OLEH:
TAHUN 2020
A. Tinjauan Teori
1. Definisi
a. Konsep Dasar SC
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan dengan sayatan uterus melalui
dinding depan perut atau sectio caesaria adalah suatu histerektomi untuk melahirkan
janin melalui insisi pada dinding perut dan rahim anterior (Hacker, 2001).
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sectio caesaria adalah suatu
tindakan untuk melahirkan bayi perabdominal dengan melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus interior, karena bayi tidakbisa dilahirkan melalui jalan
lahir. Salah satu penyebabnya adalah placenta previa. Placenta previa adalah suatu
keadaan dimana placenta berada pada segmen bawah rahim.
b. Kekurangan
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan arteri uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak
Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi
3. Patofisiologi
a. Etiologi
Plasenta previa : Penyebab dari placenta previa belum jelas diketahui
menurutMochtar (1998) ada beberapa faktor penyebab terjadinya plasenta previa
yaitu: umur, hipoplasia endometrium, endometrium cacat pada bekas
persalinanberulang-ulang, bekas operasi, kuretase, korpus luteum bereaksi lambat,
tumor seperti mioma uteri, malnutrisi.
Section caesarea : Tindakan operasi sectio caesarea dilakukan apabila tidak
memungkinkan dilakukan persalinan pervaginal disebabkan adanya resiko
terhadap ibu atau janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio
caesarea seperti proses persalinan normal lama / kegagalan proses persalinan
normal (Dystasia) (Saifudin , 2002).
Masa nifas : Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), Etiologi post partum dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan
lahir dan hematoma.
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi
didaerah insersi plasenta dari luka bekas secsio sesaria.
b. Proses terjadi
Plasenta previa :
1. Lokasi implantasi dan ukuran placenta saling terkait. Secara rinci, karena
sirkulas pada segmen bawah sedikit lebih baik dari pada fundus, placenta
previa mungkin butuh untuk menutupi area yang lebih besar untuk efisiensi
yang adekuat. Permukaan placenta previa mungkin lebih besar setidak-
tidaknya 30% lebih besar daripada placenta yang terimplantasi di fundus.
2. Segmen bagian bawah relatif tanpa kontraksi dan perdarahan pantas
3. dipertimbangkan pada pembukaan sinus
4. Infeksi ascending dari vagina dapat menyebabkan placentitis, terutama di
daerah ajama atau di atas tulang.
5. Placenta previa dapat terdorong miring, melintang, presentasi dan mencegah
perikatan pada keadaan fetal.
c. Manifestasi klinis
a. Menurut nugroho (2012) manifestasi klinis plasenta previa antara lain:
Anamnesa
Pendarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa
sebab.
Terutama pada multi gravid pada kehamilan setelah 20 minggu.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul.
Pemeriksaan inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri
eksternum.
d. Komplikasi
Adanya beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan pendarahan
yang cukup banyak dan patal (Prawiroharjo, 2009; h.499).
Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara remik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
dan pendarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi
anemia bahkan syok.
Terdapat beberapa bahaya yang telah dikenal bagi fetus bila persalinan
dilakukan dengan sectio caesarea, terlepas dari yang ditunjukan oleh keadaan
abnormal untuk mana diindikasikan sectio ( Rottgers). Resiko ini meliputi:
Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang
Depresi pernafasan karena anesthesiac.
Sindroma gawat pernafasan, jelas lebih lazim pada bayi yang dilahirkan
dengan section.
1) Komplikasi ibu:
Infeksi yang didapat dirumah sakit, terutama setelah dilakukan
seksio pada persalinan
Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan
varikositas
Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering karena dasar
obstruksi
Kecelakaan anastesi(Martius, 1995).
2) Anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan SC banyak tergantung dari keadaan
yang menjadi alasan untuk melakukan SC.
4. Pemeriksaan Diasnotik
a. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan inspekulo
- Posisi dan persentasi janin
- Panggul dan janin lahir
- Denyut jantung janin
5. Penatalaksanaan Medis
Menurut Nogroho, 2012 penatalaksanaan plasenta previa diantara lain :
b. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
c. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap
ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga
perut (missal batuk, mengedan karena sulit buang air besar).
d. Pasang infuse NaCL fisiologis, bila tidak memungkinkan berikan peroral.
e. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara leratur tiap 15 menit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan.
f. Bila terjadi renjatan, segera lakukan pemberian cairan dan tranfusi darah.
g. Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya pendarahan, umur
kehamilan dan derajat plasenta.
h. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tanpo vagina, karena akan
memperbanyak pendarahan dan menyebabkan infeksi.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berdasarkan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Resti infeksi berdasarkan dengan insisi luka operasi
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
4. Resti fetal distress berdasarkan dengan terlepasnya placenta
5. Ansietas berdasarkan dengan kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang
akan dilakukan
6. Resti konstipasi berdasarkan dengan penurunan peristaltik usus
7. Perubahan pola peran berdasarkann dengan adanya anggota keluarga baru
2. Perencanaan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
b. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Kriteria Hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam di harapkan rasa nyeri yang di
rasakan pasien dapat hilang atau berkurang dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan ).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri )
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
b. NIC (Nursing Intervension Classificaton)
1. Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara konprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
2. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektipan control nyeri masa lampau.
6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan .
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( Farmakologi, non
farmakologi dan inter personal )
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
11. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi.
12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
14. Tingkatkan istirahat.
15. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil.
16. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2. Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi , karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
b. Cek instrusi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
c. Cek riwayat alergi.
d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic
ketika pmberian lebih dari satu.
e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
c. Rasional
1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien
3. Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh
terhadap yang lainnya
5. Untuk mengurangi factor yang dapat memperburuk nyeri yang
dirasakan klien
6. untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri
yang dirasakan klien bertambah.
7. Pemberian “health education” dapat mengurangi tingkat kecemasan
dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap
rasa nyer
8. Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
9. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.
10. Agar klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi dalam
memanagement nyeri yang dirasakan.
11. Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri pasien
3. Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatatat dalam rencana keperawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Eko dan Andi,2014)
4. Evaluasi
a. Paisen mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Perawat mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
WOC Terlampir