Oleh:
Larasati Setyo Pawestri
NIM 192311101105
Mahasiswa
3. Epidemiologi
Menurut American Cancer Society, adenokarsinoma colon merupakan
kanker ketiga terbanyak dan merupakan penyebab kematian kedua terbanyak
pada polulasi laki-laki dan perempuan di Amerika Serikat (Pantow, 2017).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aminah (2016) keganasan dari
adenokarsinoma colon di Indonesia sekitar 19,1 pada pria dan 15,6 pada wanita
per 100.000 penduduk. Menurut Kemenkes RI (2015), penderita kanker rektum
berkisar 40.000 per tahun di Amerika Serikat . Denganperkembangan metode
pembedahan. Kemoterapi dan radioterapi pada beberapa tahun terakhir, telah
dimungkinkan tercapainya hasil.
4. Etiologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ca recti, yaitu:
a. Usia
Menurut ACA (2017), risiko adeno ca kolon dan ca rekti berbanding lurus
dengan bertambahnya usia seseorang. Proporsi usia dibawah 50 tahun
meningkat dari 6% pada tahun 1990 menjadi 11% pada tahun 2013, usia
diatas 40 tahun sebanyak 72%.
b. Riwayat keluarga
Hampir 30% penderika ca kolon memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit ini, 5% disebabkan oleh kelainan genetic yang diwariskan.
Individu dengan riwayat keluarga adeno ca kolon memiliki risiko 2 sampai
4 kali dibandingkan mereka tidak memiliki riwayat keluarga dengan
penyakit ini.
c. Riwayat penyakit polip adenoma individual dan keluarga, dan riwayat
penyakit kronis inflamatori pada usus.
d. Mengonsumsi alkohol
Konsumsi alkohol sedang dan berat (<12,5 gram perhari) dikaitkan dengan
peningkatan risiko kanker rekti
e. Merokok
f. Gaya hidup (obesitas)
g. Inaktivitas
5. Patofisiologi
Adenomatous polip atau adenoma merupakan proses yang mengawali
terjadinya kanker, lebih dari 95% kanker rekti disebabkan oleh adenomas.
Adenomas terdiri dari tiga jenis yaitu; tubular, tubulovillous dan villous. Jenis
villous yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kanker. Polip tumbuh secara
pelan-pelan sekitar 5-10 tahun atau lebih untuk berubah menjadi maligna atau
keganasan. Polip yang mengalami keganasan akan terjadi peningkatan ukuran
dalam lumen dan selanjutnya akan menyerang dan merusak dinding kolon dan
rektum. Tumor cenderung terus membesar dapat menyebabkan ulserasi, infeksi
sekunder dan nekrosis. Umumnya ini terjadi pada belahan kanan kolon dan
ampula rekti (Black & Hawks, 2009).
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang dalam,
biasanya mencapai atau melebihi tunika muskularis termasuk dalam tipe
ulseratif. Tipe ini merupakan jenis kanker kolon yang paling sering dijumpai.
Karakteristik tipe ulseratif adalah massa terdapat tukak yang dalam dan bentuk
luar mirip kawah gunung merapi, tepi kokoh dan keras menonjol, dasar tidak
rata, nekrosis, derajat keganasan tinggi, metastase limfogen lebih awal,
dibawah mikroskop sebagai adenokarsinoma diferensiasi buruk. Tipe kedua
yaitu infiltrasi, tumor menginfiltrasi lapisan dinding usus secara difus, sehingga
dinding usus setempat menebal, tepi tampak dari luar sering kali tidak jelas
terdapat tukak atau tonjolan. Tumor sering mengenai sekeliling saluran usus
disertai dengan hiperplasie abnormal jaringan ikat, lingkaran usus menyusut,
permukaan serosa sering tampak cincin kontriksi yang memudahkan terjadinya
ileus. Pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai adenokarsinoma berdeferensi
sangat buruk (Desen, 2011).
Klasifikasi histologik tumor ganas kolon terdiri dari; adenokarsinoma
papiler, adenokarsinoma tubular, adenokarsinoma musinosa, karsinoma signet
ring, karsinoma tak berdeferensiasi, adenokarsinoma skuamosa, karsinoma sel
skuamosa, karsinoid. Tumor ganas kanalis analis terdiri dari; karsinoma sel
skuamosa, karsinoma sel basaloid, karsinoma epidermaoid musinosa,
adenokarsinoma, karsinoma tak berdeferensiasi, dan maligna malignum.
Meskipun klasifikasinya banyak, karsinoma kolon lebih dari 90% adalah
adenokarsinoma (Desen,2011).
