Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA

OLEH KARENA PLASENTA PREVIA

OLEH:

1. Ni Putu Rusminiati ( 18E10019 )


2. Ni Komang Saskia Prabayani ( 18E10020 )
3. Ni Made Putu Yudiantari ( 18E10025 )
4. Kadek Wahyu Aditya Putra ( 18E10022 )
5. Ida Ayu Dwinayanti ( 18E10013 )
6. I Wayan Eka Antara ( 18E10014 )

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

TAHUN 2020
A. Tinjauan Teori

1. Definisi

a. Konsep Dasar SC
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan dengan sayatan uterus melalui
dinding depan perut atau sectio caesaria adalah suatu histerektomi untuk melahirkan
janin melalui insisi pada dinding perut dan rahim anterior (Hacker, 2001).
Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sectio caesaria adalah suatu
tindakan untuk melahirkan bayi perabdominal dengan melalui insisi pada dinding
abdomen dan dinding uterus interior, karena bayi tidakbisa dilahirkan melalui jalan
lahir. Salah satu penyebabnya adalah placenta previa. Placenta previa adalah suatu
keadaan dimana placenta berada pada segmen bawah rahim.

b. Konsep Dasar Masa Nifas


Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah
persalinan. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-
alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat
dari adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Saleha,
2009).
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali
pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru
(Mitayani, 2011) Masa puerpenium (nifas) adalah masa setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih kembali
seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Sitti saleha, 2009).

c. Konsep Dasar Plasenta Previa


Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (Mochtar, 1998).Ante partum hemorargi adalah perdarahan
yang terjadi setelahkehamilan 28 minggu (Mochtar, 1998).
2. Klasifikasi

a. Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):


1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan
secara normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan
biasanyajanin tetap tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi
jalan lahir. Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan
tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga
dangerous placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm
dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta
letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin
bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.
b. Klasifikasi SC
a. Menurut Mochtar (1998) a.Abdomen (Seksio Sesarea Abdominalis)
1) Sectio caesarea transperitonealis
2) Sectio caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri
3) Sectio caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim
4) Sectio caesarea ekstraperitonealis Yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. Dulu
dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang
jarang dilakukan
b. Vagina (Sectio caesarea Vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai
berikut:
 Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
 Sayatan melintang (transversal) menurut Kerr
 Sayatan huruf T (T- incision)

c. Sectio caesarea klasik atau corporal Dilakukan dengan membuat sayatan


melintang konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira–kira
10 cm. 1
a. Kelebihana)
 Mengeluarkan janin lebih cepat
 Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
 Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
b. Kekurangan
 Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik.
 Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.

d. Sectio caeesarea Ismika (Profunda)


a. Kelebihana
 Penjahitan luka kebih mudah
 Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
 Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus kerongga peritonium
 Perdarahan kurange
 Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan
kurang/ lebih kecil

b. Kekurangan
 Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menyebabkan arteri uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan
yang banyak
 Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi

e. Sectio caesarea Hysterectomy.


Setelah sectio caesarea dikerjakan hysterektomi dengan indikasi;
 Atonia uteri
 Placenta accrete
 Myoma uteri
 Infeksi intra uterin yang berat

Menurut Manuaba (1999), macam–macam bentuk operasi sectio


caesareaadalah:

 Sectio caesarea klasik menurut Sanger


 Sectio caesarea transperitoneal profunda menurut Kehrer
 Sectio caesarea histerektomi menurut Porro
 Sectio caesarea ekstraperitoniala
Menurut Waterb
Menurut Latzco
 Sectio caesarea transvaginal

3. Patofisiologi
a. Etiologi
Plasenta previa : Penyebab dari placenta previa belum jelas diketahui
menurutMochtar (1998) ada beberapa faktor penyebab terjadinya plasenta previa
yaitu: umur, hipoplasia endometrium, endometrium cacat pada bekas
persalinanberulang-ulang, bekas operasi, kuretase, korpus luteum bereaksi lambat,
tumor seperti mioma uteri, malnutrisi.
Section caesarea : Tindakan operasi sectio caesarea dilakukan apabila tidak
memungkinkan dilakukan persalinan pervaginal disebabkan adanya resiko
terhadap ibu atau janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan sectio
caesarea seperti proses persalinan normal lama / kegagalan proses persalinan
normal (Dystasia) (Saifudin , 2002).

Masa nifas : Menurut Dewi Vivian, Sunarsih (2013), Etiologi post partum dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir, robekan jalan
lahir dan hematoma.
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta, ubinvolusi
didaerah insersi plasenta dari luka bekas secsio sesaria.

b. Proses terjadi
Plasenta previa :
1. Lokasi implantasi dan ukuran placenta saling terkait. Secara rinci, karena
sirkulas pada segmen bawah sedikit lebih baik dari pada fundus, placenta
previa mungkin butuh untuk menutupi area yang lebih besar untuk efisiensi
yang adekuat. Permukaan placenta previa mungkin lebih besar setidak-
tidaknya 30% lebih besar daripada placenta yang terimplantasi di fundus.
2. Segmen bagian bawah relatif tanpa kontraksi dan perdarahan pantas
3. dipertimbangkan pada pembukaan sinus
4. Infeksi ascending dari vagina dapat menyebabkan placentitis, terutama di
daerah ajama atau di atas tulang.
5. Placenta previa dapat terdorong miring, melintang, presentasi dan mencegah
perikatan pada keadaan fetal.

