang terjadi di kolon atau rektum. World health organization (WHO,2015),
menjelaskan bahwa kanker kolorektal menempati urutan ketiga dari lima macam
kanker yang paling sering terjadi pada laki-laki sejak tahun 2012 setelah kanker
paru dan prostat, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menempati urutan
kedua dari lima macam kanker yang paling sering menyerang wanita setelah
kanker payudara. WHO juga menyebutkan bahwa kanker kolorektal menempati
urutan keempat penyebab kematian dengan jumlah kasus kematian sebanyak
694.000 pada tahun 2012. The American Cancer Society mengestimasi jumlah
kasus kanker kolorektal tahun 2016 di US sebanyak 39.220 kasus baru untuk
kanker rektal.
Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas,2013), prevalensi kanker di
indonesia yaitu 1,4 per 1.000 penduduk. Berdasarkan riset tersebut juga diketahui
bahwa kanker menempati urutan ketujuh sebagai penyebab kematian akibat
penyakit di Indonesia setelah stroke, tuberculosis, hipertensi, cidera, perinatal, dan
diabetes mellitus. Berdasrkan buletin pusat data dan informasi kementrian
kesehatan RI (2015), kanker kolorektal menjadi penyebab kematian sebanyak
17,2% dan penambahan kasus baru sebanyak 8,4% setiap tahunnya.
Kanker kolorektal dapat terjadi akbat beberapa faktor resiko sebagai
berikut: diet tinggi lemak, tinggi protein, dan rendah serat, usia lebih dari 50
tahun, riwayat adenoma atau kanker klorektal, riwayat merokok, riwayat minum
beralkohol, kurang latihan aktifitas fisik, penyakit lain seperti kolitis ulseratif, dan
chron’s disease (Black & Hawks, 2009).
Rata-rata pasien yang di rawat dengan kanker kolorektal datang dengan
keluhan BAB berdarah dan perubahan pola BAB, penurunan hemoglobin atau
anemia, lemas, dan keluhan nyeri berat. Penatalaksanaan pada pasien-pasien
tersebut akan lebih efektif dengan kolaborasi perawatan dari segi medis,
Universitas Esa Unggul : Program Profesi NERS
2
pembedahan, keperawatan, dan diet sesuai dengan kondisi klinis pasien dan
stadium kanker yang diderita. Penatalaksanaan pada pasien kanker kolorektal,
terutama kanker rektum terintegrasi dari mulai perawatan pre pembedahan hingga
pasca pembedahan. Black dan Hawks (2009), menjelaskan perawatan pasca
pembedahan pada pasien kanker kolorektal yang mendapatkan kolostomi harus
meliputi manajemen pada diet, perawatan luka, manajemen eliminasi, penanganan
nyeri, latihan aktivitas dan pemberian edukasi terkait perawatan pasca operasi.
Pucciani (2011), menjelaskan bahwa pasien dengan tumor atau kanker
rektal rendah dapat diselamatkan dengan sphincter-saving operations. Namun
untuk pasien dengan operasi metode low anterior resection (LAR) atau colonaal
anastomosis (CAA) dengan atau tanpa kemo-radioterapi memiliki resiko minimal
25-30% mengalami gangguan defekasi pasca operasi yang dinamakan anterior
resection syndrome dengan gejala inkontinensia fekal.
Manggarsari (2013), menjelaskan bahwa pasien perlu mendapatkan
intervensi perawatan stoma dan irigasi kolon sebagai pengelolaan kasus pasca
pembedahan pasien dengan kanker kolorektal. Dalam laporan pengelolaan pasien
Manggarsari juga merekomendasikan perlunya edukasi terkait diet yang
dibutuhkan pasien yang memiliki stoma serta kebutuhan aktivitas atau latihan
pasien.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kanker rektum?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien kanker rektum?
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Diharapkan penulis dapat memberikan informasi mengenai kanker rektum dan
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker rektum di RSPAD
Gatot Soebroto
2. Tujuan khusus
Penulis dan pembaca dapat mengerti tentang:
a. Definisi kanker rektum
b. Anatomi dan fisiologi kanker rektum
c. Etiologi kanker rektum
D. Manfaat penulisan
1. Bagi Pasien
Akan memberi informasi bagi pasien mengenai penjelasan kanker rektum,
pengobatan dan asuhan keperawatan yang akan dilakukan. Pasien dapat
menerima pelayanan kesehatan yang lebih baik sehubungan dengan
meningkatnya perhatian terhadap kualitas hidup.