6. Manifestasi Klinis
Ca rekti dapat dideteksi dengan metode skrining, menurut Kementerian
Kesehatan RI (2015) tanda dan gejala adeno ca rekti adalah:
a. Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau
diare selama 6 minggu pada semua umur.
b. Defekasi seperti kotoran kambing
c. Perdarahan per-anum tanpa gejala anal pada individu berusia diatas 60
tahun
d. Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir.
e. Massa intra-luminal di dalam rektum
f. Tanda obstruksi mekanik usus.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Asmorohadi (2014) pemeriksaan yang dapat dilakukan seperti :
a. Pemerikasaan fisik
Pemerikasaan fisik dengan infeksi dan palpasi abdomen untuk menentukan
ada tidaknya massa. Kanker kolon belahan kanan 90% lebih teraba massa
dengan colok dubur. Pemeriksaan ini dapat diketahui lokasi massa, bentuk,
ukuran dan lingkup sirkumferens yang terkena dan derajat mobilitas
dasarnya, ada tidaknya lesi mengenai organ sekitarnya. Ada tidaknya nodul
di dasar pelvis dapat dilihat dari sarung tangan pada jari terdapat noda
darah dan feses. Pada pemeriksaan colok dubur dinilai keadaan tumor,
mobilitas tumor dan ekstensi perjalanan. Pemeriksaan yang lebih dalam
dengan menggunakan endoskopi mampu melihat lesi pada rektum
menggunakan kolonoskopi fibrotik.
b. Pemeriksaan sinar x
Pemeriksaan sinar x dengan barium enema diperlukan untuk kanker di
segmen tengah kolon sigmoid dapat menemukan lokasi tumor terdapat
defek pengisian menetap, distruksi mukosa usus, kekakuan dinding usus
dan konstriksi lumen usus. Namun pada kasus ileus pemeriksaan ini tidak
boleh dilakukan apalagi dengan memasukkan barium enema dengan
ditelan. Pencitraan USG dapat menemukan lesi metastasik hati diatas 1
cm Pemeriksaan ini harus dijadikan pemeriksaan rutin dalam tindak lanjut
sebelum dan sesudah operasi (Desen, 2011).
c. Pemeriksaan CT, MRI, kolonoskopi dan Virtual CT (CTVC).
Pemeriksaan CT dan MRI sulit untuk membedakan lesi jinak dan ganas,
kelebihan utamanya adalah mampu menunjukkan situasi terkenanya
jaringan sekitar, ada tidaknya metastase kelenjar limfe ke organ jauh,
sehingga membantu dalam penentuan stadium klinis dan memperkirakan
operasi. CTV menggabungkan CT dan tehnik piranti lunak pencitraan
mutakhir hingga menghasilkan gambar 3 dimensi dan 2 dimensi. PET
(Tomografi emisi positron) dan PET/CT dapat mendeteksi lesi primer
kanker kolon dengan kepekaan tinggi, tepi pencitraan seluruh tubuh
terutama bertujuan untuk mengetahui luas lesi secara menyeluruh,
menetapkan stadium klinis dan menjadi dasar seleksi terapi yang rasional
(Desen, 2011).
d. Zat penanda tumor
Zat penanda tumor seperti antigen karbohidrat 19-9 (CA 19-9) bukan
antigen spesifik kanker kolon sehingga tidak bisa dijadikan diagnosis dini,
sedangkan antigencarsinoembrionic (CEA) dapat dijadikan pedoman
untuk melihat perkembangan penyakit kanker (Black & Hawks, 2009).
8. Penatalaksanaan
Terapi primer untuk pengobatan adeno ca kolon adalah dengan pembedahan.
Terapi kemoterapi digunakan sebagai tambahan untuk menjaga tumor tidak
tumbuh lagi. Kemoterapi digunakan untuk menghilangkan atau menekan
pertumbuhan tumor yang ada di hepar. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan
sendiri-sendiri atau bersama-sama. Terapi kombinasi dapat meningkatkan survival
pasien kanker kolon (Black & Hawks, 2009).
a. Pembedahan
Tiga dari empat pasien menjalani operasi adeno ca kolon dan 60%
menjalani pengobatan. Intervensi operasi tergantung dari jenis kanker, lokas,
stadium dan keadaan umum pasien (Black & Hawks, 2009). Kontraindikasi
operasi apabila kondisi fisik umum tidak baik. Jenis operasi yang sering
dilakukan adalah operasi radikal, paliatif, dan operasi untuk mengurangi
gejala. Tindakan operasi radikal dilakukan dengan prinsip jarak dari tumor
minimal 5-10cm bersama-sama lesi primer, masenterium dan kelenjar limfe
regional dilakukan reseksi untuk mencegah penyebaran sel kanker. Walaupun
tidak dilakukan eksisi radikal, namun eksisi lesi pada operasi paliatif. Operasi
ini dilakukan untuk menunjang kemoterapi atau terapil lainnya serta
memperbaiki gejala. Tindakan operasi untuk mengurangi gejala dalam bentuk
operasi pemintasan dan operasi fistulasi kolon dilakukan untuk mengatasi
ileus, ligasi arteri iliaka interna yang dapat mengurangi perdarahan kanker
rektum (Desen, 2011). Operasi kanker rekti kadang diperlukan tindakan
pembentukan kolostomi. Prosedur kolostomi dilakukan dengan membuat
lubang dinding perut atau abdomen yang berfungi sebagai tempat untuk
mengeluarkan feses (Kozier, 2009). Karena fungsi dari usus besar untuk
absorbsi air kolostomi akan lebih mudah dalam mengelola jika dibuat di dekat
sigmoid sehingga feses dapat berbentuk. Biasanya pasien sudah mampu
melakukan perawatan stoma secara mandiri antara 4-6 minggu sehingga
direncanakan untuk terapi atau radiasi pasien sudah siap (Black & Hawks,
2009).
2. Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (infeksi)
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna
c. Diare berhubungan dengan gangguan peristaltik usus
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan, kurang asupan makanan
e. Risiko defisien volume cairan
f. Ansietas b.d pembedahan yang akan dilakukan
3. Intervensi
No Masalah NOC NIC
keperawatan
1 (00132) Nyeri akut Kontrol nyeri (1605) : Manajemen nyeri
Skala (1400):
Indikator Keterangan skala
Awal Akhir 1. Kaji nyeri pasien
Mengenali nyeri 1. Tidak pernah 2. Observasi TTV pasien
yang terjadi menujukkan 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
Menggambarkan 2. Jarang
4. Kolaborasi pemberian analgesic
faktor penyebab menunjukkan
3. Kadang-kadang Terapi relaksasi (6040):
Melaporkan
menunjukkan 1. Ciptakan lingkungan aman dan nyaman
nyeri yang
4. Sering untuk pasien
terkontrol 2. Minta pasien untuk merasakan sensai
menunjukkan
5. Secara konsisten rileks
menunjukkan 3. Berikan informasi terkait terapi relaksasi
4. Ajarkan terapi relaksasi nafas dalam
Tingkat Nyeri (2102) : dengan mata tertutup
Skala
Indikator Keterangan skala
Awal Akhir
TTV normal 1. Deviasi berat
Ekspresi wajah dari normal
nyeri
Nafsu makan 2. Deviasi cukup
normal dari normal
3. Deviasi
Pasien dapat sedang dari
beristirahat normal
4. Deviasi
ringan dari
normal
5. Tidak ada
deviasi
2 (00204) Perfusi jaringan perifer (0407) Manajemen cairan (4120)
Ketidakefektifan Skala 1. Jaga intake /asupan cairan pasien
Indikator Keterangan skala 2. Monitor status hidrasi (misalnya mukosa
perfusi jaringan Awal Akhir
perifer Pengisian 1. Deviasi berat dari bibir, nadi adekuat, dan tekanan darah)
kapiler jari kisaran normal 3. Monitor TTV pasien
Tekanan darah 2. Deviasi yang 4. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
Kekuatan cukup berat dari 5. Dukung pasien dan keluarga untuk
denyut nadi kisaran normal membantu dalam pemberian makan
karotis 3. Deviasi sedang dengan baik.
dari kisaran
normal
4. Deviasi ringan
dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi
dari kisaran
normal.
3 (00013) Diare Fungsi gastrointestinal (1015) Manajemen Diare (0460) :
Skala 1.Tentukan riwayat diare
Indikator Keterangan skala 2.Berikan makanan dalam porsi kecil tetapi
Awal Akhir
Nyeri perut 1. Sangat sering
Frekuensi BAB terganggu 3.Anjurkan pasien menghindari makanan
Bising usus 2. Banyak pedas dan yang menimbulkan gas dalam
Distensi perut terganggu perut
3. Cukup 4. Identifikasi faktor yang dapat
terganggu menyebabkan diare
4. Sedikit 5.Monitor tanda dan gejala diare
terganggu 6.Amati turgor kulit secara berkala
5. Tidak
terganggu.
4 (00002) Nafsu makan (1014): Manajemen gangguan makan(1030):
Ketidakseimbangan Skala 1.Monitor input dan output cairan
Indikator Keterangan skala 1. Anjurkan pasien mendiskusikan
nutrisi: kurang dari Awal Akhir
kebutuhan tubuh Keinginan 1. Tidak pernah kebutuhan makanan dengan ahli diet
untuk makan menujukkan 2. Identifikasi alergi pasien pada makanan
Menyenangi 2. Jarang menunjukkan 3. Menentukan pilihan makanan pasien
makanan 3. Kadang-kadang 4. Berikan terapi IV
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten
menunjukkan
American Cancer Society. 2017. Colorectal Cancer. Facts & Figures 2017-2019.
Atlanta: American Cancer Society.
Black, J.M., Hawks, J.H. 2009. Medical Surgical Nursing. Ed 8. Sauder Elsevier.
Desen Wan, 2011. Onkologi Klinik. Ed.2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Pantow. 2017. Profil Adenokarsinoma Kolon di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou dan
Siloam Hospitals Periode Januari 2016 – Juni 2017. Journal E-Clinic. 5(2):
326-331
Sherwood. 2011. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 8. Jakarta :
EGC