Section caesarea : Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses


persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, Cephalopelvik
Disproportion, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea(SC)

c. Manifestasi klinis
a. Menurut nugroho (2012) manifestasi klinis plasenta previa antara lain:
 Anamnesa
 Pendarahan jalan lahir berwarna merah segar tanpa rasa nyeri, tanpa
sebab.
 Terutama pada multi gravid pada kehamilan setelah 20 minggu.
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul.
 Pemeriksaan inspekulo : pendarahan berasal dari ostium uteri
eksternum.

b. Tanda dan gejala yang muncul sehingga memungkinkan untuk dilakukan


tindakan sectio caesarea adalah:
 Fetal distressb.
 His lemah / melemah
 Janin dalam posisi sungsang atau melintang
 Bayi besar ( BBL ≥ 4,2 kg )
 Plasenta previa
 Kalainan letakg.
 Disproporsi cevalo-pelvik
 ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul
 Rupture uteri mengancam
 Hydrocephalusj.
 Primi muda atau tuak.
 Partus dengan komplikasi
 Panggul sempit
 Problema plasenta

d. Komplikasi
Adanya beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan pendarahan
yang cukup banyak dan patal (Prawiroharjo, 2009; h.499).
Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara remik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak,
dan pendarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi
anemia bahkan syok.
Terdapat beberapa bahaya yang telah dikenal bagi fetus bila persalinan
dilakukan dengan sectio caesarea, terlepas dari yang ditunjukan oleh keadaan
abnormal untuk mana diindikasikan sectio ( Rottgers). Resiko ini meliputi:
 Hipoksia akibat sindroma hipotensi terlentang
 Depresi pernafasan karena anesthesiac.
 Sindroma gawat pernafasan, jelas lebih lazim pada bayi yang dilahirkan
dengan section.
1) Komplikasi ibu:
 Infeksi yang didapat dirumah sakit, terutama setelah dilakukan
seksio pada persalinan
 Fenomena tromboemboli, terutama pada multipara dengan
varikositas
 Ileus, terutama karena peritonitis dan kurang sering karena dasar
obstruksi
 Kecelakaan anastesi(Martius, 1995).
2) Anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan SC banyak tergantung dari keadaan
yang menjadi alasan untuk melakukan SC.
4. Pemeriksaan Diasnotik
a. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan inspekulo
- Posisi dan persentasi janin
- Panggul dan janin lahir
- Denyut jantung janin

5. Penatalaksanaan Medis
Menurut Nogroho, 2012 penatalaksanaan plasenta previa diantara lain :
b. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi.
c. Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap
ke kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga
perut (missal batuk, mengedan karena sulit buang air besar).
d. Pasang infuse NaCL fisiologis, bila tidak memungkinkan berikan peroral.
e. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara leratur tiap 15 menit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat pendarahan.
f. Bila terjadi renjatan, segera lakukan pemberian cairan dan tranfusi darah.
g. Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya pendarahan, umur
kehamilan dan derajat plasenta.
h. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tanpo vagina, karena akan
memperbanyak pendarahan dan menyebabkan infeksi.

B. Tinjauan Teori Askep


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
- Pasien mengatakan nyeri pada luka jahitan post SC
P : Luka jahitan post SC
Q : nyeri seperti dtusuk-tusuk-R : daerah luka jahitan post SC
S : Skala 5
T : nyeri dirasakan saat bergera
b. Data Objektif
- TD:120/80mmHg
- N : 82 x/menit
- RR : 22x/menit
- S : 36,7 0C
- Terdapat luka bekas jahitan post SC di bagian perut, luka jahitan 15 cm,
dengan sayatan horizontal
- Pasien terlihat meringis menahan sakit

c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berdasarkan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Resti infeksi berdasarkan dengan insisi luka operasi
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
4. Resti fetal distress berdasarkan dengan terlepasnya placenta
5. Ansietas berdasarkan dengan kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang
akan dilakukan
6. Resti konstipasi berdasarkan dengan penurunan peristaltik usus
7. Perubahan pola peran berdasarkann dengan adanya anggota keluarga baru

2. Perencanaan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
b. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Kriteria Hasil :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 24 jam di harapkan rasa nyeri yang di
rasakan pasien dapat hilang atau berkurang dengan kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan ).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri )
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
b. NIC (Nursing Intervension Classificaton)
1. Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri secara konprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi.
1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
2. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektipan control nyeri masa lampau.
6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan .
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( Farmakologi, non
farmakologi dan inter personal )
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
11. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi.
12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
14. Tingkatkan istirahat.
15. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil.
16. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
2. Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi , karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
b. Cek instrusi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
c. Cek riwayat alergi.
d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic
ketika pmberian lebih dari satu.
e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

c. Rasional
1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien
3. Untuk mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh
terhadap yang lainnya
5. Untuk mengurangi factor yang dapat memperburuk nyeri yang
dirasakan klien
6. untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri
yang dirasakan klien bertambah.
7. Pemberian “health education” dapat mengurangi tingkat kecemasan
dan membantu klien dalam membentuk mekanisme koping terhadap
rasa nyer
8. Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
9. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.
10. Agar klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi dalam
memanagement nyeri yang dirasakan.
11. Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa nyeri pasien
3. Pelaksanaan

Pelaksnaan keperawatan merupakan implementasi dari rencana asuhan


keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah
dibuat,dimana tindakan yang diberikan mencangkup tindakan mandiri atau kolaborasi
( Carpenito, L. J, 2013 ).

Pelaksnaan adalah langkah ke empat dalam proses keperawatan dengan


melaksanakn berbagai startegi keperawatan ( tindakan keperawatan ) yang telah
direncanakan dlam rencana tindakan keperawatan ( A.Aziz Alimul Hidayat, 2009).

Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah
dicatatat dalam rencana keperawatan pasien. Agar implementasi atau pelaksanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau
dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan (Eko dan Andi,2014)

4. Evaluasi
a. Paisen mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
c. Perawat mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

WOC Terlampir

Anda mungkin juga menyukai