2. Bagi pelayanan keperawatan
Penulisan ini bermanfaat bagi perawat khususnya yang bekerja di unit
rawat bedah sesuai dengan peranannya sebagai edukator atau memberikan
edukasi kepada pasien dan keluarga dengan kanker rektum pemilihan diet dan
penerapan latihan. Selain itu sesuai dengan peran perawat yang lainnya yaitu
pemberi pelayanan untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien kanker
rektum
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi sumber informasi kesehatan, pengetahuan dan bahan
masukan dalam kegiatan pembelajaran mahasiswa khususnya pada mata
kuliah keperawatan medikal bedah.
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Kanker kolon suatu bentuk keganasan dari masa abnormal/ neoplasma yang
muncul dari jaringan ephitel dari kolon (Haryono, 2010). Kanker kolorektal
ditunjukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum. Kolon dan
rectum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang disebut
traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian proksimal usus
besar dan rektum dibagian distal sekitar 5-7 cm diatas anus. Kolon dan rektum
merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointestinal di mana
fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi tubuh dan membuang zat-zat
yang tidak berguna (Penzzoli dkk, 2007).
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignant yang muncul pada
jaringan ephitelial dari colon/rectum. Umumnya tumor kolorektal adalah
adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma (Wijaya dan Putri, 2013).
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang
tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan
(invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan
yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di
gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Gale,2000)
Ca Kolorectal merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel
epitel yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2014). Kanker rekti adalah kanker
yang berasal dalam permukaan rektum/rectal. Umumnya kanker kolorektal
berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas, terdapat adenoma atau
berbentuk polip.
B. Anatomi Fisiologi
Secara anatomi, usus besar (kolon) manusia seperti terlihat pada gambar di bawah
ini, yakni terdiri dari sekum, usus buntu, kolon ascenden, kolon transversum,
kolon descenden, rektum, dan anus. Dengan panjang kira-kira 1,5 m terbentang
dari ujung distal ileum hingga anus, usus besar ini memiliki fungsi mengabsorbsi
air dan garam dan membentuk feses (Sanders, Scanlon, 2007) .
Diyono (2013).
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Pada
mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang
(transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian
kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut dengan
"kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon kiri".
Anatomi Usus dapat dibagi menjadi dua yaitu anatomi Makroskopi dan
Mikroskopi sebagai berikut :
Usus besar menutupi usus kecil melalui 3 sisi dan berjalan dari katub
ileosekal menuju anus. Diameternya lebih besar dari usus kecil (oleh karena
itu disebut usus besar), tapi lebih pendek. Fungsi utamanya adalah
mengabsorbsi air dari sisa-sisa makanan yang dicerna dan mengeluarkannya
dalam bentuk semisolid.
Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon terdiri
dari epitel simple columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena makanan
diserap sebelum memasuki usus besar makanya tidak didapati plika sirkular,
villi dan juga tidak ada sel yang menghasilkan enzim pencernaan. Namun
mukosanya lebih tebal, kriptanya lebih dalam dan terdapat sel goblet yang
banyak dalam kriptanya. Lubrikasi dihasilkan oleh sel goblet untuk
mempermudah pengeluaran feses dan melindungi dinding usus dari asam yang
mengiritasi dan gas yang dilepaskan dari bakteri di kolon.
Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda. Pada daerah ini sering terjadi
abrasi. Hal ini bergantung dari lipatan yang panjang yakni anal columns dan
memiliki epitel stratified skuamous. Sinus anal berhenti pada anal columns,
mengeluarkan mukus apabila ditekan oleh feses yang membantu
mengosongkan kanal anal. Garis horizontal yang menghubungkan bagian
margin inferior dari sinus anal disebut linea pectinate. Mukosa superior pada
garis ini disarafi oleh sensori visceral fiber dan relatif tidak sensitif pada sakit.
Area inferior dari linea ini sangat sensitif pada rasa sakit, merefleksikan rasa
sakit pada serabut somatik sensorik. Dua buah pleksus superfisial dihubungkan
dengan anal kanal, satu dengan anal columns dan lainnya dengan anus. Jika
adanya vena yang mengalami inflamasi, maka akan timbul varikositis disebut
hemoroid.
Berbeda dengan regio proksimal usus besar, tidak terdapat haustra pada
rektum dan anal canal. Sejalan dengan kemampuannya meregenerasikan
kontraksi untuk memberikan peran ekspulsif pada defekasi, otot rektum
berkembang sangat baik.
1. Karsinoid tumor
- Saat ini GIST dianggap sebagai tumor maligna meskipun histologinya terlihat
kadang-kadang benigna.
- Dapat ditemukan diseluruh saluran cerna
- Jarang di kolon
3. Limfoma
C. Etiologi
Adapun beberapa faktor yang menpengaruhi kejadian kanker kolorektal
menurut (Soebachman, 2011) yaitu :
1. Usia
kanker kolon.
15. Bekerja sambil duduk seharian. Misalnya para eksekutif, pegawai
administrasi, atau pengemudi kendaran umum.
D. Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel
usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup
serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur sekitarnya. Sel
kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar kebagian tubuh yang lain
(paling sering ke hati) Japaries, 2013. Pertumbuhan kanker menghasilkan efek
sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan
ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan
perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis
relativ baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseks
dilakukan, dan jauh lebih jelek telah terjadi mestatase ke kelenjr limfe
(Japaries,2013).
Menurut Diyono (2013), tingakatan kanker kolorektal dari duke sebagai berikut :
1. Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rektum dan kolon).
2. Stadium 2 : menembus dinding otot, belum metastase.
3. Stadium 3 : melibatkan kelenjar limfe.
4. Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke organ lain.
5.
Pada perkembangan selanjutnya, The American Joint Committee on Cancer
(AJCC) memperkenalkan TNM staging system yang menempatkan kanker
menjadi satu dalam 4 stadium (Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu pada mukosa
saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar ke bagian terluar
dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A rectal
cancer.
3. Stadium II
Kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati, paru atau ovarium.
Disebut juga Dukes D rectal cancer.
Stadium Deskripsi
T1 Intraluminal polypoid mass; no thickening of bowel wall
T2 Thickened rectal wall >6 mm; no perirectal extension
T3a Thickened rectal wall plus invasion of adjacent muscle or organs
T3b Thickened rectal wall plus invasion of pelvic side wall or
abdominal wall
T4 Distant metastases, usually liver or adrenal
TNM Modified
Stadium Dukes Deskripsi
Stadium
T1 N0 M0 A Limited to submucosa
T2 N0 M0 B1 Limited to muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Transmural extension
T2 N1 M0 C1 T2, enlarged mesenteric nodes
T3 N1 M0 C2 T3, enlarged mesenteric nodes
T4 C2 Invasion of adjacent organs
Any T, M1 D Distant metastases present
Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)
Kanker kolorektal merupakan salah satu kanker usus yang dapat tumbuh
secara lokal dan bermetastase luas. Adapun cara penyebaran ini melalui
beberapa cara. Penyebaran secara lokal biasanya masuk kedalam lapisan dinding
usus sampai keserosa dan lemak mesentrik, lalu sel kanker tersebut
akanmengenai organ disekitarnya. Adapun penyebaran yang lebih luas lagi
didalam lumen usus yaitu melalui limfatik dan sistem sirkulasi. Bila sel tersebut
masuk melalui sistem sirkulasi, maka sel kanker tersebut dapat terus masuk ke
organ hati, kemudian metastase ke orgab paru-paru. Penyebaran lain dapat ke
adrenal, ginjal, kuli, tulang, dan otak. Sel kanker pu dapat menyebar ke daerah
peritoneal pada saat akan dilakukan reseksi tumor (Diyono, 2013).
Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip adenoma jenis
villous, tubular, dan viloutubular. Namun dari ketiga jenis adenoma ini, hanya
jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan menjadi premaligna. Jenis
tubular berstruktur seperti bola dan bertangkai, sedangkan jenis villous
berstuktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan tidak bertangkai. Kedua jenis ini
tumbuh menyerupai bunga kol didalam kolon sehingga massa tesebut akan
menekan dinding mukosa kolon. Penekanan yang terus-menerus ini akan
mengalami lesi-lesi ulserasi yang
polyposis). Protein yang dikodekan oleh APC penting dalam aktivasi pnkogen c-
myc dan siklinD1, yang mendorong pengembangan menjadi fenotipe ganas
(Muttaqin, 2013).
Menurut Japaries (2013) Kanker usus besar dibagi menajadi dua stadium
yaitu :
1. Stadium dini
a. Tanda iritasi usus dan perubahan kebiasaan defekasi : sering buang air
besar, diare atau obstipasi, kadang kala obstipasi dan diare silih berganti,
tenesmus, anus turun tegang, sering terdapat nyeri samar abdomen. Pasien
lansia bereaksi tumpul dan lamban, tidak peka
(Japaries, 2013).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Casciato (2004) ada beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi kanker kolon yaitu :
1. Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting
jika terdapat sebuah obstruksi sehingga tidak memungkinkan dilakukanya
biopsi maka sikat sitologi akan sangat berguna (Casciato, 2004).
2. Carsinoembrionik Antigen (CEA) Screening
CEA adalah sebuah glikopretein yang terdapat pada permukaan sel yang
masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi
dini dan metastase ke hepar. CEA terlalu insensitif dan nonspesifik untuk
bisa digunakan sebagai screening kanker kolorektal. Meningkatnya nilai
CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter.
Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium
lanjut dari penyakit dan kehadiran metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA
serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan (Casciato, 2004).
Meskipun keterbatasan spesifitas dan sensifitas dari tes CEA, namun tes
ini sering diusulkan untuk mengenali adanya rekurensi dini. Tes CEA
sebelum opersai sangat berguna sebagai faktor prognosa dan apakah tumor
primer berhubungan dengan meningkatnya nilai CEA. Peningkatan nilai
CEA preoperatif berguna untuk identifikasi awal dari dari metastase karena
sel tumor yang bermetastase sering mengakibatkan naiknya nilai CEA
(Casciato, 2004).
3. Digital Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral,posterior, dan
anterior, serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan
mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum
dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat
4. Barium Enema
Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras
varium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip
yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama fleksibel
sigmoidoskopi merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif
pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada
pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi.
Risiko perforasi dengan menggunakan barium eneme sangat rendah, yaitu
sebesar 0,02% jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras
larut air harus digunakan dari pada barium enema. Barium peritonitis
merupakan komplikasi yang sangat serius yang dapat mengakibatkan
berbagai infeksi dan peritoneal fibrosis. Tetapi sayangnya sebuah kontras
larut air tidak dapat menunjukan detail yang penting untuk menunjukam lesi
kecil pada mukosa kolon (Schwartz, 2005).
5. Endoskopi
Tes tersebut diindikasikan untuk menilai seluruh mukosa kolon karena
3% dari pasien mempunyai synchronous kanker dan berkemungkinan untuk
mempunyai polip premaligna (Casciato, 2004).
6. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rectum. Sebuah standar kolonoskopi panjangnya dapat
mencapai 160 cm. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk
dapat menunjukan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar sebesar 94%, lebih baik dari pada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67% (Depkes, 2006).
Sebuah kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi,
mengontrol perdarahan dan dilatasi dari struktur. Kolonoskopi merupakan
prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan,
komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada
pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari Inflamatory Bowel Disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleedin, megakolon non
toksik, struktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada
kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan
komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi
merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik (Schwartz, 2005).
G. Penatalaksanaan umum
a. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas diterima
sebagai penangan kuratif untuk kanker kolorektal. Pembedahan kuratif untuk
kaker kolorektal. Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang
luas dan maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan
fungsi dari kolon sebisanya. Untuk lesi diatas rektum, reseksi tumor dengan
minimum margin 5 cm bebas tumor (Casciato, 2004).
Menurut Haryono (2012), pembedahan merupakan tindakan primer pada
kira-kira 75% pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat
kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat
dengan kolonoskop. Kolosotomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman
dalan membuat keputusan dikolon massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi
usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta
lesi C. Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D.
Tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah
menyebar dan mencangkup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak
dapat dilakukan.
b. Terapi Radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan menggunakan x-
ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua cara
pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi.
Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari
kanker (Henry Ford, 2006).
c. Kemotherapi
Kemoterapi dalam bahasa inggris (chemotherapy) adalah penggunaan
zat kimia untuk perawatan penyakit. Kemoterapi adalah penggunaan zat
kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini
hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan
untuk merawat kanker.
Efek samping yang bisa timbul adalah antara lain: Lemas, Mual dan
Muntah, Gangguan Pencernaan, Sariawan, Efek Pada Darah, Otot dan Saraf,
Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna, dan Produksi Hormon.
Dalam beberapa penelitian kemoterapi mampu menekan jumlah
kematian penderita kanker tahap dini, namun bagi penderita kanker tahap
Universitas Esa Unggul : Program Profesi NERS
23
H. Fokus Keperawatan
Pengkajian yang dapat dilakukan menurut wijaya dan putri (2013), diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Data Demografi
1) Kanker klorektal sering ditemukan terjadi pada usia lebih dari 40
tahun.
2) Pada wanita sering ditemukan kanker kolon dan kanker rekti lebih
sering terjadi pada laki-laki.
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Kemungkinan pernah menderita polip kolon, radang kronik kolon
dan kolitis ulseratif yang tidak teratasi.
2) Adanya infeksi dan obstruksi pada usus besar.
3) Die atau konsumsi diet yang tidak baik, tinggi protein, tinggi lemak
dan rendah serat.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat kanker pada keluarga, diidentifikasi kanker yang
menyerang tubuh atau organ termasuk kanker kolorektal adalah diturunkan
sebagai sifat dominan.
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Klien mengeluh lemah, nyeri abdomen dan kembung.
2) Klien mengeluh perubahan pada defekasi : Buang Air Besar (BAB)
seperti pita, diare yang bercampur darah dan lendir dan rasa tidak
puas setelah buang air besar.
3) Klien megalami anoreksia, mual, muntah dan penurunn berat badan.
e. Pemeriksaan fisik
1) Mata : konjungtiva subanemis / anemis.
2) Leher : distensi vena jugularis (JVP).
3) Mulut : mukosa mulut kering dan pucat, lidah pecah – pecah dan bau
yang tidak enak.
4) Abdomen : distensi abdomen, adanya teraba massa, penurunn bising
1. Nyeri akut
2. Konstipasi
PENGKAJIAN
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS DIRI
a. KLIEN
1) Nama : Tn. Y
2) TanggalLahir : 29/11/1968
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SLTA
6) Pekerjaan : KaryawanSwasta
7) Alamat : Jl. Nusa Indah 1, Bojong Sari
8) Status Perkawinan : Menikah
9) Sumber Informasi : Pasien dan anak pasien
10) Tanggal pengkajian : 21/10/2019
11) Tanggal Masuk : 29/09/2019
12) No RM : 949180
13) Diagnosa Medis : Ca Rectum
b. PENANGGUNG JAWAB
1) Nama : Nn. V
2) Umur : 25thn
3) Alamat : Jl. Nusa Indah 1, Bojong Sari
4) Pekerjaan : Pegawai Swasta
2. RIWAYAT PENYAKIT
a. Keluhanutama saat pengkajian:
d. Genogram
Paru-paru
27thn
25thn 15thn
Keterangan:
= laki-laki meninggal = garis pernikahan
Interpretasi:
Penyakit keturunan : Adanya riwayat penyakit kanker paru dari ayah mertua pasien.
a. Polanutrisi/ metobalik
1) Intake makan
Sebelummasuk RS Selama di RS
a. Keluhan e. Keluhan
Tidak ada Tidak napsu makan
b. Frekuensi f. Frekuensi
1-2x/hari 3x/hari + 2x selingan
c. Menu g. Menu
Nasi + ikan + mie instan + Sesuai ahli gizi RSPAD
sayur
2) Intake minum
Sebelummasuk RS Selamadirawat di RS
a. Keluhan a. Keluhan
Tidak ada Tidak ada
b. Frekuensi
5-6 gelas/hari
b. Frekuensi
8-9 gelas/hari
b. Pola eliminasi
1) Buang air besar (BAB)
d. Warna
d. Warna
Kuning bening
Kuning keruh
e. Bau
e. Bau
Berbau khas
Bau obat
Makan, minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat
tidur
Ambulasi/ROM
Keterangan :
0 :Mandiri
1 :Dengan bantuan alat
2 :Dibantu orang lain
3 :Dibantu orang lain danalat
4 :Tergantung total
d. Polatidurdanistirahat
Sebelumsakit Selamadirawat di RS
a. Keluhan a. Keluhan
Tidakada Sulittidurkarenasakitperutdangelisah
b. Kualitas b. Kualitas
Baik Kurangbaik
c. Kuantitas c. Kuantitas
3-4 jam 6 jam
e. Pola perceptual
1) Penglihatan: Baik, tidak ada masalah.
b. PEMERIKSAAN FISIK
e. Kepala
P : Tidak ada nyeri tekan dan teraba taktil fremitus sangat pasien
mengatakan tujuh puluh tujuh.
P : Batas suarasonor pada atas ICS 2, bawah ICS 7, kanan dan kiri pada mid
axilla.
A : Pada saat pasien menarik napas terdengar suara vesicular dan saat
mengeluarkan napas terdengar suara bronchiale.
10) Jantung
b. Ekstremitas bawah :
Ektrimitas bawah bergerak aktif tapi tidak seaktif ekstrimitas atas dan
dapat menahan tahanan perawat dan teraba hangat.
c. Kekuatanotot
5 5
5 5
c. PROGRAM TERAPI
d. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Limfosit 2* 20-40%
Monosit 8 2-8%
MCH 28 27 27-32 pg
KIMIA KLINIK :
Albumin 2.7* 3.5-5.0 g/dL
Ureum 34 24 20 – 50 mg/dL
Batang 4 3 50-70%
(BE)
Saturasi O2
Batang 3 50-70%
Resiko
ketidakseimbangan
volume cairan